Petualangan Hendra bag.2
Menikmati Mbak Wati Kakak Iparku
Sekitar jam
2-an kendaraanku memasuki pekarangan rumah orangtuaku, setelah memarkir
mobilku, akupun mengajak Bi Ina turun, kami berdua berjalan berdampingan menuju
pintu depan, kemudian kutekan tombol bel rumah orangtuaku itu, tak lama
kemudian pintu rumahpun terbuka dan muncullah sesosok tubuh seksi berbalutkan
kimono warna biru muda bermotif bunga dari bahan satin dan dengan paras yang cantik,
melihat kami sosok cantik nan seksi itupun tersenyum.
“Hendra... eh kok bisa barengan sama Bi Ina,”sapa sosok cantik itu.
“Iya, mbak, kebetulan kemarinkan ada meeting di Garut dan aku nginap di rumah
Mang Nanang, jadi Bi Ina sekalian ikut numpang kesini, kan besok anak Teh Dina
sunatan, terus Mang Nanang gak bisa ikut, dia mau nyusul nanti,” jelasku pada
sosok itu.
“Ooohhh…pantes kalian kok bisa barengan gitu,”kata sosok itu sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mbak Wati begitulah nama sesosok tubuh yang seksi dan mempunyai paras cantik
itu, dia adalah kakak iparku istri dari kakakku yang paling tua, usianya
seumuran kakakku Dina, sementara abangku sekitar 38 tahunan, mereka mempunyai 1
orang anak perempuan yang baru berusia 5 tahun, mereka memang sedikit terlambat
mempunyai anak karena kesibukkan kakakku dengan pekerjaannya, sehingga
nampaknya sawah Mbak Wati kurang diairi oleh kakakku.
Setelah bersalaman denganku dan kurasakan kehalusan tangannya, padahal sudah
sering aku bersalaman dengan iparku ini, tapi baru kali ini darahku dibuatnya
mendesir, entah karena pikiranku yang masih dipengaruhi oleh pikiran-pikiran
jorok atau karena juga kulihat tubuh seksi Mbak Wati yang agak sedikit
terbayang di balik baju kimononya itu, karena semakin kuperhatikan bagian
depannya semakin jelas bahwa Mbak Wati tidak mengenakan BH, karena aku melihat
kedua puting susunya agak sedikit tercetak di baju kimononya itu.
Saat Mbak Wati menggandeng tangan Bi Ina menuju ke kamar tamu, akupun mengikuti
mereka dari arah belakang, kulihat dari arah belakang nampaknya Mbak Wati tidak
mengenakan celana dalam karena tidak kulihat garis pinggiran celana dalamnya
tercetak di kimono yang dikenakannya, otak kotorku mulai membayangkan tubuh
seksi Mbak Wati istri kakakku ini, kontolku mulai menggeliat, tanpa kusadari
celanaku terlihat menggembung akibat batang kemaluanku yang menegang.
Saat itu Mbak Wati menunjukkan kamar tamu yang akan ditempati oleh Bi Ina,
merekapun m*****kah kedalam kamar, dan saat itu Mbak Wati berbalik kearahku
sambil meminta tasnya Bi Ina, karena matanya tertuju kepada tas Bi Ina yang
berada di tanganku secara otomatis dia melihat celanaku yang menggembung akibat
kontolku yang sudah membengkak, sambil tangannya meraih tas yang berada dalam
genggamanku, kulihat matanya tertuju kearah celanaku, akupun langsung melirik
kebawah dan aku cukup kaget juga saat kulihat celanaku yang menggembung karena
desakan kontolku itu, tapi aku pura-pura tidak mengetahui hal itu, dan
kuperhatikan mata Mbak Wati tidak berkedip saat melihat s*****kanganku,
sementara itu kulihat Bi Ina masuk kedalam kamar mandi yang ada di dalam
ruangan tidur tamu ini, seluruh kamar tidur dirumah orangtuaku ini dilengkapi
dengan kamar mandi sendiri.
Saat mataku sedang tertuju kearah Bi Ina yang masuk kedalam kamar mandi, aku
merasakan tangan Mbak Wati menyenggol s*****kanganku, rupanya Mbak Wati karena
terpana melihat celanaku yang membusung tanpa ia sadari tangannya yang sedang
mencoba mengambil tas dari tanganku, melenceng kearah s*****kanganku sehingga
telapak tangan kanannya menyentuh kontolku yang masih terbungkus rapi, bukan
hanya aku yang kaget tapi Mbak Wati sendiri kaget juga karena telapak tangannya
menyentuh kontolku yang sudah sangat tegang, sambil minta maaf dengan pipi yang
bersemu merah yang menambah kecantikkannya.
