Nafsu Birahi Babby Sitter
Bagian 1
Aku, sebut
saja Narti, kerja sebagai baby sitter, –sekalilagi baby SITTER, karena entah kenapa
masih ada saja yangmenyebutnya baby ’sister’– di sebuah keluarga kaya danterhormat di Jakarta, sebut
saja keluarga Pak Anton. Akudilahirkan di sebuah kota di Jawa Timur. Seperti
perempuanJawa pada umumnya Aku berkulit sawo matang dan ada yang manisdi roman mukaku.
Tinggi tubuhku sedang-sedang saja, 163 cm danberat tubuhku 54 kg, suatu proporsi yang
cukup ideal, kataMas Adi. Tapi Aku bilang ideal kalau bobotku 52.“Engga”katanya lagi. Aku diminta
mempertahankan bobotku
segitu, karena
“Yang 2 kilo itu ada di dadamu, dan Aku menyukainya” sergahMas Adi.
“Jadi jangan diturunkan lagi bobotmu” lanjutnya lagi.
“Sialan …”protesku. Terus terang Aku menyukai pujian MasAdi pada dadaku.
Aku baru menyadari bahwa Aku punya keistimewaan pada buahkembarku juga dari Mas Adi, walaupun
banyak temanku seasramadulu yang sering bilang. Pantas saja mata lelaki
yangberpapasan
denganku selalu tertuju ke sini setelah sekejapmemandang mukaku. Apalagi sewaktu Aku
berenang. Risih juga
dipelototin terus dadaku (sejujurnya, kadang juga ada rasabangga …). Oh iya, untuk
menjaga bentuk tubuhku, Aku tiaphari Minggu pagi berenang ke kolam renang di Hotel
M, tempatterdekat dengan rumah majikanku. Ditambah dengan push-up 3kali seminggu di
kamarku, tak banyak hanya 10 -15 kali.
Tapi asal dilakukan dengan rutin cukup memperkuat otot-otot didada. Itu semua Aku
lakukan untuk Mas Adi tercinta.
Mas Adi memang lelaki pertama yang mengisi hatiku,mudah-mudahan juga yang terakhir.Bagi Mas Adi Aku
adalah pacar yang ketiga. Perkenalankudengan Mas Adi ketika Aku masih bekerja di
rumah sakit swastadi Jakarta Selatan. Setamat sekolah keperawatan (setingkatSLA) di Jawa Timur
Aku merantau ke Jakarta cari kerja. Diasedang menunggui sepupu perempuannya yang
opname di situ. MasAdi kerja di sebuah lembaga pendidikan komputer sebagaiinstruktur. Dia juga
kerja sambilan (part timer) sebagai
programmer di beberapa software house. Dia numpang tinggal dirumah pamannya,
sedangkan Aku kost di rumah sederhana. Padaawalnya hanya teman biasa dan tak ada
perasaan apapunterhadapnya. Dia begitu penuh perhatian terhadapku dan amatmenyayangiku. Tak
ganteng dan tak jelek amat, dia jujur danterbuka, satunya kata dan perbuatan.
Inilah yang membuat Akujatuh cinta.
Setelah pernyataan cinta kami (’jadian’ kata ABG), carapacaran kami sebatas ciuman dan raba-raba.
Itu kami lakukanhampir setiap minggu selama setengah tahun. Tempatnya bisa digedung bioskop, di
kegelapan taman, atau di beranda kamarkost-ku. Sesekali kalau situasi tempat
kost memungkinkan,
kami bermesraan di kamarku masih sebatas ciuman dan raba-rabadengan sedikit
kemajuan, Aku amat menikmati cara Mas Adi“mengerjai” kedua buah dadaku. Dengan
penuh perasaan, kasihsayang, dan hati-hati seolah daging kembarku itu
mudah pecah,tapi membuatku serasa melayang-layang. Mas Adi tak pernahminta lebih dari
itu, meskipun Aku tahu dia juga sudahsedemikian ‘tinggi’.
“Untuk nanti di malam pengantin kita” bisiknya.
Aku terharumendengarnya.Paling jauh, kalau
dia sudah tak tahan lagi Aku dimintamemainkanpenisnya dengan tanganku sampai ejakulasi.
Bahkanpernah
suatu malam Minggu kami begitu intensif-nya bermesraan,
Mas Adi telah menelanjangi dirinya sampai bulat, Aku tinggalCD saja, Aku sudah
demikian ‘megap-megap’, di bawah sanasudah terasa lembab, sampai mataku berair.
Aku mengharapkanMas Adi segera membuka CDku lalu penisnya yang tegak mengacungkeras itu segera
mengisi kelembaban diselangkanganku, tapidia tak melakukan apa yang kuharapkan. Dia
hanya menindihku,menggosok-gosokkan penisnya di CDku sambil mengeksplorasi buahdadaku. Mas Adi bisa
sampai ‘tuntas’ dengan tumpah diperutku, tapi Aku ? Gelisah ! Sesuatu yang tak sampai,menggantung. Sungguh
tak enak.
Aku terus gerak-gerakkan tubuhku dengan gelisah, selangkangankugosokkan ke
tubuhnya. Kucengkeram pantat Mas Adi dankugeser-geserkan penisnya yang mulai
menurun ke CDku. Tak
menjadi lebih baik, tak meredakan nafsuku yang telahmemuncak, tak mengisi kekosonganku.
Penisnya tak menyentuhlangsung ke selangkanganku, masih ada penghalang
yang harusdihilangkan. Kulepaskan tubuhku dari tindihan Mas Adi, laludengan nekatnya Aku
melepas CDku. Aku tak malu-malu lagiberbugil di depan kekasihku ini.
Mas Adi kaget luar biasa, sampai melongo, tapi matanya taklepas dari bagian tubuhku
yang baru saja terbuka. Bagiantubuh yang baru kali ini Aku buka di depan lelaki.
Kutariktubuh Mas Adi untuk kembali menindihku, supaya dia takmelongo terus memandangi
milikku. Tubuhnya kembali bergoyang,penisnya kini menggeseki permukaan liang vaginaku
secaralangsung,
tak ada penghalang lagi. Tapi penis itu mulai
menyurut….
Mas Adi tahu kegelisahanku, lalu tindakan berikutnya gantimengejutkanku. Pahaku
dibentangnya lebar-lebar kemudiankepalanya menunduk. Ha …? Apa yang akan
dilakukannya ?
Tanganku refleks bergerak menutupi milikku.
“Dik … tak apa-apa, ini aman kok …” katanya sambilmenyingkirkan telapak tanganku dari sana.
Lalu detik-detikberikutnya kurasakan nikmatnya di bawah sana. Lidah Mas Aditernyata yang
melakukannya. Lidah itu menyapu-nyapu seluruhpermukaan selangkanganku. Tak itu saja.
Aku dibuatnya terbangoleh Mas Adi dengan permainan lidah dan bibirnya
di clit-ku….
Kurang lebih setahun kami melewatkan masa-masa bermesraandengan cara seperti itu. Cara yang dapat
memuaskan kamiberdua, tanpa Aku harus kehilangan keperawanan, tanpapenetrasi sama sekali.
***
(Pembaca, perkenankan saya memutar waktu ke belakang
sedikit).
Tertarik iklan kecil di harian ibukota Aku ingin mencobamengadu nasib. Iklan itu berbunyi :
“Dicari
seorang babysitter wanita yang berpengalaman, mengerti tentangkeperawatan, menyayangi anak-anak,
bersedia tinggal di rumah.Gaji dan fasilitas menarik”
Kutelepon nomor yang tercantum di iklan itu, suara lembutwanita menyambutku dan Aku dijanjikan
waktu, Sabtu pagi pukul9 agar datang untuk wawancara. Wah, pakai
wawancara sepertimelamar kerja kantoran saja.
Pada hari yang dijanjikan pukul 9 kurang Aku sudah tiba didepan rumah besar dan mewah
di kawasan Jakarta Pusat.
“Selamat pagi”
sambutku ketika pintu dibuka seorang wanitacantik.
“Pagi, siapa ya”
“Saya Narti Bu, pelamar baby sitter”
“Oh iya, masuk … silakan”dia menyambut uluran tanganku.
“Siapa tadi … ehm ..Narti ya, saya Ny. Anton”
Nyonya rumah ini cantik sekali. Berkulit putih mulus,tubuhnya tinggi ramping, rambut lurus
sebahu terurai,pendeknya mirip peragawati atau model yang sering Aku lihat diTV. Kutaksir umurnya
sekitar 26 – 28 tahun. Wajahnya sekilasmirip mantan peragawati yang juga atlet
berkuda, hidungmancungnya yang mirip banget. Aku juga dikenalkan kepada PakAnton suaminya. Pria
ini biasa saja, tak ganteng amat, kulitrada cerah, rasanya tinggi badan Pak Anton
sama dengan tinggiisterinya. Kedua orang suami isteri ini mewawancaraiku.
Aku diminta bercerita tentang riwayat sekolah dan pekerjaanku,kenapa Aku tertarik
pekerjaan sebagai baby sitter sedangkanpendidikanku adalah perawat, juga termasuk
berapa gaji yangAku minta. Aku kemukakan apa adanya dan sejujur mungkin.
