BIRAHI LIAR IBU MAJIKAN
Nama ku (Andy)
Ceritanya, hanya persoalan sepele yaitu orang tuaku menghendaki agar aku tidak
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, tapi aku tetap ngotot untuk
mendaftar pada salah satu perguruan tinggi di Makassar. Karena tidak didukung
orang tua, aku terpaksa meminjam uang dari tetangga sebesar Rp.10.000, buat
ongkos mobil ke Makassar dan sisanya buat jajan. Karena aku tidak punya kenalan
di Kota Makassar, maka aku terpaksa bermalam di terminal bus sambil mencari
kenalan agar aku bisa mendapatkan kerja secepatnya. Kerja apa saja asal halal.
Setelah dua hari aku bergaul dengan orang-orang terminal, akhirnya ketemu
dengan seorang tukang batu yang waktu itu sedang merenovasi tembok dan lantai
tunggu para penumpang. Aku menawarkan diri menjadi buruh pada tukang tersebut,
dan setelah kuceritakan masalahku yang sebenarnya, akhirnya ia menerima
tawaranku itu. Aku ditawarkan gaji Rp.2.000/hari tanpa ditanggung makan dan
penginapan. Aku langsung setuju saja, sebab jika tidak, aku akan mati kelaparan
mengingat uang jajanku telah habis. Namun aku minta agar gajiku dapat kuterima
setiap hari dan tukang itupun setuju. Setelah lima hari aku bekerja dengan
tekun dan bermalam bersama dengan sopir-sopir bus malam di terminal, aku
dikenalkan dengan seorang pengusaha beras yang kaya oleh salah seorang sopir
bus kenalan saya di terminal itu.
Malam itu aku diantar ke salah satu rumah besar yang beralamat di Jl. SA. Aku
gemetaran dan nampak kampungan ketika memasuki rumah yang serba mewah itu.
Kalau tidak salah, ada 7 buah mobil truk dan dua mobil sedang serta 3 mobil
kijang pick up di parkir di depannya. Seorang pembantu laki-laki setengah baya
mempersilakanku masuk duduk di ruang tamu. Tidak lama kemudian seorang gadis
entah pembantu atau keluarga si pengusaha itu sedang membawa 3 cangkir kopi
beserta kue kering. Kue seperti itu rasanya seringkali saya makan di kampungku.
Setelah kami duduk kurang lebih 2 menit di ruang tamu, tiba-tiba:
"Iyana eddi muaseng elo makkulliah na de' gaga ongkosona? (Ini orangnya
yang kamu maksud mau kuliah tapi tidak punya biaya?)" tanya seseorang yang
baru saja keluar dari kamarnya dengan perawakan tinggi besar, perut gendut
dengan warna kulit agak hitam. Ia gunakan bahasa Bugis mirip bahasa yang
sehari-hari kugunakan di kampungku.
"Iye' puang. Iyana eddi utihirakki (Yah betul. Inilah orangnya yang saya
antar)" jawab si sopir yang mengantarku itu.
Selama di rumah itu, kami bercakap dengan memakai bahasa daerah Bugis. Namun,
untuk memudahkan dan memperjelas kisahku ini, sebaiknya kugunakan bahasa
Indonesia saja tanpa mengurangi makna percakapan kami, apalagi bahasa
percakapan kami adalah campuran bahasa Indonesia dan Bugis.
"Oh yah, masuk saja dulu makan nak, siapa tahu temanmu itu belum makan
malam" katanya pada si sopir itu sambil mempersilakan kami masuk ke ruang
dapur.
"Ayo Ndy, kita sama-sama makan dulu baru ngobrol lagi" ajakan si
sopir itu seolah ia sudah terbiasa di rumah itu.
"Yah.. Terima kasih Pak. Rasanya aku masih kenyang" kataku pura-pura
kenyang meskipun sebenarnya aku sangat lapar karena belum makan malam.
