Sambungan
Lalu tante
Vera menerangkan, dia menikah dengan papaku karena memang cinta dengan papaku,
bukan untuk kekayaannya. Secara ekonomi keluarga tante Vera juga berkecukupan.
Awal perkenalan mereka karena tante Vera dulu adalah sekretaris di salah satu
perusahaan rekanan papa, kebetulan waktu itu papa ada urusan bisnis yang
lumayan sering, jadi sering bertemu dengan tante Vera. Awalnya tidak ada
apapun, hanya sebatas bicara biasa saja, lama – lama mulai tumbuh perasaan di
antara mereka. Tante Vera yang saat itu usia 24 tahunmenemukan sosok pria yang
penyayang, sabar dan memanjakan dalam diri papaku. Sedang papaku katanya merasa
seperti remaja kembali, apalagi dulu perkawinannya dulu dengan mama kan karena
perjodohan, jadi beda dengan suasana saat dengan tante Vera. Tante Vera
bukannya tidak tahu papa sudah berkeluarga, ketika hubungan mereka sudah
semakin akrab, tante Vera mencoba menjauh, namun papaku tidak mau. Kata papa,
hubungannya dengan tante Vera memberikan rasa nyaman bagi dirinya, karena beda
dengan mama yang mandiri, dengan tante Vera yang masih remaja, papa bisa
memanjakannya, juga merasa lebih bisa mengekspresikan diri, dari awal hubungan
semuanya dijalankan sepenuhnya sendiri, beda dengan suatu perjodohan, secara
kata sulit dijelaskan, namun papaku merasa hidup memang terasa indah saat itu.
Akhirnya papa mengajak tante Vera menikah, dan tante Vera MENOLAKNYA mentah –
mentah, dengan alasan tidak sepatutnya dia merusak rumah tangga orang lain.
Tante Vera lalu berhenti kerja dan pindah tempat tinggal. Saat itu papa seperti
kehilangan arah, dan menjadi pemarah, yang dilampiaskan ke mama di rumah. Tanpa
tahu alasannya mama selalu dimakinya. Yang tante Vera tahu, papa menyewa orang
untuk mencari keberadaannya, akhirnya papa berhasil menemukan tante Vera
kembali. Kembali mengajak menikah, tante Vera setuju dengan syarat mendapat
restu istri pertama. Papa kemudian bilang bahwa istri pertamanya yaitu mamaku
setuju, yang ternyata BOHONG belaka, karena akhirnya memang tak lama merekah
menikah, papa dan mama bercerai, karena mama memang tidak mau dimadu, dan
memilih diceraikan. Akhirnya tante Vera tahu dari papaku bahwa mama memang
tidak setuju dan mengatakan papa boleh kawin lagi asal menceraikannya. Jujur
saja saat itu tante Vera merasa bersalah dan menyesal, namun terlalu malu untuk
menemui mamaku, belum lagi bila melihat sikap mama, aku dan kak Erni, makin
hilang saja keberaniannya. Akhirnya dijalanilah rumah tangga mereka, memang
papa menyayanginya. Walau begitu papa tetap gila kerja, kadang lupa waktu,
bahkan memang tahun – tahun belakangan ini kesehatannya memang mulai menurun.
”Jadi seperti itulah, Wan. Tante mengatakan sejujurnya, dan memang menyesal
saat tahu yang sebenarnya, tapi tante memang tidak punya keberanian menghadapi
kalian.”
”Ngg....Irwan percaya kok.”
”Tante benar – benar minta maaf....”
”Nggak apa – apa, kini Irwan sudah tahu alasannya, memang konyol, tapi bisa
saja. Irwan paham posisi tante Vera.”
”Ya...semoga bisa membuat Irwan lebih mengerti.”
”Memang papamu selalu menyayangi tante, memanjakan dan membahagiakan tante,
namun dalam hati kecil tante selalu merasa ada rasa bersalah.”
”Sudahlah tan....., yuk ke dalam lagi.”
”Terimakasih ya Wan, kini tante merasa lebih lega.”
Lalu tante Vera mengecup pipiku, dan kami segera m*****kah kembali ke dalam RS.
Setelah hampir 1,5 bulan papa akhirnya diperbolehkan pulang, dokter melarang
keras untuk bekerja. Papa masih memakai kursi rodah karena tubuhnya dari
pinggang ke bawah masih lemah, kemungkinan untuk berjalan normal kembali bisa,
tapi tidak dalam waktu dekat, dan juga harus menjalani terapi yang lama dan
panjang. Ekspresi wajahnya agak kaku dan tampak kosong, bicaranya juga terbatas
tidak bisa terlalu cepat dan agak gagap, namun bisa mengerti dan menjawab bila
berkomunikasi. Tante Vera memutuskan tidak memakai tenaga perawat di rumah, dan
memilih melayani dan merawat papa. Tante Vera juga mengatakan padaku agar juga
sering datang menemani papaku, mungkin bisa membantu kesehatannya. Aku hanya
mengiyakan.
Sudah 2 minggu papa pulang ke rumahnya. Siang itu aku baru saja dari rumah
tante Ani, biasa habis minta jatah Nenen..hehehe, kini aku berbaring di
kamarku. Berpikir....merangkai informasi sambil memutuskan apa yang harus
kulakukan. Kini aku sudah tahu alasan papa menceraikan mama. Tentu mama tidak
kuberitahu. Nanti aku hanya perlu mencoba menanyakan kebenarannya pada papa.
