Dingin Dingin Empuk
Saat itu aku tinggal di sebuah gang di pusat kota Jember. Di depan
rumahku tinggalah seorang wanita, Nia Ramawati namanya, tapi ia biasa
dipanggil Ninik. Usianya saat itu sekitar 24 tahun, karena itu aku
selalu memanggilnya Mbak Ninik. Ia bekerja sebagai kasir pada sebuah
departemen store di kotaku. Ia cukup cantik, jika dilihat mirip bintang
sinetron Sarah Vi, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang
sebahuSebenarnya saya sungkan sekali menceritakan pengalaman saya yang
pertama. Saya berani sumpah, saya belum pernah cerita pengalaman saya
ini ke siapa pun.
OK, ceritanya begini, saya ini anak sulung dari keluarga yang lumayan
kaya di Surabaya. Saya masih SMU kelas 2, tapi saya sudah sangat
mandiri. Bapak saya jarang sekali ada di rumah. Beliau selalu sibuk
dengan urusan bisnisnya. Sementara adik dan Ibu saya ada di Jakarta.
Jadi saya lebih sering sendirian di rumah. Ya nggak sendirian betul, ada
dua pembantu perempuan, satu pembantu laki-laki, satu sopir, sama satu
satpam. Saya punya teman dekat yang juga sekaligus saudara sepupu saya.
Dia cantik sekali. Sebut saja namanya Rita. Rambutnya hitam lebat dan
panjangnya kira-kira sebahu. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, 160 cm.
Berat badannya 50 kg. Bodynya ideal sekali. Dadanya cukup besar untuk
ukuran anak SMU kelas 2. Terus kulitnya putih mulus dan menggairahkan.
Sebenarnya saya juga naksir berat sama sepupu saya ini. Cuman saya malu
kalau pacaran sama Rita, saya kan saudaranya, saya juga sudah punya
pacar.
Bagi orang lain, hubungan kita ini memang sangat asyik. Bapak dan Ibunya
memang terkenal sangat over protecting terhadap Rita. Rita tidak boleh
berhubungan macam-macam dengan laki-laki. Nggak heran kalau sampai
sekarang Rita belum pernah pacaran serius dengan seorang pun. Tapi saya
sudah kenal sekali sama bapak dan ibunya. Mereka sudah percaya seratus
persen sama saya, maklum saya keponakannya. Rita sendiri juga begitu.
Dia pasti butuh cowok untuk perlindungan, cerita, berbagai kesenangan
dan kesusahan. Dan dia melampiaskan hal itu sama saya. Dia sering minta
diantarkan kemana-mana, beli inilah, beli itulah. Singkat kata, hubungan
kita memang seperti pacaran.
Seperti biasa, setiap hari Rabu dan Sabtu saya harus jemput Rita di
tempat kursus Inggrisnya. Kebetulan hari itu hari Sabtu, Waktu itu gelap
sekali, mendung dilangit seperti mau jatuh saja. Jam 1/2 enam sore,
akhirnya Rita keluar bareng Vina, teman baiknya. Saya diminta Rita
mengantarkan Vina dulu sebelum mengantarkan dia. Kebetulan waktu itu
saya lagi nggak ada kerjaan. Jadi OK lah...
Rumah Vina ada di wilayah Delta Sari Baru, kompleks perumahan yang cukup
elit di Surabaya. Rumahnya besar juga. Kita bertiga masuk ke rumah,
ngobrol-ngobrol, bercanda. Kira-kira jam 1/2 delapan malam, bapak dan
ibu Vina keluar, ada keperluan katanya. Mereka sudah kenal baik dengan
Rita dan saya, jadi nggak ada pikiran aneh-aneh deh. "Reno (bukan nama
sebenarnya), jagain Vina ya!" kata bapaknya. Saya sih OK-OK saja, Vina
kan juga cukup lumayanlah. High Average! Setengah jam kemudian, Rudi,
pacar Vina datang. Suasana jadi tambah ramai dan mengasyikkan. Rita sih
sudah kepingin pulang, tapi Vinanya mohon sama Rita biar nggak cepat
pulang. "Sudah Rit, telepon saja, bilang nginep di rumah gue", bujuk
Vina. Sampai agak lama dibujuk, akhirnya Rita setuju untuk menginap di
rumah Vina. Ibunya Rita juga sudah ditelepon, dan sudah mengijinkan Rita
tidur di rumah Vina.