Lalu dia langsung keluar kamar setelah menaruh tas Bi Ina dan pamitan ke Bi
Ina, akupun mengikutinya dari arah belakang setelah akupun berpamitan kepada Bi
Ina dan menutup pintu kamar, akupun pura-pura tidak memperdulikan kejadian
tadi,
“Mbak, kok sepi sekali rumah ini, pada kemana semua?”tanyaku
“Oohh…sedang pergi semuanya, “jawabnya dengan muka tertunduk tidak berani
menatapku.
“Mbak gak ikut?,”tanyaku lagi
“Gak lah, Dea mau sama siapa?”jawab Mbak Wati
“Lho kan ada pembantu,”kataku
“Kan mereka juga ikut semua, kan belanjaannya banyak jadi harus banyak yang
bantu bawain,”jelas Mbak Wati
“Sekarang Dea mana?, udah lama nich gak ketemu ponakanku itu,”tanyaku lagi
“Sedang tidur,”jawab Mbak Wati.
Tanpa terasa kami sudah berada di lantai atas, dimana kamar tidur kami semua
terletak, kulihat Mbak Wati tidak berbelok kekamarnya tapi berjalan searah
denganku menuju kamarku, akupun heran.
“Sebentar yach Hen, kamarmu Mbak siapkan dulu, habis dikiranya kamu tidak
datang, jadi Mamah tidak menyuruh pembantu untuk menyiapkan kamarmu,”Mbak Wati
berkata saat membuka kamar tidurku, akupun mengangguk mengiyakan, saat itu Mbak
Wati tidak berani beradu pandang denganku, dan dipipinya masih tersirat rona
merah.
Tanpa diketahui Mbak Wati pintu kamarku sengaja kututup dengan perlahan
sehingga tidak terdengar oleh Mbak Wati, sementara aku menaruh tasku, Mbak Wati
menuju lemari pakaian mengambil kain sprei dan memasangnya di tempat tidur,
saat dia mengambil kain sprei di lemariku yang terletak di bagian atas, Mbak
Wati harus berjinjit untuk meraihnya dan tangannya menjulur agak kedalam, dan
saat itu juga kulihat bongkahan pantat Mbak Wati tersembul, pantatnya yang
putih terlihat olehku dan tebakanku tadi betul bahwa Mbak Wati tidak mengenakan
CDnya, dan ketika Mbak Wati mulai membungkuk untuk memasang sprei, kembali aku
disuguhi pemandangan pantatnya dan aku melihat bukan hanya bongkahan pantatnya
yang montok dan putih saja tetapi aku melihat bibir vagina Mbak Wati yang
berwarna coklat tua sangat kontras sekali dengan warna kulit paha dan pantatnya
yang berwarna putih, kontolku semakin menegang sejadi-jadinya.
Tanpa Mbak Wati sadari, akupun mulai melepaskan pakaianku seluruhnya, sehingga
aku telanjang bulat, kontolku yang sudah sangat tegang berdiri dengan gagahnya,
siap untuk mengobrak-abrik memek Mbak Wati yang sungguh indah kupandang dari
belakang itu, Aku sudah tidak memperdulikan bahwa wanita yang berada di
hadapanku ini adalah istri kakakku, yang kupusingkan adalah kontolku harus
mendapatkan penyalurannya., perlahan-lahan kudekati Mbak Wati dari arah
belakang, bertepatan dengan posisi tubuhku yang berada di belakangnya, Mbak
Watipun selesai membereskan sprei ditempat tidurku dan saat itu juga ia
membalikkan badannya.
“Hendraaaa…astagaa..apa-apaan ini,”katanya terkejut sambil menutup mukanya dengan kedua
tangannya, kudengar nafasnya memburu dan kulihat dari sela-sela jemari
tangannya pipinya semakin merona merah.
“Mbak, tolongin aku dong, aku sudah tidak kuat lagi,”jawabku sambil kuraih kedua
tangannya yang sedang menutupi mukanya.
“Heenn…jangan..Hen…aku ini istri kakakmu….Hen…,”jawabnya dengan mata terpejam,
tangannya kutarik kearah s*****kanganku dan Mbak Wati pun berusaha untuk
melepaskan cengkramanku.
