TANTE WULAN DAN KAKAKKU
Sebaiknya saya langsung mulai cerita, waktu SMP kelas 3, kami kedatangan tamu dari Jogya yaitu Tante Wulan. Pada saat itu dia berumur 26 Tahun dan baru 1 tahun menikah tetapi malangnya dia ditinggalkan oleh suami yang tidak bertanggung jawab, dikarenakan alasan mertua (nenek saya, red). Saya memang akrab dengannya (Tante Wulan) karena orangnya ramah, lembut dan cantik. Dan diantara banyak keponakannya, sayalah yang paling dianakemaskan olehnya. Dia sering berkata,
"Kamu itu orangnya baik, nggak suka nakal-nakal seperti anak-anak yang lain yang suka berkelahi, mencuri dan lain-lain.."
Nah, pada saat
kedatangannya kebetulan kedua orang tua saya sedang berlibur di Bali, tinggal
saya dan kedua kakak wanita saya serta ditemani seorang pembantu.
"Ehh Tantee!" teriak kakak saya yang pertama bernama Riska, saya dan
Risma berlomba menuruni tangga dari lantai 2 (tempat menjemur pakaian). Risma
adalah kakak kedua saya, singkatnya kami menyambut kedatangannya dengan hangat
tapi sayang kamar dikeluarga kami hanya ada 3.
"Tante
Wulan pakai saja kamar saya, biar saya tidur di ruang tengah," kata saya
sambil membawa kopernya ke dalam kamar. Kamar saya yang tak terlalu besar,
hanya ada tempat tidur yang tidak terlalu besar, meja belajar dan lemari kecil.
Pada tengah malam..
"Ssstt..
Bayu pindah saja ke dalam," sambil menunjuk kamarnya.
"Ahh nggak usah Tante, Tante khan.." balasku tertahan.
"Eh di sini kan banyak nyamuk," selanya, dengan langkah gontai saya
masuk ke kamar.
Ketika saya
merebahkan diri, teryata dia ikut masuk dan menutup pintu, saya pikir dia
menggantikan saya tidur di ruang tengah, ini membuat saya malah menjadi
canggung dan tidak bisa tidur, pikiran pun melayang kemana-mana,
sebentar-sebentar saya memandang ke sebelah.
"Haa.. cepet banget Tante Wulan tidurnya.. ya ampuun, kenapa otak gua jadi
ngeres gini."
Saya teringat
kembali semua yang telah saya tonton (Film Biru) lalu saya duduk dan memandangi
pahanya yang tersingkap sampai daerah sekitar perut.
"Woww! seksi banget.." kata saya dalam hati.
Tante Wulan memang seorang yang sangat cantik, tinggi badannya 166 cm dengan tubuh yang proporsional kulit kuning langsat, rambut hitam pekat, panjang sebahu mirip seorang model, leher jenjangnya yang putih bersih, hidung mancung dengan bentuk yang manis sesuai dengan ukuran wajahnya, bibir yang sensual dengan warna merah natural, membuat setiap orang yang melihatnya ingin mengecupnya. Pokoknya ia adalah wanita seperti idaman saya, kadang saya berfikir,
"Coba
kalau ia bukan tante saya."
Tanpa disadari tangan saya mulai meraba betis.
"Iiihh lembut banget (sambil dikecup sedikit)," kata saya dalam hati, baru kali ini saya memegang betis seorang wanita, dan tangan saya menjalar ke pahanya yang membuat darah muda saya mendidih, perasaan yang tidak karuan, takut dan nafsu birahi yang tak dapat dibendung.
"Ya
ampun, kenapa saya bisa sekurang ajar ini," saya berhenti sejenak untuk
memperhatikannya apakah ia benar-benar tertidur? Untuk mengetahuinya saya tarik
bantal yang berada di kepalanya secara mendadak, benar saja ia tertidur pulas.
Kemudian saya melanjutkan aksi dengan membuka tali piyamanya, pemandangan luar
biasa yang belum pernah saya lihat sebelumnya, lalu saya merebahkan diri di
sampingnya sambil saya dekatkan mulut saya ke mulutnya, terasa hembusan
nafasnya yang hangat membuat saya makin terangsang untuk mencium bibir indahnya
dan saya beranikan diri untuk melumat bibirnya.