Jam sembilan malam, Rita minta sama saya untuk diantarkan jalan-jalan.
Alasannya sih rasional, nggak enak sama Rudi dan Vina, saya setuju.
Tidak lama kemudian kita berdua sudah melaju dengan mobil Panther saya.
Saya ingat betul, waktu itu gerimis rintik-rintik mulai turun, tidak
lama kemudian hujan pun turun. Kita putar-putar di daerah Deltasari yang
sepi. Sepanjang perjalanan kita membicarakan yang nggak-nggak tentang
Rudi dan Vina. "Mereka pasti sudah mulai macem-macem", kata Rita.
Sebenarnya waktu itu saya juga ada pikiran yang nggak-nggak sama Rita.
Saya lihat dia pakai baju tiny warna biru, celana jeans belel yang
kebesaran, pokoknya seksi sekali. Apalagi cara bercandanya sama saya
memang asyik banget. Kelikitikin lah, peluk-pelukan lah, pokoknya bisa
membangunkan penis saya. Saya menjalankan Panther saya pelan-pelan,
sambil saya putar lagu-lagu slow rekaman saya, terus saya juga
memberanikan diri menyubit-nyubit dia, mengelus rambutnya, wah kita
benar-benar enjoy.
"Wah, dingin ya", kata Rita tiba-tiba. "Mau saya angetin", jawab saya
sambil bercanda. "Angetin gimana sih?" godanya. Saya cuma ketawa saja.
Tapi dia terus menggoda saya. Tangannya yang imut mulai menggerayangi
pipi saya. Saya benar-benar nggak sadar apa yang terjadi, saya pikir
waktu itu cuma mimpi saja. Tahu-tahu dia sudah menyiumi leher, dan
memegangi penis saya. Kontan saja saya rem itu Panther. Saya yang sudah
terangsang-Sangat terangsang, mulai menyiumi bibirnya. Kita saling
mengulum, menghisap, dan mengadu lidah. Sungguh tidak bisa dibayangkan,
saya bisa melakukan begituan sama dia, padahal kalau sama pacar saya
paling-paling cuman gandengan dan pelukan. Saya memang sering nonton BF,
baca buku porno, dan melakukan masturbasi. Cuma saya belum pernah
kepikiran untuk melakukan hal ini. Memang, rasanya nikmat sekali.
Sambil ciuman, dia mulai megang-megang penis saya, bahkan mulai berani
membuka ritsluiting saya. saya juga sudah nekat banget. Jadi saya berani
untuk mengerempon dadanya yang kenyal itu. Terus saya minta dia untuk
buka kaos Tiny-nya. Rita memang sangat penurut sama saya. Dia bukakan
bajunya, sekaligus branya. Wah, saya benar-benar sudah kesetanan. Saya
dorong jok depan Panther saya kebelakang, sampai dia bisa tidur
telentang diatasnya. Terus saya mulai menyiumi dadanya. "sshh", erangnya
merintih. Putingnya yang berwarna pink itu saya kulum habis. Saya
mainkan dengan lidah saya. Saya bisa dengar suara nafasnya yang memburu.
Aroma Shower to Shower Morning Fresh menambah nafsu saya untuk
menjilati dada Rita. Tangannya memegangi pinggiran jok mobil, bibirnya
digigit-gigit sambil mengeluarkan suara yang sensasional dengan menyebut
nama saya pelan. "Geli... gelii!" katanya. Puas mengempoti dada si
Rita. Saya dorong jok depang ke belakang, sampai ada ruangan yang cukup
diantara Dashboard kiri sama jok kiri. Saya lompat ke tempat itu, terus
menyiumi bibir Rita yang seksi sambil memberanikan untuk meloroti
jeansnya. "Rit, saya lepas ya?" ijin saya.