Sekarang aku coba berpegang pada keterangan tante Vera dulu. Coba aku pikirkan
kembali, ternyata memang papaku itu sungguh konyol dan tidak peduli dengan
keluarganya, apanya yang lebih baik...dasar sudah tua masih saja puber, entah
apa yang ada di otaknya saat itu, apa yang kurang dari mamaku...??? Sepintas
memang simple saja, tapi itulah misteri hidup, kadang hal yang tidak masuk akal
bagi orang lain, bisa saja terjadi, kalau pria sudah suka dan jatuh cinta,
apapun alasannya pasti akan dia usahakan terus sampai dapat. Sial, kenapa
setelah paham kondisinya, rasa benciku makin meningkat, tidak puas bila tidak
membalas.....sejauh ini aku telah menahan diri, mencoba sebaik mungkin
menunjukkan perhatianku saat papa sakit, padahal hatiku kesal sekali. Papa
sendiri merasa senang dengan kehadiran dan perhatianku selama ia dirawat di
rumah sakit. Walau saat ini aku sudah jauh mengenal dan merasa tante Vera
orangnya asik juga, namun tetap saja dalam lubuk hatiku, aku merasa tante Vera
juga punya andil bersalah. Kalau dia berkeras tidak mau kawin sama papaku pasti
bisa, kalau memang ia berkeras hati. Ah...pusing jadinya,lebih baik aku ke
rumah mereka. Kutelepon mama, aku katakan bahwa aku mau pergi ke rumah teman,
jadi pulang agak malam. Segera kuambil kunci motorku, ya berangkat dulu.....
”Hai Wan, tumben siang – siang gini datang.”
”Iya, tante Vera, mau nengok papa.”
”Oh, kebetulan papamu baru bangun tidur, sekarang lagi di teras belakang.”
”Iya aku ke sana dulu.”
Lalu aku menuju teras belakang, papa sedang duduk diam, melihat tanaman.
Melihatku datang papa tersenyum. Singkat kata aku berbasa – basi menanyakan
kondisinya, mengobrol sedikit beberapa hal. Bicaranya sudah sedikit lebih
lancar, tidak terpatah – patah seperti dulu. Setelah puas berbicara, aku bilang
selama ini aku ada pertanyaan yang ingin kutanyakan, tentang kenapa papa
menceraikan mama. Mulanya mungkin papa terkejut dan sungkan menjawab, namun
kubilang aku terus menyimpan pertanyaan ini selama ini. Akhirnya mungkin juga
karena papa senang dengan aku yang mulai dekat dengannya, papa menjawabnya dan
menjelaskan hal yang kurang lebih sama dengan yang Tante Vera pernah jelaskan
padaku. Namun papa juga menambahkan bahwa saat itu entah kenapa perasaan dan
cintanya ke mama menjadi luntur, di matanya apa yang mama lakukan sepertinya
salah. Mungkin karena saat itu papa sedang jatuh cinta ke wanita lain. Di akhir
penjelasannya, papa menerangkan, saat ini sesal juga tiada arti, masing –
masing telah menempuh jalan hidupnya.
Aku hanya diam saja, berpikir, segampang inikah dia bilang...??? Jalan hidup
pilihan masing – masing. Hei...bukn pilihan masing – masing, kamu yang
membuatnya, mama tidak memilih jalan hidup ini secara sukarela, tapi karena
kondisi yang kamu sebabkan. Gila, perasaan dan cinta yang luntur, huh...tai
kucing, itu Cuma pembenaran diri saja. Aku mencoba mempertahankan ekspresi
mukaku tetap dalam posisi biasa, lalu aku bilang terimakasih karena sudah mau
menjelaskan. Papaku bertanya apa aku tidak marah, aku menjawab dengan memakai
istilahnya sendiri
”Seperti papa bilang, ini sudah jalan hidup masing – masing. Nah sekarang papa
mau ke dalam atau mau tetap di sini...?”
”Papa di sini saja Wan, sejuk dan nyaman.”
”Baiklah, kalau nanti mau masuk panggil saja ya.”
Lalu aku masuk ke dalam, kulihat tante Vera sedang duduk membaca koran,
melihatku masuk, ia letakkan korannya dan menyuruhku duduk. Tante Vera
mengenakan daster yang cukup longgar, namun tetap menonjolkan lekuk tubuhnya.
Ia bilang tunggu sebentar, ia buatkan kopi dulu. Tak lama ia datang membawa 2
cangkir kopi dan kue, lalu kembali duduk dan mulai berbicara denganku, cukup
akrab dan ceria, sedikit banyak kami mulai menanyakan hal – hal yang pribadi
dan sedikit ngelantur.
”Iya lho Wan, kamu kan masih muda, wajah oke, bodinya athletis, berkecukupan,
masa belum punya pacar sih. Apa mau tante cariin...???”
”Mungkin memang belum ada yang cocok dan nyantol di hati. Memangnya kalau tante
mau bantu cariin, tante tahu tipe yang Irwan suka...?”
”Iya juga ya, hehehe, memangnya yang kamu suka yang seperti apa Wan...?”
”Ya... yang seperti tantelah.”
”Ah, kamu ini ngeledek tante saja, mentang – mentang tante sudah tua.”
”Nggak serius kok, lagian tante kan masih mudah, tua darimana...???”
”Ah sudahlah, tante jadi malu.”
”Benar kok tan, jangan marah ya, Irwan terus terang saja, tante Vera itu cantik
dan seksi kok. Apalagi umurnya juga masih 30an kan...? Bukannya tidak
menghormati papa yang sedang sakit, tapi sedikit banyak Irwan ngerti lah.”