“Aku tahu Mbak, aku tahu..tapi punyaku ini sudah keras sekali, sakit kurasakan
mbak, ini jugakan gara-gara Mbak”aku memohon, sambil membimbing tangannya
kearah s*****kanganku.
“Hen…kenapa
gara-garaku?…Hen…jangan…,”tanya Mbak Wati sambil tetap berusaha menolak dengan kata-kata dan
mencoba melepaskan tangannya.
“Iyalah, coba kalau Mbak pakai daleman, kan aku tidak akan melihat bibir
memeknya Mbak,”jawabku tenang, sambil perlahan mendesak mundur Mbak Wati kearah
ranjang.
“Jangan…Hen…akukan mau mandi waktu kalian datang,…Hen…jangan…Hen…,”Mbak Wati masih mencoba untuk
menolak dan terus berusaha untuk melepaskan tangannya yang saat itu mulai
bersentuhan dengan kontolku.
“Heen…Jangan…Hen…aku ini istri
kakakmu…Hen..sadar…Hen…eeehhhh…,”Mbak masih menolak dan iapun kaget saat tangannya mulai bersentuhan
dengan kontolku, kepalanya tertunduk dan kuyakin matanya terbuka lebar sedang
menatapi kontolku yang sedang berdiri dengan gagahnya itu.
“Ayo dong Mbak, tolongin aku…elus-elus kontolku ini, Mbak bisa rasakan kontolku
sudah keras sekali…Mbak…,”bujukku sambil terus mengusap-usapkan tangannya kekontolku,
sementara pegangan tangan kananku kulepaskan dari tangan kirinya, dan beralih
kepinggangnya, kupeluk erat pinggangnya agar dia tidak dapat melepaskan diri.
“Jangaaannn…Hen…Jangaaann…eeehhhh…,”Mbak Wati menjerit lirih, kaget karena pinggangnya kupeluk erat,
sehingga tubuh bagian atasnya menempel ketat ke tubuhku, tangan kirinya yang
terlepas berusaha menahan tubuhku, tapi ten****ya tidak kuat melawan tenagaku.
Dengan mata sayu Mbak Wati menatapku seolah memohon untuk melepaskannya, tapi
aku yang sudah dilanda nafsu birahi tidak memperdulikan tatapan memohonnya itu,
dengan penuh nafsu kupagut mulutnya, lidahku mencoba menerobos bibirnya yang
terkatup rapat, kepalanya bergoyang kekiri-dan kekanan berusaha untuk
melepaskan bibirnya dari kuluman bibirku, dengan cepat tangan kananku merangsek
naik kepundaknya, kemudian kupegangi kepalanya agar tidak dapat bergoyang
kembali, sementara mulut dan lidahku terus merangsek bibirnya.
“Hhmmmmm….hhhmmmmm…hhhmmmmm…,”Gumam Mbak Wati berusaha untuk menolak ciumanku.
Mbak Wati tidak dapat mundur lagi, tubuhnya terhalang oleh ranjangku, akhirnya
iapun terduduk diatas tempat tidurku itu karena dorongan tubuhku yang masih
merangsek maju, ciumankupun terlepas, tapi dengan terduduknya Mbak Wati itu
kontolku tepat berada dihadapan wajahnya, sekarang ini kulihat mata Mbak Wati
terpana melihat bentuk kontolku itu yang panjang dan besar, dan kujamin
kemaluan kakakku tidak sebesar dan sepanjang punyaku, kulihat Mbak Wati menelan
ludahnya beberapa kali saat memandangi kontolku, sementara itu tangan kanannya
tetap kuusap-usapkan di kontolku.
Kuposisikan kedua kakinya sehingga menjepit kedua pahanya agar Mbak Wati tidak
dapat menghindar lagi, sementara kontolku semakin kudekatkan kewajahnya, tangan
kananku memegangi tengkuknya, agar kepalanya tidak dapat goyang kekiri dan
kekanan, tangan kiriku yang masih memegangi tangan kanannya Mbak Wati kembali
kugerakkan, dan sekarang kurasakan tidak ada perlawanan dari dirinya, mungkin
Mbak Wati sudah pasrah atau mungkin dia sudah terangsang juga, karena kulihat
matanya hampir tidak pernah beralih dari kontolku yang sedang tegak berdiri di
hadapan wajahnya itu.