"Eemmuuaahh.." tiba-tiba mengalirlah perasaan aneh dalam tubuh saya,
membuat saya lupa akan semuanya dan saya tak dapat menahan lebih lama lagi,
saya hisap bibirnya, saya cium hidungnya yang indah, pipinya dan kembali lagi ke
bibir manis itu, saya berlama lama di sini sebentar, saya mencoba memasukkan
lidah saya ke mulutnya.
"Eeehhmm.." gumamnya,
"Masa
bodo ketahuan apa nggak!" kata saya dalam hati, lalu dengan tangan kanan,
saya meraba payudara yang kenyal itu sambil sesekali meremas-remasnya mesra
(tanpa membuka BH-nya).
"Begini saja tidak bakalan puas," pikir saya. Dengan gemetar lalu
saya memiringkan tubuh indah itu.
"Uuuhh susah banget," tetapi akhirnya berhasil juga dan saya buka kancing BH-nya.
"Haa..
luar biasa indahnya," kataku kagum dan kurangkul tubuh indah itu sambil
saya menindihnya dari samping karena ia dalam posisi miring, kaki kananku
kusilangkan diantara pahanya, menciumi seluruh wajahnya sambil meremas-remas
buah dadanya, tapi tiba-tiba dia mendorongku, aku kaget bukan main sepertinya
jantung ini berhenti berdetak. Saya berhenti sebentar sambil mengatur nafas dan
memperhatikannya. Beruntung, ternyata dia masih dalam keadaan tidur dan tetapi
posisinya kali ini sangat memudahkan bagiku untuk mengadakan operasi
selanjutnya, yaitu telentang.
Perlahan saya mendaratkan wajah saya diantara gunung kembar itu, dan saya mulai
menjilatinya dengan lembut, dengan gemetar saya meremas-remas, sesekali
mengisap-isap puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerahan itu sambil
memainkan ujung lidah saya, nikmat sekali benda kenyal ini yang perlahan-lahan
mulai mengeras dengan diiringi suara rintihan.
"Aahh..
uuggh.." terlihat sekilas olehku, ia mulai tidak tenang, kepalanya
bergoyang ke kanan dan ke kiri, tangannya yang meremas-remas sprei, sepertinya
ia juga merasakan nikmatnya, tapi dasar orang yang sudah dikendalikan nafsu
birahi, hal itu tidak menyusahkannya, malah menimbulkan sensasi tersendiri,
semakin gencar saya melakukannya, bahkan kini tanganku berani menyelinap ke
dalam celana dalamnya.
"Wahh.. bulunya lebat amat," kataku dalam hati, lalu saya mulai
mengusap-usap bulu tersebut sambil menciumi seluruh buah dadanya disertai
gigitan kecil di puting susunya yang membuatnya bergetar dan terasa olehku
bahwa setiap kali aku membelai bulu di selangkangannya, pantatnya agak
terangkat sepertinya berbicara,
"Masukkan jarimu," dan setelah kulepaskan CD-nya, kuberanikan diri untuk menyelipkan jari tengahku ke dalam goa kenikmatannya. Kontan saja dia menggumam,
"Uuuggh..
sszztt.. ahh.. ahh.. aauuhh.." tak
henti-hentinya ia merintih sambil meremas-remas rambutnya. Dalam hati saya
berfikir apa ia benar-benar tidur?
Tiba-tiba pantatnya agak terangkat sampai seluruh jari saya masuk ke dalam
liang kewanitaannya sambil ia meregangkan kedua pahanya lebar-lebar membuat
saya ingin melihat lubang kemaluannya secara dekat. Lalu saya merubah posisi,
saya seperti orang yang sedang bersujud, kubenamkan hidungku di liang
senggamanya sambil kugesek-gesekkan dengan hidungku,
"Uuhh.." baunya membuat sensasi seksku meningkat,
"Sssrruupps.."