”Lho apa hubungannya dengan papamu..?? Ngerti apaan sih Wan...??”
”Maaf ya tan, tapi Irwan memang kalau ngomong blak – blakan, pastilah usia
kayak tante masih butuh hubungan seks, namun dengan kondisi papa yang sakit
pastinya sedikit banyak membuat tante tersiksa. Ini nggak ada hubungannya
dengan cinta atau komitmen rumah tangga, ini memang kondisi pasti melihat
keadaan. Duh...maaf , tan, jadi ngelantur, tante nanyain soal pacar, kok malah
Irwan jadi ngomongin yang lain. Tapi harap maklumlah habis tantenya bilang
tante sudah tua, jadi Irwan bicara apa adanya.”
Memang aku lagi ngebokis sedikit, sambil cari – cari info, dan aku yakin caraku
yang sedikit guyon dan blak – blakan cocok dan sesuai dengan kondisi. Dan
memang tante Vera juga kulihat tetap rileks dan tidak marah, mungkin karena
usianya juga belum terlalu tua.
”Duh, kamu ini, kayak yang sudah paham saja. Tapi ya, tante juga suka sama kamu
yang blak – blakan kayak gini. Jadi tante juga nggak merasa canggung, semua
yang kamu katakan itu memang ada benarnya kok, tante nggak perlu bohong.
Apalagi 2 tahun belakangan ini memang papamu kerja terus lupa waktu, juga
kondisi kesehatan papamu sudah menurun, sebagai wanita tentu saja berpengaruh
ke tante, tapi tante terima karena memang kondisinya begitu. Sudah ah, ganti
topik yang lain sajalah...”
Akhirnya kami meneruskan membicarakan hal lain, setelah beberapa lama, papa
memanggil dan ikut bergabung. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang, menolak
diajak makan bersama. Aku pamit sama papa, lalu sebelum aku pulang tante Vera
memelukku, pelukkan biasa dan wajar, terasa sedikit teteknya yang kenyal di
badanku...hehehe, lalu mengecup pipiku, mengucapkan terimakasih sudah mau
mampir. Papa senang melihat aku juga sudah mulai akrab dengan istrinya. Lalu
akupun pulang.
Sesampainya di rumah, sekitar jam 7an, mama sudah pulang dan sudah menyiapkan
makan malam, setelah makan, aku mandi, nonton TV, lalu malamnya kembali
bercinta dengan mama. Setelah selesai bertempur bersamaku, mama tertidur. Aku
belum bisa tidur, sambil jariku memainkan puting dan membelai – belai tetek
mama, aku mulai berpikir menarik kesimpulan, jadi kini aku sudah paham
alasannya, kenapa papa menceraikan mama, sudah mengerti betapa tidak jelasnya
papaku memperlakukan keluarganya demi cinta barunya. Juga sudah mendapat info
mengenai kondisi terkini tante Vera. Kini semua alasan, jawaban dan informasi
sudah kudapat, tinggal melaksanakan pembalasan. Tadinya aku yakin kalau aku mau
sabar sedikit lagi, tetap bisa kujalankan rencanaku, namun karena rasa dendamku
yang timbul karena mendengar pengakuan papaku, ya pakai cara paksa deh, toh
pasti akan bisa kutaklukkan juga. Nggak perlu cara halus, kelamaan prosesnya.
Aku kini tersenyum senang. Ugh...gairahku naik lagi, kembali aku menggarap
mamaku.
Paginya aku sengaja bolos kuliah, hari ini akan kumulai pembalasanku. Mama
sudah berangkat kerja. Aku telepon tante Vera, kubilang hari ini aku libur
kuliah, jadi boleh tidak aku main ke rumahnya sekalian temani papa , tante Vera
senang sekali dan mempersilahkanku datang. Segera aku sarapan, mandi dan
berangkat. Sesampainya di sana, papa nampak sedang menonton TV di ruang tamu,
tiduran di sofa panjang, kursi roda di sampingnya. Aku sapa papa, lalu
menemaninya. Kulihat tante Vera keluar dari kamar, kamarnya menghadap ke ruang
tamu, memakai daster yang sedikit lebih pendek dari kemarin, agak ketat dan
tanpa lengan, hmmm.....terlihat menangtang. Tante Vera menyapaku, lalu menemani
mengobrol sebentar, menanyakan aku mau minum apa. Tak lama tante Vera bilang
mau ke depan sebentar belanja untuk memasak. Hampir satu jam kemudian kulihat
papa tertidur, aku matikan TV, dan segera berdiri menuju ke belakang, kulihat
tante Vera sedang duduk di bangku kecil, mengupas sayur. Aku ikut duduk dekat
situ menemani sambil mengobrol. Sesekali mataku mencuri pandang ke arah
pantatnya, teteknya yang terlihat menonjol besar di balik dasternya. Tante Vera
terus saja mengupas sayur sambil mengobrol. Akhirnya, tante Vera berdiri,
mencuci sayuran, posisinya membelakangiku. Aku perhatikan tubuhnya dari
belakang, nampak menggoda. OK, saatnya pembalasanku telah tiba, it’s now or
never....Kudekatkan tubuhku dekatnya, lalu segera saja aku pepetkan tubuhku
dari belakang, tanganku memeluk perutnya bagian depan celanaku menempel
pantatnya ke pembatas cucian, mulutku mulai mencium lehernya, tante Vera
terkejut, sebelum ia berteriak, aku cium bibirnya, tanganku mulai meremas
teteknya. Kulihat tante Vera mencoba melepaskan dirinya, namun tak berhasil,
aku makin ganas menciumnya, tanganku makin brutal saja meremas dan
mempermainkan teteknya. Akhirnya aku lepaskan bibirku dari bibirnya, sambil
dengan cepat satu tanganku mendekap mulutnya, mencegahnya berteriak.
