Nafsu Birahi Babby Sitter
Bagian 2
Sejak
peristiwa percobaan perkosaan Pak Anton terhadapkuhidupku jadi tak tenang. Kerja diliputi
perasaan was-was,jangan-jangan pas Bu Anton keluar rumah Pak Anton datang sianghari seperti kemarin
untuk mengulangi usahanya menyetubuhiku.Jelas Aku tak berani lagi bermain-main
dengan Putri untukmengemoti putingku. Aku juga tak berani dekat-dekat denganPak Anton. Kalau dia
ingin ngemong Putri lebih baik Akumenyingkir jauh-jauh. Untunglah Pak Anton memang
jarang pulangsiang.
Teringat kejadian kemarin itu sungguh membuatku ketakutan.Betapa tidak, Aku nyaris saja
diperkosa oleh majikanku.Untunglah dia keburu keluar, kalau tidak pasti hal
itu akanterjadi sebab Aku sendiri sudah tak berdaya menolaknya. Akusempat menyerah
karena bukan saja Pak Anton terlalu kuat
memaksaku, tapi juga karena Aku mulai “merasakan enaknya”.Inilah yang Aku sesali
terus-menerus. Aku juga menyalahkanMas Adi, kenapa dia lama tak mendatangiku. Sejak
Akumerasakan
nikmatnya orgasme bersama Mas Adi, milikku yang dibawah sana itu terus-terusan minta diisi.
Mauku setiap hari
Mas Adi menyetubuhiku. Tapi sekarang dia jauh dan belum tentusetiap minggu bisa
ke Jakarta. Wajar ‘kan bila Aku jugamenyalahkan Mas Adi ? Sebenarnya sih Aku juga
salah, kenapaAku dulu minta Mas Adi untuk terus masuk sehingga Akukehilangan kegadisanku, lalu jadi
ketagihan. Sudahlah. Akutak menyesal mempersembahkan keperawananku kepada
pria yangkucintai itu. Hanya kenapa dia tidak selalu ada bilaselangkanganku berdenyut-denyut.
Sekarang, ada masalah baru. Pak Anton orang yang terhormatitu menginginkanku. Dan orang
itu sehari-hari berada disekelilingku. Tentu dia akan terus mencoba. Jelas
Aku akanberusaha sekuat tenaga untuk menolaknya, tapi sampai kapanAku mampu terus
menghindar ? Mungkin satu-satunya jalan untuk
mencegah terjadinya pemaksaan hanyalah bila Aku berhentikerja. Ini yang tak kuinginkan. Mungkin
Aku harus mulaimencari-cari pekerjaan baru. Sungguh suatu hal yang tak mudahmendapatkan
pekerjaan di masa multikrisis begini. NantilahAku akan minta tolong Mas Adi mencarikan
lowongan di Semarang
saja. Kalau Mas Adi tanya Aku punya alasan yang kuat, agarbisa selalu bersama Mas Adi.
Perkiraanku benar, Pak Anton tak berhenti mencoba, malah diasemakin kurang ajar.
Kalau ada kesempatan dia berada dekatdenganku sementara Bu Anton ada di lantai
atas, pinggulku
diremasnya.
“Pantatmu bagus” katanya pelan.
Aku hanya bisamenepis tangannya,
tak berteriak khawatir kedengaranisterinya. Di lain kesempatan dia dengan diam-diammendekatiku dari
belakang lalu merapatkan tubuhnya. Akuhampir saja teriak.
“Ssstt Ti..”
Aku berusaha melepaskan dekapannya tapi dia makin ketatmemelukku. Kurasakan miliknya yang tegang
menekan-nekanpantatku.
“Cuman gini aja kok…bentar aja…” bisiknya.
Ketika Aku berhasil lolos dari dekapannya, kulihat Pak Antonsengaja mengeluarkan
penisnya sebelum mendekapku. Orang inisudah tak waras, pikirku.
Oh Mas Adi, tolonglah Aku … cepat datanglah. Aku tak tahanlagi !
***
Penantianku berujung juga, akhirnya. Mas Adi nelepon liburanbesok mau ke
Jakarta. Wah … betapa gembiranya Aku,sampai-sampai mataku basah. Minggu pagi
Aku mau dijemput. Tibasaatnya pagi-pagi Aku membereskan Putri dulu
sebelum‘kuserahkan’ pada ibunya. Lalu Aku mandi sambilbernyanyi-nyanyi gembira. Rasanya ini
mandi yang paling lama.
Sekitar pukul 8 pagi Mas Adi udah nongol. Ingin rasanya Akumemeluknya
erat-erat, tapi mana bisa dilakukan disini. Kamiduduk di ruang terletak belakang garasi,
Aku memang biasamenemuinya di situ.
“Ti … rasanya Aku pengin nubruk kamu” katanya pelan-pelan.
“Tubruk aja Mas, Aku udah siap kok” tantangku.
Dicubitnya pipiku, lalu …
“Selamat pagi, Bu” Eh … Bu Anton nongol, jelas dia sempatmelihat Mas Adi mencubit pipiku. Aku jadi
malu.
“Pagi Di. Kapan datang ?” untung Bu Anton pura-pura tak tahu.
“Tadi pagi jam setengah lima”
“Naik apa”
“Bus malam, Bu”
“Ya udah, silakan aja. Ti, bikin minuman, dong”
“Oh iya … sampai lupa …”
Kubuatkan Mas Adi teh panas manis, kesukaannya.
“Jam lima udah nyampe ?” tanyaku
“Ya”
“Langsung ke rumah Oom ?”
“Engga”
“Lalu ?”
“Udahlah. Sekarang aja yuk kita pergi”
“Yuk. Habisin dulu tehnya”
Aku pamit ke Bu Anton. Lalu sambil menggandeng tangan Mas AdiAku keluar, rasanya
bahagia benar. Aku pagi ini.
Di teras adaPak Anton lagi baca koran. Dia sempat melihat Aku melepaskantangan Mas Adi. Aku
juga pamitan. Pak Anton bukannyalangsung bilang ‘Ya’ tapi melongo melihatku.
Matanya menelitidari ujung rambut ke ujung jariku.
“Saya pergi, Pak” kuulangi pamitanku.
“Eh … ya ..ya” sahutnya.
Ketika telah keluar pagar, Mas Adi menggamitku.
“Kenapa sih Pak Anton ?” tanya Mas Adi.
“Dia emang biasa acuh” jawabku.
“Justru engga. Jangan-jangan naksir kamu”
OH ! sekejap Aku tercekat. Lalu ingat bagaimana Pak Antonsempat menelanjangiku dan bahkan sempat
menyusupkan kepalapenisnya.
“Mas !” kataku sambil mencubit lengannya.
“Aaw … cuma bercanda gitu aja kok marah …”
Untunglah MasAdi hanya bergurau.
Gurauan yang tepat sasaran !
Kami mencegat taksi dan Mas Adi menyebutkan tujuannya. Kalautak salah itu nama
hotel kecil. Kutatap mata Mas Adi.
“Aku tadi
langsung ke hotel, habis masih gelap” bisiknya.
Diam-diam Aku senang. Berarti nanti Aku bisa langsungmeluapkan rasa rindu.
“Sempet tidur dulu tadi sejam” lanjutnya.
Sampai di hotel kami langsung menuju kamar. Petugas frontoffice melihat kami cuma sekilas, lalu
nunduk lagi.
Begitu Mas Adi selesai mengunci kamar, Aku dipeluknya kencangsekali sampai sesak.
“Oh ..Ti …kangen banget”
“Narti juga Mas …”
Lalu bibirku dilumatnya habis-habisan, lidahnya menerobosmasuk mulutku. Kami berciuman sambil
saling memainkan lidah.Kurasakan milik Mas Adi mengeras. Mas Adi
melepaskan pelukandan langsung melepas kancing-kancing gaunku. Aku menunggusambil dadaku
naik-turun seirama alunan nafasku yang mulaimemburu. Gaunku jatuh ke lantai. Mas Adi
dengan cepatmenelanjangi diri sampai bugil. Penisnya sudah tegangmengacung. Lalu perlahan dia mendorong
tubuhku hingga rebahke kasur, dan menindih tubuhku.
