EPILOGUE -
FAUZIAH (PART - 2)
Hari ketiga mereka di Jakarta, pertemuan bisnis hanya ada dua kali. Sisanya
Fauziah mengajak Arjuna untuk shopping di mall. Fauziah membeli banyak
oleh-oleh untuk keluarga, namun hadiah yang paling banyak adalah untuk Arjuna.
Arjuna gembira sekali, karena ini menunjukkan tidak ada rasa marah dari ibu
tirinya itu.
Mereka makan malam di restoran pada pukul enam. Arjuna mengatakan bahwa ia
capek dan pegal sehingga waktu makan malam dimajukan. Padahal, ia ingin satu
tempat tidur lagi dengan Fauziah. Fauziah menuruti saja karena ia sebenarnya
sudah mulai ada rasa juga kepada anak tirinya itu, namun dalam pikirannya ia
masih membantah dirinya sendiri.
Jam tujuh mereka sudah tiba di kamar tidur.
“Arjuna sudah capek mau tidur,” kata Arjuna,”Mama capek ga?”
“Ya Mama capek juga lah.”
“Ya sudah. Mama tidur aja langsung kalau begitu. Arjuna mandi dulu.”
“Masak kamu mau tidur di samping orang yang bau sih?”
“Mama Fauziah itu harum biar belum mandi. Arjuna ga masalah kalau Mama Fauziah
belum mandi dan kita berbagi tempat tidur. Malah Arjuna merasa senang. Lagipula
Mama Fauziah kan capek.”
“Kalau begitu kamu juga ga usah mandi. Mama juga ga masalah. Kamu kan juga
capek.”
Di dalam hati, mereka berdua menyukai bau lawan jenisnya itu. Apalagi sudah
tidak sabar untuk mengalami kedekatan seperti tadi lagi.
“Ya udah deh. Arjuna ganti sarung dulu. Mama ganti baju tidur di kamar mandi
saja. Arjuna di sini saja.”
Fauziah bergegas mencari gaun tidurnya dan lalu masuk kamar mandi. Namun pintu
tidak ditutup rapat. Fauziah mengintip ketika anak tirinya membuka baju hingga
hanya singlet dan celana dalam. Lalu Arjuna membuka CDnya dan terlihat burung
yang sudah tegak. Fauziah menelan ludah. Sayangnya Arjuna lalu memakai sarung
dan bergegas ke tempat tidur.
Fauziah membuka bajunya lalu memakai gaun tidur. Gaun tidur yang lain dari
kemarin. Memang Fauziah jarang tidur dengan gaun yang sama, oleh karena itu ia
selalu membawa tas besar bila berpergian. Gaun tidur ini transparan di bagian
perut dan bagian rok yang pendek, sementara untuk bagian payudara, walaupun
transparan pada banyak bagian tapi pada bagian putingnya memiliki kain yang
tidak transparan, sehingga tidak memperlihatkan putingnya. Hanya saja bagian
dada yang ditutupi hanya setengah payudara, sehingga bulatan atas teteknya
dengan belahan dada terlihat jelas. Untuk rok, walaupun transparan, tapi
Fauziah memakai celana dalam berwarna merah sehingga tidak menunjukkan bulu
jembutnya. Yang unik dari gaun ini adalah, gaun ini tidak punya tali lengan,
melainkan jenis
Fauziah beralasan dalam hati bahwa ia sudah lama tidak pakai gaun ini. Gaun
tidur yang mahal karena buatan luar negeri. Maka ia ingin memakainya. Padahal
sebenarnya Fauziah berusaha menyangkal suara hatinya yang mengatakan bahwa
tidak pantas memperlihatkan tubuh kepada anak tirinya dengan mencari-cari
alasan pembenaran tindakannya itu.
Arjuna meneguk ludahnya ketika melihat Fauziah keluar kamar mandi. Tubuh
Fauziah yang tinggi dan bahenol sungguh mengundang decak kagum. Walau memakai
gaun tidur, namun gaun itu bukannya menutupi malahan menambah aksen keindahan
tubuhnya. Arjuna jatuh cinta. Sebelumnya ia memang naksir Fauziah, tapi setelah
tiga hari ia merasakan gejolak yang sama ia rasakan ketika ia melihat ibu
kandungnya telanjang. Arjuna tahu, ini adalah cinta. Ia cinta ibu tirinya.