(seperti menjilat ice cream) Sambil memegang kedua pahanya, aku menjilat-jilat
bagian dalam liang kenikmatan tanteku itu, jujur saja rasanya aneh asin,
sedikit gurih dan pokoknya nikmat, tak bisa kulukiskan dengan kata-kata.
Tiba-tiba saya dikagetkan oleh kedua tangan, yang tiba-tiba saja memegang
kepala saya.
"Ehhmm.. siapa kamu?" sambil mengangkat kepala saya,
"Mati
gue!" dalam hati saya berkata dengan perlahan saya mengangkat kepala saya
dari liang sorganya, saya hanya terdiam.
"Roy apa yang telah kamu lakukan.. kenapa kamu, berani..?" kata Tante
Wulan.
Dengan gemetar saya berkata,
"Maaf kan
saya Tante."
"Maaf lagi, enak aja.. nanti Tante bilangin Ibu.. baru tau rasa!"
ancamnya.
Saya hanya pasrah, saya sudah kehilangan seribu bahasa, saya hanya diam dan
diam ketika saya hendak melangkah keluar kamar, ia melompat dan mengunci pintu
membuat saya kaget bukan main, kupikir ia mau menghajarku,
"Tidur sana!" perintahnya sambil membiarkan tubuhnya terlihat olehku yang hanya mengenakan baju tidur yang telah kubuka talinya dan saya membaringkan badanku membelakanginya dan ia mematikan lampu kamar. Saya telah berusaha untuk memejamkan mata tapi tidak dapat.
"Gimana
nih, gua bisa diusir dari rumah," dalam hati saya berbicara.
Satu jam setelah itu, saya dikagetkan oleh tangan yang memegang alat vital
saya, kontan saja ini membuatnya bangun (dongkrak antikku). Awalnya hanya
meraba-raba saja dan akhirnya sampai masuk ke dalam celana dalam dan kurasakan
tubuh hangat itu memelukku sambil berkata,
"Tante tau Kamu belum tidur," tapi saya terus pura-pura tidur, dan ia menelentangkan tubuh saya, sedikit saya mengintip rupanya ia melepaskan piyamanya dan benar-benar telanjang bulat. Sebenarnya saya ingin melongo tapi takut ketahuan.
"Astagaa.. teryata ia tadi itu cuma pura-pura," saya menahan nafas ketika ia menelungkupkan tubuhnya di atasku sambil berkata, "Ini rahasia kita." Lalu menghujani bibirku dengan ciuman rakusnya, "Emmuuahh.. eemmuuaahh.." sambil tangannya memegang kepalaku dan memutar-mutar kepalanya.
"Jangan salahkan saya, jika sekarang perjakamu kuambil," katanya lagi sambil mencium bibirku dengan nafsunya dan menggoyangkan pantatnya, lalu saya tak tahan lagi, saya bangun tapi hanya sebatas duduk dan membiarkan ia berada di atas pangkuanku sambil saling melilitkan lidah, tanteku membuka t-shirt yang kukenakan dan,
"Ahh, sialan ia menggigit lidahku," kataku.
"Maaf.." katanya singkat dan meneruskan aksinya, dan ia menggiring tanganku untuk memegang payudaranya karena aku masih agak malu,
"Roy silakan lakukan apa saja yang kamu suka," katanya "Ya Tante," jawab saya.
"Ssstt..
jangan pangil Tante ketika bercinta," katanya lagi.
Kami benar-benar larut dalam gejolak nafsu birahi, saling berlomba untuk
merebut hadiah kenikmatan, sekarang sudah benar-benar bebas, mulut saya
menjelajah ke seluruh wajah sampai leher, belakang telinganya kujilat dan
kuciumi dan kembali ke bagian leher sampingnya membuat kepalanya menengadah ke
atas.
"Aaahh.. uuhh teruuss Roy," katanya,
"Uuugghh.. belajar dari mana kamu?", lanjutnya dengan nafas yang terengah-engah.
"Sudahlah
jangan tanya-tanya," kata saya dengan suara bergetar, tangan kita
masing-masing saling menjalar ke bagian tubuh yang paling sensitif.