Ditanya gaji Aku tak menyebutkan jumlahnya, hanya yangpenting lebih tinggi dibanding pekerjaanku
sekarang di rumahsakit swasta. Juga Aku minta satu hari libur dalam seminggu.Hal-hal yang
berhubungan dengan kehidupan pribadiku tak luputditanya. Termasuk tentang famili dan kawan
dekat. Akuceritakan punya kakak perempuanku yang tinggal sama suaminyadi Jakarta, juga
tentang pacarku Mas Adi, dimana tinggal danpekerjaannya. Aku cerita juga
kadang-kadang di hari libur Akunginap di rumah kakak perempuanku. Melalui
wawancara ini pulaAku tahu pasangan ini punya 2 orang anak, yang sulung lelakikelas 6 SD dan anak
kedua perempuan 8 bulan yang kelak Akuasuh seandainya diterima kerja. Kesanku
mereka keluarga idealdan amat bahagia.
“Jadi gimana nanti saya menghubungi kamu ?”
“Ke tempat kost saja Bu ada teleponnya, di rumah kakak belumada”
“Di tempat kost kamu berapa nomornya ?”tanya Bu Anton. Akusebutkan nomornya.
“Okay, minggu depan Ibu hubungi diterima atau tidaknya”lanjutnya.
“Baik, Bu” Aku pamitan.
“Kalau boleh tahu, sudah berapa orang yang melamar, Bu ?”tanyaku.
“Ada beberapa, engga banyak” jawabnya.
Minggu siang seminggu kemudian Aku ditelepon Bu Anton.
“Kamu bisa datang lagi sore ini engga ?”
“Bisa, Bu. Gimana saya diterima ?”
“Kita bicarakan dulu tentang tugas-tugasmu”dia tak tegasmenjawab Aku diterima atau tidak, tapirasanya iya.
Mendadakhatiku senang. Ada beberapa kelebihan kerja di Bu Anton.Selain gaji yang
kuterima lebih tinggi, juga Aku tak perlumikir bayar kost dan biaya makan
sehari-hari. Tentunya Aku
akan bisa menabung untuk persiapan hari depanku bersama MasAdi. Ketika hal ini
kuceritakan kepada Mas Adi, diamendukung.
“Asal kamu menyukai pekerjaan ini, Mas dukung” Aku gembira.
“Jangan senang dulu Ti, kamu belum tentu diterima…”tambahnya.
Bu Anton menjelaskan secara rinci tugas-tugasku dan caramerawat Si Putri, begitu saja kusebut,
anak perempuannya. Akudikenalkan kepada pembantu rt-nya, Ijah, perempuan
usiasekitar
35an, dan juga Ricky, anak lelakinya sekitar 12tahunan. Aku dibawa keliling ruangan rumah
besar ini. Putri,walaupun masih terhitung bayi, sudah punya kamar sendiribersebelahan dengan
kamar suami-isteri Anton. Dalam kamarPutri yang lumayan besar hanya ada lemari
dan rak pakaianserta sebuah box bayi. Ada pintu penghubung ke kamar Pak danBu Anton. Di
belakang kamar Putri terhalang satu ruangterbuka, terletak kamarku. Keluarga ini
secara berkalaberlibur ke luar kota, kadang kalau dibutuhkan Aku harus ikutatau tidak
tergantung situasi, kata Bu Anton. Tentang harilibur yang kuminta, Bu Anton mengabulkan
tapi harinya takharus Minggu, dan kalau mereka membutuhkan Aku tetap mengasuhPutri dan dibayar
sebagai lembur. Tak masalah kukira.
“Kapan kamu
mulai kerja ?”tanya Bu Anton.
“Secepatnya setelah saya dapat surat pengunduran diri darirumah sakit”
***
Hari-hari pertama kerja sebagai baby sitter memang melelahkan,sebab Aku harus
mengenali karakter Putri dan juga situasirumah tangga ini termasuk karakter seisi
rumah. Aku harusberbaik-baik sama Mbak Ijah supaya terjalin hubungan akrab danagar dia tak
‘jealous’, karena Aku tak menyentuh pekerjaanrumah tangga dan digaji lebih tinggi. Bu
Anton memang telahmembagi tugas sesuai ‘profesi’ masing-masing. Lama-lama Akumenjadi biasa dan
mulai bisa menikmati pekerjaanku. Padadasarnya Aku memang menyayangi anak-anak.
Ada satu yang ‘hilang’ sehubungan pekerjaan baruku ini, yaitumasa bermesraan
dengan Mas Adi. Tak bisa lagi kami bermesraan‘berat’ sampai Mas Adi menggosok-gosokkan
penisnya di ‘pintu’vaginaku lalu tumpah di perutku. Atau mulut Mas Adi dengan‘rakus’nya mencium,
menjilat, dan gigit pelan milikku di bawahsana. Cara pacaran kami berubah. Pergi
berdua harus menungguhari liburku. Paling juga ciuman dan raba-raba di
gedungbioskop.
Mas Adi pintar cari lokasi yang aman untukbermesraan, pilih film yang masa putarnya
sudah beberapa harisehingga sepi penonton, lalu kami mojok di belakang.
Pada hari libur kedua kami nonton lagi. Film baru beberapamenit diputar Mas Adi minta
Aku membuka bra setelah kamiberciuman ‘panas’. Mukanya terbenam di dadaku, Aku
harusmenahan
untuk tak merintih keras-keras ketika puting dadakudijilati dan dikemotnya. Lalu dia minta
Aku membuka rits
celananya. Kurang ajar … Aku langsung ‘menemukan’ penisnyayang keras tegak, Mas Adi tak
pakai cd !
“Mas nakal …” bisikku ke kupingnya. Jawabannya berupalumatan di bibirku, lalu dituntunnya
telapak tanganku untukmengurut-urut batang penisnya. Aku nurut, perlahan
kelimajari-jariku
menjamahi seluruh batang tegang itu dari ujungsampai ke pangkal, bolak-balik. Sementara
telapak tangannya
‘menampung’ daging dadaku sambil ujung telunjuknyabermain-main di putingku.
“Tambah kecepatannya dikit, Ti …”bisiknya sambilngos-ngosan. Kupenuhi permintaannya.
Beberapa saat kemudian,
“Tambah lagi …”nafasnya makin memburu.
“Eh … nanti kalo … itu gimana ..”
“Engga apa-apa …. terus aja sampai keluar”
“Gak mau”protesku dan langsung menghentikan gerak kocokan.
“Ti … tolong Mas dong udah 2 minggu engga keluar …”
Dua minggu ? Oh iya memang, sejak Aku pindah kerja kami takmelakukan petting
sampai Mas Adi ‘keluar’, seperti yang biasakami lakukan tiap minggu. Apa boleh buat …Kupercepat gerak
tanganku. Mas Adi makin terengah, lalumegap-megap, tubuhnya rebah ke sandaran
kursi dan mengejang,kepalanya menengadah ke arah langit-langit gedung,
geraktangannya
yang meremasi susuku berhenti, tanganku yangmenggenggam penisnya terasa kedut-kedut
beraturan. Mas Adisedang menikmati orgasmenya. Airnya entah terpancar kemanasaja, mungkin ke
sandaran kursi depan ……
***
Rumah semegah ini hanya dihuni oleh 6 orang, suami isteriAnton, kedua anaknya, seorang pembantu,
dan Aku. Bang Hasansi sopir selesai mengantarkan Pak Anton malam hari, dia pulangke rumahnya, tak
menginap. Jam 7 pagi dia sudah sampai kesini lagi.
Pak Anton orang yang amat sibuk, jam 8 pagi dia sudahberangkat dan pulangnya malam. Dia punya
banyak perusahaan,kata Bi Ijah. Perusahaan apa dan sebesar apa Aku tahu dan takingin tahu. Kalau
lihat rumah yang besar dan megah, isinyayang mewah, tiga buah mobil yang semuanya
jenis mewah,
pantaslah dia punya perusahaan, suatu keluarga kaya-raya.Sedangkan Si Jelita nyonya Anton meskipun
tidak tiap harikeluar rumah, tapi tampaknya orang sibuk juga. Urusannyabanyak, kalau sedang
di rumah teleponnya sering berdering,bicara serius sepertinya urusan bisnis
juga, lalu kadangkeluar rumah menyetir sendiri BMW-nya. Kadang sekalianmenjemput Ricky dari sekolah.
Ricky walaupun sudah kelas 1SMP masih juga diantar-jemput. Orang kaya
cenderungmemanjakan anaknya. Anak-anak di sekitar tempat Aku kost duluwalaupun masih SD
berangkat dan pulang sekolah sendiri. Kalauibunya tak menjemput, Ricky pulang sama
Bang Hasan.
Tak hanya kaya raya, keluarga ini juga keluarga harmonistampaknya. Kalau mereka bertiga sedang di
ruang tengah nontonTV, banyak celetukan canda diantara mereka. Bu Anton seringmenggelendot manja
ke tubuh suaminya sewaktu duduk di sofasambil nonton TV, atau tangan Pak Anton
merangkul bahuisterinya, diselingi saling kecup di pipi. Suami-isteri itutak risih saling
kecup meskipun Aku ada di situ menggendongPutri. Memang sudah kebiasaannya
sehari-hari. Ricky jugasering bermanja-manja kepada ayah atau ibunya.
Kalau Akusedang bergabung di situ sambil menunggu Putri, kadang Ricky
juga bermanja kepadaku. Menyandar ke tubuhku atau mintapangku. Pendeknya benar-benar keluarga
bahagia. Bahkan Akutahu, betapa mesranya mereka di tempat tidur …
Malam belum larut baru sekitar setengah sembilan. Setelah Akumenidurkan Putri di
box-nya, kulihat Pak dan Bu Antonberrangkulan mesra sambil nonton TV. Aku lalu
makan malam danmenyiapkan susu dan popok Putri. Ketika Aku hendak ke kamarPutri melewati ruang
tengah sumi isteri itu sudah tak ada.
