Bu siska ibu angkatku 2
Gara-gara
sensasi STW itu, tanpa sadar penisku bangkit lagi, berkedut-kedut didalam sana.
Ibu rupanya merasakan juga.
“Say, bangun lagi tuh”.Ibu sudah siap nih, yuk,” ajaknya seraya melepas gigitan
vaginanya pada penisku. Cropss”aku terhenyak.
“Duuuhhh”besarnya sayang, pantas tadi punya ibu rasanya hampir robek,” ujarnya
sambil menggenggam batang penisku. Ia terus memujinya dan mengocok lembut.
“Ayo dong, Bu, nggak tahan nih,” ajakku. Aku berdiri dibelakangnya, maksudku
agar Bu Siska menunduk dan aku masuk dari belakang. Rupanya ia mengerti.
Kakinya dilebarkan dan tangannya menjangkau sandaran sofa. Bu Siska menunduk
dan tampaklah belahan vagina wanita paruhbaya itu menganga ke belakang. Sejenak
aku sempatkan untuk menjilatinya, tak tahan dengan pemandangan yang menggoda
birahi itu.
“aaaduuuhhh sayaaang, ayo dong masukiiin, ntar ibu keluar lagi lho?”
aku tak menjawab, tapi langsung meraih pinggulnya dengan tangan kanan, tangan
kiriku mengarahkan kepala penisku menuju liang vagina yang merah itu dan
sreeeeppp”.
“uuuuhhhh”..kocok yang keras sayang, ibu mau yang keras aaaahhhhhh,”
aku menuruti apa maunya, kusodok sekuat tenaga, kutarik hingga hampir lepas, Bu
Siska memundurkan pantatnya seperti tak mau melepaskan penisku, tancap lagi
terus begitu berulang-ulang sehingga menimbulkan decakan yang cukup keras,
plaak..plak”plak”plak”sreeepp”.. plaak”.sreeep”crreeekkk”.ada sekitar sepuluh
menit kami melakukannya dengan posisi itu sampai ibu bilang lelah berdiri.
Kuminta ia duduk santai dan bersandar di sofa lalu dengan segera kukangkangkan
kakinya dan segera menusuk keras dalam posisi setengah berdiri. Tanganku sibuk
dengan kedua buah dada besar itu. Sesekali aku menunduk agar dapat menjangkau
susunya untuk menyedot. Bu Siska mendesis dan mendesah kegirangan. Cairannya
semakin membanjir.
“Aooooohhhh..yessshhhgenjooot yaaang
kerasshhh saayaaang,”
“ooouuhhh buuu..iibuuuuu aku haaaammmmpiiirrr ooouuffff?”“,”
“iibuuuu jugaaaaaahhhhh…,”
selama sepuluh menit kemudian akupun mulai tak dapat menahan, sarafku menegang,
meluncur ke satu titik di ujung penis, dan
“oooooohhhhhhhhh…” aku rebah
menimpa ibu dan memeluknya, mengujamkan kemaluanku sejadi-jadinya. Mentok
didalam sana hingga dasar liang vagina ibu dan berteriaak panjang.
“aaaaaaaahhhh.keluuuu aaaarrrrrbuuuu..oooohhhhh” aku berteriak histeris sambil
menyemprotkan banyak sekali cairan sperma kedalam vagina Bu Siska. Ia pun
demikian. Kakinya menjebit keras, tangannya menjambak rambutku dengan geras,
dan giginya mengatup rapat.
“ aaaaaahhiibuuuuu jugaaakeeeellluuuuuaaaarrrr..”Ibu mendekapku erat,
aku ambruk keatas tubuh montok ibu angkatku itu. Kami sibuk mengatur nafas
masing-masing.
Pelan-pelan kulepaskan penisku yang mulai melemas, Bu Siska masih memejamkan
mata, kelelahan rupanya.
“Luar biasa sayang!!”
“Trims Bu, ibu juga luar biasa nikmat”.” aku menciumnya, lalu beranjak
memunguti pakaian kami yang berserakan, kutumpuk diatas meja tamu ruangan.
“Mau kemana sayang?”
“mandi, Bu. Penat,”
“ibu boleh ikut?”
“Boleh,” aku mengulurkan tangan dan membimbingnya ke kamar mandi.
“Kamu tadi benar-benar hebat,” tak habisnya dia memuji.
“Pasti kalau sama Rani, bisa lebih dari itu ya?” seketika Bu Siska menyebut nama
istriku, aku jadi tersadar apa yang aku lakukan tadi.