Tekanan tubuh telanjang Mas Adi di atas tubuhku makin kuat.Kedua belah tanganku
dibentangnya untuk ditindih oleh keduabelah tangannya pula. Kesepuluh jari-jari
tangan Mas Adimeremasi sepuluh jari-jari tanganku. Lalu sebelah tangannyamenyusup dibalik
punggungku. Aku tahu apa yang akan
dilakukannya, melepas kaitan bra-ku. Mas Andi memang punyacara sendiri dalam proses
persetubuhan. Sebelum menindihtubuhku dia lebih dulu bertelanjang bulat,
sementara Akumasih mengenakan bra dan CDku.
Aku menyukai cara dia ‘memperlakukan’ buah dadaku, aku sampaihafal tahapannya.
Kali inipun prosesnya sepertinya akanberjalan sama. Perlahan dia membuka
bra-ku, lalu sejenakdipandanginya kedua buah dadaku bergantian
kanan-kiri. Diamemang selalu mengagumi bentuk dadaku.
“Bulatan yang
sempurna”katanya suatu ketika. Kemudian telapak tangannya mengelusibulatan bukit-bukit
dadaku. Cara mengelusi permukaan bukitkuyang ‘mengambang’, antara terasa dan tidak
justru membuatkubergidik. Kemudian dilanjutkan dengan sentuhan-sentuhan lembutdi kedua putingku
yang semakin membuatku ‘naik’. Aku memangpaling tak tahan kalau dadaku disentuh.
Bagiku daerah itu
memang sensitif, selain daerah paha bagian dalam dan, tentusaja seluruh wilayah
vaginaku. Lalu tahap-tahap perlakuankepada buah dadaku diulangnya tapi proses yang
kedua inidilakukan dengan mulut dan lidahnya yang berujung kemotannikmat di puting
dadaku.
Lalu ketika ciuman Mas Adi bergeser makin ke bawah, dialangsung menyerbu selangkanganku yang
masih tertutup CD.Digigitinya daerahku di situ dan tubuhku berkelojotan.Nafsuku makin naik. Tubuh Mas
Adi lalu bangkit, perlahandipelorotkannya CDku dan pahaku dibentangnya.
Biasanya tahap
berikut adalah Mas Adi membenamkan mukanya ke situ. Tapi Akusudah demikian
‘matang’ lembab. Kutahan kepalanya yang mulaimenunduk. Mas Adi mengerti, penisnya yang
tegak meneganggagah segera diarahkan ke kelaminku.
Inilah saat-saat indah yang menegangkan, saat penantiandimana miliknya yang berwarna kegelapan
mulai memasukitubuhku, saat memulai rasa nikmat. Adalah merupakan‘kesepakatan’ kami berdua bahwa penetrasi
harus dia lakukandengan perlahan dan bertahap, tak boleh terburu-buru, apapun
alasannya. Demikian pula saat memompanya, masuk perlahansampai seluruh batang penisnya tenggelam,
lalu menariknyasecara perlahan pula. Sehingga Aku bisa menikmati sensasigesekan pada
relung-relung liang senggamaku. Paling tidakuntuk belasan kali ‘pompaan’ dulu,
selanjutnya terserah Anda,
eh .. Mas Adi untuk membuat variasi gerakan sampai akhirnyaMas Adi membiarkan
Aku menikmati detik-detik orgasme-ku lebihdulu dengan melayang-layang ke awan
kenikmatan. Setelah Akukembali ‘mendarat’ di bumi, barulah Mas Adi
melanjutkanpompaannya sampai dia mencabutnya dan menumpahkan ‘airkehidupan’ di perutku …
Begitulah umumnya persetubuhan yang kami lakukan berjalan.Kami selalu mampu mencapai
puncak kenikmatan dengan cara itu.Tentu saja proses seperti itu tidak begitu saja
kami temukan.Didahului dengan kegagalan-kegagalanku mencapai ‘the big O’pada awal-awal
persetubuhan kami, kami terus berusaha,berbicara terbuka tentang
perlakuan-perlakuan Mas Adi apa sajayang membuatku nikmat, demikian pula sebaliknya.
Aku bisamenemukan 3 daerah tubuhku yang sensitif ini juga berkatdiskusi yang terbuka
(dan juga “percobaan-percobaan”) yangkami lakukan. Sementara bagi Mas Adi
daerah sensitifnyaterpusat pada hanya yang satu itu….
Entahlah apa
semualelaki
memang begitu, Aku tak tahu. Oleh karena itulah Akukini rela melakukan oral untuknya,
meskipun pada awalnya Akubegitu jengah melakukannya.
Bukan faktor keterbukaan itu saja yang membuat hubungan sekskami menjadi begitu
nikmat. Faktor lainnya adalah –dan iniyang terpenting– kami saling mencintai.
Kami menjadi salingtergantung. Bagiku Mas Adi adalah segalanya, demikian pulasebaliknya. Jadi,
seandainya Aku bilang –dengan gayamenggurui– faktor penting yang membuat hubungan
seks menjadi’surga’ adalah saling mencintai dan keterbukaan, bukanlahomong kosong, karena
Aku mengalaminya sendiri. (Bagaimanadengan Anda pembaca ?).
***
Liburan akhir minggu ini keluarga Anton akan berlibur keBandung. Rencana berangkat Jumat pagi-pagi
sekali karena PakAnton ada urusan bisnis dulu pada hari Jumat dan pulangnyaMinggu sore. Bu
Anton memintaku untuk ikut pergi dan Akusudah menyatakan bersedia, sebab Mas Adi
minggu ini tak bisa
ke Jakarta. Ada perasaan senang yang bercampur khawatir.Senang karena selama berlibur toh tugasku
sama saja kalau dirumah, mengasuh Putri. Aku bisa menikmati menginap di hotelmewah dan makan
enak. Keluarga kaya ini selalu memilih hotelbesar bila berlibur. Lagi pula Aku belum
pernah lihat kota
Bandung. Khawatir karena Pak Anton memanfaatkan kesempatanini untuk mencoba
menyetubuhiku lagi. Aku tak mau peristiwaitu terulang lagi. Cukuplah sekali saja
penderitaan itu.Amat susah menghilangkan rasa bersalahku kepada Mas Adi yangsampai kini masih
kurasakan.
Sekitar setengah enam pagi kami meninggalkan Jakarta menujuBandung dengan mobil
Pak Anton. Bang Hasan yang menyetirmobil mewah dan besar ini. Aku duduk di depan
sambilmenggendong
Putri yang masih tidur. Pak dan Bu Anton di jokbelakang bersama Si Ricky. Ketika baru
masuk tol Jagorawi
Putri bangun. Bagiku lebih merepotkan, karena diameloncat-loncat di pangkuanku dan
terkadang merayap kebelakang minta ikut ibunya. Sampai masuk Bandung
sekitar pukulsepuluh Putri tak tidur lagi. Kami langsung menuju hotel Hyang besar dan ramai
di jalan yang kemudian Aku tahu namanya
jalan Juanda. Tak jauh dari hotel ini ada Mall yang lumayanbesar. Keluarga
Anton menempati dua kamar yang bersebelahan.Satu untuk suami isteri kaya itu dan satu
lagi untuk Aku dandua anaknya. Bang Hasan rupanya tak ikut menginap di hotel,dia minta izin
mengunjungi familinya di Bandung dan hariMinggu akan bergabung kembali.
Tak berapa lama masuk kamar Putri ketiduran lagi. Kugunakankesempatan ini untuk
berberes-beres peralatan Putri. Setelahitu Aku berniat mau mandi. Si Ricky tadi
hanya menaruh tasnyaterus langsung keluar lagi, mau ke lobby katanya.
SelesaiAku mandi Si Ricky sudah kembali, Putri masih tidur. Ricky
langsung masuk kamar mandi. Aku masih belum terbiasa tinggaldi hotel, jadi waktu
masuk kamar mandi tadi Aku tak membawapakaian dalam, seperti kebiasaan di
kamarku. Jadi Aku keluarkamar mandi hanya mengenakan daster saja tanpa
daleman. Akubermaksud mau mengenakan bra dan CD khawatir nanti tiba-tibaRicky keluar dari
kamar mandi. Aku duduk di ranjang dengantangan menggenggam pakaian dalam menunggu
keluarnya Ricky.
Begitu keluar dari kamar mandi Aku belum sempat bangkit Rickylangsung duduk di
pangkuanku, menyandarkan punggungnya kedadaku.
“Entar dong Mas, mBak mau mandi dulu”
“Lho, tadi mBak kan udah mandi” Aku salah omong, maksudnyamau ke kamar mandi.
“Mau ke kamar mandi, ganti baju”
“Bentar aja mBak, capek nih”
Tanpa kuduga Ricky memutar punggungnya dan lalu tangannyamengusap buah dadaku.