Cepat sekali malam ini mereka tidur, pikirku. Khawatirmengganggu tidur majikanku, Aku dengan
hati-hati dan pelanmasuk ke kamar Putri untuk menaruh pakaiannya dan sekaligusngecheck tidurnya.
Tapi …… samar-samar ada suara-suaraaneh dari kamar utama itu. Entah kenapa diluar
kebiasaanku,
Aku jadi ingin tahu. Nyaris tanpa suara Aku melangkahmendekati pintu penghubung itu. Oh, suara
rintihan Bu Anton !
Aku segera maklum sedang apa suami-isteri itu. Apalagirintihan Bu Anton diselingi dengan ucapan
“Ooh … sedap Yang….uuh …ooh…”. Aku mendadak merinding, jantungkuberdebar kencang. Aku cepat-cepat menyelesaikan pekerjaanku,tak tahan Aku berlama-lama di situ. Beberapa menit berlalusuara-suara aneh itu masih saja terdengar, bahkan ditambahsuara
“hah .. huh”
nya Pak Anton dan berisiknya kresek-kresekdan hentakan-hentakan tubuh di kasur.
Aku keluar menuju kamarku dan langsung rebahan. Segera sajabayangan tubuh
pualam Bu Anton yang telanjang bulat,terlentang, dan pahanya membuka lebar
sedang ditindih olehtubuh coklat kekar Pak Anton yang pantatnya
naik-turunmenusuki selangkangan isterinya, muncul di anganku. Bayangan
kedua tubuh suami isteri tiba-tiba berganti dengan bayangantubuhku yang
ditindih oleh tubuh Mas Adi. Aah …. Gimanarasanya ya kalau penis Mas Adi menusuk
habis liang senggamaku? Mungkin sedap banget, Bu Anton yang santun itu
saja sampaimerintih-rintih keenakan. Jelas nikmat banget. Selama ini
penis Mas Adi yang hanya menyapu-nyapu ‘pintuku’ saja nikmatrasanya, apalagi …..
Mas Adi memang tak pernah minta lebihdari menyapu-nyapu, dan sepertinya memang
tak punya niatuntuk masuk. Di kamar kostku dulu kesempatan untuk bermesraansampai masuk terbuka
lebar, tapi Mas Adi tetap menjagaku, danmampu menahan diri. Seandainya waktu itu
Mas Adi minta,mungkin Aku akan ikhlas memberikannya. Apalagi seandainyamalam ini ada Mas
Adi, Aku mungkin yang ambil inisiatif untuk
‘maju terus’. Aku kini begitu gelisah, begitu terrangsangoleh suara rintihan dan bayangan ciptaanku
sendiri tentangsuami-isteri majikanku itu. Tapi Mas Adi memang beda. Akubegitu mempercayai
kekasihku ini, lelaki yangbertanggungjawab. Kalaupun ada faktor Aku tetap
masih perawanmungkin karena Aku takut sakit. Konon berhubungan seks yangpertama kali bagi
wanita adalah hanya rasa sakit yang didapat.Aku memang takut sakit, bahkan dengan
jarum suntikpun Akutakut.Malam berikutnya pada waktu yang sama Aku ke kamar Putri lagiberharap kalau-kalau
mendengar erangan Bu Anton yang lebihseru, ternyata tidak. Mereka berdua masih
di ruang tengah.
Pengetahuanku tentang pasangan ini bertambah, ternyata merekatak punya jadwal
tetap untukberhubungan seks, alias bisaterjadi kapan saja. Pernah sekitar jam 4 pagi Aku
terbangunmendengar Putri menangis. Ketika Aku sedang mencari-cari bajuganti Putri, Bu
Antonpun mendatangi anaknya, dengan pakaiankimono yang belum sempat ditutup, buah dadanya
yang amatputih, mulus, kecil agak membulat terbuka, bentuk dada khasperagawati.
“Eh … kamu Ti..”katanya ketika menyadari ada Aku di situ,lalu cepat-cepat Bu Anton merapikankimononya. Aku
sempatmelihat
dada Bu Anton mengkilat, berkeringat, wajahnya jugadihiasi butiran keringat. Dan kimono tipis
itu sempat‘mencetak’ tonjolan putingnya. Masa pagi yang dingin ini
keringatan di dalam kamar berAC ? Dugaanku benar, ketika Akuselesai mengurus
Putri, erangan khas Bu Anton kembalikudengar. Rupanya tangisan Putri menghentikan
kegiatan seksdini hari mereka. Setelah Putri ada yang mengurus, kegiatanitu berlanjut …
***
Hari Minggu berikutnya Pak dan Bu Anton liburan keluargabersama kawan-kawan bisnisnya ke Pulau
Bidadari. Seharusnyaini hari liburku, tapi karena Putri ditinggal di
rumah Akuharus menjaganya dan dibayar sebagai lembur. Rencanaku nontonsama Mas Adi batal,
dan kuminta saja dia datangmenemaniku dirumah. Kami hanya ngobrol saja di ruang
tengah sambilmengasuh Putri. Mauku sih sambil bermesraan tapi tak enaklahsebab ada Bi Ijah
sedang memasak di dapur. Setelah Si Putri
tertidur, kesempatan untuk bermesraan dengan Mas Adi datangjuga, sebab Bi Ijah
bilang mau keluar rumah setelahpekerjaannya beres. Aku tak tahu apa yang ada di
kepala BiIjah, apakah dia memang benar-benar ada keperluan keluarrumah atau hanya
ingin memberiku kesempatan berdua saja dengan
kekasihku.
Aku langsung duduk manja di pangkuan Mas Adi begitu Bi Ijahkeluar. Kami
berciuman dan seterusnya buka-bukaan. Dalamwaktu singkat seperti biasa Mas Adi sudah
bugil dengan penismengacung. Gaun putih seragamku telah tersingkir dan kini Akutelanjang dada.
Seperti biasanya pula Mas Adi mengerjai buahkembarku. Mataku terpejam menikmatinya.
Tapi ada yang takbiasa. Kurasakan ‘pekerjaan’ Mas Adi di dadaku kurang intensseperti yang
sudah-sudah. Aku merasa pikiran Mas Adi taksepenuhnya berada di buah dadaku.
“Ada apa sih
Mas ?” tanyaku menyelidik.
“Kenapa Ti ?” Mas Adi menghentikan kemotan di putingku.
“Rasanya hari ini Mas lain, deh”
“Lain gimana”
“Pokoknya Mas engga seperti biasa”
“Hmm ….”
“Ada apa Yang …?” tanyaku lembut sambil membelai-belaipenisnya. Benda itupun tak sekeras
biasanya.
“Sorry Ti …. Ada yang ingin Mas sampaikan”
“Ngomong aja” Mendadak Aku berdebar.Mas Adi diam saja. Aku makin gelisah.
“Udah bosan ama Narti ?” serangku tiba-tiba.
“Engga … sama sekali engga” lalu Aku dipeluknya
erat-erat.Lama.
“Lalu apa ?”
“Mulai Juli Mas dipindah ke Semarang”. Juli ? berarti taksampai dua bulan lagi.
“Kenapa ? Mas berbuat salah apa ?”
“Sama sekali tidak. Justru Mas dapat promosi”
“Bagus, kan ?”
“Iya, tapi kita jadi jauh”.
Jauh. Oh … rasanya Aku tak sanggup berpisah dengankekasihku ini. Jangan-jangan nanti ….
“Mas Bingung. Aku ingin pendapatmu, Ti” lanjutnya.Akupun bingung.
“Gini aja Mas, kalo menurut Mas pindah ke Semarang bagus buatkarir Mas, lakukan
saja”
“Kelihatannya begitu Ti, Aku dipercaya sebagai supervisor,cuman kita jadi jauh”
“Hari libur Mas bisa ke sini, kan ?”
“Bisa”
“Ya udah, lakukan saja”
Tiba-tiba Aku dipeluknya erat-erat.
“Makasih … Ti…”
Pelukan berlanjut jadi ciuman, terus ke dadaku. Kurasakanmiliknya di bawah sana mengeras lagi. Lalu
mulut Mas Aditurun ke perutku, Aku kegelian ketika lidahnya menari-nari dipusarku. Dengan
cepat Cd-ku dipelorotkannya dan lidah nakalitu telah berpindah ke selangkanganku yang
telah membasahlembab. Aku meninggi. Kuraih batang kerasnya dankusapu-sapukan di seputaran pintuku. Aku
makin tinggi. Hanyamenyapu-nyapu, seperti biasa. Dan lalu tumpah di perutku,seperti biasa.
***
Tumpah di perutku lagi, hari Minggu pagi ini. Bukan di ruangtengah rumah
keluarga Anton, tapi di ruang tengah rumah pamanMas Adi. Aku masih rebah telanjang dengan
posisi terlentang,bahkan kakikupun masih terkangkang. Aku kelelahan setelahtadi dilumat habis-habisan
oleh Mas Adi. Diapun kelihatannya
letih, tubuhnya rebah terlentang pula di sampingku. Masihada sisa terengah setelah dia ‘kerja’
habis-habisan melumatku.Airnya yang tercecer di perutku demikian banyaknya
setelah‘ditabung’ selama seminggu. Kami bisa bebas bercumbu di rumahpaman Mas Adi karena
rumahnya kosong. Paman Mas Adi dankeluarganya pergi ke Bandung.