Telapak tangan kanannya kugenggamkan di kontolku, kemudian kugeser-geserkan,
aku merasakan halusnya telapak tangan Mbak Wati menggesek batang kontolku,
cairan precumku semakin keluar, dari arah kepala kontolku sampai kepangkalnya
tangan Mbak Wati kugerakkan naik turun, sambil perlahan-lahan
kusentuh-sentuhkan kebibirnya, lama-lama bibirnya yang terkatup mulai terbuka
sedikit demi sedikit, kucoba sesering mungkin menyentuhkan kepala kontolku
kebibirnya yang mulai terbuka.
Aku menikmati sensasi gerakan tangannya yang masih harus aku pegangi karena
takut Mbak Wati tidak mau meneruskan, padahal aku sedang keenakan, apalagi saat
kepala kontolku bersentuhan dengan bibirnya yang lembut, aku merasa Mbak Wati
juga mulai menikmati permainan ini, karena kurasakan mulutnya yang terbuka itu
tertutup saat kepala kontolku menyentuh bibirnya seolah-olah sedang mengecup,
dan kurasakan kedua pahanya mulai perlahan menekan keluar kakiku, kulihat
posisi duduk Mbak Wati mulai mengangkang, kupindahkan posisi kakiku kebagian
dalam pahanya sehingga membuat Mbak Wati semakin leluasa membuka kedua kakinya,
tak lama kemudian kulihat tangan kirinya Mbak Wati mulai mengelus-elus belahan
vaginanya, dan aku juga mulai merasakan tangan kanan Mbak Wati mulai bergerak
sendiri tanpa harus dibimbing oleh tanganku lagi, dan mulut Mbak Wati semakin
berani beraksi, mulutnya mulai terbuka lebih lebar dan mulai menyelomoti kepala
kontolku, melihat dan merasakan Mbak Wati sudah mulai bergerak sendiri, kedua
tangankupun mulai beraksi, kuarahkan kedua tanganku kepayudaranya, dengan
perlahan-lahan kuremas-remas kedua payudara Mbak Wati yang masih tertutupi oleh
kimononya, aku merasakan kedua payudara Mbak Wati masih mengkal walaupun sudah
punya anak, tetapi ukurannya tidak sebesar punya Bi Ina.
“hhhmmmm….hhhhmmmm…ssshhhhh…hhhmmm..,”Mbak Wati mulai bergumam lirih, menikmati remasan-remasan
tanganku dan juga asyik menikmati mengulum-ngulum kepala kontolku.
“Aaaahhh…Mbak…enaaaakkk…Mbaaakk…aaaahhhh…,”Akupun mengerang keenakan, sambil terus kuremas-remas payudara
Mbak Wati dan kadang-kadang kutingkahi dengan memilin-milin kedua putingnya
yang masih tertutupi oleh kimononya.
“Hhhmmmm….ssshhhh….ccruuppp…hhhmmm..ssshhh..cruupp …,”desah Mbak Wati dan kudengar nampaknya ia juga mulai menelan air
ludahnya yang bercampur dengan cairan precumku yang semakin sering mengalir
keluar dari kontolku, nampaknya Mbak Wati semakin menikmati mengulum-ngulum
kepala kontolku, dan juga semakin terangsang merasakan remasan-remasan yang
kulakukan pada kedua payudaranya.
Aku semakin bersorak dalam hatiku, akhirnya aku akan dapat merasakan jepitan
memeknya tidak lama lagi, kubayangkan pasti memeknya masih sempit, akan kubuat
dia menjerit-jerit keenakan merasakan sodokan kontolku, akupun mendesah-desah
keenakan menikmati selomotan-selomotannya di kepala kontolku, walaupun hanya
sebatas kepala kontolku yang diemut-emut oleh bibirnya, tapi nikmatnya sangat
luar biasa, rupanya Mbak Wati belum berani memasukkan batang kontolku kedalam
mulutnya, mungkin ia masih merasa ngeri melihat ukuran kontolku yang berbeda
jauh dengan punya suaminya.
Tapi untukku sudah cukup nikmat sekali dengan aksi tangan kanannya yang
mengocok lembut batang kontolku dan bibirnya yang mungil mengecupi dan
mengulum-ngulum kepala kontolku, ditambah dengan kedua tanganku yang merasakan
kemengkalan kedua payudaranya yang walaupun masih tertutupi oleh kimononya, dan
kurasakan juga kedua putingnya yang sudah mengeras pertanda Mbak Watipun nafsu
birahinya sudah meninggi.