“Mas …. engga boleh nakal gitu” Aku kaget.
“Pantesan …. empuk. Mbak gak pakai beha, ya”
“Ini mau dipakai. Makanya Mas bangun dong”kataku sambilmenunjukkan isi genggaman tanganku.
“Pakai di sini aja, mBak”
“Engga !”
Lagi-lagi Ricky membuat gerakan tak terduga, belahan dasterkudikuaknya.
“Lihat ya Mbak ….”
Dengan cepat Aku mencegah tangannya dan lalu mendororngtubuhnya dari pangkuanku.
“Kalo Mas nakal gitu, entar gak boleh pangku lagi, lho”
“Ya deh mBak, sorry…”
***
Selesai sarapan rencananya semua keluar pakai mobil Pak Antonyang setir. Pak
Anton ke kantor sedangkan Bu Anton, Ricky,Aku dan Putri nanti turun di Mall untuk
jalan-jalan. Tapikarena Si Putri masih pulas tidurnya, Aku tak jadi ikut,nungguin Putri.
Tinggalah Aku di kamar sendiri, Putribegitu pulasnya. Aku rebahan di sebelahnya
sambil bacamajalah, tapi tak bisa konsentrasi. Ingatanku ke Mas Adimelulu. Aku
bayangkan bila saja Mas Adi sekarang ada di sini…. ooh bisa dua atau tiga ronde kita
’selesaikan’ sementaramenunggu mereka pulang. Bisa dilakukan di kasur
ini, atau diatas karpet yang cukup tebal, atau di kamar mandi. Ya, dikamar mandi Aku
duduk di tepian meja dekat wastafel dengan
kaki membuka, lalu Mas Adi masuk sambil berdiri. Membayangkanitu semua Aku jadi
basah …
Khalayanku berlanjut. Kubayangkan Mas Adi telanjang bulatmenindih tubuhku, lalu membukai dasterku
dan menciumi buahdadaku. Pada kenyataannya tangan kiriku sendiri yang membukakancing daster dan
mengeluarkan buah dadaku dari bra, lalujempol dan telunjukku memelintir puting
dadaku. Ciuman Mas
Adi bergeser ke bawah menciumi perutku. Pahaku kubentangkanlebar seolah
menampung kepala Mas Adi yang sedang menjilaticlit-ku yang membasah (kenyataannya :
tangan kananku telahmenyusup ke cd dan mulai menggosok-gosok). Nafasku
makinmemburu.
Gelisah. Tubuhku berkelejotan dan serasa mulaimelayang ….
Tiba-tiba kudengar pintu diketuk. Aku kembali mendarat kebumi dan dengan gugup merapikan bra dan
dasterku. Sambilmenyeka keringat di wajahku Aku berjalan menuju pintu.
“Oh … Pak ….” Kaget bukan main Aku, ternyata Pak Anton.
Tanpa bersuara Pak Anton langsung masuk dan menutup pintukembali. Tiba-tiba Aku sadar akan bahaya
yang bakalmengancamku. Celaka !
“Bapak engga ke kantor” tanyaku mengatasi rasa gugup.
“Sstt…” jawabnya sambil memberi tanda menyilangkan jari dibibirnya dan mendekatiku.
Kedua tangannya ke bahu kanankiriku. Lalu sebelah tangannya membelai pipiku.
“Narti …..”panggilnya dengan suara serak. Lidahku kelu.
“Kuminta kamu rela ……..” jarinya merabai bibirku.
“Tidak, Pak. Jangan ……” bibirnya menutup bibirku dan lalumelumatinya. Kedua belah angannya
merangkul tubuhku. Akudipeluknya erat sekali. Kurasakan benda keras itu
menghunjamperutku. Uh …keras banget.
Aku melepas ciuman, tapi tak mampu melepaskan rangkulannya.
“Kumohon Pak …. jangan” kataku menghiba.
Dadaku
diremasnya.Aku menepis. Tangannya pindah ke pantatku, diremasnya pula.Lagi-lagi Aku menepis.
Masih sambil memeluk tubuhku didorongnya hingga Aku rebah di ranjang Ricky.
Disingkapnya rokdasterku dan dipelorotkannya cd-ku. Gerakan yang tiba-tibadan tak terduga ini
gagal kucegah. Lalu Pak Anton membenamkanwajahnya di selangkanganku. Kututup pahaku
hingga menjepitkepalanya. Pak Anton bangkit melepaskan jepitan pahaku.
“Narti …. tolonglah … sebentar saja”
“Jangan Pak …. ” kataku setengah menangis.
“Sekali ini saja, udah itu saya tak akan ganggu lagi, Ti…”
Tangan kuat Pak Anton membuka pahaku. Percuma. Sia-sia sajamelawan gerakan Pak
Anton yang kuat. Kubiarkan dia menjilatikewanitaanku. Aku malu Pak Anton tahu Aku
telah basah.Akhirnya Aku pasrah. Semoga dia benar-benar menepatijanjinya, hanya sekali ini saja. Toh
seperti dulu, diahanya sebentar saja.
Oh … lidahnya sungguh amat berpengalaman, membuatku secaraperlahan mulai “naik”. Aku
muak dengan kelakuan majikankuini, tapi Aku tak berdaya melawannya. Aku benci !
Akumembenci
diriku sendiri yang tak berdaya melawan, malahterrangsang. Dalam keadaan frustasi begini
apa yang bisa
kulakukan selain menangis. Apalagi kini Pak Anton telahtelanjang bulat dengan penis keras
mendongak. Penis yangmembuat Bu Anton merintih-rintih keenakan. Penis
yang pernahsebentar memasuki tubuhku dan kini akan memasukinya lagi.
Tangisanku yang sesenggukan menghentikan gerak Pak Anton yangtelah membentangkan
pahaku dan siap menusuk. Pak Antonmerangkak mendekati mukaku.
“Ti … kumohon kamu rela ….. sekali ini saja …”
Aku masih sesenggukan.
“Sekali ini saja … melayaniku, Ti …”
“Kenapa engga sama Ibu aja ….”
Lalu mulailah Pak Anton ngoceh nerocos tentang perlunyavariasi bagi pria yang sudah belasan tahun
menikah. Tentangdia tak berani meniduri perempuan sembarangan bila butuhvariasi. Dia bisa
saja ‘membeli’ perempuan yang paling mahalsekalipun, tapi dia tak mau melakukan.
Seks dengan membeli itusama sekali tak nikmat dan penuh resiko kena
penyakit. Ceritaberlanjut bagaimana dia telahmengamatiku dari sejak Aku mulaibekerja. Mengamati
pergaulanku. Sehingga sampai padakesimpulan bahwa Aku “bersih”. Dia makin yakin
setelahmenikmati ‘aroma’ kewanitaanku.
“Si Adi sungguh beruntung” katanya lagi.
“Punyamu sungguh berbeda” sambungnya.
“Enak banget …. legit” katanya lagi makin ngaco merayuku.
“Itulah kenapa saya tak kuat lama ….” Akunya.
“Okay, sekarang jangan nangis lagi ya … saya minta kamuikhlas memberikan”
Pak Anton menggeser tubuhnya ke atas lagi sampai penisnyamendekati mukaku. Kulihat penis itu tak
setegang tadi. Agakmenurun. Lalu penis itu disentuhkan ke mulutku. Tiba-tibaterlintas dalam
benakku. Lebih baik Aku oral saja dia sampaikeluar lalu kumuntahkan maninya, daripada
dia menyetubuhiku.
Mendapatkan ide itu Aku tak menolak ketika penis itu mulaimenerobos mulutku. Pak Anton
mendesah. Aku tinggalmembayangkan sedang mengulum penis Mas Adi. Benda
itu dengansegera membengkak dan mengeras. Aku makin intensifmenguluminya. Tapi Pak Anton mencabutnya.
Aku kira dia akan
muntah, tapi tidak.
Pak Anton bangkit. Dibukanya pahaku lebar-lebar, lalumengambil posisi siap tusuk. Menekan dan‘kepala’nya masuk.Dipompanya sambil
membentang pahaku lebih lebar lagi. Perlahanpenisnya marasuk lebih dalam. Pompa lagi
dan secara perlahantapi pasti terus masuk. Sampai akhirnya seluruh batang telahtenggelam. Tubuhnya
rebah menindihku, kedua belah tangannyamenyusup ke punggungku dan memeluk kuat
tubuhku. Perlahanpinggulnya mulai memompa. Naik-turun dan kanan-kiri. Kadangdiputar.