Rita cuma mengangguk pelan. Saya sempat melihat mata Rita yang mulai
merah. Mungkin dia merasa menyesal. Tapi saya yang sudah kesurupan setan
jadi benar-benar liar. Saya buka semua baju saya, sampai penis saya
yang kekar dan perkasa menunjuk-nunjuk ke arah vagina Rita. Rita yang
melihat sempat kaget. "Wih besar banget No", komentarnya. Saya cuma
ketawa kecut. Saya peloroti jeans Rita. Saya lihat CD Rita sudah basah,
ada noda basah dibagian vaginanya. Itu membuat belahan vagina Rita
benar-benar kelihatan. Saya benar-benar sudah nggak tahan masukin penis
saya ke dalam lubang vaginanya. Jadi saya peloroti saja CD-nya. "Jangan
No, jangan, sudah segini saja", pintanya. Dia mencoba untuk bangun, tapi
saya dorong ke belakang. Saya mulai memainkan vagina Rita. Gila,
vaginanya masih sempit banget, mana bulunya jarang. Saya memang masih
rookie, tidak tahu apa-apa. Saya tidak tahu ini yang namanya perawan
atau tidak, saya nggak peduli, yang penting saya bisa menikmatinya.
Pertama saya masukin telunjuk saya ke dalam lubang vaginanya, sementara
tangan yang satu lagi menggesek-gesek kelentitnya. "Aduh... Aduh...",
Rita cuma bisa bilang begitu saja. Saya melihat dia sudah mulai
menangis. Tapi saya nggak peduli. Kan dia duluan yang mulai. Saya maju
mundurin telunjuk saya, sambil sekali-kali nyiumi pipi Rita, kening,
bibir, dagu, dan semua bagian di wajahnya. Kira-kira lima menit
vaginanya saya mainin seperti itu, Rita mulai aneh. Dia mulai
menggeliat-geliat, kakinya diluruskan sampai menendang Dashboard mobil
saya, terus dia mulai menjerit-jerit. Memang waktu itu hujan deras
sekali, suara jeritan Rita nggak bakal di dengar sama seluruh penduduk
Deltasari, cuma saya khawatir saja. Saya hentikanvpermainan saya, saya
pegang pipinya, terus saya ciumi bibirnya. Tapi dia malah aneh, "Ayo No,
terusin-terusin, nggak tahan... nggak tahan..." rintihnya. Saya
benar-benar nggak tahu harus ngapain, tapi saya lihat dia sensasional
sekali. Nafasnya memburu, dadanya mengetat dan membesar, kakinya
menendang-nendang dashboard, tangannya memegang jok pinggiran jok mobil,
sambil mengangkat badannya. Wah saya benar-benar nggak tahan. Saya buka
s*****kangan Rita, sampai vaginanya membuka lebar. Terus saya bimbing
penis saya untuk masuk kedalam vagina Rita. Wah tapi ternyata penis saya
nggak muat. Kepala penis saya saja nggak bisa masuk.
"Masukin, masukin!" perintah Rita kasar. Kontan saja saya paksakan
masuk. Saya dorong penis saya kedalam vagina Rita... Bless! "Akhh!"
teriak Rita. Saya dorong terus penis saya sampai mentok kedalam vagina
si Rita. Rita cuma bisa meronta-ronta. Kaki dan tangannya memukul apa
saja yang ada. "Stt... nanti ada orang-orang gimana?" bujukku. Akhirnya
Rita bisa sedikit tenang. Sambil terisak-isak dia bilang kalau dia
kesakitan. Saya biarkan dulu penis saya di dalam vagina Rita. Terus saya
belai-belai rambutnya, saya usap keringatnya, terus saya ciumi
bibirnya. "Gimana Rit?" tanyaku. Dia diam saja. "Boleh saya terusin
nggak?" tanyaku lagi. "He-eh... tapi pelan-pelan ya...", jawab Rita
lembut. Seperti yang pernah saya lihat di BF-BF, biasanya orang
menggenjot-genjot penisnya maju mundur. Saya juga melakukan hal itu
sambil memegang perut Rita. Rita cuma pasrah, tangan dan kakinya
tergolek lemas, matanya terpejam, air matanya mengucur seperti cairan di
vaginanya, sesekali terdengar isakan dan erangan yang mempermanis
suasana. Rasanya nikmat sekali, penis saya serasa diurut-urut. Aroma
yang di timbulkan juga khas sekali, saya suka sekali. Akhirnya saya bisa
merasakan kalau sperma saya sudah mau keluar. Saya percepat gesekan di
dalam. Saya minta Rita untuk membuka mulutnya, seperti biasa dia menurut
walaupun tanpa semangat. Saya cabut penis saya, terus saya naik ke
kepala Rita, saya masukan penis saya kedalam mulutnya, saya pegangi
pipinya dan saya katup mulutnya. Crot... Crot... Crot... penis saya
muntah-muntah. Rita yang kaget langsung bangun terus memuntahkan sperma
saya di jok mobil. Yahh... kotor deh.