“BuPlease.jangan sebut nama Rani dulu, saya masih
shock,”
“Eh iya, maaf.. Ibu juga nggak ngerti kenapa kita bisa seperti ini ya.. Mungkin ibu yang terlalu sayang sama kamu
sehingga ibu lupa kalau kamu adalah suami anak ibu,” katanya meralat sambil
memberiku ciuman.
“Nggak apa-apa Bu, saya juga tadi salah nggak bisa menahan nafsu, bagaimana
kalau Rani tahu hal ini?” kami masuk ke bathtube yang sudah terisi air hangat.
Sambil berendam dan menyabuni tubuh montok Bu Siska.
“ibu mau terus terang sama kamu, Bud. Tapi jangan marah ya.. Ibu harap kamu mau memenuhi permintaan
ibu ini,” katanya, tangan Bu Siska menggenggam penisku yang menyisakan sedikit
ketegangan pasca klimaks tadi. Sementara tanganku asik mempermainkan
buahdadanya, bukan menyabuni, tapi meremas-remas. Gemas aku dibuatnya karena
bentuk dan ukurannya.
“Mana mungkin saya marah sama ibu, ibu kan sudah sedemikian baik sama saya. Apa
mungkin saya akan menolak keinginan ibu?”
“Tapi ibu mau ini datang dari hati kamu tanpa paksaan, Bud.”
“Tentang apa sih, Bu?”
“Tentang kita,”
“Maksud ibu?”
“Bud…”
kini ia meraih
tubuhku sehingga posisiku jadi mendudukinya, ibu memangku aku yang bersandar di
dada bersusu besar itu. Aku menurut saja.
“Sejak ibu punya masalah dengan mantan suami, ibu sangat mendambakan kehadiran
pria yang benar-benar menyayangi ibu dengan tulus dan ihlas. Beberapa kali
sejak mengetahui sumai ibu berselingkuh dengan wanita lain, ibu juga menjajaki
kemungkinan untuk mencari pengganti. Tapi apalah mau dikata, tiga orang yang
pernah berkenalan dengan ibu tak satupun memenuhi syarat lelaki yang setia,”
Aku diam saja tak berani memotong. Takut ibu tersinggung.
“Dan semenjak mengetahui kamu dan Rani sudah berhubungan jauh layaknya suami
istri, ibu jadi semakin merasakan kebutuhan akan pria. Akhirnya ibu mengamati
kehidupan kamu. Ibu mempelajari semua celah kehidupan kalian dan menemukan
bahwa kamulah tipe lelaki yang paling sempurna di mata ibu.”
“Jadi Bu… Apakah ibu akan
memisahkan kami?” sergahku.
“dengar dulu sayang, ibu tak bermaksud sejauh itu, hanya saja, ibu ingin kamu
juga membagi kasih sayang itu sama ibu,” ia mempererat pelukannya. Aku masih
terdiam tak bereaksi.
“ibu juga tak ingin merusak hubungan kalian atau melukai perasaan anak ibu
sendiri,”
“lalu apa yang harus saya lakukan Bu?”
“untuk sementara, sebelum ibu menemukan cara terbaik, kamu mau kan merahasiakan
hubungan kita ini dari istrimu?”
“iya Bu, itu pasti, mana mungkin saya bisa mengatakan hal ini pada Rani, bisa
bubaran saya”.,”
“itulah sebabnya kenapa ibu mau kamu tinggal di Jakarta menemani ibu, terus
terang ibu sangat memerlukan kamu, Bud,”
sesaat kemudian kami terdiam, aku memikirkan hal ini. Aku memang sayang pada
Rani, ia cinta pertamaku, orang yang membawaku kedalam dunia kedewasaan dan
kami sudah bertekat akan menjalani kehidupan rumah tangga setamat Rani kuliah
nanti. Tapi aku juga tak mengelak kenyataan bahwa pesona dan kecantikan calon
ibu mertuaku ini begitu hebatnya, saat ini aku bahkan tak mau memikirkan hubunganku
dengan Rani. Yang ada dalam benakku hanyalah mereguk kenikmatan dari Bu Siska
seperti ang barusaja kami lakukan, aku bahkan tak ingin ritual nikmat ini
berakhir cepat. Betah sekali rasanya berada dalam pelukan wanita paruhbaya ini.
Dan yang terpenting adalah, bagaimana lagi aku harus membalas kebaikan Bu Siska
yang telah membawaku kedalam kehidupan seperti saat ini.