“Ooh …. kamu benar-benar sedap …..” bisiknya dekattelingaku.
Oh … dia benar-benar telah menyetubuhiku. Pak Antonmeniduri pengasuh anaknya dengan
disaksikan” oleh anaknyasendiri. Pak Anton asyik berhubungan seks dengan
wanita bukanisterinya sementara anaknya tidur di ranjang yang hanyasemeter jaraknya !
Kuharapkan beberapa kali pompaan Pak Anton segera mencabut danmenumpahkannya di
perutku seperti waktu lalu. Harapankumeleset. Sudah belasan pompaan tak ada
tanda-tanda ’sampai’.Justru timbul kekhawatiranku, aku mulai menikmati
pompaannya! Sungguh lihai dia membuat variasi gerak pompaan. Tusukan’setengah’
dikombinasi dengan tusukan full. Tusukan ‘arah’atas bervariasi dengan arah bawah.
Hunjaman dari kiribergantian dengan dari kanan. Pak Anton yang sekarang sedang
memompaku berbeda dengan Pak Anton beberapa hari lalu. Entahkenapa dia jadi kuat
sekarang. Hampir menyamai Mas Adi. Terusterang tubuhku mulai terangkat dan
melayang …
Suatu saat di tengah pompaan Pak Anton tiba-tiba mencabut.(dan … ah, sialan Aku jadi
merasa ‘kehilangan’). Tibasaatnya juga akhirnya. Detik berikutnya akan
kurasakantumpahan hangat di perutku. Oh … tapi tidak ! Penis itumasih mengacung
gagah.
“Gantian Ti …. Aku di bawah …” pintanya.
Aku mau sajabangkit dan memberi
kesempatan Pak Anton rebah terlentang.Lalu tanpa diminta Aku melangkah
mengangkangi tubuhnya.Dengan Mas Adi Aku memang biasa berganti posisi
Aku di atas.
Jadi Aku tahu maksud Pak Anton. Aku jadi tak malu-malu lagimenuntun penis Pak
Anton agar tepat arahnya sebelum Akumenduduki tubuhnya. Aku juga tak malu menggoyang
pinggulku diatas tubuh Pak Anton. Bahkan ikut ‘membantu’ kedua belahtelapak Pak Anton
meremasi buah dadaku. Lalu dia mengangkatpunggungnya dan memeluk tubuhku.
“Ohh … sedapnya kamu Ti …”
Pelukannya
makin erat sehinggatak memungkinkan kami bergoyang lagi. Tubuhnya diam memeluk.
Celaka, jangan-jangan dia keluar. Dalam posisi begini jadisusah mencabutnya. Ternyata
tidak.
“Ganti posisi lagi ya sayang …”
Uh, dia
memanggilku dengan’sayang’. Kulepaskan penisnya lalu Aku turun dari pangkuannyadan ambil posisi
terlentang. Kulihat penisnya masih perkasabegitu. Sungguh mengherankan, berbeda jauh
dibanding beberapahari lalu …
“Telungkup …Ti” perintahnya.
Ohoi, Aku
nurut saja. Begitujuga ketika dia mengatur posisiku seperti merangkak. Gaya apapula ini ? Mas Adi
belum pernah begini. Punggungku dimintanyalebih merendah lagi. Pinggul bertumpu pada
lutut. Dan …..ahh … penis Pak Anton memasuki tubuhku dari arah belakang(belakangan Aku tahu
ini adalah gaya ‘doggie’), persetubuhangaya anjing. Enak juga …
Gila nih lelaki, masih belum nyampe juga. Padahal beberapahari lalu dia ‘peltu’,
menempel langsung ‘metu’ (keluar).Setelah banyak tusukan gaya doggie, Pak Anton
minta mengubahlagi dengan gaya ‘biasa’, Aku di bawah. Rasanya gaya iniyang paling
mendatangkan kenikmatan. Kembali Pak Anton
mempraktekkan berbagai variasi tusukan. Dan … Oh … Akujuga tak kalah seru merintih dan melenguh.
Merambat naikpelan dan pasti. Serasa tubuh mulai terangkat danmelayang-layang. Makin tinggi dan tinggi
….. dan …..tubuhku bergetar. Tepatnya ‘kedutan’ tubuh yang teratur dan diluar kontrolku.
Kesadaranku sejenak hilang. Hawa nikmat yangterpusat di selangkanganku kini menyebar
ke seluruh tubuh,sampai ke ujung-ujung jari sekalipun. Sampai-sampai tubuh PakAnton ikut berkedut,
karena selama proses “the big-O”ku inidia menghentikan tusukannya dan mendekap
tubuhku kuat-kuat.
Ketika beberapa saat kemudian kedutan tubuhku makin melemah,Pak Anton melepas
dekapannya dan bangkit lalu mulai menusukilagi. Ampuun …. rasanya …. ngilu !
Untunglahpenderitaanku ini tak lama. Suatu saat dia mempercepatpompaannya, lalu penisnya
dicabut dan tumpah di perutku.
Maninya membasahi perutku yang telah basah oleh keringat.Keringat kami berdua.
“Uuhh …. uuhhh …. “lenguhnya di sela-sela tarikan nafasnyayang memburu.
Lalu tubuh itu rebah di atas tubuhku. Kurasakan berattubuhnya bertambah. Mungkin karena dia
lemas sehinggamembebankan seluruh berat tubuhnya pada tubuhku.
“Ooh …Ti
….kamu sedap banget ….”bisiknya di dekattelingaku sambil
masih terengah.Aku diam.
Pipiku diciumnya, lalu
“Punyamu itu …. nikmat banget ….”
Aku masih diam.
“Sempit dan legit …..”
Tiba-tiba Aku tersadar. Aku yang sedang dalam proses mendaratkembali ke bumi
serasa dibangunkan dari mimpi. Ucapan PakAnton yang terakhir itulah yang
menyadarkanku. Sadar betapabodohnya Aku. Bagi Pak Anton Aku adalah bukan
siapa-siapa.Aku hanyalah seonggok daging yang dipilihnya karena ’sempitdan legit’. Memang
baru saja dia memberiku kepuasan samaseperti yang dilakukan Mas Adi, tapi itu
hanyalah ‘efeksamping’ dalam rangka usaha dia mencapai kenikmatan. Akuhanyalah sebongkah
tubuh alat pemuas nafsu. Celakanya Akumembiarkan saja semuanya terjadi.
Membiarkan tubuhku ini
sebagai alat dia mencari kenikmatan. Posisiku sebagai pekerjatak mampu menolak
umbaran nafsunya. Posisiku memang lemah.
Dalam diriku tiba-tiba muncul rasa benci. Benci kepada dirikusendiri kenapa jatuh
pada posisi yang lemah begini. Jugabenci kepada tubuh yang menindihku, majikanku ini,
yangtelah
memanfaatkan posisi di atas anginnya untuk mendapatkankenikmatan. Aku marah. Darahku mendidih.
Aku berontak.
Dengan mudah Aku lepas dari dekapan Pak Anton dan tubuh ituterguling dari
badanku, bahkan dia hampir terjerembab kekarpet.
“Ti ….. ” teriaknya.
Aku tak peduli. Aku bangkit masuk ke kamar mandi.Seharusnya Aku tadi mendorong tubuhnya
biar sampai jatuh.Seharusnya Aku tadi memakinya ketika dia teriak.Tapi Aku tak berbuat apa-apa. Rasa benci
dan marah hanya bisamembuatku menangis. Pak Anton masuk.
“Kenapa nangis, Ti ?”
Kenapa kepalamu !
Bahuku disentuh. Langsung tangannya kutepiskan.
“Bapak lebih
baik keluar sekarang” teriakku.
“Ya ..ya….tapi kenapa ?”
“Atau saya telepon Ibu ?”
“Okay …. okay ….” dengan cepat dia keluar. Kukunci
pintukamar
mandi. Kulanjutkan tangisku. Aku benar-benarmembencinya.Sejurus kemudian pintu kamar mandi
diketuk. Pak Antonmemanggil-manggil namaku.
“Bapak belum juga keluar !” teriakku.
“Putri bangun, Ti …”
“Pokoknya keluar dulu !”