”Tan, Irwan
akan lepaskan tangan Irwan, namun tante jangan berteriak.” Lalu aku renggangkan
tubuhku dan kulepas tanganku dari mulutnya, dengan cepat kuputar tubuhnya kini
menghadapku, tangannya mencoba mendorongku, segera kutangkap, kutekankan lagi
tubuhku ke tubuhnya mencegahnya kabur.
”A..apa yang kamu lakukan, Wan..? Bajingan kau.”
”Nggak perlu ditanyakan lagi kan tan. Irwan laki – laki, punya nafsu, pantas
kan kalau Irwan terangsang melihat tante Vera yang cantik dan seksi.”
”Kamu mau terangsang itu terserah kamu, tapi jangan dengan aku. Aku ini istri
papamu. Apa kamu sudah gila”
”Sudahlah tan, tante juga sudah lama nggak dimasukkin kan, nggak ada bedanya
aku sama papaku kok.”
Selesai mengatakan itu aku segera menciumnya, Satu tanganku meremas dengan kuat
teteknya, tangan tante Vera coba mendorongku, namun tidak bisa karena tergencet
tubuhku. Mulutnya terus memberontak berusaha melepas ciumanku, kini tanganku
yang satu lagi mulai mengangkat dasternya, kumulai meraba CDnya, tebal dan
empuk, segera kupelorotkan sedikit CDnya, terasa rambut kemaluannya yang tebal,
kumulai meraba – raba memeknya, kucari itilnya, kumulai memainkanya dengan
jariku. Bibirku terus menciumi bibirnya walau berusaha ditolak. Jariku kini
mulai menyodok –nuodok lobang memeknya. Tante Vera masih berusaha menolak,
namun lama kelamaan kurasakan tolakannya makin melemah. Mungkin karena teteknya
yang terus kuremas juga memeknya yang sedang kumainkan dengan jariku, kurasakan
tubuhnya mulai rileks, memeknya mulai basah. Kini bibirnya berhenti
memberontak, walau belum menerima dan membalas ciumanku. Tenang saja, nanti
juga akan. Kurasakan badannya mulai menggeliat, matanya juga mulai tenang.
Akhirnya aku hentikan semua aksiku pada tubuhnya. Segera kulepaskan himpitanku.
Lalu....Plak...pipiku ditampar olehnya.
”Ini untuk kekurang ajaran kamu.” Kaget aku menerima gamparannya. Belum hilang
kagetku, bibirku langsung diciumnya dengan bergairah, lalu dilepasnya kembali.
”Dan ini untukmu karena berani kurang ajar sama aku.”
”Hah...??”
”Kali ini kamu tante maafkan, tapi kamu harus selesaikan apa yang kamu perbuat,
ingat hanya kali ini saja tante ijinkan, sebab memang tante sudah lama tidak
melakukannya, tante juga butuh. Ingat Wan, hanya kali ini dan hanya jadi
rahasia kita.”
Hanya kali ini...?? Hei, bukan itu yang ada dalam rencanaku, tapi biarlah dulu,
yang penting buka jalan dulu, nanti bisa diatur ulang. Aku hanya mengangguk,
dan mulai menciumnya, bibirnya kini balas mencium bibirku, bergairah dan panas.
Kemudian aku lepaskan ciumanku, kuturunkan dasternya, nampak tubuhnya yang
seksi kini terbungkus BH dan CD saja. Tanganku segera membuka BH nya, segera
terpampang tetek tante Vera, tidak sebesar mama, namun tetap masuk dalam
kategori tetek besar, bentuknya bulat dan kencang, putingnya besar coklat
kemerahan dengan lingkaran sekelilingnya tidak terlalu lebar. Lalu aku turunkan
CD-nya nampaklah hamparan rambut kemaluan yang rimbun menghiasi memeknya.
Glek...indah nian pemandangan di depanku, kontolku langsung On jadinya, segera
saja mulutku menyosor teteknya, lidahku sibuk memainkan putingnya, tangan tante
Vera kini mulai mengelus celanaku, mengelus benda di baliknya. Aku puaskan
menciumi dan meremas teteknya, kuperhatikan keteknya bersih terawat. Tante Vera
nampaknya suka jika teteknya dimainkan, kini tangannya mulai membuka resleting
celanaku, mencari kontolku, aku tepiskan perlahan tangannya, lalu secepatnya
segera aku membuka kaos dan celanaku, kulihat matanya menatap kagum kontolku yang
mengacung perkasa di hadapannya. Segera aku maju mendekat, tante Vera segera
berlutut di hadapanku, tangannya kini mulai memegang kontolku, diam sejenak
mengamati dan mengamati lagi. Lalu tangannya mulai mengurut dan mengocok kontolku,
jarinya mengusap kepala kontolku, kini lidahnya mulai menjilati penuh
penghayatan, mula – mula dari daerah kepala kontolku, lalu lubang pipisku,
kemudian batang kontolku, puas menjilati, mulutnya mulai memangsa kontolku, kontolku
ditelannya sampai ke pangkalnya, lalu mulai ia kulum dan hisap dengan cepat.