Saat aku tersadar dari lamunan, tangan bu Siska telah menggenggam batang
penisku yang kembali tegang. Barangku yang satu itu memang cepat sekali bangun,
apalagi yang menyentuhnya adalah wanita idamanku ini.
“ibu mau lagi?” aku menatapnya,
“hek eh”.,” ia mengangguk senang.
“ngga disisain buat Rani?”
“hmmm, ibu tahu kamu mampu sampai enam kali sehari, jadi ibu yakin, sesampai di
rumah nanti, pasti kamu main lagi sama istrimu, iya kan?”
“koq ibu tahu sih?”
“kan sering ngintip kamu ama Rani”..,”
“haahJadiIbu
lihat apa aja?”
“banyak, dari gaya kalian, samapai berapa lama dan berapa kali sehari”,”
Gemas juga aku dibuatnya, dengan sekali gerak aku berbalik menghadap ibu dan
langsung menyerbu buah dadanya, ibu menjerit, aku tak peduli
“aaaampuuun geliii sayaaang, aaauuuhhh?”.,”
“rasain! Ini untuk ulah orang yang suka ngintip,”
Kukenyot keras buah dadanya bergiliran, kiri, kanan, kiri, kanan terus begitu,
sampai menimbulkan bercak merah cupang mulutku. Bu Siska hanya bisa kelonjotan
sambl teriak-teriak.
Kupaksa ibu berdiri membungkuk, lau dengan segera setelah kudapati liang vagina
merah itu terkuak, langsung kucoblos dan bleeessss”..aku segera mengocok keras.
Bu Siska semakin kelonjotan. Sengaja kubuka kran shower, kami main sambil
berdiri ditengah guyuran air. Ahhhh nikmatnya ibu angkatku.
Dan seperti sebelumnya, aku keluar setelah membuatnya orgasme dua kali.
Kemudian kami kembali ke ruang kerjanya, setelah mengeringkan badan, dengan
mesra aku membantu Bu Siska mengenakan pakaian kerja jas biru tua dan rok
bawahan berwarna putih itu. Entah kenapa, ketika hendak membantunya memasang
CD, ibu menolak dan langsung membantu memasangkan pakaianku yang tercecer di
meja kerjanya.
“dasar maniak, lutut ibu rasanya mau patah,” gerutunya dengan wajah lucu.
“siapa yang mulai ayo?” jawabku sekenanya sambil meremas buah dadanya.
“iiihhhh ngeriiii?”,” Ibu menjerit kecil saat tangannya balas menggenggam
punyaku.
“tahu rasa!!!” aku mengecupnya.
Bu Siska melangkah kedepan cermin lebar dan merias kecil wajahnya disana,
kupandangi wanita itu dari belakang. Luar biasa! Tubuh yang kini terbungkus
rapi pakaian kerja itu tampak begitu “menghebohkan!”, masih kuat bayangan bagaimana
sesaat yang lalu aku menggumulinya, menindihnya, menggoyangnya,
menusuk-nusukkan penisku dalam vaginanya yang oh my God, luar biasa nikmat! Tak
sadar bayangan vulgar dibalik gaun itu kembali mengundang gelak birahiku. Niat
nakalku muncul, bagaimana sensasinya kalau sekarang kusetubuhi Bu Siska dengan
tanpa melepas penutup tubuhnya itu” Ah rasanya pasti lebih nikmat, dan tanpa
penetrasipun vaginanya masih becek oleh dua kali tumpahan spermaku yang
menyembur sepuluh menit yang lalu”
“Buu”..,” panggilku
“hmmm?” ia menoleh, ah cantik sekali.
Aku mendekat dan memeluknya dari belakang, kutuntun ia berjalan kearah meja
kerjanya. Sampai disana ibu masih belum sadar apa yang akan aku perbuat.
“apa an sih sayang?”
aku tak menjawab, sebelah tanganku sudah berhasil melorotkan celana dalamku
sampai atas lutut. Dan dengan sekali dorongan lembut, posisi ibu yang
membelakangiku menjadi membungkuk dengan tangannya bertumpu pada meja. Dan
sebelum ia sempat tersadar dari ulah usil itu, aku sudah dengan secepat kilat
menyingkap rok putihnya, dan yessss!!! Cdnya belum ia pasang sehingga aku
langsung menempelkan penisku di bibir vagina Bu Siska yang masih saja
mengalirkan cairan sperma sisa tadi. Breeesss”.creeepppp”..