"Ayolah.. Masuklah.. Jangan malu-malu. Tidak ada siapa-siapa di rumah ini.
Biar sedikit saja di makan" kata sopir bersama dengan si pemilik rumah itu
sambil ia berdiri menuntunku masuk ke ruang makan. Ternyata di atas meja telah
tersedia makanan lengkap seolah meja itu tidak pernah kosong dari makanan.
Setelah kami duduk di depan meja makan, aku menoleh kiri kanan dalam ruangan
itu dan sempat kulihat 3 orang perempuan di rumah itu. Seorang di antaranya
sedang cuci piring. Ia sudah cukup tua, yang jika ditaksir usianya sekitar 50
tahun ke atas. Sedang yang satunya lagi sedang berbaring di atas salah satu
tempat tidur sambil membaca koran. Bila ditaksir usianya antara 30 sampai 40
tahun. Namun seorang wanita lagi sedang asyik nonton TV sambil bersandar pada
rosban tempat wanita berbaring sambil baca koran tadi. Ia nampak masih muda.
Jika ditaksir usianya sekitar 17 sampai 25 tahun. Nampaknya ia masih gadis.
Selama kami menyantap makanan di atas meja itu, kami tidak pernah bicara sama
sekali. Namun aku merasa diperhatikan sejak tadi oleh wanita setenga baya yang
sedang baca koran itu. Ia sesekali mengintip aku sambil memegang korannya.
Lebih aneh lagi, setiap kami beradu pandangan, wanita itu melempar senyum mandy.
Aku sama sekali tidak mengerti maksudnya, tapi aku tetap membalas dengan
senyuman tanpa diperhatikan oleh si sopir teman makanku itu. Kalau bukan karena
si sopir itu berhenti duluan makan, aku tidak bakal berhenti makan dan aku
semakin betah duduk berlama-lama di kursi makan itu berkat lemparan senyum si
wanita setengah baya itu.
Setelah kami duduk kembali bersama dengan si sopir itu di ruang tamu, laki-laki
berperawakan besar tadi kembali duduk di depanku dan berkata,
"Kamu dari daerah mana dan dimana orang tuamu nak?" tanya laki-laki
itu.
"Dari Bone Pak. Orang tuaku tinggal di kampung" jawabku.
"Kamu tinggal di Kota Bone atau desanya?" tanyanya lagi serius.
"Di kampung jauh dari kota Pak" jawabku lagi.
"Saya sudah dengar permasalahanmu dari sopir ini. Kalau kamu mau tinggal
sama kami, aku siap membiayai kuliahmu jika kamu lulus nanti"
"Terima kasih banyak Pak atas budi baik bapak. Aku bersyukur sekali bisa
bertemu dengan bapak" kataku dengan penuh kesopanan.
"Kebetulan sekali kami juga asli Bugis tapi Bugis Sinjai. Bahkan istri
pertamaku tinggal di Kota Sinjai" lanjutnya terus terang.
"Yah kalau begitu, aku sangat beruntung pergi ke Makassar ini,"
kataku.
Setelah kurang lebih 3 jam kami ngobrol, laki-laki itu menyuruh kami masuk ke
salah satu kamar depan untuk istirahat. Tapi si Sopir temanku itu malah minta
pamit dengan alasan pagi-pagi mau cari penumpang. Aku mengerti dan laki-laki
tadi yang belakangan kuketahui kalau ia adalah majikanku dan kepala rumah
tangga dalam keluarga itu, mengizinkan si sopir tadi pulang ke terminal.
Sebelum majikanku itu berangkat untuk mengurus usahanya pada esok harinya,
sambil menyantap hidangan pagi bersama istrinya yang kemarin kulihat baca koran
dan anak satu-satunya di rumah itu yang kemarin nonton TV di ruang makan, ia memperkenalkan
seluruh anggota keluarga dan pembantunya di rumah itu, termasuk sopirnya.