Ah....aku yang sedang berdiri merasa nikmat sekali, untung lututku tidak
lemas.....hebat juga permainan oral tante Vera. Tak lama aku segera memutuskan
untuk memulai rangsanganku padanya, segera kududukkan tante Vera ke pinggir
meja dapur, kakinya kulebarkan dan aku agak menjongkok, nampaklah belahan memeknya
yang memerah, segera kujilat dengan lidahku, kusapu habis seluruh permukaannya,
lalu kujilati itilnya, kumainkan dengan lidahku ke sana kemari membuatnya merasa
geli – geli nikmat. memeknya mulai basah sementara kakinya makin ia lebarkan,
kini jariku juga ikut menusuk lobang memeknya, desahan nikmat terdengar dari
mulutnya. Cukup lama aku memainkan lobang memek dan itilnya, kemudian tubuhnya
mulai mengejang dan benar saja tak lama ia mendapat orgasmenya, kulihat ia
terkulai lemas dan puas, nampaknya memang sudah lama tidak mendapatkan kepuasan
orgasme.
Tak menunggu lama, segera kuberdiri, kini kontolku menghujam dengan cepat dan
kuat ke dalam lobang memeknya, agak sulit awalnya, namun akhirnya amblas juga
seluruhnya ke dalam lobang memeknya, mata tante Vera terpejam saat kontolku
mulai menghujam ke dalam lobang memeknya. Aku rasakan memeknya agak sempit,
mungkin karena sudh lama tidak dimasukin, terasa menjepit kontolku dengan kuat,
segera kupompa kontolku dengan cepat dan kuat, sangat lancar di dalam lobang
memknya yang sudah basah, tante Vera mengerang keenakan, lidahku ikut beraksi
menjilati putingnya, mulutku bergantian menghisapi kedua putingnya, tangan
tante Vera hanya bisa menjambaki rambutku, sementara kedua kakinya makin lebar
ia kangkangkan. Plookkk.....ploook....bunyi pompaanku terdengar nyaring di
tengah rintihan suaranya. Aku tidak memikirkan untuk mengganti posisi, karena
posisi sekarang sudah enak dan nyaman, apalagi memeknya memang terasa sempit.
Jadi kupompa kontolku dengan tempo cepat dan konstant.
”Ughhhh....Yesssssss........Ohhhhhhhhhh...”
”Sssshhhh.....terruussssss....Ahhhh..”
”Nikmaaaattt....Wannnnnn...”
Kembali tubuhnya mengejang, pantatnya agak terangkat saat tante Vera kembali
mengalami orgasmenya, aku tak kenal ampun terus saja memompanya, memberikan
kenikmatan yang tidak akan ia lupakan, matanya merem melek, mulutnya terus
mendesah, tangannya memelukku erat, bibirnya kini memangsa bibirku dengan
ganas, menyedot lidahku, pompaanku kontolku makin kuat saja, tanganku kembali
meremas – remas teteknya, akhirnya kurasakan denyutan pada kontolku, pompaan
terakhir segera kusodok dengan kuat dan sedalam mungkin, lalu tubuhku mengejang....Crooot...croottt.....keluar
juga cairan nikmat dari kontolku, aku terdiam lemas, lama kami terdiam
menikmati apa yang baru terjadi. kontolku masih menacap di dalam memeknya. Tak
lama terdengar suaranya.
”Kuralat ucapanku Wan, kamu boleh terus meminta untuk menyetubuhiku kapanpun
kamu mau, enak sekali rasanya, belum pernah tante senikmat ini, apalagi sudah
lama tante tidak melakukan hubungan.”
”Tadi baru pemanasan tan, masih banyak kenikmatan yang bisa Irwan berikan.”
”Benarkah...??”
”Mau lagi...?
kontolku memang sudah mengeras lagi, lagipula maih menancap di memeknya, segera
saja kuangkat tubuhnya, kini aku berdiri dengan tante Vera mengapitkan kedua
tanganya di leherku, kakinya mengapit di pantatku, sambil berdiri, tante Vera
menggoyang pantatnya perlahan, membantu memompa kontolku, aku berjalan
perlahan, yang tidak tante Vera sadari karena ia tidak melihat, aku sengaja
berjalan ke ruang tamu, di mana papaku masih terbaring tidur di sofa panjang,
segera aku menuju sofa pendek dan mendudukkan tubuhku, tante Vera kini di atas kontolku,
nampaknya sadar di mana aku duduk, kulihat ia berusaha mencabut kontolku dari memeknya,
namun kutekan pantatnya dengan tanganku kuat, mencegahnya. Terdengar suaranya
pelan.
”Wan...gila kamu, papa kamu bia bangun.”
”Sudah diam saja kamu tante. Kalau mau aku puaskan, turuti saja keinginanku,
lagipula bisa apa papaku...? Tante kan sudah lama tidak disentuhnya, jadi kini
aku yang membantunya.”
”Gila kamu...Wan”
Mukaku berubah menjadi garang, kutatap tajam wajahnya, lalu dengan suara sinis
aku kembali berkata.
”Gila...??? Mungkin saja, tapi aku memang sudah bertekad untuk menyetubuhi
tante di depan lelaki keparat ini.”
”Tapi...kenapa...???”
”Sebagai pembalasan karena telah menghancurkan keluarga, menceraikan mamaku.