Fauziah menyadari bahwa hawa di ruangan tidak dingin lagi. Dilihatnya AC mati.
“Kok AC dimatikan?”
“Jun mau pilek, Ma. Ga apa-apa ya?”
Fauziah hanya mengangkat bahu tanda tak begitu peduli, lalu merebahkan diri di
tempat tidur. Selimut bed cover tampak terlipat rapi di bagian kaki.
Arjuna melihat lirikan Fauziah ke selimut itu lalu berkata,
“Kalo AC mati dan kita pakai selimut kan jadi panas. Nanti keringatan.”
Fauziah mengangkat bahu lagi. Lalu menghela nafas, namun tidak berkata apa-apa.
“Mama Fauziah mau dipijat? Keliatannya capek banget.”
Padahal, hari ini mereka tidak begitu capek. Fauziah pun tidak terlihat seperti
orang yang letih. Bahkan cenderung tampak seperti orang yang sedang fit. Namun,
Arjuna mengatakan ini sebagai testing untuk melihat reaksi Fauziah.
“Capek, sih. Tapi kamu kan juga capek?”
“Arjuna kan laki-laki. Mama Fauziah kan perempuan. Lagian, kan Jun bisa pijit
Mama sambil tiduran. Mama Fauziah membelakangi Jun.”
Fauziah menurut saja. Ia suka pijatan Arjuna.
Setelah Fauziah membelakangi Arjuna sehingga mereka berdua berbaring miring
searah, Arjuna mulai memijat perlahan bahu Fauziah. Fauziah mulai menikmati
pijatan itu. Namun ada yang berbeda kali ini. Selain memijat, terkadang Arjuna
mengusap dengan telapak tangan terbuka di bahu Fauziah.
Setiap kali Arjuna mengusap, maka bulu kuduk Fauziah merinding. Namun tak
pernah Arjuna mengusap berturut-turut dua kali, melainkan hanya sekali lalu
memijat lagi. Lama kelamaan Fauziah menikmati usapan itu juga. Ada kenikmatan
lain yang ia rasakan ketika telapak Arjuna mengusap perlahan bahunya.
Tak sadar, sekali waktu Fauziah menggumam menunjukkan nikmat ketika Arjuna
mengusap bahunya.
“Enak ya, dipijat kayak gini, Ma?”
Fauziah antara malu dan nikmat hanya menggumam setuju.
Arjuna akhirnya kini mengusapi kedua bahu Fauziah. Arjuna begitu menikmati
kulit licin bahu ibu tirinya itu. Licin dan halus sekali. Kulit yang sering
dirawat di salon. Sekali waktu, jemari kanannya menyusup di bawah tali gaun
tidur itu, kemudian ia mendorong sambil mengelus ke arah lengan kanan sehingga
tali gaun tidur itu terlepas dari bahu dan jatuh ke lengan kanan.
Merinding tengkuk Fauziah ketika dirasakannya tali gaun sebelah kanan telah
meninggalkan bahunya. Berhubung gaun itu tipis dan fleksibel, maka kini tali
itu hampir menyentuh sikunya. Dengan gerakan sedikit, tali itu dapat terlepas
dari tangannya. Berdebar dada Fauziah. Ini sungguh berbahaya. Seharusnya ini
dihentikan. Tapi Fauziah sedang menghadapi dilema juga.
Namun, Jun kembali mengusapi bahunya. Tangan kanan itu bahkan kini membelai
terkadang dengan jemari bagian atas, kadang dengan jemari bagian bawah. Jelas
sekali ini bukan pijat, tetapi sentuhan erotis. Fauziah menikmati sekali hal
ini. Ia mengingat nikmatnya hubungan lelaki dan perempuan sehingga tak kuasa
menolak.
“sekarang Jun pijat tangan kanan Mama.”
Jun lalu duduk. Fauziah menjadi kecewa ketika didapatinya Arjuna benar-benar
memijat daerah lengan kanannya. Bukan membelai. Namun lama kelamaan ia
merasakan tali gaun itu terdorong tangan kanan Jun sehingga mencapai siku. Saat
itu Arjuna berkata,
“sambungan siku bisa dibunyikan, lo.”