Kemarin Mas Adi meneleponku memintaku datang. Hari ini Akulibur dan dapat izin keluar
sampai jam 6 sore. Tapi Aku‘menawar’ minta ke Bu Anton sampai besok pagi,
dengan alasandiminta nginap di rumah kakak perempuanku, karena ada acarakeluarga. Bu Anton
memenuhi permintaanku. Minggu pagi
sekitar pukul 7 Aku sudah meninggalkan rumah keluarga Antonmenuju rumah Paman
Mas Adi.
Baru saja Aku masuk pintu Mas Adi langsung menyerbuku. Jelassaja Aku berontak
khawatir ketahuan paman atau keluarga yanglain. Tapi Mas Adi malah mencopoti
pakaiannya sampai bugilsambil bilang bahwa hanya kami berdua saja yang
ada di rumahini …
Kulirik wajah Mas Adi. Mata terpejam tenang menandakankepuasannya. Ada perasaan puas tersendiri
bagiku karena mampumemuaskan Mas Adi, walau tanpa penetrasi. Tapi apakah wajahteduh ini memang
benar-benar menandakan kepuasan ? Hanya diayang tahu. Cara kami bercinta menuju puncak
tanpa Akukehilangan virginitas mungkin memang belum benar-benarmemuaskannya, seperti yang
Aku rasakan sekarang. Ada rasakurang ‘terpenuhi’ ketika denyutan-denyutan di
dalam sanatetap dibiarkan tak tersentuh, walaupun mulut Mas Adi telahbegitu intensif
mencumbui clit-ku. Mungkin Mas Adi juga
begitu, walaupun fellatio yang kulakukan sempat membuat MasAdi mencabutnya
takut ’sampai’ di dalam mulutku.
Aku sebenarnya telah pasrah, menerima apapun yang akandilakukan oleh calon suamiku ini. Dulu
sewaktu kamibermesraan di kamar kost-ku, Aku menginginkan Mas Adimelakukan hubungan seks ‘paripurna’ saat
itu juga, tapi diatak melakukannya. Memang keinginan tak kutunjukkan secara
lisan, tapi dengan gerakan tubuhku Aku yakin Mas Adi mengertikeinginanku. Aku
ingat saat dia memegang penis tegangnya dansiap-siap mau menyapu-nyapukannya di
clit-ku seperti biasanya,
Aku membuka pahaku lebih lebar dari biasanya dan sedikitmengangkat pinggulku agar ’sasaran’ bukan
di clit tapi diliang senggamaku. Tapi Mas Adi dengan halus menghindar. Tadijuga begitu. Cumbuan
intens ke seluruh permukaan tubuhkumembuatku naik tinggi. Lalu pada saatnya dia akan
mulai
‘menyapu-nyapu’ Aku sudah ambil posisi terlentang pasrah.Inilah saatnya Aku menyerahkan segalanya
kepada lelakikutercinta.
“Masuklah Mas, Aku ikhlas mempersembahkan keperawanankukepadamu” begitu kataku, tapi dalam hati.Tapi lagi-lagi Mas
Adi tak melakukannya. Bahkan suatu saatkepala penisnya sudah tepat menyentuh
liangku, tanganku lalumenekan pantatnya. Lagi-lagi Mas Adi dengan pandai
menghindar. Ketika moment itu kembali datang Aku menekanpantatnya lebih kuat. Detik berikutnya
kurasakan ‘pintu’kuterpenuhi oleh benda hangat … aha … nikmat. Rasanya awalpenetrasi dimulai.
Tapi …. Mas Adi menariknya. Pinggulnyadiangkat dan tubuhnya rebah menindihku dan
erat memeluk
tubuhku. Kurasakan tubuh Mas Adi bergetar. Beberapa saatberikutnya kurasakan cairan hangat di
perutku …
“Mikir apa Ti ?”Aku menoleh.
“Eh … kirain tidur. Engga mikir apa-apa, cuman lemes aja”jawabku.
“Sama dong ..” tubuhnya menggeliat lalu bangkit.
Diciumnyaputingku sekilas,
lalu dia duduk. Matanya ke dadaku, laluturun ke perutku. Diambilnya tissu dan
dibersihkannya perutkudari ceceran maninya.
“Mas keluarnya banyak banget” kataku.
“Iya nih, maklumlah udah seminggu gak keluar”
Aku bangkit. Tubuhku serasa lengket-lengket karena keringatkuyang bercampur
dengan keringat Mas Adi.
“Aku mau mandi
Mas”
“Oh ya, sebentar” Mas Adi mengambil handuk dan perlengkapanmandi lainnya. Di
rumah paman Mas Adi ini hanya kami berdua,jadi Aku tenang saja bertelanjang
melangkah ke kamar mandi.
“Kamu benar-benar seksi, Ti ….” Secara refleks Aku menutupidadaku dengan handuk
yang terlipat rapi dan menutupselangkanganku dengan telapak tangan.
“Ha ..ha ..ha … kenapa musti ditutupi, toh Aku udah lihatseluruhnya ….”
Aku hanya senyum, masuk kamar mandi dan menutup pintu. MasAdi menahan pintu.
“Entar dong …. kita mandi bareng yuk. Belum pernah kan ?”
Dengan sabun cair Mas Adi membalur tubuhku. Di bagian dadadia lebih tepat dibilang
mengusap-usap dibanding menyabuni.Juga di selangkangan. Dia minta Aku membuka pahaku
dan denganhati-hati telapak tangannya yang bersabun mengusapikewanitaanku. Aku bergidik.
“Gantian Ti…”
Kubalur tubuhnya. Mulai dari leher, turun ke dada, perut dan…. eh, benda itu
mulai menegang. Aku hanya selintasan sajamembalur miliknya itu lalu ke pahanya.
“Eh … yang itu dong Ti …. biar bersih”
“Huu …maunya” Tapi Aku nurut. Kubalur mulai dari‘telor’-nya dan ketika sampai ke
batangnya, benda itubenar-benar telah tegang mengacung.
“Ih … nakal nih … berdiri melulu ….”kataku gemas.
Lalu Mas Adi memelukku, tangannya membuka kran shower. Kamiberpelukan erat di
bawah guyuran air. Kemudian tubuh Mas Adiperlahan bergeser mendorongku. Pantatku
dinaikkan ke mejakeramik di samping wastafel dan pahaku dibukanya.Diarahkannya penis tegang itu menuju
selangkanganku dan bendaitu mulai menggosok-gosok kewanitaanku. Mukanya
disusupkan dibelahan dadaku. Engga tahu kenapa Aku tak begitu menikmatigosokan penis Mas
Adi. Mungkin posisiku yang kurasakan kurang
pas. Sebaliknya Mas Adi kurasakan sudah ‘tinggi’, nafasnyabegitu memburu.
Tak apalah, kali ini Aku akan memberi Mas Adi kepuasan tanpamenuntut kepuasan
untukku.
“Gantian … Mas yang duduk” Mas Adi nurut saja.
Penisnyayang menantang
langit itu kubelai-belai. Tangan sebelah lagikugunakan untuk meraba-raba biji pelirnya.
Sisa-sisa sabunyang masih nempel di tubuhnya memungkinkan telapak tangankumengocok batang
keras itu. Mulut Mas Adi mendesis-desis.Beberapa menit telah berlalu. Aku heran,
Mas Adi belum juga’sampai’. Berdasarkan ‘pengalaman’ku selama ini menstimulirpenis Mas Adi,
seharusnya dia telah orgasme. Aku lalu ambilinisiatif, kubersihkan busa yang menempel
di batang itudengan air sampai bersih, lalu dengan lidah kutelusuribatangnya mulai dari pangkal
sampai ke kepalanya.
“Ohhh …. Tiii ….” desisan Mas Adi tambah seru.
Ketika batang penis itu dengan perlahan dan bertahapkumasukkan dalam mulutku, mulut Mas Adi
makin tak karuanmengoceh.
Dengan gerakan berirama kedua belah bibirku seperti mengurutpenisnya. Mulai dari
pangkal sampai kepala dan balik lagi kepangkal. Aku tak mempedulikan reaksi mulut
Mas Adi yangmenceracau. Kuberi dia berbagai variasi gerakan ‘mengurut’.Sampai suatu saat
Mas Adi merangkul kepalaku, tubuhnya
mengejang, mulutnya meneriakkan namaku. Dan … kurasakancairan hangat itu menyemprot di dalam
mulutku. Seketikamulutku mual dan rasa tak nyaman. Segera kulepas penis Mas Adidari mulutku,
khawatir Aku akan tersedak atau bahkan muntah.Kusaksikan penis Mas Adi berkedut-kedutmengeluarkan cairanputih.
“Sorry Ti ….mustinya tadi kucabut ….”
“Engga apa-apa Mas …” Aku tadi memang berniat membiarkan MasAdi ejakulasi di
mulutku dan akan kumuntahkan lagi, tidakkutelan. Tapi baru satu semprotan Aku tak
sanggupmenampungnya …
***
Benar-benar !. Sejak pagi tadi yang kami lakukan berdua hanyamakan, nonton TV,
dan seks (atau entah apa namanya, hubunganseks jelas bukan, pokoknya bermesraan
sampai puas tanpapenetrasi, mungkin ‘petting’ istilah yang mendekati). Berduakami bagai kuda yang
selama ini terkekang dan kini lepaskendali. Kesempatan tiba dengan ‘pas’. Sudah lama
kami takketemu, lalu ada rumah kosong yang bisa kami tempati. Sampaisore ini entah
berapa kali kami bermesraan, yang jelas duakali Mas Adi ejakulasi. Pertama, kami
lakukan begitu tiba dirumah pamannya ini. Kedua, sehabis mandi Aku
meng-oralnya.