Kubersihkan tubuhku dari ceceran mani Si Maniak itu. SetelahAku yakin Pak Anton
telah keluar kamar, Aku baru keluar kamarmandi. Kudapati Putri nangis di pinggir
ranjang, hampirjatuh, kubiarkan saja. Aku jadi malas mengurusnya. Tapilama-lama Aku kasian
juga, anak ini tak bersalah. Yang jahatadalah bapaknya, kenapa dia yang jadi
korban ? Kuambil Putridan kupangku, langsung saja dia menyergap buah
dadaku. Oh …Aku baru sadar belum berpakaian. Ah biar saja, Putri begituasyik mengemoti
putingku. Biar saja kalau tiba-tiba Bu Antonmasuk melihat Aku ‘menyusui’ anaknya.
Sekalian saja Aku akanbilang tingkah suaminya yang telah meniduriku.
Biar merekabertengkar. Biar. Begitu bencinya Aku pada Pak Anton,diam-diam tumbuh rasa dendam di hatiku.
Ingin membalaskelakuannya. Tapi bagaimana cara membalasnya ? Sekarangmemang belum
terpikirkan. Pokoknya nanti begitu ada
kesempatan, aku akan melakukannya.
Aku tak tahu apa yang harus kukerjakan siang ini. Bu Antondan Ricky belum pulang dari
Mall, Si Putri sudah tertidur.Ah, lebih baik Aku tidur saja, lelah juga tubuhku
dikerjainoleh Si Munafik itu. Dia benar-benar munafik. Sering sekalidia menunjukkan
keluarga yang harmonis, sangat sayang kepadaisterinya. Tapi dibelakang isterinya
diam-diam dia meniduripengasuh anaknya, sambil menceritakan kekurangan
isterinya.
Kurapikan tempat tidur kembali. Kutata sprei yang berantakandan kubetulkan letak
bantal. Tiba-tiba mataku menangkap adasampul tertutup di bawah bantal. Sampul
surat berlogoperusahaan Pak Anton dan tak ada tulisan tangan di atasnya.Milik siapa ini ?
Karena rasa penasaranku kubuka sampul itu.
Ternyata isinya setumpuk uang dan selembar kertas bertulisantangan :
“Narti, Bapak
puas banget. Terima kasih ya. BesokBapak hubungi lagi”
Mandadak darahku mendidih. Kurobek kertas itu dan kulemparamplopnya. Isinya berantakan
dilantai. Kurang ajar !Dianggapnya Aku ini apa ? Perempuan bayaran ?
Benar-benarsuatu penghinaan dan pelecehan ! Tak pernah sedikitpunterlintas di kepalaku untuk
menerima banyak uang tanpabekerja. Untuk apa Aku bersusah payah kerja
sebagai perawatdi rumah sakit ? Untuk apa Aku kerja sebagai baby sitter ?
Niatku makin bulat untuk membalas dendam. Hati boleh panastapi kepala harus tetap
dingin, begitulah ajaran ibuku. Manabisa menyusun rencana pembalasan dengan kepala
panas ? Akucoba untuk mendinginkan diri. Kukumpulkan kembali uang yangberserakan itu, Aku
masukkan ke dalam sampulnya bersamasecarik kertas tulisannya. Rencana uang itu akan
kusimpansaja, tak akan kugunakan. Jumlahnya hampir sama dengan duabulan gajiku.
***
Ketika keluarga Anton makan malam bersama di restoran hotel,Aku ikut untuk
menyuapi Putri. Sesekali ekor mataku menangkapmata Pak Anton mencuri-curi pandang ke
arahku. Suatu saatdengan memasang muka marah kutatap mata Pak Anton, aha …dia cepat menunduk
dan jadi salah tingkah.
Selesai makan kami jalan-jalan menyusuri jalan depan hotelmenikmati udara malam Bandung
yang sejuk, lalu masuk ke(lagi-lagi) Mall. Beginilah model orang kaya
berlibur. Kalautidak ke luar negeri, ke Bali, atau jalan-jalan ke Mallmembeli apa saja.
Suatu saat di sebuah butik di lantai 1 BuAnton sedang sibuk memilih-milih pakaian,
Pak Antonmendekatiku.
“Awas … saya akan teriak” bisikku ketika tangannya
mulaimenjamah
pipi Putri yang kugendong. Aku mengantisipasigerakan tangan dia selanjutnya.Pak Anton langsung
menjauh. Ciut juga nyalinya. Mungkin sajadia memang hanya ingin menyentuh anaknya,
bukan menjamahku,Aku tak peduli.
Pulang dari jalan-jalan Aku sudah demikian lelahnya ingincepat-cepat merebahkan tubuh. Untunglah
Putri sudah lelap.Ricky menonton TV.
“Kecilin suaranya ya Mas, mbak mau tidur” Ricky mematuhiku.
Lalu Aku terlelap ….Aku memimpikan Mas Adi tiba-tiba menyusul ke
Bandung danmarah-marah kenapa Aku mau saja ditiduri Pak Anton. Sambilmenangis Aku
menjelaskan situasinya yang menyudutkanku. Akujuga menyalahkannya. Lalu tiba-tiba Mas
Adi telah menindihtubuhku. Dibukanya kancing dasterku dan kemudian bra-ku.Diusapnya bulatan
buah dadaku, usapan seperti biasa,mengambang antarasentuhan dan tidak. Lalu puting dadakudikemotnya. Aku
terbangun …
Kaget bukan main Aku. Begitu membuka mata kurasakan sesosoktubuh menindihku. Ah
ini mimpi. Ketika kesadaranku berangsurpulih, hey … ini bukan mimpi. Samar-samar
kulihat tubuh itubenar-benar ada. Kepalanya menyusup di dadaku. Mulut itubenar-benar
mengulumi. Kemotannya terasa di putingku. Akuberusaha bangkit, ah tubuhku lemah,
kesadaranku belum pulihbenar. Tubuhku hanya sedikit terangkat. Kuluman
itu terlepas.Ketika Aku benar-benar telah sadar sepenuhnya, kuangkat kepalayang menindih
dadaku. Ricky !
“Kurang ajar !” tanganku melayang menampar pipinya, kanan dankiri, cukup keras.
Aku marah benar. Kucengkeram kedua belahbahunya dan kuguncang-guncang sementara
mulutku memuntahkan
bermacam makian. Ricky pasif saja, tak melawan. Mukanyamenunduk. Aku sadar, tak ada gunanya
menyiksa anak ini.Cengkeraman kulepaskan. Meskipun Aku jengkel bukan main tapiAku masih mampu
menahan diri. Baru kusadari anak majikankuini telanjang bulat. Pakaiannya berserakan
di karpet.
Aku membetulkan letak bra-ku yang tersingkap ke atas danmemasang kancing dasterku kembali. Kulihat
Ricky sesenggukan,tubuhnya berguncang. Ricky menangis. Kubiarkan dia. Menangiskarena kupukuli tadi
atau karena apa Aku tak peduli. Entahsudah berapa lama tangisnya tak berhenti
juga. Lama-lamatimbul rasa iba. Anak ini sebenarnya anak baik, penurut,tidak nakal, punya
tenggang rasa kepada pembantu sekalipun.Aku sungguh tak menyangka dan shock
mendapati dia menjamahi
tubuhku. Selama ini Aku menganggap dia masih anak-anak.Tingkahnya memang manja kekanakan. Tapi
kelakuannya tadiadalah kelakuan lelaki dewasa. Anak sekarang memang cepatmatang dalam hal
seksual, padahal Ricky baru kelas 2 SMP.
“Kenapa kamu, Rick ?”
Mendadak Ricky bangkit dan kepalanya rebah di pahaku,tangisnya makin keras.
“Maafkan saya, mbak ….” katanya terbata-bata.
“Saya emang jahat kepada mbak …”lanjutnya.
“Saya engga bisa menahan …… saya tak tahan mbak ….”
Tak tahan ? Apanya ? Tapi Aku malas bicara malam ini, masihngantuk. Begitu
nyenyaknya tadi Aku tidur sampai tak merasakanRicky telah membuka kancing dasterku dan
menyingkap bra-kubahkan menciumi dadaku.
“Udah tidur sana, udah setengah satu” ujarku.
“Tapi mbak mau memaafkan saya, kan ?”
“Ya. Asal jangan kamu ulangi lagi”
“Ya mbak”
“Kalau kamu nakal lagi, mbak akan seret kamu keluar kamar,mbak kasih tahu papa mama”
“Saya janji mbak”
“Pakai baju kamu terus tidur” Ricky menurut.
Kuperhatikan Ricky mengenakan pakaiannya. Tubuhnya memangtelah menjadi tubuh lelaki dewasa. Bahkan
kelaminnyapun takbeda dengan kelamin lelaki dewasa. Anak ini memang sedangtumbuh. Aku harus
lebih berhati-hati. Setelah Rickymerebahkan tubuhnya hendak tidur, Aku berniat
keluar kamar
sekedar menghirup udara segar. Kulihat dibawah pintu adasecarik kertas tergeletak. Kurang ajar !