Lalu dengan tangan kiri, Arjuna menarik lengan kanan Fauziah, namun tangan
kanan Jun menahan tali gaun sehingga dalam satu gerakan cepat tali gaun itu
lepas dari tangan Fauziah. Berdebarlah jantung Fauziah begitu tahu maksud
Arjuna. Kini bagian kanan gaunnya tidak lagi ditahan bahu melainkan sudah
terbebas. Untungnya karena tali gaun kiri masih nyantol, maka dadanya belum
terekspos.
Arjuna masih belagak memijat tangan Fauziah. Lalu berkata,
“balik badan, Ma. Yang sebelah kiri.”
Padahal kalau memijat beneran, seharusnya bagian bawah lengan dan telapak juga
dipijit. Tapi Arjuna sudah tidak tahan. Fauziah memejamkan matanya lalu
membalikan badan menghadap Arjuna. Arjuna memijat lengan kiri itu sebentar lalu
dengan cara yang sama dengan tadi melepaskan tali gaun dari bahu dan tangan ibu
tirinya.
Setelah memijat beberapa saat, Arjuna berkata,
“Ma, balik badan lagi. Mau dipijit kepalanya.”
Fauziah sedikit lega. Karena dari tadi ia sudah merasa malu sehingga harus
memejamkan mata sementara kedua tali gaunnya dilepas. Ketika sudah kembali
berbaring miring, Fauziah merasakan Arjuna memijat kepalanya dengan kedua
tangannya. Namun hanya yang kanan yang terasa memijat. Tangan kiri Arjuna
tampak berusaha memijat namun dengan susah payah karena bagian kiri kepala
Fauziah tertahan bantal.
“susah, Ma. Coba duduk deh. Biar semua kepalanya bisa dipijat.”
Fauziah meneguk ludah. Arjuna ternyata pintar sekali mengajak perempuan untuk
melakukan hal yang tabu tanpa membuat malu. Namun, Fauziah sudah mulai horny
memikirkan semua perlakukan Jun padanya, apalagi ajakan pijat terselubung ini.
Fauziah duduk. Sementara tanpa sepengetahuan Fauziah Arjuna melepas sarungnya
lewat kepala sehingga kontolnya bebas. Sementara itu lengan Fauziah tidak
mengepit badan dengan harapan gaun tidur jatuh ke bawah, namun kedua
payudaranya yang besar menahan gaun itu jatuh. Arjuna tampaknya paham problem
ini, maka setelah hanya beberapa menit pijat kepala, Arjuna segera berkata,
“Sekarang punggung ya…”
Arjuna yang duduk di belakang Fauziah dengan leluasa mulai memijat punggung
Fauziah . Sesuai dengan cara pijat yang benar, ia memijat dari bawah ke atas.
Ia menggunakan teknik dua jempol yang menekan pinggir tulang pinggang dan
menyusur ke atas secara bergantian. Namun tiap kali jempolnya menekan dan
dilepas, ketika gerakan lepas itu bukan dengan menarik ke belakang, melainkan
ke bawah sehingga sedikit menyeret kain itu ke bawah. Berhubung gerakan pijat
itu cepat dan cukup kuat, maka ketika kedua jempol belum sampai tengah pinggang
maka gaun tidur itu jatuh ke bawah dan berjumbel di pinggang.
Arjuna mencoba sabar dengan terus memijat ke atas sampai bahu. Namun, kalau
biasanya tukang pijat akan mengulangi gerakan dari bawah ke atas menggunakan
metode yang sama, kali ini ia malah kembali mengelus bahu Fauziah.
Fauziah merinding lagi kena belai di pundaknya. Apalagi ia merasakan usapan
Arjuna mulai bergerak ke tengah punggungnya. Arjuna tahu-tahu menyusupkan
tangan di bawah ketiak Fauziah sehingga telapak tangannya kini memegang pinggir
kedua belah payudara Fauziah. Fauziah merintih pelan.
Arjuna yang mendengarnya berkata,
“Pegalnya di sini, Ma.”
Lalu Arjuna mulai mengusap-usap gundukan samping payudara Fauziah yang besar
itu. Fauziah mulai mendesah bagaikan baru makan rujak. Arjuna lalu merapatkan
diri ke depan sehingga kini kedua kakinya di samping kedua kaki Fauziah dan kontolnya
menyentuh punggung bawah Fauziah.
Merasakan kontol Arjuna di pinggangnya, Fauziah berkata,
“ssssh.. Arjunaaaaa..”