“aaaooooooowwwBuuudaaaaahhhhhhhhhh,” jeritnya histeris saat
tanpa memberinya kesempatan aku langsung menggenjot maju mundur.
“oooouuuufff..Buuuudiiiii aahhh ibuu gakkuaaaat..laaagii,”
Bu Siska terus
menjerit, tapi tak mampu menolak goyangan pinggulku yang menghempas di
permukaan pantatnya yang semok itu. Tanganku kedepan dadanya, meraih buah dada
yang kini masih terlapis pakaian dan BH itu.
“Ibu cantik sekali dengan baju dan rok kerja ini, saya jadi terangsang lagi,
nikmati saja bu,” aku memberikannya sejenak jeda untuk mengatur nafas.
“oohh uuuufff”awas kalau nanti Rani sudah tak lagi di rumah, kamu harus
melakukannya dengan ibu enam kali sehari juga,”
telapak tanganku menyusup lewat celah Bhnya, meremas disitu dan bergoyang maju
mundur lagi. Kali ini dengan tenaga yang lebih kuat lagi sehingga bunyi
keciplak pertemuan pangkal pahaku dan daerah sekitar vagina itu semakin
terdengar nyaring.
“oooohhhibuuuu keluuuaaar aaaahhhhhhhhh,”
aku tak ingin berlama-lama lagi dan dengan penuh semangat aku berkonsentrasi
agar secepatnya juga orgasme.
“sayaaaa juga buuu aaaaaaaaaaahhhhh,” akhirnya beberapa kali
semprotan yang keras dalam liang rahim Bu Siska mengahiri pertahananku. Kupeluk
Bu Siska dan menuntunnya ke sofa. Crooopp”..lepas sudah penisku dari liang
nikmat ibu angkatku itu, aku terduduk, Bu Siska mengambil CD yang tadi ia
kantongi.
“kan ada tissue Bu?”
“nggak sayang, ibu mau simpan bekas spermamu di CD ibu ini, supaya kamu nggak
bisa lupa sama ibu, hihihi”..,”
“ibu bisa aja,” aku menciumnya. Ibu membalas dan kami berdekapan lama sekali.
Jam telah menunjukkan pukul 4 sore. Tak terasa sudah 3 jam lebih kami bermain.
Aku lelah sekali. Kami santai sejenak minum energy drinks dari minibar Bu
Siska. Tiba-tiba Hpku berdering, kulihat nomor Rani di monitor.
“iya say?”
“nggak ini aku baru nyampe di kantor ibu, aku numpang ibu aja, kebetulan ibu
minta bantuan buat beli tinta printer tadi, Jadi aku mampir ke Com center
dulu,” seperti dugaanku, Rani pasti penasaran dan menelpon karena tak biasanya
aku belum pulang sore hari.
“Iya, ntar aku pesan sama ibu, kamu sehat kan say?”
“Iya, I love you too, daaaahh,” kututup HP.
“Yeee”mesranya, Ibu jadi cemburu,” goda Bu Siska.
“Eh, bu. Rani pesan sate senayan tuh, ngidam katanya,” candaku.
“Wuiiihh..kamu pintar banget
bo”ongnya Kemarin kan Rani datang bulan, masa sekarang ngidam, weeekkk,” Ibu
mengejek.
“Iya iya tapi sate senayannya beneran lho,”
“Ok, deh. Ntar kita mampir ke resto, yuuk dah sore nih, ntar istrimu cemberut
lagi,” Ibu menarik tanganku ke arah pintu.
Ternyata benar juga kata Bu Siska kalau aku ini memang hiper! Buktinya waktu di
mobil, padahal aku Cuma ngelirik betisnya aja sudah langsung on! Jadi sepanjang
jalan ke rumah, aku dipelototin terus oleh Bu Siska yang takut kalau mang sopir
yang duduk di depan itu curiga pada ulah tanganku yang suka menyusup ke selangkangan
ibu.
Sampai dirumah, aku masih “on” gara-gara terangsang betis Bu Siska. Ketika Rani
membuka pintu kamar, aku langsung menerkam dan menggumulinya. Dan jadilah aku
bertempur untuk keempat kali dalam sehari ini. Luarbiasa, spermaku masih
sanggup membanjiri vagina Rani sehingga ia tak curiga samasekali kalau sebagian
besar spermaku sudah tumpah dalam rahim ibunya dari siang sampai sore ini.