Seperempat jam kemudian kita sudah sama-sama tenang. Saya tanya
bagaimana rasanya, dia jawab sakit. Terus saya tanya dia mau beginian
lagi nggak, dia cuma diam. Terus saya tanya kapan kita bisa beginian
lagi, dia juga diam. Saya elus rambutnya yang lembab keringat, terus
saya cium pipinya. Saya bisikin bagaimana kalau dia tidur di rumah saya.
Nanti kita bisa main begituan sampai pagi. Dia cuma tersenyum, terus
mengangguk. OK, saya jalankan Panther saya pulang. Di rumah, saya
bertarung habis-habisan sama dia. Saya stelin dia BF-BF terbaik saya.
Saya jilati vaginanya, dia juga mengisapi penis saya, wah pokoknya seru
sekali. Paginya kita mandi bareng. Sampai sekarang kita sudah sering
banget melakukan hubungan tersebut. Saya nggak pernah berani
mengeluarkan sperma saya di dalam, takut mbelending!. Namun yang paling
membuatku betah melihatnya adalah buah dadanya yang indah. Kira-kira
ukurannya 36B, buah dada itu nampak serasi dengan bentuk tubuhnya yang
langsing.
Keindahan tubuh Mbak Ninik tampak semakin aduhai saat aku melihat
pantatnya. Kali ini aku tidak bisa berbohong, ingin sekali kuremas-remas
pantatnya yang aduhai itu. Bahkan jika Mbak Ninik memintaku mencium
pantatnya akan kulakukan. Satu hal lagi yang membuatku betah melihatnya
adalah bibirnya yang merah. Ingin sekali aku mencium bibir yang merekah
itu. Tentu akan sangat nikmat saat membayangkan keindahan tubuhnya.
Setiap pagi saat menyapu teras rumahnya, Mbak Ninik selalu menggunakan
kaos tanpa lengan dan hanya mengenakan celana pendek. Jika ia sedang
menunduk, sering kali aku melihat bayangan celana dalamnya berbentuk
segi tiga. Saat itu penisku langsung berdiri dibuatnya. Apalagi jika
saat menunduk tidak terlihat bayangan celana dalamnya, aku selalu
berpikir, wah pasti ia tidak memakai celana dalam. Kemudian aku
membayangkan bagaimana ya tubuh Mbak Ninik jika sedang bugil, rambut
vaginanya lebat apa tidak ya. Itulah yang selalu muncul dalam pikiranku
setiap pagi, dan selalu penisku berdiri dibuatnya. Bahkan aku berjanji
dalam hati jika keinginanku terkabul, aku akan menciumi seluruh bagian
tubuh Mbak Ninik. Terutama bagian pantat, buah dada dan vaginanya, akan
kujilati sampai puas.
Malam itu, aku pergi ke rumah Ferri, latihan musik untuk pementasan di
sekolah. Kebetulan orang tua dan saudaraku pergi ke luar kota. Jadi aku
sendirian di rumah. Kunci kubawa dan kumasukkan saku jaket. Karena
latihan sampai malam aku keletihan dan tertidur, sehingga terlupa saat
jaketku dipakai Baron, temanku yang main drum. Aku baru menyadari saat
sudah sampai di teras rumah.
"Waduh kunci terbawa Baron," ucapku dalam hati. Padahal rumah Baron
cukup jauh juga. Apalagi sudah larut malam, sehingga untuk kembali dan
numpang tidur di rumah Ferri tentu tidak sopan. Terpaksa aku tidur di
teras rumah, ya itung-itung sambil jaga malam.
"Lho masih di luar Hen.."
Aku tertegun mendengar sapaan itu, ternyata Mbak Ninik baru pulang.
"Eh iya.. Mbak Ninik juga baru pulang," ucapku membalas sapaannya.
"Iya, tadi setelah pulang kerja, aku mampir ke rumah teman yang ulang tahun," jawabnya.
"Kok kamu tidur di luar Hen."
"Anu.. kuncinya terbawa teman, jadi ya nggak bisa masuk," jawabku.
Sebetulnya aku berharap agar Mbak Ninik memberiku tumpangan tidur di
rumahnya. Selanjutnya Mbak Ninik membuka pintu rumah, tapi kelihatannya
ia mengalami kesulitaan. Sebab setelah dipaksa-paksa pintunya tetap
tidak mau terbuka. Melihat hal itu aku segera menghampiri dan menawarkan
bantuan.