“wah.. kayaknya pegalnya parah, Ma… tapi bukan di situ sumbernya…”
Dengan penuh nafsu Arjuna memeluk Fauziah dari belakang lalu kedua telapaknya
meremas kedua payudara perempuan itu. Fauziah mengerang,
“Ohhhh… Juun… sssh…”
Arjuna menciumi punggung ibu tirinya yang harum itu sambil meremas kedua
teteknya. Kedua telapak tangannya bahkan tidak bisa menggenggam secara penuh
payudara yang bulat dan besar itu. Tubuh harum Fauziah sungguh halus dan licin.
“Jun sayang Mama…” kata Arjuna perlahan di antara kecupan-kecupan bibirnya yang
menghujami punggung halus Fauziah,
”Jun harus
mendapatkan Mama Fauziah…….”
Lalu Arjuna menarik tubuh Fauziah hingga perempuan itu berbaring telentang.
Gerakan Jun perlahan tapi pasti. Fauziah merasa di awang-awang. Saat ini,
Fauziah merasa berada di suatu dataran yang penuh dengan erotisme. Segala
sentuhan dari anak tirinya membuat dirinya di mabuk asmara. Fauziah baru
menyadari bahwa ia telah jatuh cinta kepada Arjuna.
Memang, pertama kali ia melihat Arjuna ia hanya sekedar melihat bahwa Waluyo
memiliki anak yang mirip dengan Waluyo muda. Walaupun tubuhnya masih belum
setinggi dan sekekar ayahnya, Arjuna sudah memiliki postur tegap dan kekar.
Wajah Arjuna mirip dengan Waluyo juga. Tetapi, kehangatan yang Arjuna miliki
lebih besar daripada ayahnya. Bahkan, Waluyo dari dulu bersikap dingin.
Hubungan seks yang mereka lakukan selalu monoton dan ada kesan Waluyo hanya melakukan
kewajiban sebagai suami.
Sebaliknya, tiap kali Fauziah melihat Arjuna sedang bersenggama dengan salah
satu isterinya, Fauziah dapat melihat ada sinar birahi yang menyala pada
pandangan Arjuna. Dan Fauziah merasakan kecemburuan melihat betapa Arjuna dan
isteri-isterinya begitu menikmati kebersamaan mereka. Ada pancaran kebahagiaan
yang keluar dari ketiga manusia itu. Dewi, Annisa dan Arjuna selalu ceria dan
tampak tidak ada kesusahan dalam hidup mereka.
Fauziah mulai melihat Arjuna bukan sebagai remaja, melainkan seorang lelaki
yang dapat membahagiakan keluarganya. Arjuna begitu menyayangi kedua isterinya
dan selalu mendahulukan kepentingan isteri-isterinya. Maka, mau tidak mau mulai
tumbuh rasa kagum dalam diri Fauziah terhadap anak angkatnya itu.
Kini Fauziah telah berbaring di tempat tidur dengan tubuh setengah telanjang.
Dadanya tersengal-sengal menahan nafsu karena menanti gerakan Arjuna. Arjuna
tampak tidak tergesa-gesa. Anak itu tersenyum bahagia. Fauziah dapat melihat
binar birahi yang meledak-ledak pada pancaran mata Arjuna yang menyebabkan
Fauziah merasa bahagia. Akhirnya pancaran birahi itu kini ditujukan padanya.
Arjuna membuka sarungnya hingga telanjang. Tubuhnya yang mulai menunjukkan
otot-otot kelelakian seakan menjanjikan kehangatan dan keintiman yang maskulin.
Dengan perlahan Arjuna melorotkan gaun tidur ibu tirinya. Fauziah membantu
dengan sedikit mengangkat pantatnya. Kini tubuh Fauziah hanya ditutup oleh
celana dalam. Arjuna sejenak menikmati pemandangan ini.
Seorang perempuan keturunan Arab yang cantik, berkulit putih mengkilat dengan
dada yang besar, yang karena besarnya dan kencangnya, kedua payudara itu tidak
jatuh menggelayut ke samping melainkan tampak tegak menantang dan hanya tampak
sedikit melebar ke samping dan melesak ke dalam, namun tetap menunjukkan lekuk
bulat yang hampir sempurna. Payudara itu naik turun seiring dengan nafas yang
memburu.