Kira-kira sudah 10menitan kontolku Mbak Wati mempermainkan kontolku dan aku
mempermainkan kedua payudaranya, akupun menjadi tidak tahan lagi ingin segera
menuntaskan hasrat birahiku ini, sementara kulihat kedua mata Mbak Wati sudah
meredup sayu pertanda hasrat birahinya yang juga semakin meninggi dan ingin
segera dituntaskan,
“Mbaaakk….aaahhh…Mbaaakk…sudaaaahhh…bisa-bisaaa aku ngecrot nanti di muka Mbaaaakk…ooooggghhhh… aaaahhh,”erangku
sambil menyetop aksi Mbak Wati dan lalu kedua tangankku berhenti dari
meremas-remas kedua payudara Mbak Wati dan beralih kepundaknya dan mendorong
tubuh Mbak Wati sehingga tubuhnya terlentang ditempat tidurku.
“Eeeehhh…Heeeen…mauuu…apaaaa…?...jangaaaannn…Heen.. ooohh…jangaann..hennn…. aaakuuu…ooohhh…,”Mbak Wati
mulai mengerang dan berusaha menolak saat aku mulai menyapukan lidahku dibibir
vaginanya dan kelentitnya, kedua tangannya berusaha menahan kepalaku yang
sedang dis*****kangannya, sementara dia tidak dapat menggerakkan tubuh dan
pantatnya karena kedua pahanya yang kupegangi dengan cukup kuat.
Mbak Wati masih berusaha menahan kepalaku agar terlepas dari s*****kangannya,
kedua pahanya menjepit kepalaku agar tidak dapat maju lebih jauh, tapi posisi
kepalaku sudah cukup dekat dengan lubang senggamaku sehingga lidah dan
mulutkupun dapat menjangkau lubang senggama dan kelentitnya, dorongan tangannya
hanya berhasil mendongakkan sedikit kepalaku tapi tidak menjauhkan bibir dan
lidahku yang sedang menciumi bibir dan menjilati kelentitnya, tangan dan kedua
kakinya masih berusaha menolak seranganku, tapi mulutnya sudah mulai
mengeluarkan erangan-erangan nikmat dan kegelian atas sapuan lidahku pada
kelentitnya.
“Heeennn….ooohhhh…heeenn…. aaahhhhhh….henttiiikkaaannn…Heeen…”Mbak Wati
merengek minta aku untuk menghentikan, tangannya masih berusaha untuk mendorong
kepalaku, tanpa dia sadari karena jepitan pahanya kepalaku tidak bergeming
dengan dorongan tangannya itu hanya terdongak sedikit saja.
Mendengar rintihan Mbak Wati dengan rengekan penolakannya membuatku bertambah
nafsu untuk segera menaklukkannya, mulutku mulai menghisap-hisap itilnya,
diselingi dengan lidahku yang bermain dilubang vaginanya, kurasakan cairan
precumnya yang gurih dan asin semakin mengalir keluar, permainan lidah dan
mulutku di kemaluannya akhirnya membuat pertahanan Mbak Wati jebol juga,
perlahan-lahan tangannya yang tadinya berusaha untuk menahan kepalaku agar
tidak dapat bergerak lebih maju lagi sekarang sudah berhenti menahan dan
mendorong kepalaku, malahan sekarang ini kedua tangannya yang masih dikepalaku
itu mulai meremas-remas rambutku, kedua pahanya yang sedang menjepit kepalaku
juga mulai melonggar jepitannya sehingga kepalaku lebih leluasa bergerak,
lama-lama kedua kakinya semakin terbuka dan semakin membuatku lebih mudah
mengerjai memeknya itu, tangankupun mulai mengelus-elus pahanya, sementara
mulutku semakin menjadi menghisap-hisap kelentitnya.
“Oooohhh….ssshhhh….ssshhhh…aaaahhhh…Heeenn…..”Mbak Wati semakin merintih-rintih keenakan, dari mulutnya tidak
keluar lagi kata-kata penolakan.