Dua minggu
kemudian, aku dan Rani membuat kesepakatan tentang study kami. Tepat seperti
yang diinginkan Bu Siska, aku tetap di Jakarta dan Rani menyusul Mbak Rina ke
London. Otomatis hari-hari sebelum keberangkatannya tiba, aktivitas seksual
kami meningkat tajam, setiap pulang sekolah, aku dan Rani langsung mengurung
diri di kamar. Kami menumpahkan semua hasrat yang ada. Ibu malah sengaja
menjadwalkan diri keluar daerah, sehingga di rumah hanya ada aku dan Rani.
Lainnya para pembantu yang tinggal di kamar belakang kebun rumah kami. Jadi
selama dua minggu itu pula aktifitas seks ku dengan ibu jadi tidak ada. Sebelum
pergi ke luar kota, ibu malah berpesan agar aku puas-puasin dulu dengan Rani
karena kami tak bisa mengantarnya ke London. Aku harus sibuk mengurus
pendaftaranku di Universitas Indonesia.
Hari terakhir menjelang keberangkatannya, aku dan Rani melakukan persetubuhan
yang begitu romantis. Kami berdua berjanji akan memelihara benih kasih sayang.
Rani malah bilang hanya kematian yang dapat memisahkan kami. Aku terharu
sekali, sekaligus merasa berdosa padanya. Bagaimana tidak, sejak pertamakali
bersetubuh dengan ibunya aku hampir setiap minggu pagi, saat Rani olahraga, Bu
Siska selalu minta “jatahnya”. Aku bingung, satu sisi aku menyayangi Rani
sebagai istriku, tapi disisi lain harus juga kuakui bahwa pesona dan kasih
sayang Bu Siska padaku juga tak dapat kutolak. Sentuhan hati dan tubuh wanita
paruhbaya itu begitu membutakan mata hatiku. Namun sebagai manusia yang
pragmatis, aku jalani saja keduanya. Mereka punya kelebihan masing-masing, Rani
punya kemaluan yang menjepit sedangkan Bu Siska punya permainan yang kreatif,
vagina empot-empot. Dua-duanya menyayangi aku.
Hari minggu sore, Aku dan Bu Siska mengantar Rani ke Bandara. Dalam perjalanan,
Rani seperti tak mau melepaskan pelukannya padaku. Dan saat memasuki ruang
tunggu keberangkatan, ia menciumku sambil menangis. Setelah juga mencium
ibunya, Rani berlalu sambil menunduk, aku melambaikan tangan hingga Rani
menghilang dibalik pintu garbarata.
Sampai hari ketiga sejak kepergian Rani, aku mencoba mengurangi perasaan gundah
dengan menyibukkan diri, jadwal pendaftaran mahasiswa baru cukup membantu. Ibu
membelikan aku sebuah BMW yang kukendarai sendiri kemana-mana. Siang setelah
acara pendaftaran, aku berkunjung ke rumah teman-teman SMA seangkatanku. Sore
hari aku pulang dan biasanya langsung menyendiri di kamar, memandangi foto-foto
Rani dan aku yang memenuhi beberapa sisi kamar kami. Aku jadi banyak melamun di
malam hari, padahal ujian tes masuk perguruan tinggi tinggal seminggu lagi. Bu
Siska seperti mengerti kalau perasaan sedihku bulum habis, ia tak mau
menggangguku. Kami hanya ngobrol waktu sarapan pagi, sebelum ia pergi ke
kantor. Tapi lama-kelamaan aku jenuh juga, kupikir tak ada gunanya sedih
berkepanjangan.
Malam keempat, aku mencoba turun ke lantai dua, ke kamar ibu. Kulihat ia telah
lelap tertidur pulas. Lelah dari seharian bekerja rupanya, aku mencium
bibirnya. Kupandangi wajah manis yang kini tertidur lelap itu, cantik, elegan
dan begitu menggoda birahi. Perempuan sempurna dengan buah dada besar yang
telah berulangkali memberikan kepuasan seks berbeda dari apa yang kudapatkan
dari anaknya. Yah, anaknya, anak yang lahir dari rahim melewati vagina yang
begitu nikmat, yang terus terang saja mungkin terindah bentuknya dengan hiasan
bulu-bulu lebat pertanda pemiliknya berlibido tinggi, bersih dan tentu saja
terawat. Selalu mengundang nafsu untuk menyentuhnya, menmpermainkan jari di
celahnya, menjilatnya dan memasukkan penis kedalamnya. Huuuhhhh”aku jadi tegang
sendiri. Kubaringkan tubuhku di depannya, langsung mendekap. Ibu belum bereaksi
ketika aku juga menyingkap selimut tebal itu, kupeluk tubuh bongsornya sambil
menggesek-gesek buah dadanya yang hanya berlapis baju tidur tipis itu. Dengan
lembut aku mengecup bibir sensual Bu Siska.