Tulisan Pak Anton.Kulirik Ricky sudah terlelap, Aku mendekat ke lampu baca didekat bed.
“Besok pagi jam 10 Bapak tunggu di kamar 509lantai 5″.
Lelaki ini benar-benar ular ! Berlibur ke luarkota membawa
keluarganya, menginap di hotel mengambil 2 kamardi lantai 4, sementara diam-diam dia
mengambil kamar lagi dilantai berbeda dan dengan penuh percaya diri
mengajak pengasuhanaknya untuk disetubuhi ! Benar-benar keterlaluan. Tunggusaja besok ! Hampir
saja Aku merobek-robek kertas itu.Rencanakulah yang mencegah Aku merobek. Kulipat
kertas itubaik-baik lalu kusimpan dalam sampul uang tadi.
***
Esok harinya, Sabtu, Ricky jadi murung dan pendiam, takseperti biasanya yang lincah. Dia
menghindar setiap kutatapmatanya. Tak lagi bermanja-manja ke pangkuanku.
Bahkan kalautak dipaksa ibunya untuk sarapan, dia tak mau makan. Takheran pula ketika
diajak bapak-ibunya jalan-jalan dia pilihtinggal saja di hotel.
“Kamu sakit, Nak ?” tanya ibunya.
“Engga, Ma …”
“Trus kenapa ngga mau jalan ?”
“Males aja. Capek. Lagian Ricky pengin main play-station”
Setelah ayahnya pergi Ricky memang terus memasang perangkatplay-station ke TV
kamar dan lalu tenggelam dengan mainan yangpopuler di kalangan anak-anak dan remaja
itu. Aku tahu, PakAnton tidak benar-benar pergi keluar hotel. Paling-palinghanya naik satu
lantai.
Aku sebenarnya ingin meng’interogasi’ anak ini dan ingin tahukenapa dia tadi
malam sampai senekat itu. Kubiarkan dia mainsampai satu jam dan akhirnya dia matikan
TV dan beranjakkeluar kamar.
“Ricky” panggilku.
Dia menoleh
sekejap terus menunduk. Tapidia mengurungkan niatnya keluar kamar dan berjalanmendekatiku.
“Duduk, mbak mau bicara”. Ricky duduk di tempat tidur Putridan Aku duduk di
tempat tidur lainnya. Dia diam menunggu.
“Kenapa kamu tadi malem ?” Ricky diam, kepalanya makinmenunduk.
“Bicaralah, mbak engga marah lagi kok” sambungku.
“Bener, mbak engga marah lagi ?”
“Asal kamu mau terus terang”
Lama dia diam terus belum mau membuka mulut. Aku harusbersabar menunggu.
“Saya …saya memang udah lama pengin ….” Katanyaterbata-bata.
“Pengin ? Pengin apa ?”
“Ya … begituan …”
Sementara Aku masih terkejut betapa cepatnya anak ini jadi‘matang’, Ricky nerocos
melanjutkan.
“Temen-temen Ricky sering cerita begituan sama pacarnya,kaya’nya enak banget. Ada juga yang sama
cewe bayaran …Ricky pengin juga, tapi nggak punya pacar …”
Oh, anak ini masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah.Berani bertaruh, ibunya pasti pingsan
mendengar anaknya sudahsejauh ini.
“Papa mama udah tahu Ricky pengin begituan ?”
“Jelas engga dong mbak”
“Kenapa kamu engga cerita ke papa atau mama ?”
“Engga berani …. Ricky takut …”
“Kenapa kamu berani sama mbak ?”
“Maaf mbak ….. ” wajahnya sudah mau menangis.
“Maksud mbak … kenapa kamu pengin ke mbak ?”
“Mbak kan baik banget sama Ricky … minta pangku …. Nyenderke mbak ….”
“Tapi ….” belum selesai Aku bicara Ricky memotong.
“Sebenarnya Ricky naksir cewe temen sekelas. Anaknya manis.Ricky suka kalo
lihat dia senyum … manis banget. Badannyatinggi hampir sama ama Ricky … trus …
teteknya gede”
“Trus … kamu pacari dia ?”
“Iya … tapi … belum. Gini, Ricky udah deketin dia.Kayanya dia nerima, tapi
kadang-kadang dia juga acuh. Palingmakan ke kantin berdua. Kalo deketan ama dia Ricky
suka enggatahan …”
“Engga tahan apa ?”
“Ngliat dadanya …. pengin Ricky remes atau ciumin … kayatemen-temen ama pacarnya …”
“Trus ?”
“Tapi … tapi …..”
“Tapi apa ?”
“Dadanya lebih bagus … punya mbak ….”
“Bagus apanya ?”
“Mbak ngga marah kan ?”
“Engga “
“Punya mbak bulat …. dan lebih gede …”
Tentu saja, bandingannya sama anak SMP yang baru tumbuh.
“Pernah suatu ketika Ricky udah ngga tahan … trus Rickypegang dadanya … wah dia marah banget …
ampe sekarang diaengga mau ngomong lagi ama Ricky”lanjutnya.
“Trus kenapa berani ganggu mbak ?” Ricky diam.
“Kenapa Ricky ?”
“Habisnya … habisnya Ricky pengin banget …lagian mbaktidurnya pules banget sih. Coba kalo mbak
waktu itu bangun …engga sampai begitu …”
Pengakuan polos anak-anak. Aku bisa menerima penjelasannya,bisa memaklumi
perbuatannya. Kelakuan seorang anak yang barumulai tumbuh, yang selalu ingin tahu
segalanya, termasuk soal
seks. Yang tidak bisa kuterima adalah kenapa bapak dan anaknyasama-sama nakal
terhadapku. Seolah menganggapku hanyalah obyekbelaka. Cuma obyek seksual. Aku memang
memendam dendam kepada
bapaknya. Tiba-tiba terlintas pikiran jahat di kepalaku. Ah… tidaklah.
Pintu kamar di ketuk, Bu Anton masuk.
“Ti, Ibu mau keluar dulu ya” Kulihat arlojiku, pukul 9.25.
“Saya ikut ya Bu …”
“Kan Putri lagi tidur …”
“Entar saya gendong aja”
Tatapan mata Bu Anton rada aneh.
“Ayolah”
Di perjalanan Bu Anton menanyaiku
“Kenapa kamu pengin banget ikut”
“Mengganggu Ibu, gitu ?”
“Engga ….. cuman engga biasanya kamu begitu”
“Gak ada pa-pa kok Bu. Bosan di kamar terus”
Alasanku yang sebenarnya sih menghindari ajakan Pak Antonuntuk ‘ngamar’. Rasain dia menunggu terus
….
***
Tingkah Pak Anton sewaktu makan malam di restoran tadibenar-benar membuatku ingin melaksanakan
pikiran jahatku.Kami makan malam hanya berempat, Ricky tak mau turun hanyaminta dibelikan
makanan. Padahal Bu Anton hanya ke toiletsekitar 5 menit, masih sempatnya dia merabaku
sambil berbisik:
“Kenapa tadi engga dateng ? … saya pengin lagi ….”
Dengan kasar kutepis tangannya, lalu kubawa Putri menghindar.Aku benar-benar
marah. Marah karena dia tahu persis Aku takbakalan lapor kepada isterinya. Dia tahu
persis posisiku yanglemah dan lalu memanfaatkannya.
“Gimana Ti ….?”
“Pokoknya begitu Bapak mulai macem-macem lagi, saya langsungbilang ke Ibu !”
ancamku.
Mendadak dia jadi diam seribu bahasa, lalu kembali ke tempatduduknya dan minum.
Wajahnya sungguh sulit dibaca. Tegangmungkin.
“Cuman segitu …..” pikirku. Lelaki gagah itu langsung surutbegitu mendengar
ancamanku. Begitu takutnya dia kalauisterinya tahu. Padahal Aku cuma mengancam, belum
tentuberani
melaksanakan ancamanku. Karena Aku belum berniatberhenti kerja, Aku masih punya ‘hidden
agenda’, yaitu rencana
untuk membalas dendam !
Malam ini keluarga Anton tak punya acara, setelah makan malamsuami isteri itu
langsung menuju kamar dan mengurung diri.Mungkin karena besok harus bangun pagi
untuk kembali keJakarta. Atau mungkin Pak Anton sudah tak tahan ingin segeramelampiaskan hasrat
seksualnya yang tadi tertahan.