Kedua kaki Mbak Wati semakin terbuka lebar, kedua tangannya semakin
meremas-remas rambutku, akupun semakin mudah mempermainkan memeknya, jemari
tangan kiriku mencoba membuka lubang vaginanya itu, sementara jari tengah
tangan kananku mulai kumasukkan kedalam lubang vaginanya yang merah, kulihat
lubang memeknya yang merah itu sudah basah sekali, sambil mulutku mulai lagi
mengemut itilnya, jari tengahku mulai mengocok lubang senggamanya itu, Mbak
Watipun semakin kelojotan keenakan mulutnya semakin sering mengeluarkan suara
rintihan-rintihan.
“Heennnn….ooooohhhhh….Heeenn….aaaaahhh…,”rintih Mbak Wati merasakan enaknya jilatan, hisapan dan jari
tanganku dimemek dan kelentitnya.
Aku semakin bertambah semangat menghisap, mengocok dan menjilati memek serta
kelentit Mbak Wati, cairan memeknya semakin banyak tertelan olehku, tak lama
bers***** kurasakan dinding memeknya berdenyut dengan kuat, jari tengahku
seolah-olah dipijat-pijat oleh dinding vaginanya itu, dan kemudian Mbak Wati
kudengar melenguh panjang,
“Heeeennnnnnn…..oooohhhhh… aaakkuuu….ke luaaaarrr….Heeen…aaahhh aaaahhh….,”Mbak Watipun melenguh
nikmat menyambut datangnya puncak kenikmatannya.
Sssssrrrrrr…..sssrrrrrrr….sssrrrrrrr…..ssrrrrrrrrr ….jari tengahku menjadi hangat oleh siraman lahar kenikmatan
Mbak Wati, kukeluarkan jari tengahku dari dalam lubang memeknya, dan mulutku
langsung menyergap memeknya dan langsung menghisap memeknya yang sedang
mengeluarkan lahar kenikmatannya itu ssslllrrrrpppp…….
sssllllrrppppp….ssllrrrpppp, cairan gurih dan nikmat itupun mengalir masuk
kedalam mulutku, tubuh Mbak Wati mengejang saat memeknya kuhisap dengan kuat,
pantatnya terangkat, memeknya yang sedang dalam hisapanku digesek-gesekkan
kemulutku, tangannya menekan kepalaku seolah ia ingin aku menghisap memeknya
lebih kuat lagi, kudengar Mbak Wati melenguh panjang saat menerima hisapan kuat
di memeknya itu.
Akhirnya pantat Mbak Wati jatuh kembali keatas ranjang setelah tuntas
mengeluarkan lahar kenikmatannya, nafasnya memburu, matanya meredup, pipinya
merona merah, akupun kemudian bangkit dari jongkokku, tangan kiriku meraih
bibir vaginanya, kubuka memeknya itu kulihat warnanya semakin merah akibat kocokan
jariku, dan kubimbing kontolku yang sudah sangat-sangat keras sekali itu kearah
lubang memeknya yang sedang kembang kempis, sssleeeppppp…..kuselipkan kepala
kontolku di memeknya, Mbak Watipun melenguh saat kepala kontolku mulai terselip
di memeknya, perlahan kontolku mulai kudorong
masuk…bbleeeessss…..bbleessss…..bbbleeeeessss….kon tolku mulai terjepit dan
menerobos lubang memeknya Mbak Wati, aku merasakan begitu sempitnya lubang
senggama Mbak Wati ini, Mbak Wati mengerang,
“Ooooohhhh…..Heeen….pelaaaan…pelaaaan…. punyaaammmuuu besaaarrr aggghhhhh….ssshhhh…aaagghhhh….,”erang
Mbak Wati merasakan terjangan kontolku yang besar di memeknya.
“Ouuugghhh…Mbaaak…iniii…jugaa..pelaan…memekmu aja yang sempitt.tapi..enaakkan Mbaakkk…kontolkkuuu…ini….gillaaa…sempiittt…sekalii
i…nich…memek...,”kataku.
Bleessss….bbleessss….kontolku semakin dalam menerobos masuk dilubang memeknya Mbak Wati,
lagi-lagi Mbak Wati mengerang, sudah setengah perjalanan kontolku memasuki
relung senggamanya, kurasakan denyutan dinding vagina Mbak Wati,
“Heeen…. pelaaannn…ooouugghhhh….”Mbak Wati menjerit kesakitan
saat dengan sekali sentakan kudorong masuk batang kontolku hingga tenggelam
seluruhnya dalam lubang senggamanya.