Akhirnya Arjuna melorotkan celana dalam Fauziah. Jembut yang rapi tercukur
menghiasi selangkangan Fauziah. Bibir memeknya yang rapat tampak menambah
kecantikan perempuan itu. Setelah mengagumi tubuh seksi ibu tirinya sesaat,
Arjuna mulai menindih Fauziah dengan kepala sejajar sehingga kontolnya jatuh di
bagian bawah perut Fauziah yang menyebabkan biji peler Arjuna menekan jembut
ibu tirinya itu.
Ketika wajah mereka hanya tinggal kurang dari satu senti, Arjuna berbisik,
“Mama Fauziah… Mau enggak jadi isteri Arjuna?”
Kedua mata Fauziah berkaca-kaca karena terharu dan bahagia. Dengan menahan
sedikit isak, perempuan itu berkata,
“Mama terserah mau diapain Arjuna…..”
Dengan itu, Arjuna mengecup bibir Fauziah. Fauziah memeluk kepala anak tirinya
itu dan Arjuna balas memeluk kepala ibu tirinya. Ciuman mereka dilakukan
perlahan. Arjuna dapat menilai bahwa Fauziah orangnya ingin melakukan sesuatu
dengan perlahan dan penuh erotis. Buktinya perempuan itu tak menunjukkan sikap
ingin melakukannya dengan brutal seperti Annisa. Fauziah selalu merespon
gerakan Arjuna dengan gerakannya sendiri yang juga pelan. Fauziah adalah jenis
perempuan yang ingin menikmati sesuatu berlama-lama.
Mereka berciuman penuh dengan perasaan, tidak ada ketergesaan dalam gerakan
mereka. Kedua bibir itu saling bertautan seiring seirama seakan mereka sedang
bergerak mengikuti musik yang sama. Mereka memang sedang bermain musik, musik
percintaan.
Lalu Arjuna mulai merambah mulut ibu tirinya dengan lidahnya. Fauziah yang
merasakan lidah Arjuna menyapu-nyapu bibirnya, mulai mengimbangi dengan
mengeluarkan lidahnya sendiri dan menyambut serangan lidah Arjuna. Keduanya
saling menukar lidah, yang membuat birahi mereka makin meningkat.
Lama-kelamaan ciuman mereka makin hot dan liar. Suasana kamar yang panas karena
AC dimatikan menjadikan tubuh mereka yang tadinya kering, mulai mengeluarkan
peluh karena selain udara yang hangat, kedua tubuh yang berhimpitan itu
masing-masing mengeluarkan panas tubuh yang semakin menjadi.
Bau tubuh Fauziah makin tercium jelas. Bau wangi Fauziah membuat kontol Arjuna
berdenyut-denyut minta dimasukkan ke dalam lubang kenikmatan milik perempuan
itu. Dengan tak sabar, Arjuna mengangkat tubuhnya, lalu menarik kedua kaki
Fauziah ke samping. Arjuna duduk di bawah selangkangan ibu tirinya. Dibukanya
bibir kemaluan ibu tirinya dengan kedua tangannya. Memek Fauziah tampak lebih
rapat dari memek Dewi. Dan bagian dalam memek itu berwarna pink cerah dan
mengeluarkan aroma wangi.
Arjuna menerjunkan kepalanya ke selangkangan Fauziah. Ia mulai menjilati memek
yang belum pernah disentuhnya itu. Memek Fauziah demikian legitnya dan bisa
dikatakan, lebih terawat daripada memek ibu kandungnya dan bahkan memek Annisa.
Dewi adalah orang kampung, sementara Annisa adalah remaja perempuan yang tidak
setelaten Fauziah dalam merawat kelamin. Mungkin juga Fauziah sudah mengajarkan
cara merawat kemaluan, namun Annisa memiliki sifat yang tidak sabar dan ada
sedikit watak liar dalam diri Annisa, sehingga Annisa tidak terlalu
memperhatikan hal-hal seperti ini.
Arjuna merasakan memek ibu tirinya yang cantik itu dan memutuskan bahwa memek
Fauziah, selain indah juga memiliki rasa yang paling nikmat kalau dibandingkan
memek ibu kandungnya maupun kakaknya sendiri. Arjuna berfikir dalam hati bahwa
menjilati memek Fauziah setiap hari, adalah salah satu hobby barunya yang akan
ia lakukan seterusnya.