Kami sempat ketiduran setelahnya.
Ketika Aku terbangun, kulihat diluar telah gelap. Arlojikumenunjukkan pukul 6.40 sore.
Mas Adi masih nyenyak tidurnya,bahkan ngorok. Aku tak tega membangunkannya.
Kelihatannyadia benar-benar lelah setelah ‘kerja-berat’. Tapi perutkulapar. Aku bangkit
dan melangkah ke dapur. Tak ada makanan.Terpaksalah Aku membangunkan Mas Adi.
“Mas. …bangun Mas, udah malam”Mas Adi menggeliat
“Hah …. udah gelap”
“Emang, yuk kita keluar cari makanan. Narti laper nih”
“Oh iya … kita engga punya makanan ya” Aku lalu mandi dulu,baru Mas Adi.
Oh…. alangkah indahnya.
Jalan-jalan berdua bergandengan tangan –kadang berpelukan–di malam hari yang cerah
langit penuh bintang. Sebelum masukke rumah makan, Mas Adi sempat mengecup pipiku dan
berbisik
“Mas sayang banget ama Narti …..”
“Narti juga, Mas …” Kubalas kecupannya.
Oh … alangkah indahnya.
Sepulang dari makan malam Mas Adi mulai mencumbuku lagi ketikaAku sedang duduk di
sofa nonton TV. Blousku berantakandiacaknya, dadaku digigitinya. Lalu dia bangkit
dari sofadan …… seperti yang sering dia lakukan, menelanjangidirinya sampai bugil. Penisnya sudah
tegang lagi. Entahberapa kali benda itu tegang sejak pagi. Lalu dia berlutut dikarpet tepat di
depan Aku duduk. Diusapnya dengkulku dan lalutangannya menyelusup di balik rok-ku
membelai-belai pahaku.
Aku mulai terrangsang…
Disingkapnya rok-ku tinggi-tingi, lalu Cd-ku ditariknyakebawah, perlahan-lahan sampai lepas dari
kakiku. Dengangemetaran Aku menunggu apa yang akan dilakukan Mas Adi.Pahaku dibukanya
lebar-lebar, dipandanginya kewanitaanku.Pandangannya yang sayu beralih menatapku.
“Yayang nikmati aja ya ….” katanya sambil mendorong keduabahuku hingga rebah di sandaran sofa. Lalu
kepala Mas Aditenggelam di antara pahaku. Kepalaku mendongak ke arahlangit-langit menikmati
permainan lidah dan bibir Mas Adi dikewanitaanku. Aku benar-benar serasa melayang.
Apalagi kedua
telapak tangan Mas Adi menyusup di bawah pantatku yangtelanjang, meremas-remas sambil setengah
diangkat. Terbangkumakin tinggi …..
Lalu Mas Adi bangkit. Dilepasnya blouse dan braku, lalurok-ku. Dengan masih berlutut, kelaminnya
diarahkan kekelaminku. Seperti biasanya, dia akan ‘menyapu-nyapu’Dengan bertelanjang bulat kami berjalan
berpelukan menujukamar. Mas Adi mengarah ke kamar tidur pamannya.“Jangan di situ ah Mas, engga enak” Masa’
bermesraan ditempat tidur pamannya. Lalu kami ke kamar depan, kamar Mas
Adi dulu ketika masih kerja di Jakarta.
Aku rebah terlentang membuka paha, Mas Adi kembalimenyusupkan kepalanya di antara pahaku,
meneruskan permainanlidah dan bibirnya. Tubuhku mulai terangkat lagi
…..Mas
Adi begitu intensifnya menstimulir clit dan liangsenggamaku sampai Aku benar-benar pada
puncak rangsangan.
“Ayolah Mas …..” kudorong kepala Mas Adi hingga lepas dariselangkanganku. Kugenggam
batangpenisnya
dankusapu-sapukannya
pada liangku. Lalu ketika ujung penis MasAdi tepat di mulut kewanitaanku, kulepas
genggamanku padapenisnya dan kutekan pantat Mas Adi ke bawah. Ya, Aku telahmemutuskan
sekaranglah saatnya untuk benar-benar bersetubuhdengan kekasihku tercinta ini. Aku telah
mengambil keputusanuntuk melepas keperawananku bersama Mas Adi malam ini. Dasar
keputusanku bukan saja karena Aku telah terrangsang tinggi,tapi memang niatku
untukmenyerahkannya
malam ini begitu kamipunya kesempatan bebas di rumah ini.
“Ti ……. !”
Mas Adi kaget dan menarik pinggulnya hingga penisnya terangkatlepas.
“Ayo Mas ….. kita lakukan sekarang …”
“Kamu sadar apa yang kamu omongkan ?”
“Iya. Sadar banget”
“Engga Ti ….. jangan sekarang ….”
“Narti pengin banget Mas …Mas engga pengin ?”
“Dari dulu Ti, Mas pengiin banget, tapi bukan sekarang …”
Aku heran dengan kekasihku ini. Yang biasanya terjadi adalahlelaki yang minta
duluan. Ini justru Aku yang minta, eh malahlakinya yang nolak.Aku sepertinya sudah sampai pada ‘no
return point’, sudah
begitu lembab dan berdenyut-denyut di dalam sana. Saat ituAku lupa pada rasa sakit yang
mungkin akan Aku rasakan padahubungan seks yang pertama kali, yang selama inimenakutkanku. Yang
Aku rasakan hanyalah keinginan untuk ‘diisidan digosok’.
Akhirnya Mas Adi kembali menempelkan ujung penisnya ke‘pintu’ku untuk, seperti biasa,
digesek-gesek. Akumenyambutnya dengan amat antusias. Gerakan pinggulku begituaktif merespons
gesekan Mas Adi. Gerakan Mas Adi begitugalak, dan dari wajahnya yang merah padam
menandakan dia juga
sudah sangat tinggi.
Aku ambil inisiatif. Kupeluk tubuhnya erat-erat lalukugulingkan. Aku di atas tubuhnya
sekarang. Pahaku
mengangkangi pinggul Mas Adi lalu penisnya yang sudah teramattegang dan ‘membara’
kuarahkan ke selangkanganku, lalu Akumenggerakkan pinggulku maju-mundur di atas
pinggulnya. MataMas Adi terpejam, kepalanya menghadap langit dan mulutnyaberdesis-desis.
Ketika kurasakan kepala penisnya tepat padaliang senggamaku, Aku menekan. Ahh …
nikmatnya ketikakepala itu memenuhi liangku. Lalu Aku menekan lagi lebihkeras, ahh … sakit
kurasakan memenuhi liangku. Akumengurangi tekananku dan kembali bergoyang.
Kuulangi gerakantadi, ahh … sakit lagi. Benar-benar sakit selangkanganku !
Tiba-tiba kedua lengan Mas Adi mencengkeram tubuhku lalutubuhnya miring. Kami bergulingan dan
ujung penisnya terlepasdari selangkanganku. Mas Adi kini menindih
tubuhku. Kurasakan‘kepala hangat’ itu menempel liangku lagi dan berikutnya tubuhMas Adi kurasakan
menekan. Aku terpejam menunggu. Tekananitu semakin kuat. Bukan sakit lagi yang
kurasakan tapi ngiluyang tak tertahankan. Sehingga tanpa sadar mulutku
terucap
“Aduuh …”
Mas Adi langsung mengendorkan tekanan
” Oh … sorry
Yang….”
“Engga apa-apa Mas …… terus aja Mas ….” kataku terengah.
“Kamu engga apa-apa Yang …..”
Aku menggeleng.
“Yayang yakin ….. kita lakukan sekarang …?”
Aku mengangguk-angguk
Lalu pinggul Mas Adi membuat gerakan memompa. Rasa ngilulenyap, hanya rasa nikmat di bawah sana.
Kulihat kebawah,Aku sempat melihat kepala penis Mas Adi timbul tenggelamseirama gerakan
pompaannya. Pompaan kecil, hanya ujungnyasaja yang keluar-masuk.
“Sakit, Yang …?”
Aku menggeleng.
Lalu kurasakan Mas Adi menambah tekanannya. Kembali kurasakanngilu
selangkanganku.
“Aauuff” seruku.
“Sakit, Yang ….?” Aku mengangguk.
“Tapi engga apa-apa Mas …. terus saja”
Kulihat lagi ke bawah. Separuh batang penisnya telah tenggelamdi selangkanganku.
Mas Adi benar-benar telah memasukitubuhku. Kami benar-benar telah melakukannya !
Mas Adi memompa lagi, kini pompaan yang rada panjang. Rasanikmat kembali datang. Tapi
ketika dia menekan lebih kuatlagi, rasa sakit yang kudapat. Begitulah, rasa
nikmat silihberganti dengan rasa ngilu. Sampai suatu saat seluruh bagiantubuh Mas Adi telah
menindih ketat ke tubuhku.
“Yang …..kita telah melakukannya ….. kita benar-benarberhubungan seks” bisiknya
Pada saat Mas Adi berhenti memompa, kulihat bulu-bulu kelaminkami memang telah
saling menempel ketat. Penis itu telahseluruhnya tenggelam dalam tubuhku !