“mmmmm..hhuuuufff” ibu membuka mata tersadar akibat ciumanku tadi. Ia balas mencium
dan memelukku.
“belum tidur sayang?”
“Ngga bisa tidur, Bu?”,”
“iya ibu ngerti?..,jam berapa ini?” tangannya menggapai
switch lampu kamar di samping tempat tidur. Dan jelaslah sudah pandanganku. Bu
Siska dengan baju tidur sebatas dada kini tergolek semakin merangsang.
Kemaluanku sudah tegang dari tadi, sejak melihat buah dada ibu yang putih mulus
dan besar itu. Aku langsung menjamahnya, melepas tali pengikat daster itu dan
uhhh”.seperti bayi yang kehausan, aku langsung menetekinya.
“kamu suka sekali susu ibu, sayang?” Bu Siska membelai kepalaku dengan
lembutnya. Aku tak mampu menjawab, karena mulutku sibuk menggilir payudaranya
kiri dan kanan.
?”ssssshhhhh”..mmmmm”..,” desisan Bu Siska mulai terdengar. Keciplak bunyi mulutku
yang menyedot putting payudaranya berpadu suara nafas ibu yang mulai memburu.
“tumpahkan semua nafsumu sama ibu, say. Malam ini ibu akan layani kamu sampai
kamu benar-benar tidak mampu lagi”.uuuhhhh”ssshhhhh”.ooouuuhhhh”..,”
Akhirnya memang pesona dan keindahan tubuh Bu Siska mampu membawaku menjauh
dari ingatan kepada Rani. Wanita paruhbaya itu kini benar-benar bak dewi asmara
yang membutakan nurani. Tubuh bongsor dengan payudara besar itu terus
mengundang lidah dan mulutku untuk menjelajahi centi demi centi setiap
permukaannya yang lembut dan halus. Sementara pemiliknya seperti tak mampu
mengeluarkan suara selain rintih dan desah nikmat yang terus saja mengundang
birahiku untuk meraup semua kenikmatan seksual darinya. Bahkan ia yang jauh
hari sebelumnya kutahu adalah wanita penuh sopan santun dan cenderung sedikit
aristokrat , kini tak tanggung-tanggung lagi mengeluarkan semua kosa kata jorok
untuk sekedar mengimbangi kenikmatan dari permainan haram antara anak dan ibu
angkatnya ini.
“Oooouuhhhh..jilaatinnnnnmemek.ibuuuu sayaaangoooohhhh”
“iyaaaahhhbuuuu,” srupppp..aku asik menjilati bibir vagina berdinding merah itu.
“ooohhhh....ibuuu mauu Keluar.aaahhhh..sedooootttt.itil
ibuuu.,” ibu menjerit histeris,
pertanda orgasmenya tiba. Padahal baru 10 menit saja aku menjilati kemaluannya.
Mungkin sedotanku yang keras dan bertubi-tubi pada clitorisnya yang menyebabkan
ibu secepat itu. Pahanya menjepit kepalaku keras, sampai sesak nafasku
dibuatnya. Hanya sesaat, lalu melemah dan aku kembali dengan perlahan menjilati
cairan yang mengalir dari rahim ibu, kutelan habis seperti orang yang kehausan.
“oooohhh..sayang, ibu nggak
tahan, maaf ya.. Sekarang
giliran ibu yang memuaskan kamu. Sini sayang, ibu mau coba penis kamu”..,”
“iiihh ibu, jorok ngomongnya!” sahutku sambil mencubit. Tapi aku tak menolak
saat ibu meraih batang kemaluanku mendekat ke arah wajahnya, kini aku berdiri
di lututku, menyodorkan penis besar dan keras itu ke wajah ibu yang sudah
menganga. Kedua tanganku malah berpegangan pada kedua belahan dada yang empuk
itu. Sambil meremas-remas lembut.
“kan sekarang ibu istri kamu?”hmmm?” ibu langsung menyambut dengan mengulum
batang itu, mengocok dengan jari-jari lentiknya dan “.
“aaaauuuh ibuuu.. ennnaaakkkkhhh,”
sreeppp”..prrrrrtttttt”..clik clik clik bunyi penisku yang disedot mulut seksi
Bu Siska.