"Kenapa Mbak, pintunya macet.."
"Iya, memang sejak kemarin pintunya agak rusak, aku lupa memanggil tukang untuk memperbaikinya." jawab Mbak Ninik.
"Kamu bisa membukanya, Hen." lanjutnya.
"Coba Mbak, saya bantu." jawabku, sambil mengambil obeng dan tang dari motorku.
Aku mulai bergaya, ya sedikit-sedikit aku juga punya bakat Mc Gayver.
Namun yang membuatku sangat bersemangat adalah harapan agar Mbak Ninik
memberiku tumpangan tidur di rumahnya.
"Kletek.. kletek..." akhirnya pintu terbuka. Aku pun lega.
"Wah pinter juga kamu Hen, belajar dari mana."
"Ah, nggak kok Mbak.. maklum saya saudaranya Mc Gayver," ucapku bercanda.
"Terima kasih ya Hen," ucap Mbak Ninik sambil masuk rumah.
Aku agak kecewa, ternyata ia tidak menawariku tidur di rumahnya. Aku
kembali tiduran di kursi terasku. Namun beberapa saat kemudian. Mbak
Ninik keluar dan menghampiriku.
"Tidur di luar tidak dingin. Kalau mau, tidur di rumahku saja Hen," kata Mbak Ninik.
"Ah, nggak usah Mbak, biar aku tidur di sini saja, sudah biasa kok, "jawabku basa-basi.
"Nanti sakit lho. Ayo masuk saja, nggak apa-apa kok.. ayo."
Akhirnya aku masuk juga, sebab itulah yang kuinginkan.
"Mbak, saya tidur di kursi saja."
Aku langsung merebahkan tubuhku di sofa yang terdapat di ruang tamu.
"Ini bantal dan selimutnya Hen."
Aku tersentak kaget melihat Mbak Ninik datang menghampiriku yang hampir
terlelap. Apalagi saat tidur aku membuka pakaianku dan hanya memakai
celena pendek.
"Oh, maaf Mbak, aku terbiasa tidur nggak pakai baju," ujarku.
"Oh nggak pa-pa Hen, telanjang juga nggak pa-pa."
"Benar Mbak, aku telanjang nggak pa-pa," ujarku menggoda.
"Nggak pa-pa, ini selimutnya, kalau kurang hangat ada di kamarku," kata Mbak Ninik sambil masuk kamar.
Aku tertegun juga saat menerima bantal dan selimutnya, sebab Mbak Ninik
hanya memakai pakaian tidur yang tipis sehingga secara samar aku bisa
melihat seluruh tubuh Mbak Ninik. Apalagi ia tidak mengenakan apa-apa
lagi di dalam pakaian tidur tipis itu. Aku juga teringat ucapannya kalau
selimut yang lebih hangat ada di kamarnya. Langsung aku menghampiri
kamar Mbak Ninik. Ternyata pintunya tidak ditutup dan sedikit terbuka.
Lampunya juga masih menyala, sehingga aku bisa melihat Mbak Ninik tidur
dan pakaiannya sedikit terbuka. Aku memberanikan diri masuk kamarnya.
"Kurang hangat selimutnya Hen," kata Mbak Ninik.
"Iya Mbak, mana selimut yang hangat," jawabku memberanikan diri.
"Ini di sini," kata Mbak Ninik sambil menunjuk tempat tidurnya.
Aku berlagak bingung dan heran. Namun aku mengerti Mbak Ninik ingin aku
tidur bersamanya. Mungkin juga ia ingin aku.., Pikiranku melayang
kemana-mana. Hal itu membuat penisku mulai berdiri. Terlebih saat
melihat tubuh Mbak Ninik yang tertutup kain tipis itu.
"Sudah jangan bengong, ayo sini naik," kata Mbak Ninik.
"Eit, katanya tadi mau telanjang, kok masih pakai celana pendek, buka
dong kan asyik," kata Mbak Ninik saat aku hendak naik ranjangnya.
Kali ini aku benar-benar kaget, tidak mengira ia langsung memintaku
telanjang. Tapi kuturuti kemauannya dan membuka celana pendek berikut
cekana dalamku. Saat itu penisku sudah berdiri.
