Bu Tus Dan Anaknya Aminah
Bagian 3 Dengan Sri Sekretaris Kantorku
Pada hari Senin pagi kupanggil Sri sekretaris
kantor yang pernah kusuruh mempersiapkan surat berhenti untuk pegawai-pegawai
yang telah kupilih.
Setelah Sri menghadap di kantorku, kumarahi
dan kudamprat dia habis-habisan karena tidak bisa menjaga rahasia.
Kuperhatikan wajah Sri yang ketakutan sambil
menangis, tetapi apa peduliku dan saking kesalku, kusuruh dia untuk pulang dan
memikirkan apa yang telah dilakukannya.
Aku lalu meneruskan pekerjaanku tanpa
memikirkan hal tadi.
Malam harinya, dengan hanya mengenakan kaos
singlet dan sarung, aku duduk di ruang tamu sambil melihat acara sinetron di
salah satu stasion TV, tiba-tiba kudengar ada orang mengetuk pintu rumahku yang
sudah kukunci.
Aneh juga, selama ini belum ada tamu yang
datang ke rumahku malam-malam, aku jadi sedikit curiga siapa tahu
ada orang yang kurang baik, maklum saja di masa krisis seperti sekarang ini,
tetapi ketika kuintip ternyata yang di depan adalah Sri.
Hatiku yang tadinya sudah melupakan kejadian
tadi siang, mendadak jadi dongkol kembali dan sambil kubukakan pintu, kutanya
dia dengan nada dongkol,
"Ngapain malam-malam ke sini". Sri
tidak menjawab tapi malah bertanya,
"Paak..., boleh saya masuk?
"Yaa..., sana duduk", kataku dengan
dongkol, sambil menutup pintu rumah.
Sri segera duduk di sofa panjang dan terus menangis
tanpa mengeluarkan kata-kata apapun.
Aku diamkan saja dia menangis dan aku segera
duduk di sampingnya tanpa peduli.
Lama juga aku menunggu dia menangis dan ketika
tangisnya agak mereda, dengan tanpa melihat ke arahku dan diantara suara
senggukan tangisnya, Sri akhirnya berkata dengan nada penuh iba,
"Paak..., maafkan Srii..., paak, saya
mengaku salah..., paak dan tidak akan mengulangi lagi", dan terus menangis
lagi, mungkin karena tidak ada jawaban dariku.
Lama sekali si Sri menangis sambil menutup mukanya
dengan sapu tangan yang sudah terlihat basah oleh air matanya, lama-lama aku
menjadi tidak tega mendengar tangisannya yang belum juga mereda, lalu kugeser
dudukku mendekati Sri dan kuraih kepalanya dengan tangan kiriku dan kusandarkan
di bahuku.
Ketika kuusap-usap kepalanya sambil kukatakan,
"Srii..., sudaah..., jangan menangis
lagi..., Srii",
Sri bukannya berhenti
menangis, tetapi tangisnya semakin keras dan memeluk pinggangku serta
menjatuhkan kepalanya tepat di antara kedua pahaku.
Dengan keadaan seperti ini dan apalagi kepala
Sri tepat ada di dekat penisku yang tertutup dengan sarung, tentu saja membuat
penisku pelan-pelan menjadi berdiri dan sambil kuusap punggungnya dengan tangan
kiriku dan kepalanya dengan tangan kananku lalu kukatakan,
"Srii..., sudah..., laah..., jangan
menangis lagi".
Setelah tangisnya mereda, perlahan-lahan Sri
menengadahkan kepalanya seraya berkata dengan isaknya,
"Paak..., maafkan..., srii..., yaa",
sambil kucium keningnya lalu kukatakan,
"Srii..., sudah.., laah..., saya maafkan...,
dan mudah-mudahan tidak akan terulang lagi".
Mendengar jawabanku itu,
Sri seperti kesenangan langsung memelukku dan menciumi wajahku berulangkali
serta mengatakan dengan riang walaupun dengan matanya yang masih basah,
"Terima kasiih..., paak..., terima
kasiih", lalu memelukku erat-erat sampai aku sulit bernafas.