Setelah itu ia tunjukkan kamar tidurku dan jelaskan kerjaku sehari-hari di
rumah itu. Aku diminta menjaga rumah dan membantu istri keduanya ketika ia
sedang pergi ke luar kota mengurus perusahaannya.
Aku senang sekali mendengar pekerjaan yang dibebankan padaku, apalagi membantu
istrinya yang kuyakini cukup ramah dan bijaksana. Sejak hari pertama aku sudah
cukup akrab dengan anggota keluarga di rumah itu dan aku mengerjakan seluruh
pekerjaan di rumah itu, termasuk mencuci, memasak dan menyapu sebagaimana
layaknya keluarga atau pembantu umum di rumah itu. Sikap kami berjalan
biasa-biasa saja tanpa ada keanehan hingga hari kedua belas.
Namun pada hari ketiga belas, pikiranku mulai terganggu ketika majikan
laki-lakiku menyampaikan bahwa ia akan pergi ke Sinjai untuk membeli gabah dan
beras untuk beberapa hari. Aku yakin kalau pergaulanku dengan istri keduanya
itu bisa tambah dekat, sebab akhir-akhir ini istrinya itu sering minta aku
membersihkan tempat tidurnya dan berpakaian yang sedikit kurang sopan di
depanku saat suaminya keluar rumah. Aku justru sangat gembira mendengarnya.
Setelah majikan laki-lakiku itu berangkat bersama sopir pribadinya sekitar
pukul 9.00 pagi, aku kembali melaksanakan tugas hari-hariku seperti hari-hari
sebelumnya yakni mencuci pakaian, piring dan menyapu tempat tidur majikanku.
Pembantu rumah itu sedang menyapu di halaman belakang, sementara anak gadis
satu-satunya itu sedang ke sekolah.
"Ndy, bisa nggak kamu membantu aku seperti suamiku membantuku setiap
malam?" tanya istri keduanya itu ketika aku sedang membersihkan tempat
tidurnya. Aku sangat kaget dan bingung atas permintaannya itu. Aku tidak segera
menjawab karena aku tidak tahu maksudnya dengan jelas.
"Membantu bagaimana yang ibu maksud?" tanyaku penuh ketakutan.
"Memijit kepala dan punggungku sebelum aku tidur, karena mataku tak bisa
tertidur sebelum dipijit" katanya sambil sedikit senyum.
"Kalau soal pijit memijit, kurasa sangat mudah Bu'. Aku bisa, tapi.. Tapii
aapa bapak tidak marah nanti kalai ia tahu Bu?" tanyaku terbata-bata
kalau-kalau ia hanya memancingku.
"Nggak bakal marah kok. Kan kamu sudah jadi kepercayaannya. Lagi pula kamu
diberi tugas menjaga aku selama ia belum pulang" katanya lagi.
Setelah kusetujui permintaannya, ia lalu keluar dan duduk baca koran di ruang
tamu, sedang aku ke halan depan untuk menyapu, lalu istirahat di kamar tidurku.
Setelah makan malam, aku bersama pembantu nonton TV di ruang makan, sedang ibu
majikanku dan anak gadisnya nonton TV di kamarnya masing-masing. Setelah siaran
berita yang kami tonton habis, pembantu itu pergi tidur di kamarnya yang
berdekatan dengan ruang dapur. Sedangkan anak gadis majikanku masih terlihat
belajar di kamarnya dengan pintu kamar yang terbuka lebar. Aku kembali teringat
dengan perintah ibu majikanku tadi pagi. Aku bertanya-tanya dalam hati kapan
perintah itu harus kulaksanakan, karena ibu tidak menjelaskan jam berapa dan di
mana. Di ruang makan, atau ruang tamu ata di kamar tidurnya. Aku tunggu saja
perintahnya lebih lanjut.