"Ouww, punyamu sudah berdiri Hen, kedinginan ya, ingin yang hangat," katanya.
"Mbak nggak adil dong kalau hanya aku yang bugil, Mbak juga dong," kataku.
"OK Hen, kamu mau membukakan pakaianku."
Kembali aku kaget dibuatnya, aku benar-benar tidak mengira Mbak Ninik
mengatakan hal itu. Ia berdiri di hadapanku yang sudah bugil dengan
penis berdiri. Aku memang baru kali ini tidur bersama wanita, sehingga
saat membayangkan tubuh Mbak Ninik penisku sudah berdiri.
"Ayo bukalah bajuku," kata Mbak Ninik.
Aku segera membuka pakaian tidurnya yang tipis. Saat itulah aku
benar-benar menyaksikan pemandangan indah yang belum pernah kualami.
Jika melihat wanita bugil di film sih sudah sering, tapi melihat
langsung baru kali ini.
Setelah Mbak Ninik benar-benar bugil, tanganku segera melakukan
pekerjaannya. Aku langsung meremas-remas buah dada Mbak Ninik yang putih
dan mulus. Tidak cuma itu, aku juga mengulumnya. Puting susunya kuhisap
dalam-dalam. Mbak Ninik rupanya keasyikan dengan hisapanku. Semua itu
masih dilakukan dengan posisi berdiri.
"Oh, Hen nikmat sekali rasanya.."
Aku terus menghisap puting susunya dengan ganas. Tanganku juga mulai
meraba seluruh tubuh Mbak Ninik. Saat turun ke bawah, tanganku langsung
meremas-remas pantat Mbak Ninik. Pantat yang padat dan sintal itu begitu
asyik diremas-remas. Setelah puas menghisap buah dada, mulutku ingin
juga mencium bibir Mbak Ninik yang merah.
"Hen, kamu ahli juga melakukannya, sudah sering ya," katanya.
"Ah ini baru pertama kali Mbak, aku melakukan seperti yang kulihat di film blue," jawabku.
Aku terus menciumi tiap bagian tubun Mbak Ninik. Aku menunduk hingga
kepalaku menemukan segumpal rambut hitam. Rambut hitam itu menutupi
lubang vagina Mbak Ninik. Bulu vaginanya tidak terlalu tebal, mungkin
sering dicukur. Aku mencium dan menjilatinya. Tanganku juga masih
meremas-remas pantat Mbak Ninik. Sehingga dengan posisi itu aku memeluk
seluruh bagian bawah tubuh Mbak Ninik.
"Naik ranjang yuk," ucap Mbak Ninik.
Aku langsung menggendongnya dan merebahkan di ranjang. Mbak Ninik tidur
dengan terlentang dan paha terbuka. Tubuhnya memang indah dengan buah
dada yang menantang dan bulu vaginanya yang hitam indah sekali. Aku
kembali mencium dam menjilati vagina Mbak Ninik. Vagina itu berwarna
kemerahan dan mengeluarkan bau harum. Mungkin Mbak Ninik rajin merawat
vaginanya. Saat kubuka vaginanya, aku menemukan klitorisnya yang mirip
biji kacang. Kuhisap klitorisnya dan Mbak Ninik menggeliat keasyikan
hingga pahanya sedikit menutup. Aku terjepit diantara paha mulus itu
terasa hangat dan nikmat.
"Masih belum puas menjilatinya Hen."
"Iya Mbak, punyamu sungguh asyik dinikmati."
"Ganti yang lebih nikmat dong."
Tanpa basa-basi kubuka paha mulus Mbak Ninik yang agak menutup. Kuraba
sebentar bulu yang menutupi vaginanya. Kemudian sambil memegang penisku
yang berdiri hebat, kumasukkan batang kemaluanku itu ke dalam vagina
Mbak Ninik.
"Oh, Mbak ini nikmatnya.. ah.. ah.."
"Terus Hen, masukkan sampai habis.. ah.. ah.."
Aku terus memasukkan penisku hingga habis. Ternyata penisku yang 17 cm
itu masuk semua ke dalam vagina Mbak Ninik. Kemudian aku mulai dengan
gerakan naik turun dan maju mundur.
"Mbak Ninik.. Nikmaat.. oh.. nikmaattt seekaliii.. ah.."
Semakin lama gerakan maju mundurku semakin hebat. Itu membuat Mbak Ninik semakin menggeliat keasyikan.