“Berarti Narti sudah bukan perawan lagi ….” kataku. Mas Adimengangguk
Entah kenapa tiba-tiba Aku jadi sedih, dan terus menangis….
“Yang ……” Mas Adi memeluk tubuhku lebih erat.
“Yang …. jangan nangis dong …” Dia menciumi wajahkubertubi-tubi. Aku masih sesenggukan.Ada rasa menyesal,
ada juga rasa bahagia.
“Yayang nyesel …?”
Aku tak menjawab. Kupeluk tubuh Mas Adi erat-erat.Apa yang harus disesalkan ? Semuanya telah
terjadi dan Akumemang menginginkannya.Lalu kami saling berpelukan.Lalu kami mulai bergoyang.Mas Adi memompa
lagi.Pompaan
sempurna.Layaknya pompaan hubungan suami isteri…………. !
***
Tubuhnya masih menindihku. Baru saja Mas Adi ejakulasisetelah pompaan hebat yangmenghanyutkanku. Tak
sepertibiasanya tumpah di perutku, entah mengapa kali ini diatumpahkan ke sprei di antara
bentangan pahaku. Setelahbeberapa saat kami rebahan lemas, Mas Adi bangkit.
“Bangun Yang ….” kata Mas Adi. Dengan malas Aku bangkit.
Mata Mas Adi terus tertuju pada bentangan pahaku.
“Lihat apa sih, Mas ?”
“Yayang geser dulu “. Aku menggeser pantatku, penasaran ingintahu.
Ternyata ……Bercak-bercak telah ‘menghiasi’ sprei.Bercak-bercak merah dari tubuhku.Darah dari selaput
daraku yang robek.Bercampur dengan mani kekasihku.Mas Adi memelukku. Mungkin dikiranya Aku akan
menangis lagi.Kenyataannya Aku memang menangis lagi.
“Mas mau berjanji ..?” tanyaku sambil sesenggukan.
“Janji apa, Yang ?”
“Janji tidak meninggalkan Narti”
“Tentu saja Yang. Kita sudah jadi suami-isteri”
“Benar, Mas ?”
“Benar Ti, kita sudah suami-isteri. Cuma perlu surat nikahsaja”
“Benar Mas akan menikahiku ?”
“Pasti, Ti”
“Tak akan meninggalkanku ?”
“Tidak” katanya mantap.
“Narti sudah bukan perawan lagi ……………”
“Tak ada bedanya, Yang”
Mas Adi lalu membereskan sprei bernoda itu. Dengan hati-hatisprei itu dilipatnya
baik-baik.
“Akan Mas simpan untuk kenangan kita” katanya.
Lalu kami berdua ke kamar mandi. Kurasakan perih diselangkanganku ketika Aku membasuh.
Seperti perihnya lukaterkena air. Ini telah menyadarkanku bahwa Narti
yang tadipagi memasuki rumah ini telah berbeda dengan Narti sekarang.Aku sekarang bukan
gadis lagi …..
Aku berusaha tak menangis lagi, tapi gagal ……
“Sudahlah Yang …..” Mas Adi memelukku. Aku menangis didadanya yang bidang. Sudah sering dia
memelukku seperti ini.Tapi baru kali inilah aku merasakan rasa aman
dalam pelukanMas Adi.
Tengah malam menjelang tidur, kami melakukannya lagi. Akuyang memintanya. Kali ini Aku benar-benar
bisa merasakannikmatnya berhubungan seks, dengan sebenar-benarnya.
Benar-benar memabukkan ! Makanya, dengan senang hati Akumemenuhi permintaan Mas Adi ketika bangun
pagi Mas Adi mintalagi, meskipun Aku setengah mengantuk. Benar-benar nikmat.Nikmat yang susah
digambarkan !
Dan anehnya, ketika Aku telah berada di rumah keluarga Antondan Mas Adi telah
berangkat kembali ke Semarang, serasa penisMas Adi masih ‘tersimpan’ di dalam tubuhku
bagian bawah sana….. !!!
***
Baru seminggu Mas Adi pindah ke Semarang Aku sudah merasakankerinduan yang
menyiksa. Libur pertama dia tak bisa keJakarta mengunjungiku, sebab dia harus
memanfaatkan waktuliburnya untuk mencari-cari tempat kost. Untuk sementara dianumpang tinggal di
rumah temannya. Sebenarnya, temannya itutak berkeberatan bila Mas Adi tinggal
lebih lama sementara diamencari kost, tapi Mas Adi merasa tak enak hati
saja. Diaharus cepat-cepat mendapatkan tempat tinggal. Aku bisamengerti bila Mas Adi
week-end kali ini belum bisa menemuiku.Yang tak bisa “mengerti” adalah bagian
tubuhku yang di bawahsana …
Di dalam sana acap kali berdenyut-denyut merindukan ‘belaian’,suhu tubuhku naik
seiring dengan naiknya keinginan ‘diisi’.Kalau sudah begini buah dadaku serasa
‘bengkak’ dan putingnyakeras menegang. Aku sungguh merindukan remasan
tangannya danciuman mengambangnya di dadaku, serta kuluman pada putingkuseperti setiap
minggu dia lakukan.Aku juga merindukan pompaannya yang penuh variasi, kadangtusukan mengambang
dan setengah batang, kadang hunjaman ‘fullbody’. Oh Mas Adi …. Aku merindukan
belaian mesramu yangpenuh nafsu ….
Perasaan haus belaian Mas Adi begini biasa datang waktumenjelang tidur atau saat sepi siang hari
dimana penghunisedang tak ada. Hanya ada Aku dan Putri, sementara Bi Ijahsepanjang hari
hampir selalu ada di belakang. Seperti tadimalam. Aku begitu merindukan belaian Mas
Adi sampai tubuhku
panas dan bergetar. Aku membayangkan Mas Adi sedangmenindihku dan mengemoti putingku. Tapi
sebenarnya yangterjadi adalah Aku tanpa sadar meremasi dadaku sendiri danjari-jariku
memelintir puting-puting susuku. Kurasakan tubuhkudi bawah sana telah kuyup…
Suatu malam saat Aku sedang ‘kasmaran’ dan meremas-remasdadaku, kudengar suara tangisan Putri. Aku
segera bangkitmenghampirinya dengan nafas yang masih tersengal. Biasa,Putri terbangun
karena pampers-nya basah. Setelah kugantitangisannya tak juga berhenti, ini artinya
dia lapar.Kugendong dia supaya tangisannya tak mengganggu papa mamanyayang mungkin lagi
‘main’ sementara Akumembuatkan susunya.Tiba-tiba Aku merasakan nikmat yang aneh
di dadaku dan tangisPutri berhenti.
Oh ! … kulihat mulut Putri sedang asyik menyedoti puttingdadaku ! Dia begitu tenang menikmati
’susu’ku. Dadaku yangtanpa bra belum sempat kututup lagi sewaktu
mendatangi Putritadi. Memang sudah biasa ketika kugendong kepala Putrimenyusup di dadaku. Dengan
dada yang terbuka dan puting yangmasih tegang karena kugosok-gosok sambil
membayangkan Mas Aditadi, Putri dengan mudah ‘menemukan’nya. Kalau
dadaku dalamkeadaan ‘normal’ tentu sulit bagi Putri untuk mengemotnya.
Tapi kejadian ini membuatku pada pengalaman nikmat baru …
***
Pagi tadi Aku sungguh nervous. Betapa tidak. Sebelum PakAnton berangkat kantor, dia inginmenggendong Putri
danmengambilnya
dari gendonganku. Entah sengaja atau tidak,lengan Pak Anton sempat menekan dadaku
sewaktu dia meraihPutri dari gendonganku. Tekanan lengannya pas pula di
putingku.
Aku sungguh berharap semoga saja Pak Anton tadi sama sekalitak sengaja berbuat
begitu. Aku tak ingin ada masalah dengankeluarga Anton. Masalah yang sering Aku
dengar antara babysitter dengan majikannya. Aku menyukai pekerjaan ini danbetah tinggal di
sini. Aku tak mau kehilangan pekerjaan ini.
Aku pantas cemas bila memikirkan jangan-jangan Pak Antonsengaja berbuat begitu dalam rangka
coba-coba menggodaku.
Menggodaku ? Memangnya kamu siapa. Cukup “berharga”kah kamudi mata Pak Anton ?
Lihat isterinya. Cantik, putih, tinggi,langsing bak peragawati. Aku jadi senyum
sendiri. Suatukekhawatiran yangberlebihan kurasa. Ini karena Aku menikmatipekerjaanku. Dengan
gaji yang lumayan dan pengeluaran hampirtak ada, Aku bisa menabung untuk persiapan
masa depankubersama Mas Adi. Wajarlah Aku begitu khawatir kalaukehilangan pekerjaan. Tapi dengan
membandingkan Bu Anton, Akumerasa lebih tenang. Peristiwa tadi pagi adalah
senggolan takdisengaja.
Rupanya perasaan tenang yang kualami tak lama bertahan. Tadipagi lagi-lagi Pak
Anton mengambil Putri dari gendongankusambil punggung tangannya mengusap dadaku.