Setelah terdengar pintu kamar anak gadis majikanku itu tertutup dan terkunci
rapat sebagai tanda ia sudah mau tidur, maka terdengar pula pintu kamar
majikanku terbuka pertanda ia mau keluar dari kamarnya. Aku pura-pura tidak
memperhatikannya. Namun tiba-tiba ibu majikanku itu duduk tidak jauh di
sampingku sambil nonton TV bersamaku.
"Ndy, sudah lupa yach permintaanku tadi pagi?" tanyanya setengah
berbisik yang membuat aku kaget dan gemetar.
"Ti.. Tiidak Bu'. Mmaaf Bu', aku hampir lupa" jawabku ketakutan.
"Kalau begitu ayolah. Tunggu apa lagi. Khan sudah larut malam"
ajaknya.
"Ta.. Tapi di mana Bu'?" tanyaku singkat.
"Tentu di kamarku donk. Tidak mungkin di sini atau di kamarmu"
jawabnya.
Aku sebenarnya sangat takut kalau ada orang lain yang mencurigai aku. Tapi
karena ini adalah perintah majikan, lagi pula semua orang di rumah itu pada
tidur, maka apapun resikonya aku harus jalankan. Ibu majikanku berjalan dengan
pelan seolah takut pula diketahui orang lain dan ia menuju kamar tidurnya,
sementara aku ikut di belakangnya dengan pelan dan hati-hati pula. Setelah
masuk kamar, ia lalu menutup dan mengunci pintunya dengan rapat. Lalu ia
membuka daster yang dipakainya dan terus telungkup tanpa memakai baju, melainkan
hanya BH dan celana tipis yang agak pendek di badannya.
"Ayo Ndy, silakan dipijit kepala dan leherku bagian belakang lalu
punggungku" pintanya seolah tak sabar menunggu lagi.
Aku segera duduk di pinggir tempat tidurnya, lalu secara pelan dan hati-hati menyentuh
kepalanya bagian belakang, terus turun ke leher belakangnya. Setelah aku
mencoba menekan dan mengeraskan sedikit pijitanku, ibu majikanku itu tiba-tiba
bersuara dengan nada sedikit agak tinggi.
"Wah.. Kenapa tidak pakai minyak gosok Ndy. Ambil di kolom rosban?"
"Yah.. Yah.. Maaf Bu'. Aku tidak melihatnya tadi" kataku dengan suara
agak tinggi pula.
"Jangan terlalu besar suaranya Ndy, nanti kedengaran orang" kata ibu.
Setelah ibu majikanku melarangku bersuara agak keras, ia lalu berbisik.
"Punggungku juga Ndy, biar aku bisa tidur nyenyak".
Menyentuh kepala dan rambut serta lehernya saja, aku sudah cukup terangsang
dibuatnya. Apalagi memijit kulit punggugnya yang setengah telanjang itu. Tapi
karena itu adalah perintah majikan, maka aku segera laksanakanKetika aku
menurunkan kedua tanganku dan menggosok-gosok punggungnya, terasa hangat
sekali. Kulit tubuhnya sangat putih dan halus. Sesekali aku meletakkan tanganku
di bawah ketiaknya dan di pinggir BH warna abu-abu yang dikenakannya. Kedua
tanganku semakin lengket dan lambat gerakannya ketika ujung jariku sedikit
menyelusup di balik pengikat BH dan pinggir atas celananya. Bahkan sempat
tanganku tidak bergerak sejenak ketika konsentrasiku mulai mengarah ke balik
pakaiannya itu.
"Ndy, kenapa diam. Ada apa, sehingga kami tidak menggerakkan tanganmu
itu?" tanyanya sambil bergerak dan sedikit berbalik, sehingga aku sempat
melihat sebagian daging empuk yang ada di balik BH-nya itu.
"Ti.. Tidak apa-apa Bu'. Hanya takut?" jawabku dengan nafas terputus.
"Takut sama siapa? Khan tidak ada orang lain di sini. Capek yaah?"