Kudiamkan sejenak kontolku dalam jepitan lubang memek Mbak Wati, agar lubang
memeknya Mbak Wati dapat beradaptasi dengan besarnya kontolku ini, dan juga
agar Mbak Wati dapat meredakan dulu rasa sakit akibat terjangan kontolku ini,
wajahnya masih meringis menahan sakit, setelah kulihat wajahnya mulai normal
kembali, perlahan-lahan kontolku mulai kutarik keluar dan kudorong masuk lagi
saat leher kontolku mencapai bibir luar memeknya, kulihat itilnya Mbak Wati
tertarik keluar saat kontolku kutarik keluar, dan masuk kedalam lagi saat
kutekan kontolku masuk kedalam lubang memeknya, semua gerakan ini kulakukan
perlahan-lahan hingga lubang memeknya Mbak Wati ini terbiasa dengan besarnya
kontolku ini.
“Ooouuggghhh…Heeen…punyamuuu besaaarrrrtappii enaaakkk….,” erang Mbak Wati
“Iyaaahhh…Mbaak…ini jugaaa..pelaaannn…seempiittt…memek Mbak masiiihh..sempit.. aaahhh…tapi enaaakkkan…Mbak..,”erangku
menikmati jepitan memeknya yang begitu ketat sekali mencengkram kontolku.
Kedua tanganku memegangi paha Mbak Wati dan kedua pahanya itu kubuka keluar
sehingga s*****kangannya terbuka lebar-lebar, dengan begini jepitan memeknya di
kontolku agak berkurang, kulihat matanya Mbak Wati terpejam, mulutnya terbuka
dan mengeluarkan suara erangan-erangan enak dan sakit, kedua payudaranya
berguncang perlahan akibat gerakan maju mundur kontolku di lubang memeknya,
ingin kucengkram kedua payudaranya bergoyang itu dan kuremas-remas, tapi kedua
tanganku sedang sibuk menahan pahanya agar terbuka dan memudahkan keluar masuk
kontolku itu.
Ssrrtttt…..bleesssss….sssrrrttt….bblleeessss….sssr rrtttt…bbleessss….ssrrttttt….bbleesss berulang-ulang kontolku keluar masuk dengan perlahan
dilubang senggama Mbak Wati, aku merasakan nikmat yang sangat luar biasa,
gesekan dinding vaginanya yang sempit tapi basah memberikan sensasi yang luar
biasa, kulihat matanya Mbak Wati merem-melek mulutnya mendesah-desah keenakan,
tapi kadang-kadang kulihat mulutnya agak meringis saat kontolku mendesak masuk
agak kuat, melihat itu kuperlahankan lagi gerakan mendorongku, sebetulnya nafsu
birahiku ini ingin sekali kutuntaskan secepatnya, tapi kalau melihat Mbak Wati
meringis menahan sakit aku jadi gak tega, tapi dengan gerakan perlahan ini
kenikmatan mengentot memeknya tidak menjadi berkurang, malah gesekan kulit
batang kontolku dengan daging dinding vaginanya lebih terasa.
“Oooohhh….hhhmmmhhh….ssshhh…aaahh…. enaaknnnya..punyamu… sshhhh…aaahhhh,”Mbak Wati mulai mendesah-desah
keenakan merasakan kontolku yang keluar masuk di memeknya.
Nampaknya Mbak Wati sudah mulai bisa menikmati besarnya kontolku yang sedang
keluar masuk dilubang senggamanya, kedua tanganku mulai beralih kearah kedua
payudaranya yang sedang bergoyang akibat gerakan maju mundur kontolku itu,
kugenggam kedua payudara itu dan kuremas-remas, sambil tetap menggenjotkan
kontolku di lubang memeknya, irama keluar masuk kontolku itu mulai kunaikkan,
desahan dan erangan keenakan Mbak Wati semakin sering terdengar, kulihat kedua
pipi Mbak Wati semakin merona kemerahan, bukan karena malu tapi karena
keenakan.
“Enaaakkk…Mbak…enaaakk…Mbak…memekmuu uu…” erangku merasakan enaknya jepitan memek Mbak Wati yang ketat.
“Iyaaaa….aaaahhh…Heenn… . ooouuugghhh….enaaakk…se kallliii….Heennn…,”erang Mbak
Wati.