“ooouuhhhoooohhhhhhh,” jeritku tak henti menikmati permainan lidah ibu yang
menggelitik permukaan tepat di bawah kepala penisku. Tanganku semakin keras
pula meremas buah dadanya. Aku berteriak sambil mendongak ke atas, ibu terus
menyedot sambil menatap tingkahku yang seperti orang kesetrum listrik ribuan
volt. Wajah cantik itu semakin menggairahkan dengan mulut yang penuh sesak oleh
penisku. Tiba-tiba crooop”ibu menghentikannya.
“oouuhhhhfff”.kenapa bu?” aku yang tanggung.
“ibu mau lagi”.., nggak tahan liatin kamu keenakan sendiri.
“ Baik bu,” aku langsung berpindah karena ibu melepaskan penisku dari
genggamannya
“ibu diatas sayang, biar kamu puas mainin susu ibu,”
“ibu tau aja selera saya”,”
“iya harus dong, masa sih ibu ngga mau tahu kesukaan kamu, kamu kan sudah
sering memuaskan ibu, adil kan kalo sekarang ibu berusaha memuaskan kamu?” aku
rebahan di tempat tidur, telentang dengan penis yang tegang mendongak. Sejenak
ibu menggenggamnya dan memandang heran.
“pantesan ibu merasa sakit waktu pertama kali kita main, ukurannya segede ini,
hiiiihh ngeri aaahhh”..,”
“tapi ibu suka, kan?”
“iya dong, kalo tidak suka, ngapain juga ibu minta terus, ayo ah, udah nggak
tahan,”
ia langsung berjongkok dengan paha tepat diatas pinggangku. Tangannya
mengarahkan rudal besar dan panjang itu tepat ke depan bibir vaginanya yang
berbulu lebat sekali. Ibu menurunkan pantatnya, penisku masuk dengan lancar
karena kemaluan ibu rupanya masih becek sisa liurku dan air maninya waktu
kujilat tadi. Ia sedikit membungkuk mendekatkan susunya ke wajahku, aku
langsung meraih, sebelah kiri dengan tangan kananku dan yang kanan dengan
mulutku. Ibu langsung menggoyang naik-turun. Matanya nanar membiaskan nafsu
birahi yang begitu dahsyat, pantatnya menghempas pahaku yang menimbulkan bunyi
keciplak becek kemaluan kami yang saling terpaut dan menepuk.
“Auuuuffff..hmmmmm”enaakknyasayaaang..ooohhhh ,”
“iyaaahhhhbuuu..ssshhhhhhooohhh..ibuuuuu..,”
“hhhhniiikkmaaaatnyakontoool kamuuuu..buuuddd aaahhhh,”
ibu rupanya tak lagi canggung mengucap kata-kata jorok tentang kemaluan kami.
Desahannya pun semakin histeris. Apalagi saat aku dengan keras meremas buah
dadanya yang besar itu.
“ooohhhh..memek..ibu jugaa.enaaaak” balasku
mulai ikutan tak kalah jorok.
ibu menghempas keras”plaaakkk!!! Plaaakkk!!! Creekkk”creeekk”sreeep
aku mendorong keatas, sreepppp”blesss..sreepp”blesssibu meraih tanganku yang terlepas dari
remasan susunya, kupintir-pintir
putting susunya, ibu sampai terpejam sambil terus berteriak.
“remessshhhhsusu ibu saaayyy,”
Ibu merubah posisi, badannya menghadap samping, waktu menyamping tadi luar
biasa nikmat gesekan vaginanya, kontolku seperti dipelintir.
“oohhibuuu.enaaakkh”,”
jeritku tertahan seketika karena tanpa jeda sedetikpun ia langsung menggoyang,
kali ini berputar sehingga vaginanya seperti menyedot kemaluanku. Aku takmau
kalah, kutarik putting susunya sebelah kiri hingga ibu berteriak dan semakin
kencang bergoyang.
“ooooohhaaauuuhh..piiiintttaarkamu..,”
Ganti gaya lagi, setelah 10 menit begitu. Bu Siska menindihku sekarang, dengan
pelan ia menggoyang pinggulnya. Aku asik meremas buah dadanya sambil mengadu
lidah kami, saling sedot.
“enaak..saaayaaangg?” desahnya bertanya
“hooohhh.. enaakkk baaangeetuuhhh buu..memek ibuu
bener-bener nikmaaatooohhh..”
“kontol kamu jugaooohhhh nikmaatibuuu sukaa bangeeett”
“aduh sayang.. ibu mauuuuu
keluaaarooohhhh..,” vaginanya menjepit, pelukannya semakin erat, aku tahu itu
tandanya ibu sebentar lagi akan muncrat
“ayooobuuuu..aaahhh..”
