Senang sekali rasanya sekolahku dipulangkan lebih awal dari biasanya karena guru-guru akan mengadakan pertemuan dengan wali murid kelas 1. Aku sendiri sudah kelas 2. Jam tangan yang kupakai menunjukkan pukul sepuluh tepat. Ingin segera kulahap habis novel serial Agatha Christie yang baru kupinjam dari Rina, teman sekelasku. Aku cepat-cepat pulang. Berbeda dengan beberapa temanku yang berencana untuk keluyuran di Malioboro. Aku sendiri nggak suka keluyuran dengan seragam sekolah.
Akhirnya aku sampai di rumahku di sebuah kawasan perumahan elit. Aku hanya bisa menyebutkan bahwa nomor rumahku adalah nomor 6 atau 9. Kenapa begitu. Kadang ada orang iseng yang membalik papan nomor rumahku yang kebetulan dibuat oleh papaku dan dipasang di pintu pagar. Nomor rumah yang tidak bisa diubah adalah yang terpasang di tembok samping pintu. Hanya kecil.
Rumahku terletak di pojok barat daya sehingga pintunya ada dua. Pintu yang menghadap selatan adalah pintu pagar kecil selebar sekitar satu meter yang disampingnya dipasangi saklar untuk bel yang terkadang rewel. Sedangkan pintu yang menghadap barat adalah pintu pagar selebar 3 meter yang berhubungan dengan garasi yang letaknya 5 meter di depannya.
Di carport depan garasi telah ada sebuah Suzuki Karimun abu-abu milik kakakku, Mbak Sari. Itu berarti kakakku yang kuliah semester 6 pada suatu PTN di Bandung sedang pulang. Aku punya kakak satu lagi. Mas Wawan namanya. Dia duduk di kelas 3 pada sebuah SMU unggulan di Yogyakarta. Karena prestasinya dia dikirim ke program pertukaran pelajar ke Australia.
Aku biasa masuk dari pintu pagar besar ini. Lalu aku masuk rumah melalui garasi yang terbuat dari kayu. Setiap rumahku kosong, hanya pintu garasi yang dikunci dari luar dan kuncinya di sembunyikan pada suatu tempat yang aman di halaman rumah. Hanya penghuni rumahku saja yang tahu tempat itu.
Ruang garasi kosong melompong. Honda Civic hitam yang biasa dibawa Mamaku ke kantornya di sebuah instansi pemerintahan provinsi DIY tidak ada. Papaku sendiri bekerja di Semarang dan hanya seminggu sekali pulang. Tidak ada pembantu di rumahku. Karena hanya aku dan Mamaku yang tinggal sehingga tidak begitu repot dalam mengurus rumah.
Aku lalu masuk ke ruang keluarga yang terdapat tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas. Dari ruang ini kudengar suara-suara yang aneh dari lantai atas, pelan-pelan aku naiki anak tangga satu-persatu. Lima anak tangga lagi aku sudah sampai di lantai atas. Dari situ aku sudah bisa melihat sumber dari suara-suara yang aneh itu.
Maaf. Kutahan dulu rasa penasaran pembaca . Aku lupa belum memperkenalkan diri. Namaku Eka Susanti dan biasa dipanggil Santi. Aku masih sekolah di sebuah SMP favorit di kawasan Yogyakarta bagian utara. Mungkin hanya itu saja dulu salam perkenalan dariku. Bagi yang ingin berkenalan lebih%