Padahal Aku sudahbersiap dengan menjauhkan jarak Putri dari dadaku, tapitangan Pak Anton
begitu jelasnya sengaja menjangkau dadaku.Dengan muka marah kupelototi mata Pak
Anton. Ingin Akumemakinya saat itu juga, tapi mulutku terkunci. Diamenghindar, tak berani menatap mataku. Ini
jelas-jelas bukantak sengaja. Aku menangis. Begitu sedih dan jengkel mendapatikenyataan bahwa Pak
Anton memang sengaja meraba dadaku. Inginrasanya Aku menelepon Mas Adi dan
mengadukan perbuatan PakAnton ini. Tapi Aku begitu khawatir kehilangan
pekerjaan.Kalau nanti Mas Adi melapor ke Bu Anton atas perbuatan
suaminya itu, pasti Bu Anton menyalahkanku dan lalumemecatku. Orang kecil memang selalu jadi
korban. Mana adaBu Anton menyalahkan suaminya, tak akan terjadi.
Kejadian itu berulang lagi dengan cara yang berbeda. KetikaAku sedang membalur
tubuh Putri yang kubaringkan di boks-nyadengan minyak telon, Pak Anton berdiri di
belakangku menggodaPutri. Kurasakan pahanya menempel di pantatku. Posisitubuhku yang setengah membungkuk tak bisa
lagi maju karenatertahan boks bayi, paling hanya menggeser kekiri. Tapi diaikut pula menggeser
bahkan sambil menekan. Oh … kurasakansesuatu yang keras menekan pantatku.
Jelas, benda keras itu
adalah penis Pak Anton. Aku tak bisa lagi menghindar denganmenggeser lagi
karena kena tiang boks. Aku terpojok takberkutik. Yang bisa kulakukan hanya
cepat-cepat menyelesaikanpekerjaanku untuk segera kabur dari situ. Kurang
ajar ! PakAnton membuat gerakan-gerakan menggoda anaknya sehingga penistegangnya
menggeser-geser pantatku. Aku hanya bisa menahandiri untuk tak meledak marah.
Lagi-lagi Aku hanya bisa menangis …
Setelah agak tenang Aku coba mengingat-ingat kembaliperilakuku sejak pertama bekerja sebagai
baby sitter dikeluarga Anton sampai hari ini. Aku mencoba introspeksiapakah ada
kelakuanku yang membuat Pak Anton jadi kurang ajar.Tidak ada. Perilakuku biasa saja. Caraku
berpakaian jugasopan, Aku selalu memakai seragam putih yang tertutup. Akucoba meyakinkan
dengan bercermin. Tertutup. Tak adabagiantubuhku yang
terbuka. Seragam itu ujungnya sampai di bawahlutut dan bagian dada tertutup. Kalaupun
ada yang dibilangrada ‘mengundang’ cuma ini, di bagian dada rada ketatsehingga kesan menonjol. Tapi itu bukan
salahku, memangkeadaan dadaku begitu.
Aku bisa menarik suatu pelajaran, bahwa seorang pria yangpunya segalanya, isteri cantik, keluarga
harmonis danbahagia, bukan berarti dia berperilaku baik pada wanita disekelilingnya, bukan
pula jaminan dia tak akan menggangguwanita lain. Apa yang musti kulakukan sekarang
agar nanti tak
jadi runyam ?
Minta berhenti ? Tidak. Itu hanya menandakan bahwa Akuseorang wanita lemah yang gampang
ditindas. Aku bukan tipewanita seperti itu.Menerima keadaan menahan diri walaupun
dilecehkan ? Tidak.Lalu ?
Pertama, sedapat mungkin Aku akan menghindar bertemu denganPak Anton.
Kedua, kalaupun harus ketemu kuusahakan agar ada orang lainyang hadir.
Hanya itu yang bisa kulakukan untuk mencegah hal-hal yang takkuinginkan.
***
“Mbak Ti, Mbak lagi di mana ?” suara teriakan Ricky.
“Di sini Mas” Aku ikut-ikut memanggil Mas pada Ricky, sepertiyang dilakukan
papa-mamanya, juga “membahasakan” Putri. Akusedang menjaga Putri yang sedang
belajar telungkup di karpet
ruang tengah.
“Tolongin dong Mbak banyak pe-er nih” katanya sambil langsungsaja duduk
dipangkuanku dan tubuhnya menyandar di badanku.Manja benar anak ini.
“Heh … apa nih” katanya setengah kaget. Tapi sebenarnya Akuyang kaget. Ketika
dia menyandar ke badanku terasa ada yangmengganjal di punggungnya. Tiba-tiba
tangan Ricky merababenda yang mengganjal tadi yang tak lain adalah buah dadaku.Segera saja Aku
menepis tangannya.
“He ! Engga boleh begitu ya, nakal tuh namanya” seruku.
“Ehm … sory deh mBak. Ricky gak tahu. Di dada mbak kok adayang gede gitu” katanya
polos.
“Semua wanita dewasa memang begitu, masa Mas gak tahu”jelasku.
“Punya Mama kok gak ada ?”
“Ada dong, kalo engga ada di mana Putri mau menyusu”
“Tapi gak gede kaya punya mBak”
Aku tak tahu mengapa anak sebesar ini belum mengerti perbedaantubuh antara pria
wanita. Kalau melihat cara bicaranya yangceplas-ceplos spontan begitu Ricky memang
tidak sedangberpura-pura.
“Tiap orang kan beda-beda Mas. Ada yang besar, sedang, adayang kecil” terangku.
Sekalian memberi pelajaran pada anakini.
“Jadi punya Mama kecil ya mBak”
“Mungkin, Mbak kan belum pernah lihat”
“Udahlah. Mana pe-er nya”potongku untuk mengalihkan perhatian.
Risih juga Aku, anak ini menatapi bagian dadaku terus.Ricky memang mengalihkan pandangannya,
tapi tak mau turundari pangkuanku dan punggungnya masih menyandar ke dadaku.
Anak ini semakin bermanja kepadaku dan tingkahnya cenderungsemakin “nakal”.
Kalau dia duduk di pangkuanku kadangkepalanya sengaja menekan-nekan dadaku. Kadang
sambil diatiduran di pahaku, mencuri-curi pandang ke arahselangkanganku.
“mBak pake celana putih ya” ujarnya spontan.
Kadang dia masuk ke kamarku selagi Aku berganti baju.Sebenarnya Aku makin khawatir pada tingkah
lakunya ini, tapitoh dia masih kekanakan begitu. Aku tak menganggapnya masalahserius, seperti
kenakalan Bapaknya.
***
Akhir-akhir ini Aku punya kebiasaan baru yang menyenangkan.Sewaktu Aku merasa
kesepianmerindukan kehadiran Mas Adi lalujadi “panas”, kugendong Putri dan
membiarkan anak itu‘menyusu’. Putri dengan nyamannya mengemoti puting susukuyang memberiku
kenikmatan baru. Begitulah, kebiasaan yangnakal sebenarnya, tapi lumayan bisa
menghiburku. Tentu sajaperbuatan ini Aku lakukan bila Aku hanya berdua
saja denganPutri.
Bagaimanapun kebiasaan yang nakal ini akan ada akibatnya. Akukena batunya. Waktu
itu nafsuku sedang naik. Duduk di tepiantempat tidurku Aku sedang asyik
‘menyusukan’ Putri sambilmemejamkan mata menikmati kemotannya, tiba-tiba
tanpakusadari
Pak Anton sudah berdiri di depanku ! Mati Aku.
Habislah Aku !
“Ti ! Ngapain kamu !” bentak Pak Anton.
Aku begitu gugup sehingga kemotan Putri terlepas, lalu diamenangis. Wajah Pak Anton
begitumarahnya.
Pandangannyatidak ke mataku tapi tertuju menatapi sebelah dadaku yangterbuka seluruhnya.
Begitu takutnya sampai Aku ‘lupa’menutup kancing bajuku. Cepat-cepat Aku menutup
dada.
“Coba ulangi, apa yang kamu lakukan”
Aku gemetar dan diam terpaku. Takut setengah mati. TamatlahAku.
“Ulangi !” bentaknya. Aku masih diam.
“Aku bilang ulangi apa yang kamu lakukan pada Putri” bentaknyalagi sambil
mendekat.
Perlahan Aku membuka lagi kancing bajuku, mengeluarkan dadakudan menyusukan
Putri. Anak itu tangisnya langsung berhenti.Pak Anton makin mendekat dan jongkok di
depanku. Matanya tajam
menatap dadaku.
“Ampun Pak …. dari tadi Putri nangis terus ….” AkhirnyaAku mampu membuka mulut.
“Kalo Mamanya tahu kamu bisa dipecat” katanya lagi setelahagak lama sunyi. Bicara
begitu tapi matanya tak lepas daridadaku.
“Sayang …. enak ya”katanya kepada Putri sambil mengusap-usappipinya.
Aku diam ketakutan.Begitu pula ketika Pak Anton mulai menyentuh buah dadaku. Akumasih diam ketakutan
ketika tangan Pak Anton mulai mengelusbuah dadaku. Mendadak Aku sadar, lalu
bergerak mundurmenghindar. Mulut Putri terlepas dari dadaku.
“Kamu diam” bentaknya.
Tangan pak
Anton makin leluasamengelusi dadaku, bahkan meremasnya. Saking takutnya Akuhanya diam
membiarkan tangannya terus meremas-remas. Matanyakini tajam menatapku.
“Pantesan Putri diam …..”katanya pelan. Aku masih mematung.
“Dada kamu bagus …..” lanjutnya dengan suara serak.
Aku mulai berontak menepis tangan nakal Pak Anton..
“Diam kataku”bentaknya. Aku kalah kuat, tangannya masih saja
‘bekerja’. Putri menangis keras.
“Putri …. Pak” kataku beralasan. Pak Anton bangkitmelepaskan dadaku menuju kamar Putri. Aku
segera hendakmerapikan bajuku.