“pindaah sayang, kamu diatas, ayooohhhh tindih ibu”
ia meminta aku
diatas, mungkin supaya lebih keras genjotannya. Kuturuti perintahnya, langsung
kami bergulingan, masih berpelukan. Bu Siska kini di bawah, pahanya
diangkat-angkat tinggi agar kemaluanku semakin mudah menusuk, lututnya sampai
menyentuh buah dada.
aku mempercepat...dan tiba
saatnya bagi Bu Siska, menegang, melepas cairan dalam rahimnya, melumuri
sekujur penisku yang masih mengganjal dan menusuk-nusuk.
Akhirnya
beberapa detik setelah itu melemas. Aku masih mengocok meski pelan, kecantikan
wajah alami di depanku ini
membuat birahiku takkan pernah padam.
“shhhh”.ooohhh geliiiii sayang, geliii.hhhh stop dulu stop dulu say, ibu
istirahat dulu uuhhhnikmatnya.,” Bu Siska merintih kegelian merasakan
desakan penisku yang tak kunjung jeda. Tangannya merangkul pinggangku dan
mengeratkan pelukannya, pahanya menjepit sehingga aku sulit bergoyang.
“aah ibuuuu.,” aku senewen juga karena tanggung, padahal saat itu penisku
sedang tegang-tegangnya mengganjal. Terpaksa kuhentikan juga karena ibu terus
merengek manja.
“maapin ibu say, ibu nggak kuat layani kamu..,” Bu Siska mencoba menghibur
dengan menciumku.
“saya tanggung bu”,”
“ya sudaaahntar ibu kasih lagi, tapi kasi ibu waktu beberapa menit aja ya?” katanya
seraya melepaskan pelukan. Badannya digeser ke samping, otomatis penisku
terlepas, ibu sampai terpejam meresakan gelinya.
“huuuuooohh..giliran ibu deh yang
nggak sanggup, padahal dulu waktu pertama kali kepingin sama kamu, ibu sampai
mimpi bisa lama-lama mainnya, say.,”
Bu Siska
berkata sambil berbaring disebelah kananku. Kami sama-sama menghadap ke atas,
memandang langit-langit kamar ibu yang luasnya dua kali kamarku itu.
“Sejak kapan sih ibu punya keinginan begini?”
“sejak lama..,waktu tahu suami ibu selingkuh sama cewek lain,”
“maksud ibu sejak tahun lalu?”
“nggak say, jauh sebelumnya..kira-kira lima tahun
yang lalu, waktu ibu pertama ngajak kamu ke Jakarta,”
“Haaah?” aku terkejut
“waktu itu kan, saya masih SMP bu?”
“yaaahhitulah sebabnya waktu itu kamu masih terlalu muda sehingga ibu nggak tega
minta itu sama kamu,”
“trus.. Hmmmmkenapa sekarang ya, bu?” aku penasaran
juga, jawaban Bu Siska tadi membuat aku berfikir untuk mengetahui pandangannya
tentang aku, yang utuh dan jujur. Tentu ini menarik karena bagaimanapun
kuanggap ini adalah peristiwa yang sangat berarti bagiku, yang telah merubah
hidup dan pandanganku tentang wanita. Terutama perspektifku terhadap hubungan
seksual. Sampai-sampai aku lupa kalau belum “tuntas”
“Boleh ibu say?” Ibu bertanya,
“itu yang ingin saya dengar, bu, tapi..hmmmmm,”
aku ragu mengatakannya,
“apa sayang?” ia mengecup bibirku
“Mau lagi ya?” rupanya Bu Siska tahu juga. Mungkin karena dirabanya penisku
yang tegang itu. Aku tak menjawab, kubiarkan ibu men-service aku kali ini.
“kenapa diam aja say?”
“kan saya belum keluar bu, boleh kan?” aku merajuk sambil kembali menindihnya.
“ iya sayang, ibu juga nggak mau kamu nanggung gitu, ayo sayang..,ini yang ibu suka
dari kamu.mainnya selalu panaassooohhhh sedoott susu ibu saaay..”
Jadilah kami bertempur lagi, hasilnya kali ini kami keluar bersamaan, ibu yang
duluan menyembur, aku menyusul beberapa detik setelah itu. Aahhh nikmatnya Bu
Siska, ibu angkatku,
Kekasih gelapku!
TAMAT