"Sudah.., laah..., Sri", kataku
sambil mencoba melepaskan pelukannya dan kulanjutkan kata-kataku.
"Gara-gara kamu nangis tadi..., aku jadi
susah...".
"Ada apa paak", tanyanya sambil
memandangku dengan wajah yang penuh kekuatiran. Sambil kurangkul lalu kukatakan
pelan di dekat telinganya,
"Srii..., itu lhoo..., gara-gara kamu
nangis di pangkuanku tadi..., adikku yang tadi tidur..., sekarang jadi
bangun", kataku memancing dan mendengar jawabanku itu, Sri mencubit
pinggangku dan berguman,
"iihh..., bapaak", dan sambil
mencium pipiku kudengar Sri agak berbisik di dekat telingaku, "Paak...,
Sri..., suruh..., tiduur..., yaa?", seraya tangannya menyingkap sarungku
ke atas dan menurunkan CD-ku sedikit sehingga penisku yang sudah tegang dari
tadi tersembul keluar dan dengan dorongan tanganku sedikit, kepala Sri menunduk
mendekati penisku serta,
"Huup..", penisku hilang setengahnya
tertelan oleh mulutnya. Sri segera menggerakkan kelapanya naik turun serta
terasa lidahnya dipermainkan di kepala penisku sehingga membuatku seperti
terbang di awang-awang,
"Sshh..., aahh..., oohh.., Srii...,
sshh..., aahh", desahku keenakan tanpa sadar.
"Srii..., lepas sebentaar..., Srii...,
saya mau lepas sarung dan CD-ku dulu..", kataku sambil sedikit menarik
kepalanya dan setelah keduanya terlepas, kembali Sri melahap penisku sambil
tangannya sekarang mempermainkan buahku dan aku gunakan tanganku untuk
meremas-remas payudara Sri dan sekaligus mencari serta membuka kancing bajunya.
Setelah baju atas Sri berhasil kulepas dari tubuhnya, maka sambil kuciumi
punggungnya yang bersih dan mulus, aku juga melepas kaitan BH-nya dan kulepas
juga dari tubuhnya. Sementara Sri masih menggerakkan kepalanya naik turun, aku segera
meremas-remas payudaranya serta kucium dan kujilati punggungnya, sehingga badan
Sri bergerak-gerak entah menahan geli atau keenakan, tetapi dari mulutnya yang
masih tersumpal oleh penisku terdengar suara,
"Hhmm..., hhmm..., hhmm".
Dalam posisi seperti ini, aku tidak bisa
berbuat banyak untuk membuat nikmat Sri, segera saja kukatakan,
" Srii..., sudah duluu...", sambil
menarik kepalanya dan Sri lalu kupeluk serta berciuman, sedang nafasnya Sri
sudah menjadi lebih cepat.
"Srii..., kita pindah ke kamar...,
yaa", kataku sambil mengangkat Sri berdiri tanpa menunggu persetujuannya
dan Sri mengikuti saja tarikanku dan sambil kurangkul kuajak dia menuju kamarku
lalu langsung saja kutidurkan telentang di tempat tidurku.
Segera kulepas singletku sehingga aku sudah
telanjang bulat dan kunaiki badannya serta langsung kucium dan kujilati
payudaranya yang terasa sudah lembek.
Tapi..., ah.., cuek saja.
Sambil terus kujilati kedua payudara Sri
bergantian yang makin lama sepertinya membuat Sri semakin naik nafsunya, aku
juga sedang berusaha melepas kaitan dan ritsluiting yang ada di rok nya Sri.
Sementara aku menarik roknya turun lalu
menarik turun CD-nya juga, Sri sepertinya sudah tidak sabar lagi dan terus
mendesah,
"Paak..., paak..., ayoo..., paak...,
cepaat..., paak..., masukiin..., sshh", dan setelah aku berhasil melepas
CD dari tubuhnya, segera saja Sri melebarkan kakinya serta berusaha menarik
tubuhku ke atas seraya masih tetap berguman,
"Paak..., ayoo..., cepaat.., Srii...,
aah..., sudah nggak tahaan..., paak". Aku turuti tarikannya dan Sri
seperti sudah tidak sabar lagi, segera bibirku dilumatnya dan tangan kirinya
berhasil memegang penisku dan dibimbingnya ke aah vaginanya.