“Kamu diam aja di situ” bentaknya lagi. Aku menurut. PakAnton membuatkan susu untuk Putri. Baru
kali ini Aku melihatdia membuatkan susu anaknya. Lalu dia menidurkan
Putri dikasurku dan diberinya susu. Putri langsung diam. Pak Antonkembali ke arahku
duduk, jongkok di depanku. Lalu tangannya
membuka kancing bajuku dan lalu merabai dadaku. Aku memang takmemakai bra ketika
sedang “bermain” dengan Putri.
“Pak ….jangan ….”
“Kamu sebaiknya diam aja, daripada kulaporkan ke Mamanya Putri!” bentaknya, masih
galak.
Otakku buntu, tak mampu berpikir lagi cara untuk menghindardari kenakalan
majikanku ini. Mungkin juga karena rasabersalah yang besar.
Aku masih mematung ketika mulutnya mulai menciumi dadaku danlalu mengemoti
putingku. Sementara tangan kirinya menyusup danmeremasi buah dada kananku. Lalu
didorongnya tubuhku hinggarebah ke kasur dan ditindihnya tubuhku. Aku
benar-benar bagaiboneka yang diam saja padahal bahaya mengancamku. Hanya adasatu rasa, ketakutan
yang amat sangat.Sampai gaunku dilepasnya dan hanya tinggal CDku saja, Akumasih tak mampu
berreaksi. Bahkan tanpa kusadari tubuh bagian
bawah Pak Anton telah telanjang. Entah kapan dia melepascelana panjang dan CDnya. Pria ini
benar-benar telahkerasukan. Dengan tubuh yang setengah telanjang diamenindihku sementara bayinya berbaring
persis di sebelahnya.
Ketika dia mulai memelorotkan CDku dan bersiap menghujamkanpenis tegangnya ke
selangkanganku, mendadak kesadarankupulih. Aku berontak keras, sekuat tenaga
melepaskan dari
tindihannya.
“Diam Ti,
layani Aku baik-baik, Aku tak akan lapor …”Aku tetap berontak.
“Kalau nggak mau diam Aku lapor”
“Biar saja. Nanti saya juga lapor ke Ibu !” kataku berani.
“Kamu nanti dipecat”
“Biar saja !” kataku tegas. Mendadak Aku punya kekuatan.
“Saya akan bilangin ke Ibu” tambahku.
Mendadak pelukannya mengendor. Kugunakan kesempatan ini untukmelepaskan diri. Pak
Anton tidak mencoba menahanku. Akumenang !
“Tubuhmu bagus ….”
Aku cepat-cepat memunguti pakaianku dan mengenakannya, dibawah sorot mata Pak Anton. Kini Pak Anton
yang mematung.Penisnya masih tegang mengacung. Hmm … lumayan besar tapitak sepanjang punya
Mas Adi. Huh ! dalam kondisi seperti inimasih saja Aku sempat
membanding-bandingkan …
“Baiklah … kamu nggak benar-benar mau lapor ke Ibu kan ?”katanya kemudian sambil memakai CDnya.
Aku diam.
“Kamu masih mau kerja di sini, kan ?”
“Sebenarnya saya betah kerja di sini, Pak, asalkan Bapak enggamengganggu saya
lagi”
“Saya engga mengganggu kamu Ti, saya sebenarnya tertarik samakamu dari dulu”Aku lebih baik diam.
“Saya inginkan kamu secara baik-baik”
“Bapak engga boleh begitu dong”
“Benar Ti, tapi Aku menginginkan kamu”
“Tolong ya Ti. Saya akan penuhi permintaan kamu. Apa saja”
“Kamu udah lama engga ketemu sama pacarmu, kan ?” lanjutnya
Aku masih diam. Pak Anton mendekat.
“Aku ingin kita sama-sama menikmati” makin dekatHuh, enak saja.
“Okay, saya tunggu sampai kamu bersedia” sambil bangkit diatiba-tiba memegang
kedua bahuku dan lalu mencium bibirku. Akukaget mendapat serangan tak terduga ini,
lalu berontak. PakAnton malah memelukku kencang. Makin Aku bergerak dia semakinmempererat
pelukannya. Aku menyerah, toh dia hanya menciumku.
Dilumatnya bibirku dengan ketat, Aku diam membiarkan, takberreaksi. Aneh rasanya. Pak Anton, orang
terhormat, kayaraya, punya isteri cantik ini mencium bibir pengasuh bayinya,Aku, wanita ‘biasa’.
Bibirnya melumat habis bibirku, Akumasih mematung, tak membalas lumatannya juga tak
berusaha
menolak. Lalu lidahnya mulai menyapu-nyapu bibirku dandiselipkan ke mulutku. Aku merinding.
Entah kenapa lidahku menyambut sapuan lidahnya. Dari rasamerinding Aku merasakan aliran hangat di
kepalaku. Dan …hey, bibirku mulai berreaksi membalas lumatan bibirnya !Aliran hangat terasa
makin meluas ke sekujur tubuhku. Tangankanannya membukai kancing bajuku dan lalu
telapak itu merabai
bulatan dadaku. Cara dia merabai dadaku yang setengahmengambang mirip yang selalu dilakukan
oleh Mas Adi. Tubuhkubergetar dan rasanya Aku mulai terrangsang. Dadaku
serasamembengkak
dan putingnya menegang. Perubahan ini dimanfaatkanoleh Pak Anton. Tadinya putingku hanya
dirabai oleh ujungjarinya, setelah puting itu tegang menonjol laludipelintirnya. Selangkanganku mulai
membasah …
Dengan cepatnya gaun seragamku dilepasnya dan tubuhku didoronghingga rebah ke
kasur. Entah kenapa Aku nurut saja. Demikianpula ketika Pak Anton menindih tubuhku dan
lidahnya menjilati
buah dadaku. Mungkin karena Aku mulai terrangsang. Apalagiketika jari-jarinya menyusup
ke CDku dan menggosok-gosokselangkanganku. Aku mulai melayang….Entah kapan Pak
Anton memelorotkan CDku, yang jelas Aku telahbugil.Entah kapan dia mencopoti pakaiannya, yang
jelas penisnyatampak mendongak ketika dia membentangkan pahaku lebar-lebar.Detik berikutnya
penis hangat itu telah menggosoki vaginaku…Saat berikutnya lagi benda hangat itu
terasa tepat menekan
pintuku …Lalu kurasakan tekanan ….
Tiba-tiba wajah Mas Adi melintas di bayanganku. Aku membukamata.Oh … bukan wajah Mas
Adi yang kulihat, tapi kepala PakAnton yang menunduk, memegangi penisnya
diselangkanganku danberusaha masuk. Aku tersentak. Secara refleks
pahakumenutup,
tapi pria bugil ini membukanya lagi dan mencoba
menusuk lagi.Oh … ini tak boleh terjadi !
Aku mengatupkan pahaku lagi. Tapi, seberapalah kekuatankumelawan pria yang telah terbanjur nafsu
ini ? Kedua belahtangan kuatnya menahan katupan pahaku dan menekan lagi.Tangannya boleh
menahan pahaku, tapi Aku masih punya ruanguntuk menggerakkan pinggulku dan membawa
hasil, penisnyaterpeleset !
Pak Anton jadi lebih “buas”, dengan kuatnya dibukanya pahakulagi lalu
mengarahkan batang tegangnya langsung ke liangku,dan dengan kuat pula ditekannya, dan … ohh
… kurasakanbenda hangat itu mulai menusuk. Rasanya “kepala”nya telahmasuk. Pegangan
tangannya pada pahaku kurasakan mengendor,
kugunakan kesempatan ini untuk menutupkan pahaku kembali. Tapitekanan tusukannya
tak berkurang, justru bertambah, sehinggapenisnya tak lepas, malahan seolah Aku
menjepit “kepala” yangtelah masuk itu.. Dan …. edan ! Aku mulai
merasakan nikmatdi bawah sana.
Rasanya Aku mulai menyerah, tak ada gunanya melawan pria yangkesetanan ini.
Disaksikan oleh anak bayinya pria ini mencobamenyetubuhi pengasuhnya. Sialnya –atau
untungnya ?– Tubuhkudi bawah sana mulai menikmatinya setelah seminggu
lebih taktersentuh. Oh, betapa lemahnya Aku. Betapa mudahnya Akumenyerah. Maafkan
Aku Mas Adi, Aku tak kuasa menolaknya. Airmataku meleleh … aku menangis.
Tapi, terjadilah sesuatu yang tak disangka. Pak Antontiba-tiba dengan cepat menarik penisnya
lalu tubuhnya rebah diatas tubuhku. Detik berikutnya kurasakan cairan
hangatmembasahi
perutku. Betapa leganya Aku. Pak Anton telah“selesai” walaupun belum penetrasi. Belum
?. Tepatnya belumsempurna. Aku yakin baru kepala penisnya saja yang masuk.Dengan begitu Aku
coba meyakinkan diriku sendiri bahwa tadimemang ‘belum terjadi sesuatu’. Pak Anton
gagal memaksakankehendaknya. Diam-diam Aku bersyukur.
Hanya sebentar dia menindih tubuhku, Pak Anton lalu bangkitmembenahi pakaiannya. Kupandangi dia satu-persatu mengenakanpakaiannya. Matanya menunduk terus, tak berani menatapmataku. Tanpa berkata sepatahpun dia lalu keluar kamar.Mungkin dia malu …rasain !
Bersambung