Akupun semakin semangat menggenjot kontolku keluar masuk dilubang senggamanya
itu, kulihat mata Mbak Wati hanya terlihat putihnya saja dan dari mulutnya
kudengar terus menerus mengeluarkan rintihan dan erangan keenakan,
kadang-kadang kulihat pantatnya Mbak Wati terangkat menyambut kedatangan
kontolku yang masuk kedalam lubang vaginanya itu, sehingga dengan otomatis
kontolku melesak lebih dalam sehingga kurasakan kepala kontolku menyentuh
dinding rahimnya, Mbak Watipun melenguh panjang merasakan hal itu, kedua
tangannya meremas-remas kedua tanganku, akupun semakin kuat meremas-remas
payudaranya, Mbak Watipun menggelinjang kegelian dan keenakan.
“Ooohhh…teruusss…Hen..remaasss..remasss…aaahhh….te tekkku….ooouugghhh… aaahhh….,”Mbak Wati merintih-rintih
keenakan.
Mendengar rintihan Mbak Wati akupun semakin meremas-remas payudaranya itu, dan
juga semakin mempercepat ritme keluar masuk kontolku di lubang kenikmatan Mbak
Wati, dan semakin dalam kutekan kontolku itu sehingga kepala kontolku itu
semakin sering beradu dengan dinding rahim Mbak Wati, kulihat kelentitnya Mbak
Wati semakin memerah akibat semakin cepatnya gerakan keluar masuk kontolku,
suara kecipak yang terdengar akibat beradunya batang kemaluanku dengan dinding
vaginanya yang semakin basah menambah sensasi yang luar biasa.
Tak lama bers***** kudengar Mbak Wati melenguh panjang pertanda puncak
kenikmatannya berhasil ia rengkuh kembali, akupun merasakan hal yang sama
desakan spermaku sudah mencapai di kepala kontolku, kocokan kontolkupun semakin
kupercepat lagi agar puncak kenikmatanku bisa kurengkuh bersamaan, tanganku
semakin ganas meremas-remas kedua bukit kembar Mbak Wati.
“Heeeennnnn….oooouuuggghhh…aakkuuu….tidddaaaakkk…taahhhaaann….lagiiii… aaakkuuu…kellluaarrrr… Hen…,”
Mbak Wati melenguh panjang.
“Aaaaaggghhhh….Mbaaakk, akuuuu…jugaaa…Mbak….aakkuuu….keluaaarr… aaaaahhhhh….,”erangku sambil
menghujamkan kontolku kuat-kuat kedalam lubang memeknya.
Sssrrrrr….ccrotttt….ssssrrrrr….ccrootttt…ssss rrrr….crooottttt….ssssrrrrr…kedua kemaluan kami saling berbalas
menembakkan lahar kenikmatan, membasahi serta menghangatkan kemaluan kami.
Aku merasakan batang kemaluanku menjadi hangat oleh semburan lahar kenikmatan
Mbak Wati juga kurasakan dinding vagina Mbak Wati berdenyut sangat kuat, akupun
dibuatnya merem melek merasakan dinding vaginanya yang seolah-olah
memeras-meras kontolku, sementara itu Mbak Wati juga merasakan dinding rahimnya
menjadi hangat oleh tembakan spermaku dan ia juga merasakan kedutan-kedutan
batang kontolku yang sedang menembakkan air mani.
Akhirnya akupun terkulai diatas tubuh Mbak Wati yang juga tergolek lemas,
setelah kemaluan kami menyemburkan tetes terakhir lahar kenikmatan kami, nafas
kami berdua masih memburu seolah kami baru saja berlari marathon, perlahan-lahan
kontolku mulai menciut dan keluar dengan sendirinya dari lubang vagina Mbak
Wati, kupagut bibir Mbak Wati yang sedikit terbuka dengan penuh mesra, Mbak
Watipun membalas ciumanku itu dengan malu-malu, karena pertamanya dia menolak
tapi akhirnya dia menikmati juga memeknya dientot olehku.
Setelah nafas kami kembali normal dan akupun membaringkan tubuhku disamping
tubuh Mbak Wati, Mbak Watipun bangun dari tidurnya dan mengambil kimononya dan
langsung mengenakannya, sebelum beranjak keluar dari ruanganku, dia berbisik di
telingaku mengucapkan terima kasih atas kepuasan yang telah aku berikan
kepadanya, akupun tersenyum, kulihat goyangan pantat Mbak Wati saat ia
meninggalkan kamar tidurku, tak lama setelah Mbak Wati pergi, akupun bangkit
dan menuju kamar mandi untuk mandi dan mencuci kontolku yang basah oleh cairan
lahar kami.
TAMAT