Setelah berkata begitu, ibu majikanku tiba-tiba berbalik arah sehingga ia
telentang di depanku. Terpaksa kedua tanganku menyentuh tonjolan BH-nya tanpa
sengaja. Ia hanya sedikit tersenyum dan berkata,
"Tidak keberatan khan jika kamu juga mengurut perutku, biar tubuhku lebih
segar lagi. Ayolah Ndy.." katanya sambil meraih kedua tanganku dan
meletakkannya di atas pusarnya.
Jantungku terasa hampir copot ketika ibu majikanku itu mengangkat BH-nya sehingga
bukit kembarnya nampak jelas menantang di bawah kedua batang hidungku. Aku tak
mampu bersuara dan mengatur nafas, bahkan aku sedikit malu menatapnya, tapi,
"Jangan takut dan malu Ndy. Ini adalah rezkimu, kesempatanmu dan kamu
pasti menginginkannya" katanya ketika aku mulai agak menghindar.
"Bba.. Bagaimana ini Bu'. Kek.. Kenapa bisa bbeggini?" tanyaku penuh
ketakutan dan nafasku sulit lagi kuatur.
Sebagai laki-laki normal yang hanya pernah mendengar dalam cerita, tentu aku
tidak mampu menolak dan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kenyataan inilah yang
harus kualami, apalagi ini adalah perintah majikan. Tanpa berpikir panjang
lagi, aku segera menjatuhkan kedua tanganku di atas bukit kembar itu.
Mula-mula hanya kusentuh, kuraba dan kuelus-elus saja, tapi lama kelamaan aku
mencoba memberanikan diri untuk memegang dan menekan-nekannya. Ternyata nikmat
juga rasanya menyentuh benda kenyal dan hangat, apalagi milik majikanku. Ibu
majikanku kelihatan juga menikmatinya, terlihat dari nafasnya yang mulai pula tidak
teratur. Desiran mulutnya mulai kedengaran seolah tak mampu menyembunyikannya
di depanku.
"Auhh.. Terus Ndy, nikmat sayang. Tekan, ayo.. Teruuss.. Aakhh.. Isap Ndy..
Jilat donk.." itulah erangan ibu majikanku sambil meraih kepalaku dan
membawanya ke payudaranya yang kenyal, empuk dan tidak terlalu besar itu.
Aku tentu saja tidak menolaknya, bahkan sangat berkeinginan menikmati
pengalaman pertama dalam hidupku ini. Aku segera menjilat-jilat putingnya,
mengisap dan kadang sedikit menggigit sambil tetap memegangnya dengan kedua
tanganku. Aku tidak tahu kapan ia membuka celananya, tapi yang jelas ketika aku
sedikit melepas putingnya dari mulutku dan mengangkat kepala, tiba-tiba kulihat
seluruh tubuhnya telanjang bulat tanpa sehelai benangpun di badannya.
"Ayo Ndy, kamu tentu tahu apa yang harus kamu perbuat setelah aku bugil
begini. Yah khan?" pintanya sambil meraih kedua tanganku dan membawanya ke
selangkangannya.
Lagi-lagi aku tentu mengikuti kemauannya. Aku mengelus-elus bulu-bulu yang
tumbuh agak tipis di atas kedua bibir lubang kemaluannya yang sedikit mulai
basah itu. Aku rasanya tak ingin memindahkan mulutku dari bukit kenyalnya itu,
tapi karena ia menarik kepalaku turun ke selangkangannya di mana tanganku
bermain-main itu, maka aku dengan senang hati menurutinya.
"Cium donk. Jilat sayang. Kamu nggak jijik khan?" tanyanya.
"Nggak Bu'" jawabku singkat, meskipun sebenarnya aku merasa sedikit
jijik karena belum pernah melakukan hal seperti itu, tapi aku pernah dengar
cerita dari temanku sewaktu di kampung bahwa orang Barat kesukaannya menjilat
dan mengisap cairan kemaluan wanita, sehingga akupun ingin mencobanya. Ternyata
benar, kemaluan wanita itu harum dan semakin lama semakin merangsang. Entah
perasaan itu juga bisa di temukan pada wanita lain atau hanya pada ibu
majikanku karena ia merawat dan menyemprot farfum pada vaginanya.