Melampiaskan ke ‘jalan yang benar’, yaitu kepada isterinya.
Akupun segera ke kamarku menidurkan putri. Si Ricky masihtakut-takut kepadaku. Dia masih asyik bermain
game. Takseperti biasanya ikut bermanja-manja ketika Aku menidurkan
adiknya.
“Udah malam, kamu besok harus bangun pagi-pagi. Tidurlah”kataku.
“Ya mBak”. Ricky langsung mematikan mainannya dan merebahkandiri ke kasur. Anak
ini memang jadi pendiam. Aku memejamkanmata mencoba tidur.
“mBak ….” suara Ricky mengejutkanku ketika Aku hampirterlelap.
“Ada apa ?”
“mBak udah tidur ?”
“Hampir”
“Ricky mau nanya-nanya boleh nggak”
Tampaknya Ricky sudah pulih, tak takut-takut lagi bicarakepadaku.
“Nanya apa”
“Kalau begituan bisa hamil ya mBak”
“Kamu udah begituan ….?” agak kaget juga Aku. Pertanyaanyang tak kuduga.
“Engga lah mBak. Temen Ricky yang bilang”
“Apa katanya”
“Dia engga berani ‘gituin’ pacarnya. Takut pacarnya hamil”
“Kamu memangnya belum tahu”
“Belum”
“Engga diajarin di sekolah”
“Engga dong, masa pelajaran gituan”
“Di Biologi kan ada pelajaran tentang terjadinya bayi”
“Engga ada tuh mbak. Gimana dong mBak, Ricky pengin tahu”
Aku lalu cerita tentang terjadinya pembuahan sel mani dan seltelur melalu proses
hubungan kelamin, tentang janin sampaimenjadi bayi.
“Hmm … pantesan” komentarnya.
“Apanya ?”
“Si Rudy sering gituan tapi pacarnya tapi engga hamil. Katadia cabut duluan
sebelum keluar”
“Temen sekolah kamu udah ada yang pintar begitu”
“Dia udah SMU kok mBak. Kalau begituan kayanya enak banget yamBak”
“Ya … kalau engga enak nanti gak ada manusia
yang mau punyaanak. Trus akibatnya manusia bisa punah”
Tiba-tiba terlintas pikiran burukku. Inilah saatnya ! Telahtiba waktuku untuk
bertindak !
Ah …. tapi aku tak tega. Lain kali saja dipertimbangkanlagi.
“Udah tidur aja”
Aku mencoba tidur lagi. Si Ricky tampaknya belum tidur juga.Badannya bolak
balik.
“Ricky engga bisa tidur …” keluhnya setelah setengah jam takbersuara. Aku diam
saja.
“mBak, Ricky gak bisa tidur” ulangnya.
“Ya udah, jangan ganggu mBak dong”
Lalu hening. Tapi sejurus kemudian.
“mBak ….”
“Apa lagi sih Rick” Aku mulai jengkel.
“Ricky mau pindah kesitu boleh ?”
Di bed besar ukuran King ini Aku biasa di sisi kiri, Putri ditengah, lalu Ricky
di sebelah kanan.
“Ya udah sini” pikirku, supaya dia cepat tertidur dan takmenggangguku lagi.
Ricky dengan perlahan menggeser adiknya sedikit kekanan, laludia tidur di tengah.
“Hati-hati entar adikmu jatuh lho”
“Engga kok mBak, udah diganjal ama guling”
“Peluk Ricky dong mBak, supaya cepet tidur”
Aku diam. Malas. Bahkan memiringkan tubuhku membelakanginya.
“Ya udah, Ricky aja yang peluk mBak”
Kubiarkan saja Ricky memeluk tubuhku dari belakang. Laluketika Aku mulai terlelap, kurasakan
sesuatu menekanpinggangku.
Anak ini memang sedang mendekati puber, menjadi gampangterrangsang. Hari-hari sebelumnya dia
sering memeluk tubuhkuseperti ini, tapi tak kurasakan apa-apa. Mungkin
sejak diaberani menjamahku kemarin, “penghayatan” atas sikap memeluktubuhku menjadi
berbeda. Sekarang ini bukannya seorang anakmemeluk tubuh pengasuhnya, tapi sesosok
tubuh lelaki menjelangpuber yang sedang memeluk tubuh seorang wanita
dewasa.
Kenyataan ini telah membuatku mengambil keputusan :sekaranglah saatnya. Telah tiba waktunya
untuk membalas dendamkelakuan Pak Anton terhadapku. Telah datang
saatnya untukmembuat seorang anak 12 tahun menjadi “dewasa” secaramendadak. Ya, inilah waktu yang tepat !
Aku lalu melepaskan diri dari pelukan Ricky dan turun daritempat tidur.
“Mau kemana mBak ?”
“Pipis”
Di dalam kamar mandi yang terkunci Aku melepaskan dasterku.Bra dan celana dalam
kulepas juga. Aku telanjang bulat berdiridi depan cermin mengamati tubuhku sendiri.
Sepasang buah dadayang bentuknya tak berubah sejak mereka tumbuh, masih bulatkencang ke depan.
Perut bak landasan rata dengan dihiasipusar yang begitu melesak ke dalam. Lalu
dibawahnya tumbuhbulu-bulu halus menutupi permukaan lubang kelamin yang katanya‘legit’, begitu pria
beristeri di kamar sebelah pernahmengatakannya. Inilah bedanya antara lelaki nakal
yang sudahberpengalaman itu dengan lelaki seperti Mas Adi. Mas Adihanya berkomentar
’susah masuknya’ atau ‘enak banget’,bukannya legit. Emangnya kue lapis !
Kukenakan dasterku kembali lalu Aku keluar dengan meninggalkanbra dan celana
dalamku di gantungan kamar mandi. Inilahsaatnya ! Kurebahkan tubuhku di kasur,
kali ini Akuterlentang dan memejamkan mata, pura-pura hendak tidur. Rickyyang tadinya
terlentang memiringkan tubuhnya ke arahku, lalu
kurasakan sebelah tangannya memeluk perutku dan sebelahkakinya menyilang di atas pahaku. Aku
dipeluknya sepertikebiasaannya memeluk guling. Segera saja kurasakan kelamintegang itu mendesak
sisi pinggulku.
Persis seperti dugaanku telapak tangannya mulai merabai dadakusetelah setengah jam
dia diam saja. Dia berani memulaisetelah Aku disangkanya telah tertidur. Kubiarkan
tangannyamembukai kancing atas dasterku satu persatu, lalu tangannyamenyusup ke balik
dasterku. Mungkin dia kaget melihat Aku takmemakai bra. Diciuminya bukit dadaku lalu
mulutnyapun sampaike putingnya, dikemotnya.
Saatnya beraksi. Tanganku lalu membelai-belai rambut danpunggungnya. Ricky tersentak mengetahui
ternyata Aku taktidur. Kulumannya terlepas dan kepalanya terangkatmemandangiku. Aku tersenyum.
“mBak ……”
“Kamu mau ngapain lagi, Rick ?”
“Ricky pengin mBak ….. pengin banget …. boleh ya mBak ?”
“Pengin apa …”
“Pengin main sama mBak”
“Main apa ….”
“Ah … mBak ini. Boleh ya mBak ?”
“Ntar kalo mBak hamil gimana ?”
“Kaya Si Rudy aja, dicabut ….”
“Bener kamu pengin …”
“Bener mBak, banget !”
“Kenapa engga sama temen sekolah kamu, yang sebaya …”
“Temen sekolah nyebelin. Penginnya sama mBak aja”
“Kenapa pengin sama mBak ?”
“Habisnya mBak baik …”
“Engga nyesel kamu ?”
“Engga !”
“Lepas dulu baju kamu”
Kontan Ricky bangkit dan secepat kilat melepas pakaiannyahingga telanjang bulat. Penisnya sudah
begitu tegangmengacung, tak beda dengan penis orang dewasa. Lalu tanpadiminta dia melepas
kancing dasterku terus kebawah. Ketikasampai di kancing bagian bawah perut, dia
tertegun melihat Aku
tak memakai celana dalam lagi.
Ketika dasterku telah lepas seluruhnya, Ricky langsungmenindih tubuhku. Penisnya menekan-nekan
selangkanganku,tapi salah sasaran.
“Bukan begitu caranya ……. sini…..”