"Srii..., aku masukin sekarang...,
yaa", tanyaku minta izin dan Sri cepat menjawab, "Paak..., cepaat...,
paak", dan segera saja kutekan penisku serta,
"Blees..", disertai teriakan ringan
Sri,
"aahh..", masuk sudah penisku dengan
mudah ke dalam vaginanya Sri.
Sri yang sepertinya sudah tidak bisa menahan
dirinya lagi, mendekap diriku kuat-kuat dan menggerakkan pinggulnya dengan
cepat dan kuimbangi dengan menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya disertai
bunyi
"Ccrreet..., creet.., crreet", dari
vaginanya mungkin sudah sangat basah dan dari mulutnya terdengar,
"oohh..., aahh..., sshh..., paak...,
aah".
Gerakan penisku kupercepat sehingga tak lama
kemudian gerakan badan Sri semakin liar saja dan berteriak,
"Adduuh..., paak..., aahh..., oohh...,
aduuhh..., paak..., aduuhh..., paak", sambil mempererat dekapannya di
tubuhku dan merangkulkan kedua kakinya kuat-kuat di punggungku sehingga aku
kesulitan untuk bergerak dan tak lama kemudian terkapar dan melepas pelukannya
dan rangkuman kakinya dengan nafasnya yang memburu.
Aku agak sedikit kecewa dengan sudahnya Sri,
padahal aku juga sebetulnya sudah mendekati puncak, hal ini membuat nafsuku
sedikit surut dan kuhentikan gerakan penisku keluar masuk.
"Srii..., kenapa nggaak bilang-bilang...,
kalau mau keluar", tanyaku sedikit kecewa.
"Paakk..,” jawab Sri
dengan masih terengah engah,
"Sri..., sudah nggak..., tahaan...,
paak.." Agar Sri tidak mengetahui kekecewaanku dan untuk menaikkan kembali
nafsuku, aku ciumi seluruh wajahnya, sedangkan penisku tetap kudiamkan di dalam
vaginanya. eeh, tidak terlalu lama terasa penisku seperti terhisap dan
tersedot-sedot di dalam vaginanya.
"Srii..., teruus..., Srii..., enaak...,
teruuss..., Srii", dan membuatku secara tidak sadar mulai menggerakkan
penisku kembali keluar masuk, dan Sri pun mulai menggerakkan pinggulnya
kembali.
Aku semakin cepat mengerakkan penisku keluar masuk
sehingga kembali terdengar bunyi,
"Ccrroot..., crreet..., ccrroot...,
creet", dari arah vaginanya.
"Srii..., Srii..., ayoo..., cepaat...,
Srii", dan seruanku ditanggapi oleh Sri.
"Paak..., iyaa..., paak..., ayoo",
sambil mempercepat gerakan pinggulnya.
"aahh..., sshh..., Ssrrii..., ayoo...,
Srrii.., saya.., sudah dekaat srii."
"Ayoo..., paak...,
cepaatt..., sshh..., paak" Aku sudah tidak bisa menahan lagi dan sambil
mempercepat gerakanku, aku berteriak
"Srrii..., ayoo..., Srrii...,
sekaraang", sambil kutusukan penisku kuat-kuat ke dalam vaginanya Sri dan
ditanggapi oleh Sri.
"Paak..., ayoo..., aduuh..., aah...,
paak", sambil kembali melingkarkan kedua kakinya di punggungku kuat-kuat.
Setelah beristirahat cukup
lama sambil tetap berpelukan dan penisku tetap di dalam vaginanya, segera aku
ajak Sri untuk mandi, lalu kuantar dia pulang dengan kendaraanku.
Minggu depannya, aku berhasil melaksanakan PHK
tanpa ada masalah, tetapi beberapa hari kemudian setelah pegawai-pegawai yang
tersisa mengetahui besarnya uang pesangon yang diberikan kepada 5 orang
ter-PHK, mereka mendatangiku untuk minta di-PHK juga. Tentu saja permintaan ini
tidak dapat dipenuhi oleh pimpinanku.
Tamat