Pinggul ibu majikanku semakin lama kujilat, semakin cepat goyangannya, bahkan
nafasnya semakin cepat keluarnya seolah ia dikejar hantu. Kali ini aku berindyiatif
sendiri menguak dengan lebar kedua pahanya, lalu menatap sejenak bentuk
kemaluannya yang mengkilap dan warnanya agak kecoklatan yang di tengahnya
tertancap segumpal kecil daging. Indah dan mungil sekali. Aku coba memasukkan
lidahku lebih dalam dan menggerak-gerakkannya ke kiri dan ke kanan, lalu ke
atas dan ke bawah. Pinggul ibu majikanku itu semakin tinggi terangkat dan
gerakannya semakin cepat.
Aku tidak mampu lagi mengendalikan gejolak nafsuku. Ingin rasanya aku segera
menancapkan pendyku yang mulai basah ke lubangnya yang sejak tadi basah pula.
Tapi ia belum memberi aba-aba sehingga aku terpaksa menahan sampai ada sinyal
dari dia.
"Berhenti sebentar Ndy, akan kutunjukkan sesuatu" perintahnya sambil
mendorong kepalaku.
Lalu ia tiba-tiba bangkit dari tidurnya sambil berpegangan pada leher bajuku.
Kami duduk berhadapan, lalu ia segera membuka kancing bajuku satu persatu
hingga ia lepaskan dari tubuhku. Ibu majikanku itu segera merangkul punggungku
dan menjilati seluruh tubuhku yang telanjang. Dari dahi, pipi, hidung, mulut,
leher dan perutku sampi ke pusarku, ia menyerangnya dengan mulutnya secara
bertubi-tubi sehingga membuatku merasa geli dan semakin terangsang.
"Ndy, aku sekalian buka semuanya yach," pintanya sambil melepaskan
sarung dan celana dalamku.
Aku hanya mengangguk dan mebiarkannya menjamah seluruh tubuhku sesuai
keinginannya. Setelah aku bugil seperti dirinya, ia lalu meraih tongkatku yang
sejak tadi berdiri dengan kerasnya di depannya, lalu dengan cepat memasukkan ke
mulutnya. Sikap dan tindakan ibu majikanku itu membuat aku melupakan segalanya,
baik masalah keluargaku, penderitaanku, tujuan utamaku maupun status dan
hubunganku dengan majikannya. Yang terpikir hanyalah bagaimana menikmati
seluruh tubuh ibu majikanku, termasuk menusuk lubang kemaluannya dengan
tongkatku yang sangat tegang itu.
"Bagaimana Ndy,? Enak yach?" tanyanya ketika ia berhenti sejenak
menjilat dan memompa tongkatku dengan mulutnya.
Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya. Ia
mengisap dan menggelomoh pendyku dengan lahapnya bagaikan anjing makan tulang.
"Aduhh.. Akhh.. Uuhh.." suara itulah yang mampu kukeluarkan dari
mulutku sambil menjambak rambut kepalanya.
"Ayo Ndy, cepat masukkan inimu ke lubangku, aku sudah tak mampu menahan
nafsuku lagi sayang," pintanya sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur dan
tidur telentang sambil membuka lebar-lebar kedua pahanya untuk memudahkan pendyku
masuk ke kemaluannya.
Aku tak berpikir apa-apa lagi dan tak mengambil tindakan lain kecuali segera
mengangkangi pinggulnya, lalu secara perlahan menusukkan ujung kemaluanku ke
lubang vaginya yang menganga lagi basah kuyup itu. Senti demi senti tanpa
sedikitpun kesulitan, pendyku menyerobot masuk hingga amblas seluruhnya ke
lubang kenikmatan ibu majikanku itu. Mula-mula aku gocok, tarik dan dorong
keluar masuk secara pelan, namun semakin lama semakin kupercepat gerakannya,
sehingga menimbulkan suara aneh seiring dengan gerakan pinggul kami yang seolah
bergerak/bergoyang seirama.