Kemudian Tante Wulan mendorong tubuh saya dan menarik celana pendek serta CD
yang saya kenakan. "Tooeewww.." tugu kenikmatan berdiri dengan tegak
seraya menyombongkan dirinya.
"Tahan sedikit ya," katanya sambil ia meraih batang kemaluan saya dengan cepat dan mengulumnya. Gila, masuk semua ke dalam mulutnya, bahkan topi baja saya sampai menyentuh tenggorokannya. Tante Wulan dengan rakusnya melahap seperti hendak menelan habis, ia bukan seperti tante saya yang saya kenal, di sini ia tampak liar, seperti orang kesurupan
"Aaauuwww.." teriak saya waktu ia menghisap dengan seluruh kekuatannya, sepertinya tenaga saya turut dihisapnya sambil ia menempelkan gigi-giginya di topi baja saya.
"Besar
sekali punyamu dan panjang," bisiknya lirih.
Tiba-tiba Tante Wulan berdiri dan menyambar piyama tidurnya dan keluar kamar
begitu saja.
"Haa.." saya hanya melongo dibuatnya kali ini apa yang akan dibuatnya? Terdengar suara agak gaduh di luar, sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Kemudian saya bangun dan mengintip dari balik pintu, rupanya ia mengambil sesuatu dari kulkas dan menyembunyikan di balik badannya, dan melangkah ke arah saya.
"Ssstt ayo masuk," bisiknya dan ia menunjukkan sesuatu tepat depan wajah saya.
"Haa, Tante untuk apa ketimun itu," tanyaku heran.
"Aahh aku tauu! Dasar!" lalu dia memelukku dan menjatuhkan diri bersama-sama ke atas tempat tidur setelah ia membuka kembali piyamanya.
"Nih,
pegang..!" teryata ketimun ini sudah diberi baby oil, licin dan basah.
Sekedar informasi, ketimun itu adalah ketimun import 'Cucumber Pickling'
Berwarna hijau tua berukuran seperti alat vital orang dewasa.
Beberapa saat kita berguling-guling di atas kasur sampai akhirnya ia berada di
bawah saya dan membimbing tangan saya untuk memasukkan ke dalam liang
senggamanya.
"Aaauugghh.. teeruuss.. yang dalam.. uuhzz.. yeeaah.. pompa terus Roy.. ya begitu.. terus.. aahhggh.. nikmat Roy.. puter.. puter.. yaa.. sodok.. sodok lagi.. aauuhh.. niikmaatt.. agak ke atass.. ya begitu.." ocehan Tante Wulan makin menjadi sambil ia mengocok senjata pusakaku. Tante Wulan membalikkan badan saya dan menduduki tugu kenikmatan yang sudah mengeras dan membimbingnya masuk. "Srruup.." amblas, tapi hanya setengahnya saja dan Tante Wulan mulai menaikturunkan pantatnya dengan perlahan sambil berpegangan pada lututnya.
"Uuuhh..
batangmu hangat sekali.. lebih enak punyamu.." sesekali ia membenarkan
letak rambutnya.
"Kraak.. kraakk.. kraakk.." suara ranjangku seakan berteriak karena
menahan beban tubuhku dan tubuh Tante Wulan. Malam itu menjadi malam yang
sangat istimewa dan gaduh, suara rintihan, erangan, kenikmatan berbaur menjadi
satu seperti hendak sengaja mempertontonkan adegan yang mencengangkan. "Astaga
pintu kamarku belum ditutup," tetapi Tante Wulan sedang asyik bermain di
atas tubuhku, aku pun tak ketinggalan, menjamah, meremas buah dadanya sehingga
membuat Tante Wulan semakin liar saja. Samar-samar ada empat mata yang
memandang dari kegelapan, apakah itu cuma khayalanku yang timbul karena rasa
takut? Ah masa bodoh, selama mata itu tak menggangu acaraku.
Lalu saya bangun tapi hanya sebatas duduk, Tante Wulan masih berada di atas
pangkuanku. Bibir kami saling bertemu dan berpagutan, saling menjilat dan
saling memompa, berpelukan. Kemudian saya bangun dan berdiri sambil menggendong
Tante Wulan agar batang kejantananku tetap menancap di liang senggamanya, dan
kunaikturunkan dengan kedua tanganku.