“Jun… cukup…” Kata Fauziah. Perempuan
itu kini merasakan tubuhnya seakan disetrumi listrik yang nikmat, lidah Arjuna
menggelitik memeknya dengan lahap yang membuat vaginanya itu kini sudah basah
kuyup tersiram cairan vaginanya sendiri dan juga karena air liur dari mulut
Arjuna. Arjuna memang pintar menggarap daerah sensitif wanita, namun, Fauziah
ingin lebih. Katanya lagi,
“Masukkin, Jun…”
“Masukkin apa, Ma?”
“Masukkin burung kamu…”
“Kontol Jun mau dimasukkin ke mana, Ma?”
Fauziah adalah perempuan pintar. Buktinya bisnisnya selalu berkembang menjadi
lebih besar. Kini, Fauziah tahu bahwa Arjuna adalah lelaki yang suka berbicara
jorok bila sedang bersenggama. Sungguh beda dengan Waluyo yang dingin itu. Maka
kata Fauziah,
“Masukkin kontolmu ke dalam memek Mama, Jun……. Mama udah ga sabar kamu entot…..”
Arjuna nyengir bahagia. Ia segera menaruh kontolnya di lubang memek ibu tirinya
itu. Fauziah yang tak sabar setengah bangung untuk meraih pantat anaknya itu
lalu dengan kuat menarik pantat Arjuna, Arjuna merasakan tarikan itu ikut
menambah dengan mendorong pantatnya ke depan.
Dalam satu gerakan panjang, kontol Arjuna ambles masuk ke dalam kemaluan ibu
tirinya itu. Memek Fauziah sangat kencang. Walaupun tidak sekencang memek
Annisa ketika pertama kali Arjuna setubuhi, namun memek itu lebih kencang dari
memek ibu kandungnya. Arjuna mengerang keras merasakan kini kontolnya
diselubungi oleh dinding lubang memek ibu tirinya yang rapat itu. Fauziah pun
melenguh nikmat.
“Aaahhhhh… kontol kamu besar banget, Jun….”
“Ooohh… memek Mama Fauziah rapat banget… nikmat.”
“entotin Mama, Jun.. entotin Mama….”
Arjuna sedikit mendoyongkan badan ke arah tubuh ibu tirinya yang sedang
berbaring itu dan menaruh kedua tangannya di samping perempuan itu. Arjuna
masih ingin menikmati pemandangan perempuan Arab yang seksi yang sedang
telanjang dan bersetubuh dengannya, lalu Arjuna mengocok memek Fauziah dengan
kontolnya. Fauziah mulai memutar pantatnya dan menggerakkan otot memeknya
membuka menutup seakan meremas-remas kontol Arjuna sambil terus mendekap pantat
remaja itu. Arjuna merasa nikmat sekali mengentot ibu tirinya itu. Matanya
menatap kedua toket Fauziah yang basah oleh keringat yang terguncang-guncang
mengikuti gerakan persenggamaan mereka berdua.
Maka Arjuna merubah posisi sehingga menggenggam kedua payudara ibu tirinya
sambil terus mengocoki kemaluan Fauziah. Sambil meremas kedua tetek Fauziah
yang besar, Arjuna terus menghujami liang senggama ibu tirinya dengan tusukan-tusukan
kontolnya.
Fauziah sudah berada di surga ke tujuh. Sudah lama tidak ada lelaki yang
menafkahinya secara batin. Kini memeknya sedang diaduk-aduk Arjuna dan kedua
teteknya diremasi oleh anak tirinya itu. Sungguh Fauziah merasa bahagia sekali.
Kedua selangkangan mereka beradu berkali-kali sehingga menyebabkan terdengar
suara tepukan selangkangan berkali-kali. Memek Fauziah yang basah kuyup terus
mengeluarkan cairan pelumas. Fauziah dan Arjuna sedang menarikan tarian
primitif mahluk hidup. Tarian pembuahan manusia. Tarian perkembang-biakan.