Plag.. Pligg.. Plogg, decak.. decikk.. decukk. Bunyi itulah yang terdengar dari
peraduan antara pendyku dan lubang vagina ibu majikanku yang diiringi dengan
nafas kami yang terputus-putus, tidak teratur dan seolah saling kejar di
keheningan malam itu. Aku yakin tak seorangpun mendengarnya karena semua orang
di rumah itu pada tidur nyenyak, apalagi kamar tempat kami bergulat sedikit
berjauhan dengan kamar lainnya, bahkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul
11.00-12.00 malam.
"Bu', Bu', aku ma, mau.. Kk" belum aku selesai berbisik di
telinganya, ibu majikanku tiba-tiba tersentak sambil mendorongku, lalu berkata,
"Tunggu dulu. Tahan sebentar sayang" katanya sambil memutar tubuhku
sehingga aku terpaksa berada di bawahnya.
Ternyata ia mau mengubah posisi dan mau mengangkangiku. Setelah ia masukkan
kembali pendyku ke lubangnya, ia lalu lompat-lompat di atasku sambil sesekali
memutar gerakan pinggulnya ke kiri dan ke kanan. Akibatnya suara aneh itu
kembali mewarnai gerakan kami malam itu. Decik.. Decakk.. Decukk.
Setelah beberapa menit kemudian ibu majikanku berada di atasku seperti orang
yang naik kuda, ia nampaknya kecapean sehingga seluruh badannya menindih
badanku dengan menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku. Aku kembali merasakan
desakan cairan hangat dari batang kemaluanku seolah mau keluar. Aku merangkul punggung
ibu majikanku dengan erat sekali.
"Akk.. aakuu tak mampu menahan lagi Bu'. Aku keluarkan saja Bu' yah"
pintaku ketika cairan hangat itu terasa sudah diujung pendyku dan tiba-tiba ibu
majikanku kembali tersentak dan segera menjatuhkan badannya di sampingku sambil
telentang, lalu meraih kemaluanku dan menggocoknya dengan keras serta
mengarahkannya ke atas payudaranya.
Cairan hangat yang sejak tadi mendesakku tiba-tiba muncrat ke atas dada dan
payudara ibu majikanku. Iapun seolah sangat menikmatinya. Tarikan nafasnya
terdengar panjang sekali dan ia seolah sangat lega.
Tindakan ibu majikanku tadi sungguh sangat terkontrol dan terencana. Ia mampu
menguasai nafsunya. Maklum ia sangat berpengalaman dalam masalah sex. Terbukti
ketika spermaku sudah sampai di ujung pendyku, ia seolah tahu dan langsung
dicabutnya kemudian ditumpahkan pada tubuhnya. Entah apa maksudnya, tapi
kelihatannya ia cukup menikmati.
"Ndy, anggaplah ini hadiah penyambutan dariku. Aku yakin kamu belum pernah
menerima hadiah seperti ini sebelumnya. Yah khan?" katanya seolah sangat
puas dan bahagia ketika kami saling berdamping dalam posisi tidur telentang.
Setelah berkata demikian, ia lalu memelukku dan mengisap-isap bibirku, lalu
berkata,
"Terima kasih yah ndy atas bantuanmu mau memijit tubuhku. Mulai malam ini,
Kamu kujadikan suami keduaku, tapi tugasmu hanya menyenangkan aku ketika
suamiku tidak ada di rumah. Mau khan?" katanya berbisik.
"Yah, Bu'. Malah aku senang dan berterima kasih pada ibu atas budi baiknya
mau menolongku. Terima kasih banyak juga Bu'" jawabku penuh bahagia,
bahkan rasanya aku mulai sedikit terangsang dibuatnya, tapi aku malu
mengatakannya pada ibu majikanku, kecuali jika ia memintanya.