"Enaak..
Roy.." Tante Wulan semakin memelukku dengan erat. Lalu tak kusadari kakiku
melangkah keluar sambil tetap pada posisi tadi, sampailah di ruang tengah dan
kuletakkan tubuh Tante Wulan di atas meja, tanpa kucabut batang kemaluanku yang
bersarang indah di liang sorganya.
Aku mulai memompanya lagi,
"Aauugghh.. lebih cepat Roy.. ya teruss.. begitu," desah Tante Wulan sambil melingkarkan kedua kakinya di pantatku. Aku mengayun dengan sekuat tenaga, meja bergetar dan pot bunga, gelas berjatuhan akibat getaran kenikmatan yang kukeluarkan.
"Roy lebih cepatt.. mau keeluarr nih.." Aku pun semakin mempercepat dorongan dan pompaanku,
"
Aaahh.." teriakku sambil mengumpulkan tenaga yang tersisa, mulai terasa
olehku ada suatu cairan hangat yang memenuhi liang senggama Tante Wulan dan
menyelimuti seluruh batanganku, membuat seakan berkumpul kembali tenagaku,
bersamaan itu Tante Wulan bangun dan memelukku erat sambil melumat bibirku dan
tak lama kemudian aku pun tiba-tiba merasa tergoncang hebat sambil memacu
dengan gencarnya, "Croot.. croot.. croott.. croot.." empat kali
tembakanku, lalu lunglailah tubuh kami. Nafasku tersengal-sengal, Tante Wulan
memandangku dengan penuh rasa bangga dan puas, lalu ia menarik dirinya dari
pelukanku sambil memberikan kecupan lembut di bibirku, dan ia melangkah menuju
kamar mandi.
Keesokan harinya, pukul 11.00 aku bangun dan aku melihat mata kedua kakakku
merah dan bengkak seperti orang habis begadang, karena memang pertempuran
semalam selesai ketika matahari mulai nampak. Hatiku bertanya-tanya,
"Apakah mereka menontonku? tapi dari sikap mereka terlihat biasa saja.
"Roy kenapa kamu bangunnya siang begini tak seperti biasanya?" tanya
Risma curiga. "Ehh.. karena.. kecapean kali.." Aku pun bingung,
tetapi aku jadi malu jika menatap wajah tanteku itu, ada perasaan bersalah tapi
ia tenang dan mengusap-usap bahuku dan kepalaku dan seperti biasanya kami
melakukan aktifitas kami masing-masing, Riska kuliah dan Risma sekolah di
sebuah SMA Negeri di Jakarta, dan aku sendiri sekolah tak jauh dari rumah.
Pukul 17.00 aku tiba di rumah, aku menengok ke kanan dan ke kiri, sepi sekali
di dalam rumah, pintu tidak dikunci terlihat olehku pintu kamar Riska agak
terbuka, dengan berjingkat aku masuk dan mengintip.
"Ahh..
baju.. rok dan celana dalam kakakku bertebaran di lantai, lalu mataku mulai
menjelajah ke setiap sudut ruangan. "Astagaa," jantungku berdetak
keras melihat Riska tanpa busana membelakangiku sambil tangan kanannya
berpegangan pada lemari dan tangan kirinya maju mundur seperti sedang
memasukkan sesuatu ke dalam kemaluannya, hal ini membuat darah mudaku mendesir.
Dia mengerang, meringis. Kepalanya menengadah ke atas langit-langit, lalu ia
merebahkan diri ke atas kasur, sambil terus memompa sesuatu di liang
kemaluannya.
Perlahan setelah kulepas sepatuku, aku masuk dan menutup pintu, aku tak tahan
dan kukeluarkan kejantananku, tetapi sayang ia membalikkan badannya ke arahku,
terpaksa aku masuk ke dalam kolong ranjang.
"Ahh sial.." kataku.