Tanganku meraih batang penisnya, kusuruh dia menempatkankedua lututnya di antara pahaku yang
kubuka lebar. Kutuntunpenisnya menuju arah yang benar, liang senggamaku.
Tusukandia tadi mengarah di atas clit-ku. Lalu kuberi isyarat agardia mulai menekan.
Aku belum basah benar sehingga dengansusah payah akhirnya Ricky berhasil
membenamkan seluruh batangpenisnya ke dalam tubuhku. Lalu dari berlutut dia
mengubahposisi tubuhnya menjadi menindih tubuhku. Kupeluk erattubuhnya ….. tapi sesaat
kemudian mendadak dia mengangkattubuhnya kembali dan lalu dengan cepat mencabut
penisnya. Dan…. air maninya berhamburan di perut dan dadaku.
“Hmmm …kok udahan …” komentarku mulai menyerang.
“Habis …. engga tahan lagi mBak ….” Katanyaterengah-engah.
“Bentar banget ….” kataku menusuk.Ricky diam.
“Cuman bikin kotor badan mBak doang …”
“Apa enaknya kalo begini ….” Aku terus menyerangnya.Menghancurkan harga dirinya.
“Berhubungan seks tak boleh egois, asal dirinya udah puaslalu selesai. Lihat juga gimana pasangan
kita, apa dia jugapuas” lanjutku.
Ricky masih diam.Sebenarnya Aku juga tahu kenapa dia begitu cepat ejakulasi.Ini merupakan
pengalaman pertama bagi Ricky dalam bersetubuh.Letak lubangnyapun dia belum tahu persis.
Cepat selesai bagilelaki yang pertama kali melakukan adalah hal wajar. Mas Adijuga begitu. Sudah
bagus Ricky mampu sampai penetrasi.
Seranganku ini merupakan langkah pertama dari agenda balasdendam. Langkah kedua atau
langkah terakhir sudah tersusun dikepalaku. Hanya pelaksanaannya membutuhkan
persiapanku, baikmental atau fisik, serta waktu yang tepat. Yang jelas langkahpertama ini Aku
nilai berhasil. Ricky sama sekali berubah,menjadi pendiam. Tak pernah lagi bicara
denganku. Jangankanbicara, melihat mukakupun seperti ketakutan.
***
Waktu yang kutunggupun hampir tiba, setelah Mas Adimenyetujui rencanaku pindah ke Semarang
menyusul dia. Sebelumdia setuju memang terjadi ‘diskusi’ yang cukup
seru.
“Kenapa sih kamu tinggalin kerja yang udah enak ini” tanyanya.
“Habis …. Mas belum tentu bisa ke sini tiap minggu” jawabku.
Baru kali ini Aku menyembunyikan sesuatu dari Mas Adi. Akuterpaksa tidak berterus
terang mengatakan alasanku yangsebenarnya. Yaitu menghindar dari Pak Anton
sekaligusmembalas dendam.
“Itu kan awalnya aja, mulai Maret nanti Mas bisa kok tiapminggu ke Jakarta”
“Maret masih lama … penginnya sekarang ini tiap mingguketemu ama Mas”
“Kenapa …. kangen ya ama Mas” pipiku diciumnya.
“Engga, cuman kangen sama ini …” ku-elus penisnya.
Lalu Mas Adi menubrukku hingga Aku terlentang. Saatberikutnya dia menelanjangiku.
‘Diskusi’nya break dulu.Ada selinganSelingan nikmat : persetubuhan.
“Kamu engga ada masalah dengan keluarga Anton, kan ?”tanyanya.
Tubuh Mas Adi
masih menelingkupi tubuhku, bahkankelamin kamipun masih ‘berhubungan’. Tadi kami
sepakat untukmelakukan hubungan seks ‘dengan sebenar-benarnya’. Artinya,Mas Adi tak perlu
mencabut menjelang puncak. Mas Adiber-ejakulasi di dalam tubuhku. Sungguh suatu
sensasi baru.
Merasakan pengalaman baru bagaimana benda hangat ituberdenyut-denyut di dalam sana….. Kalau ternyata
benih itu‘jadi’, ya urusan nanti lah.
“Engga ada masalah apa-apa kok”
“Trus kamu nanti kerja di mana ?”
“Kerja di rumah sakit ajalah. Lebih enak kaya’nya”
“Katanya dulu lebih enak jadi baby sitter”
“Iya dulu ….. sekarang lain. Entar bantuin Narti bikinsurat-surat lamaran ya Mas”
“Okelah, kalau mau kamu begitu”
“Bener nih, Mas setuju ?”
“Iya”
“Engga nyesel …”
“Nyesel apa ?”
“Entar ketahuan punya simpenan di Semarang ….” candaku.
Digigitnya buah dadaku.
“Rupanya itu ya alasanmu …”
***
Minggu pagi itu Aku sudah siap. Semua pakaianku sudahkumasukkan kedalam koper kecil, dan
barang-barang lainnyatelah masuk ke tas jinjing. Rasanya seluruh benda
milikkutelah Aku kemas, kecuali sampul berisi uang dan selembarkertas dari Pak
Anton dulu, sengaja Aku rekatkan ke cerminhias dengan selotape. Kukunci pintu
kamarku dan kuncinya Akubawa.Mas Adi dan temannya sudah siap mengantarku ke
stasiun Gambirdengan mobil kakaknya. Dia sekarang parkir di depan rumah.Sengaja tak kuminta
masuk dia masuk, alasanku agar takberlama-lama pamitnya. Pagi ini Aku dan Mas Adi
akan keSemarang dengan KA.Kubawa 2 tas itu ke depan, di mana Pak dan Bu
Antonduduk-duduk
minum teh.
“Ibu boleh check isi tas-tas ini” kataku sambil membuka koperdan tasku
lebar-lebar. Supaya dia yakin Aku tak membawabenda-benda bukan milikku.
“Tak perlu Ti, Aku percaya kamu. Kamu sudah pikirkan benar ?”tanya Bu Anton.
“Sudah Bu”
“Terus terang Ibu menyayangkan keputusanmu. Ibu inginnya kamutetap di sini”
“Saya sudah putuskan, Bu”
“Jujur saja Ti ya. Ada apa sebenarnya ?”
“Engga ada apa-apa, Bu. Ini hanya demi masa depan sayabersama Mas Adi”
Ekor mataku menangkap Pak Anton sedang menatapiku.
“Toh dengan kerja di sini tak ada masalah dengan pacarmu, kan?”
“Lebih baik kalau saya tingga satu kota dengan tunangan saya,Bu”
“Atau ada masalah lain, gaji misalnya ?”
“Engga ada masalah dengan gaji”
“Anak-anak, Bi Ijah atau Bang Hasan ?”
“Sama sekali tidak”
“Lalu apa ?”
“Ibu benar-benar ingin tahu ?”
“Iya dong”
Saatnya mulai serangan.
“Ibu bisa tanya ke Bapak !” kataku dengan nada rada tinggi danmenatap mata Pak
Anton.
Mata Bu Anton terbelalak. Ditatapnya suaminya, lalu pindahmemandangku. Ke suaminya
lagi. Berganti-ganti.
“Kalian ….berdua …………… ?” katanya kemudian.
“……A….Aku…. tak percaya ….” kata Bu Antonterbata-bata.
Saatnya melancarkan serangan terakhir.
“Sudah saya
duga Ibu tak akan percaya. Ibu ingat waktu diBandung saya ngotot ingin ikut Ibu ke Mall
?”
Bu Anton hanya melongo.
“Silakan Ibu ke kamar saya, lihat di cermin. Ini kuncinya”kuserahkan kunci kamarku ke
Bu Anton.
“Kalian tunggu di sini”
Bu Anton mengambil kunci dari tanganku dan bergegas kebelakang, menuju kamarku. Aku juga
bergegas mengangkuttas-tasku dan melangkah keluar rumah. Sebelum keluar pintuAku sempat
‘menghadiahkan’ senyuman kepada wajah pucat PakAnton. Senyum kemenangan.Aku menuju mobil,
Mas Adi membantuku mengangkat koper. Lalukami berangkat meninggalkan rumah keluarga
Anton menujustasiun Gambir……
Sebentar lagi akan terjadi ‘perang baratayuda’ antarasuami-isteri Anton. Setumpuk uang yang tak
berkurang sesenpundan secarik kertas tulisan tangan Pak Anton yang berisi ajakanke kamar 509, serta
‘alibi’ku ikut Bu Anton pada hari dan jamitu, telah menjelaskan semuanya
Tamat