Tante juga sama bersalahnya dengan lelaki ini, namun tentunya bagi tante, ini
bukan seperti hukuman kan, malah tante harusnya senang karena memek tante
justru mendapat kepuasan.”
Selesai berkata aku segera menahan pinggulnya dengan kedua tanganku, aku naik
turunkan pinggulku, memompa kontolku di dalam lobang memeknya, mulutku dengan
rakusnya melumat teteknya. Anehnya tante Vera hanya diam saja pasrah, mungkin
masih terguncang dengan kemarahanku. Aku terus memompa kontolku dengan cepat,
desahan suara tante Vera mulai terdengar. Tak berapa lama aku hentikan
pompaanku, dengan kontolku masih menancap, kuputar tubuhnya, kini
membelakangiku, di atas badanku, kembali kontolku menghujam memompa memeknya,
kumiringkansedikit kepalaku di belakangnya, agar bisa menghisap putingnya,
sementara satu tanganku memainkan dan menggosok gosok itilnya, desahan tante
Vera makin kencang....pantatnya ikut bergoyang mengimbangi sodokan kontolku,
lalu diiringi erangan kuat ia kembali mengalami orgasme. Sodokanku terus kulakukan.
Mungkin karena suara – suara ribut aktifitas kami, kulirik papa mulai terganggu
tidurnya, lama kelamaan makin tidak nyaman, dan akhinya matanya mulai terbuka,
nampaknya belum terlalu sadar, namun akhirnya melihat ke depannya dan tersadar
apa yang terjadi, matanya membelalak dan mulutnya terbuka kaget. Tante Vera
nampaknya sidah pasrah dan tidak peduli lagi, aku juga masih terus menyodokku,
aku segera berkata
”Oh, maaf mengganggu tidurmu, wahai papa tercinta.”
”A...apa....yan...yang...ka...kal...kalian ....la...ku..kan..???”
”Lihat saja dan nikmati dari sana, pa.”
”Mas...ma..ma..afkan..Ooohhh...a...kuuu....Sshhh..
.tapi...akuuu..Awww...sudaaaah
hh...lamaaa...ti..daaaakkk...meneri...maaa nafkahhhh...batinnnn
darimuuuu...akuuuu...tiddaaakkkk.....Ughhh....tahh aannn...dann ti..tidaakk
bisa..menolakkknyyaaa....” terdengar suara tante Vera di tengah desahannya.
Papa hanya bisa memandang kami tanpa bersuara, ekspresinya kosong, peduli apa
aku, sudah sepantasnya dia mendapatkan balasan dariku. Aku terus memompa memek
tante vera, jariku makin cepat memainkan itilnya. Putingnya sudah mengeras dan
membesar karena dihisap dan dimainkan oleh mulutku. Sesekali tanganku membelai
dan memainkan rambut kemaluannya yang tebal. Lidahku juga menjilati lehernya,
tante Vera menggelinjang kegelian, lalu teteknya aku cupang, meninggalkan
segaris bekas merah dekat putingnya. kontolku sudah amat keras, entah kenapa
sensasi melakukannya di depan papaku sebagai balasan perbuatannya, membuatku
amat senang. Kini tanganku menahan dan memegang pinggul tante Vera, kuangkat
sedikit pinggulnya, lalu aku mulai menyodoknya kontolku dari bawahnya dengan
kuat dan cepat, memberikan pandangan yang jelas ke mata papaku saat kontol
anaknya menghantam memek istrinya yang kini mendesah nikmat. Tanpa mengurangi
kecepatan kuhujamkan terus menerus kontolku dengan cepat, kembali tante Vera
mengalami orgasme, aku juga merasakan bahwa sebentar lagi aku akan keluar,
kurasakan denyutan kembali di kontolku, akupun segera menyemprotkan spermaku ke
liang memek tante Vera. Lama kami terdiam, kemudian tante Vera mencabut kontolku
dan duduk di pinggir sofa di sampingku.
”Sebelum kamu marah mas Bambang, aku minta maaf, namun aku juga wanita, punya
kebutuhan seks, apalagi 2 tahun belakangan ini kondisi kesehatan mas menurun,
amat jarang menggauliku, aku menderita mas. Namun aku tidak pernah selingkuh,
kalaupun kali ini aku melakukannya, karena kau tidak tahan dan tidak bisa
menolaknya. Lagipula dia anakmu, aku lebih memilih melakukannya dengan dia
daripada orang lain. Maafkan aku, aku harap pengertianmu.”
”A...akkkuuu..me..menger...ti Vera, akuuu menger..ti.”
”Terimakasih mas, sejujurnya aku tidak mau mengkhianat mas, namun keinginan dan
hasratku sulit dibendung, aku hanya melakukan ini karena aku merasa nyaman
melakukannya dengan orang yang kukenal yaitu anakmu, kalau yang lain mungkin
aku tidak mau.”
Aku hanya memandang dan mendengar percakapan mereka, kulihat papaku, aku merasa
tidak sedih atau kaihan dengan kondisinya, peduli amat, kutatap wajahnya, dia juga
menatapku, wajahnya nampak kosong.
”Bagaimana rasanya kini...? Saat aku menyetubuhi istrimu...??? Aku menunggu
lama untuk membalas semua perbuatanmu yang meninggalkan kami. Apa aku merasa
menyesal..??? Tidak, seperti kau yang tidak menyesal menceraikan mama dan
meninggalkan kami. Juga seperti katamu, inilah jalan hidup.”
”Ka...kamu..pu..as..bi.sa mem..balas..??”