"Aaa.."
jeritan Riska menyudahi kenikmatannya, entah sudah berapa lama ia melakukan itu
(martubasi dengan ketimun), tapi tak terdengar apa-apa, semuanya menjadi sunyi,
aku tak berani keluar dari kolong dan setelah 2 jam aku mulai keluar dan
memperhatikan sekelilingku. Oh, rupanya ia telah tidur dengan mengenakan
selimut.
Perlahan-lahan kutarik selimut itu. Mataku terbelalak melihat pemandangan yang
satu ini, tubuh molek kakakku yang dihiasi dengan keringat semakin indah
kelihatannya, ia teryata lebih seksi dari Tante Wulan, payudaranya lebih
kencang, tubuhnya padat berisi. Uhh, pokoknya diatas segala-galanya jika dibandingkan
dengan Tante Wulan. Lalu kutangalkan semua pakaianku dan kukunci pintu.
Perlahan kuhampiri tubuh kakakku yang sedang tertidur, lalu aku menyentuh
bulu-bulu tipis yang tumbuh di sekitar kemaluannya dan kusisir dengan lidahku
perlahan-lahan, sambil tanganku menggapai-gapai buah dada milik Riska dan
kuambil kembali ketimun itu dan kumasukkan perlahan. "Ehm, pantatnya agak
terangkat sedikit dan kupompa perlahan, masih tertinggal bekas cairan memeknya
di ketimun yang ia gunakan tadi. Aromanya lebih tajam dari milik Tante Wulan.
Riska tampak menggeliat-geliat sambil bergumam,
"Ohh..
oohh.." tangannya tak bisa diam menjambaki rambutnya dam meremas-remas
payudaranya, kupercepat pompaanku tapi aku tidak tega dan kutarik kembali
ketimun itu dan kugantikan dengan punyaku sendiri.
"Ssleephh.. Ooohh.." Riska merintih panjang dan astaga membuka
matanya dan kaget melihatku yang ada di atas tubuhnya dan mendorongku, tapi
tanganku lebih kuat.
"Rooy jangann.. tolong Roy jangan," katanya, tapi kusumpal dengan mulutku. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, menghindari ciumanku dan kutahan kepalanya, kupaksa ia untuk menerima ciumanku.
"Aaaihh teryata bibir Riska lebih manis dari Tante Wulan." Aku semakin bernafsu saja. Ia terus berontak, berontak. Semakin ia berontak, aku semakin kencang mengayun batanganku.
"Auu..
uughh.." Riska menggigit bibirnya, tak kusadari bahwa setiap hentakanku
turut dibantunya dengan menggoyangkan pantatnya, membuat semakin nikmat walau
punya kakakku lebih sempit dari milik Tante Wulan, ini tak menjadi penghalang
bagiku, kali ini sepertinya ia sudah kehabisan tenaga dan pasrah.
"Roy jangan kau tumpahkan manimu di dalam ya," katanya memelas, aku
hanya menganggukkan kepala saja dan kuciumi bibirnya, ia tidak menolak bahkan
lidahnya masuk ke dalam mulutku dan ikut menikmatinya, karena takut ketahuan
yang lain aku memacunya lebih cepat dan kulihat senyuman dari bibir kakakku. Ia
melingkarkan kakinya di pantatku agar tak terlalu kencang getaran yang
ditimbulkannya.
"Aaa.." kita berteriak bersamaan, dan tiba-tiba ia memelukku dan menciumi bibirku sambil menekan pantatnya hingga terasa olehku menyentuh dinding kemaluannya bahkan klitorisnya, dan
"Croott..
crroot.." untung saja aku cepat mengeluarkan dan tertumpah mengenai wajah
Riska, dan saat itu juga ia meraih dan mengulum batanganku dan menyedot habis
mani yang tersisa di sekitar topi kepala bajaku. Terlihat juga ada lava putih
mengalir dari dalam liang senggamanya yang disertai aroma yang merangsang.
Sebetulnya aku masih ingin bercinta dengannya tapi sudah agak petang dan karena
itu aku tadi mempercepat genjotanku, dan aku mengambil bajuku dan keluar menuju
kamar mandi, beruntung ketika aku mandi, Tante Wulan dan Risma pulang sehingga
mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.
TAMAT