Arjuna kini setengah menindih ibu tirinya dan mulai menjilat dan menyedot
payudara kanan ibu tirinya. Rasanya sedikit asin namun tidak dipikirkan lagi
oleh Arjuna. Bau tubuh ibu tirinya kini seakan memenuhi benak Arjuna, membuat
ia lupa akan segalanya. Yang menjadi satu-satunya hal di pikirannya adalah
persenggamaan ini. Apalagi Fauziah adalah perempuan yang paling cantik di
keluarga mereka. Paling seksi. Perut perempuan ini rata, tubuhnya yang besar
tidak menunjukkan lemak yang berlebih, walau tidak berotot seperti model-model
internasional. Namun, lekuk tubuh Fauziah dapat dibilang bagaikan perempuan di
usia dua puluh tahunan saja. Hal ini adalah salah satu alasan kenapa Arjuna
begitu ngebet ingin menggarapnya pula.
Fauziah merasakan lidah dan mulut Arjuna mulai menggagahi toketnya juga.
Sementara tetek yang satu lagi tetap diremas-remas Arjuna. Remasan itu kini
makin kuat saja terasa. Apalagi kontol Arjuna mulai bertambah cepat dan
benturan selangkangan mereka makin lama makin menguat. Fauziah meremas-remas
rambut Arjuna sambil mendesah dan mengerang kenikmatan,
“yeaaah… Isep tetek Mama, Jun…. isepin sambil setubuhi Mama… entotin Mama terus, Jun…. Mama mau nyampe nih…
Kocokin memek Mama pake kontolmu yang besar itu, Jun… setubuhi Mama……… setubuhi
teruuuuus…”
Sambil menyedoti payudara ibu tirinya, sesekali Arjuna menimpali,
“Tubuh Mama Fauziah enak…. mmmm…… tetek Mama nikmat disedotin dan dijilatin……
mmmmm…. Memek Mama rapet dan maknyuuus…….”
Fauziah sudah sebentar lagi akan orgasme, maka dengan brutal kini ia menarik
pantat Arjuna kuat-kuat setiap kali Arjuna menyodok memeknya.
“entot yang keras, Juuuun… Mama mau sampaiiiii…….”
Kini Arjuna menindih ibu tirinya, sementara mulutnya sudah berhenti menjilat
dan menyedot. Mulutnya kini hanya mengenyot puting merah muda Fauziah
keras-keras.
Dalam keharmonisan gerakan ngentot, mereka berdua akhirnya mencapai puncak
kenikmatan.
“Arjuna sembuuuur memek Mamaaa….. terima peju Arjuna, Maaaa… Arjuna mau hamilin
Mamaaaa….”
“penuhi rahim Mama dengan peju kamu, Juuuun…. Mama sampee….”
Akhirnya Arjuna lemas dan tiduran masih menindih Fauziah. Keduanya lemas
setelah persenggamaan itu.
Semenjak saat itu, Fauziah menjadi salah satu isteri Arjuna. Tiga bulan
kemudian ia hamil. Tidak ada pertentangan di keluarga, karena Fauziah adalah
pencari nafkah bagi keluarga. Selain itu, Dewi dan Annisa juga sayang pada
Fauziah sehingga rela berbagi dengan perempuan itu.
EPILOGUE - (THE
BEGINNING OF THE END)
Pada bagian pendahuluan, aku telah mengatakan bahwa tidak ada orang yang tahu.
Tetapi tentunya jadi pertanyaan, kenapa aku tahu?
Aku adalah anak dari Arjuna dengan Annisa. Namaku Febri. Ayahku, Arjuna telah
meninggal ketika aku berusia dua belas tahun. Itu terjadi lima tahun yang lalu.
Kini, aku berusia tujuh belas tahun. Ayahku meninggal ketika dalam perjalanan
ke Jakarta bersama Mama Fauziah. Sementara, kakekku Waluyo telah pindah dengan
kekasihnya.
Aku tinggal bersama Bunda Dewi (baik Mama Fauziah dan Bunda Dewi tidak mau
dipanggil nenek atau Oma), yang kini berusia 46 tahun, ibuku Annisa, 34 tahun,
Kakakku, Ayu dari Mama Dewi yang berusia delapan belas tahun dan adikku, Ulfa,
berusia 16 tahun. Ketiga isteri Ayahku tidak memiliki anak lagi, karena mereka
KB dan takut kebanyakan anak.
Kembali ke pokok pembicaraan, aku tahu sejarah Ayahku karena aku memiliki
pengalaman incest juga seperti ayahku itu. Namun itu adalah Jcerita yang lain.
TAMAT