”Tentu..., apalagi di depan matamu. Kuberitahu, selama ini aku tidak pernah
simpati dengan kondisimu, bagiku aku hanya berpura – pura untuk membalasmu.
Hei, papaku yang konyol, kamu hanya memikirkan alasanmu saja untuk bercerai,
tidak pernah peduli perasaan mama. Seenaknya kamu memilih jalan hidup baru. Dan
juga kamu tidak menyesalinya. Aku puas bisa membuatmu yang tidak berdaya ini
menyaksikan pembalasanku.”
”Ka...ka..mu...be...beg..gitu...benci...sa..ma..pa pa..??”
”Jangan konyol, setelah perbuatanmu selama ini, apa yang kamu harapkan..??
Pakai otak papa. Aku benci dan menganggapmu tidak lebih daripada sampah. Namun
hari ini aku bisa membalasnya. Aku tidak pernah peduli apa kamu akan menganggap
aku anak atau tidak, atau peduli akan hartamu, aku tidak butuh itu. Bagiku mama
dan kak Erni adalah keluargaku.”
”Ma...ma..afkan..pa..pa...”
”Untuk apa minta maaf, setelah sekian lama baru minta maaf. Sudahlah, jangan
menambahku muak. Aku pergi saja sekarang, silahkan saja kalau papa mau
menceritakan hal ini ke orang lain, paling papa hanya akan jadi bahan tertawaan
saja. Oh ya, satu hal lagi, kamu harusnya berterimakasih padaku karena bisa
menggantikan kamu yang tidak bisa memuaskan istrimu yang muda ini...hahaha.”
Lalu aku segera bangkit, ke dapur, mengambil bajuku dan memakainya, lalu segera
meninggalkan rumah itu. Mama tidak pernah kuberitahu hal ini.
Seminggu kemudian tante Vera meneleponku, mengatakan bahwa papaku mengharapkan
agar aku masih mau datang menjenguknya, juga papaku bisa paham kalau tante Vera
melakukan hal ini karena memang usianya masih butuh dan bergairah sementara
papa sendiri sudah tak mampu. Mungkin lebih baik memang aku yang memenuhinya
daripada dengan orang yang tidak jelas. Kini tante Vera bahkan yang sering
memintaku melayaninya. Aku mau tapi hanya bila tidak di rumah itu. Akhirnya
tante Vera memperkerjakan perawat agar ada yang bisa menjaga papa saat dia
pergi. Biasanya dia mengajakku ke hotel. Sepertinya dia merasa menemukan
pelepas dahaga seksnya, entah kenapa dia memilihku, mungkin dia pikir papaku
lebih setuju dia melakukannya denganku daripada dengan orang lain. Bagiku tidak
masalah, pembalasanku telah terpenuhi, dan kini tante Vera istri
papaku....siapa yang bisa menolak tubuh yang seksi yang minta dipuaskan...???
Aku bukanlah orang yang kejam, aku hanya orang yang simple saja, bagiku ada
prinsip sebab akibat, aku begini penyebabnya jelas dan juga akibatnya jelas.
Penutup untuk Episode Pembalasan Yang Sempurna :
Lima bulan kemudian papaku meninggal dunia, dalam usia 51 tahun, secara
kesehatan sebenarnya kondisi papaku sudah membaik, tapi nampaknya kondisi
jantungnya makin memburuk, ada masalah yang tidak terdeteksi. Aku, mama dan kak
Erni datang melayat dan ikut menguburkannya. Banyak yang datang, selain
keluarga juga para karyawannya dan relasi bisnisnya. Kami lalui proses
pemakamannya lalu pulang, tidak mau ikut peduli dengan masalah perusahaannya
atau harta apapun. Hampir 2 bulan kemudian, aku, mama, kak Erni, Tante Vera,
adik – adik papa : Om Dedi dan Tante Rika, juga beberapa direksi perusahaan
papa dipanggil ke kantor pengacara yang juga pengacara perusahaannya, rupanya
papa sebelum meninggal, sudah meninggalkan wasiat, dalam bentuk surat dan
rekaman video. Dengan rekaman video akan memperkuat otentikasi dan tanpa
rekayasa, kata pengacaranya memang itu permintaan papa. Setelah basa – basi
singkat, pengacara papa mulai membaca beberapa point penting dan kemudian
memutarkan video yang berisikan rekaman papaku yang sedan berbicara
membicarakan wasiatnya. Dalam rekaman itu nampak papa menjelaskan bahwa apa
yang disampaikan adalah mutlak dan memiliki kekuatan hukum, dia tidak mau ada
yang keberatan atau bertengkar, ini adalah keinginannya tanpa campur tangan dan
paksaan siapapun. Isi wasiatnya : tante Vera mendapatkan 10 % kekayaan dan
saham perusahaan, rumah utama, serta sejumlah benda dan asset yang ada di
daftar pada pengacara, Om Dedi, Tante Rika, dan mama masing – masing mendapatkan
10 % kekayaan dan saham perusahaan, serta sejumlah benda dan asset yang ada di
daftar pada pengacara. Aku dan Kak Erni mendapatkan 30 % kekayaan dan saham
perusahaan, serta sejumlah benda dan asset yang ada di daftar pada pengacara.