Sejak saat itu, setiap majikan laki-lakiku bermalam di luar kota, aku dan ibu majikanku
seperti layaknya suami istri, meskipun hanya berlaku antara jam 21.00 sampai
5.00 subuh saja. Sedang di luar waktu itu, kami seolah mempunyai hubungan
antara majikan dan buruh di rumah itu.
Aku sangat disayangi oleh seluruh anggota keluarga majikanku karena aku rajin
dan patuh terhadap segala perintah majikan, sehingga selain aku diperlakukan
layaknya anak atau keluarga dekat di rumah itu, juga aku dibiayai dalam
mengikuti pendidikan pada salah satu perguruan tinggi swasta di kota Makassar,
bahkan aku diberikan sebuah kendaraan roda dua untuk urusan sehari-hariku.
Sayang aku dikeluarkan dari perguruan tinggi itu pada semester 3 disebabkan aku
tidak lulus pada beberapa mata kuliah akibat kemalasanku belajar dan masuk
kuliah.
Karena aku sangat malu dan berat pada majikan laki-lakiku atas segala
pengorbanan yang diberikan padaku selama ini, terpaksa aku meninggalkan rumah
itu tanpa seizin mereka dan aku kembali ke kota Bone untuk melanjutkan
pendidikanku pada salah satu perguruan tinggi yang ada di kotaku tersebut.
Untung aku punya sedikit tabungan, karena selama kurang lebih 2 tahun tinggal
bersama majikanku, aku rajin menabung setiap diberikan uang oleh majikanku.
Selama 4 tahun mengikuti kuliah di kotaku ini, akhirnya aku lulus dengan
predikat baik berkat ketekunan dan kerajinanku belajar. Sejak aku selesaikan
pendidikan tahun 1991 hingga tahun 1994, aku belum pernah kembali ke kampung
asliku dan berkumpul bersama keluarga karena malu dan takut pada orangtua.
Namun pada Sepetember 1995, pikiranku mulai terpengaruh kembali oleh wanita,
bahkan beberapa kali aku ingin menikmati apa yang pernah kunikmati bersama
dengan ibu majikanku dulu, tapi aku takut resiko dan dosa.
Karena aku merasa sudah punya biaya dan matang untuk berumah tangga, akhirnya
kuputuskan untuk kembali kampung membicarakan dengan orang tuaku. Orangtuaku
sangat bangga dan bersyukur serta berterima kasih atas keberhasilanku
memperoleh sarjana sekaligus merestui niatku untuk berumah tangga, bahkan
menyerahkan penuh padaku untuk memilih pasangan sendiri.
Tahun itupula aku kawin dengan pilihanku sendiri, biaya dan urusannya tidak
kubebankan orangtuaku. Sejak tahun itu sampai tahun ini, hubunganku dengan
istri berjalan harmondy, bahkan kami telah dikaruniai 2 orang putra dan seorang
putri.
Tapi gara-gara kehilangan pekerjaan, kami seringkali cekcok dan bentrok dengan
istri. Akhirnya kuputuskan meninggalkan rumah dan pergi ke salah satu kota di
Sulsel untuk mencari pekerjaan. Tiba-tiba aku ketemu dengan teman kuliah yang
sudah menjadi pengusaha besar dan lagi-lagi pengusaha beras.
Anehnya lagi, temanku itu tinggal bersama istri keduanya, sebab istri
pertamanya tinggal di kota Bone. Tawaran temanku itu hampir sama dengan tawaran
majikanku dulu yakni menjaga keluarganya dan membantu mengurus usahanya ketika
ia ke luar kota. Pikiranku mulai aneh-aneh dan ingin kembali mengulang sejarah
masa lalu, apalagi istri temanku itu belum dikarunia seorang anak dan ia cantik
lagi ramah padaku.
TAMAT