Papa mengatakan bahwa akulah yang ia tunjuk nantinya untuk memimpin
perusahaannya. Karena saat ini aku belum cukup matang dan masih sekolah, maka
sementara urusan perusahaan dipegang oleh Om Dedi dan Om Damar ( suami tante
Rika ), sampai aku siap. Untuk itu para direksi diharapkan menjadi saksi dan
mematuhi pengaturan ini. Sisanya papa masih membagikan beberapa benda dan
sejumlah uang untuk beberapa anggota direksinya. Untuk masalah pemabgian ini
papa mempercayakan pengaturannya pada pengacaranya dibantu Om Dedi. Setelah
video rekeman selesai , pengacara mematikan dan menanyakan apakah ada yang
keberatan..?? Karena kami semua mendengar dari rekaman yang jelas, tanpa ada
rekayasa, juga masing – masing pihak nampaknya telah dipikirkan oleh papa,
untuk aku dan kak Erni sebagai anak memang papa berhak memberi warisan yang
besar, maka tidak ada yang keberatan. Om Dedi dan Tante Rika juga nampaknya
senang karena papa ikut memikirkan mereka. Pengacara segera membacakan beberapa
point tambahan, juga memint kami menandatangani aktenya, lalu menyatakan
semuanya sudah sah secara hukum. Untuk urusan pembagiannya akan dilaksanakan
sesegera mungkin. Kami lalu saling bersalaman dan pulang. Satu hal yang
kuperhatikan di sini, tante Vera memang tidak bohong sewaktu mengatakan ia
menikahi papa bukan untuk hartanya, tidak ada keberatan atau kemarahan di
wajahnya.
Sebenarnya aku, mama dan kak Erni tidak mengharapkan apapun, namun namanya
warisan, tak kami minta namun harus kami terima, secara hukum kini kami bertiga
memiliki 70 % saham perusahaan papa. Kami bertiga berembuk mengenai hal ini,
mama bilang dia hanya akan konsentrasi pada perusahaannya ( yang memang juga
besar ), dan menyerahkan jatahnya untuk aku dan kak Erni. Setelah lama
berunding, kami ampai pada kesimpulan bahwa sebenarnya kami tidak berminat
meneruskan perusahaan papa, perusahaan mama sudah berkembang. Aku lalu
mengusulkan ke mama untuk melepas dan menjual saham tersebut, dan uangnya untuk
menambah modal perusahaan mama dan aku tabung, kak Erni juga sependapat. Mama
akhirnya setuju. Setelah mematangkan detailnya, dalam minggu itu juga mama
menghubungi pengacara mama untuk mengurus dan mengatur hal ini.
Kurang dari sebulan aku, mama, kak Erni, pengacara mama, pengacara perusahaan
papa, Tante Vera, Om Dedi dan Tante Rika serta direksi perusahaan papa bertemu
kembali. Aku, mama, dan kak Erni berbicara bahwa kami amat senang dan
berterimakasih dengan warisan yang kami terima, namun tanpa bermaksud tidak
menghargai, kami memutuskan untuk tidak menjadi pemegang saham mayoritas, dan
bermaksud melepas saham kami. Om Dedi dan Tante Rika tidak terkejut karena
memang tahu bahwa mama sudah sukses dengan perusahaannya. Aku juga menyatakan
melepas hak dan penunjukkanku sebagai pemegang perusahaan nantinya, dan meminta
agar para direksi yang nantinya memutuskan penggantinya. Adapun nantinya mama
melepas semua 10 % sahamnya, aku dan kak Erni masing – masing melepas 20 %
saham, sehingga hanya memegang masing – masing 10 % saham saja, dan memilih
menjadi pemegang saham pasif saja. Jadi total kami melepas 50 % dengan
prioritas kepada pihak – pihak yang hadir di ruangan ini.. Pengacara mama yang
akan menerima penawaran sesuai nilai terkini dan mengatur detailnya. Setelah
selesai memberikan penjelasan dan beberapa pertanyaan, akhirnya kami bubar.
Pada akhirnya keputusan telah dibuat, tante Vera tidak berminat dan memang
sudah bahagia dengan haknya, kini ia menjadi janda yang kaya, karena yang
diberikan papa lebih dari cukup, juga setiap tahun mendapat hasil yang lumayan
dari sahamnya. Dia hanya menginvestkan modal ke beberapa rekannya. Om Dedi
akhirnya membeli 20 % tambahan, dan menjadi pemegang saham mayoritas, sedang
tante Rika membeli 10 %. Sisa 20 % dibeli beberapa direksi, pada akhirnya
perusahaan papa tetap diteruskan keluarganya juga yaitu adiknya : Om Dedi yang
secara bulat dipilih menjadi penerus papa, dengan Om Damar menjadi wakilnya.
Uang yang kami terima kemudian aku dan kak Erni berikan ke mama untuk mama atur
di Perusahaannya dan tabung sebagai hak kami, sedangkan asset papa lainnya seperti
rumah dan kendaraan yang kami terima, kami juga jual saja, karena memang tidak
terlalu kami butuhkan dan tidak mau repot mengurusnya. Perusahaan papa juga
tetap berkembang dan berjalan dengan baik. Setiap tahun aku dan kak Erni
mendapatkan pembagian dividen yang lumayan, yang kami tabungkan.
Sedangkan tante Vera...??? Tentu saja dia tetap sering menelepon aku, minta
ditemani dan dipuaskan, kini aku melakukannya di rumahnya setiap kali di
menelepon atau kalau aku memang lagi ingin, biasanya setelah aku pulang kuliah.
Tidak ada yang mengetahui hubungan kami, dan tetap akan kami rahasiakan.
Hubunganku dengan mama, kak Erni dan tante Ani juga masih berlanjut dengan
mulus.