"Oh.. ah.. nikmaatt.. Hen.. terus.. ah.. ah.. ah.."
Setelah beberapa saat melakukan maju mundur, Mbak Ninik memintaku
menarik penis. Rupanya ia ingin berganti posisi. Kali ini aku tidur
terlentang. Dengan begitu penisku terlihat berdiri seperti patung.
Sekarang Mbak Ninik memegang kendali permainan. Diremasnya penisku
sambil dikulumnya. Aku kelonjotan merasakan nikmatnya kuluman Mbak
Ninik. Hangat sekali rasanya, mulutnya seperti vagina yang ada lidahnya.
Setelah puas mengulum penisku, ia mulai mengarahkan penisku hingga
tepat di bawah vaginanya. Selanjutnya ia bergerak turun naik, sehingga
penisku habis masuk ke dalam vaginanya.
"Oh.. Mbak Ninik.. nikmaaatt sekali.. hangat dan oh.."
Sambil merasakan kenikmatan itu, sesekali aku meremas-remas buah dada
Mbak Ninik. Jika ia menunduk aku juga mencium buah dada itu, sesekali
aku juga mencium bibir Mbak Ninik.
"Oh Hen punyamu Oke juga.. ah.. oh.. ah.."
"Punyamu juga nikmaaat Mbaak.. ah.. oh.. ah..."
Mbak Ninik rupanya semakin keasyikan, gerakan turun naiknya semakin
kencang. Aku merasakan vagina Mbak Ninik mulai basah. Cairan itu terasa
hangat apalagi gerakan Mbak Ninik disertai dengan pinggulnya yang
bergoyang. Aku merasa penisku seperti dijepit dengan jepitan dari daging
yang hangat dan nikmat.
"Mbak Ninik.. Mbaaakk.. Niiikmaaattt.."
"Eh.. ahh.. ooohh.. Hen.. asyiiikkk.. ahh.. ennakk.. nikmaaatt.."
Setelah dengan gerakan turun naik, Mbak Ninik melepas penisku. Ia ingin
berganti posisi lagi. Kali ini ia nungging dengan pantat menghadapku.
Nampak olehku pantatnya bagai dua bantal yang empuk dengan lubang nikmat
di tengahnya. Sebelum kemasukan penisku, aku menciumi dahulu pantat
itu. Kujilati, bahkan hingga ke lubang duburnya. Aku tak peduli dengan
semua hal, yang penting bagiku pantat Mbak Ninik kini menjadi barang
yang sangat nikmat dan harus kunikmati.
"Hen, ayo masukkan punyamu aku nggak tahaan nih," kata Mbak Ninik.
Kelihatannya ia sudah tidak sabar menerima hunjaman penisku.
"Eh iya Mbak, habis pantat Mbak nikmat sekali, aku jadi nggak tahan," jawabku.
Kemudian aku segera mengambil posisi, kupegang pantatnya dan kuarahkan
penisku tepat di lubang vaginanya. Selanjutnya penisku menghunjam dengan
ganas vagina Mbak Ninik. Nikmat sekali rasanya saat penisku masuk dari
belakang. Aku terus menusuk maju mundur dan makin lama makin keras.
"Oh.. Aah.. Hen.. Ooohh.. Aah.. Aaahh.. nikmaaatt Hen.. terus.. lebih keras Hen..."
"Mbak Ninik.. enak sekaliii.. niiikmaaatt sekaaliii.."
Kembali aku meraskan cairan hangat dari vagina Mbak Ninik membasahi
penisku. Cairan itu membuat vagina Mbak Ninik bertambah licin. Sehingga
aku semakin keras menggerakkan penisku maju mundur.Mbak Ninik
berkelonjotan, ia memejamkan mata menahan rasa nikmat yang teramat
sangat. Rupanya ia sudah orgasme. Aku juga merasakan hal yang sama.
"Mbak.. aku mau keluar nih, aku nggak tahan lagi.."
Kutarik penisku keluar dari lubang duburnya dan dari penisku keluar
sperma berwarna putih. Sperma itu muncrat diatas pantat Mbak Ninik yang
masih menungging. Aku meratakan spermaku dengan ujung penisku yang
sesekali masih mengeluarkan sperma. Sangat nikmat rasanya saat ujung
penisku menyentuh pantat Mbak Ninik.
"Oh, Mbak Ninik.. Mbaak.. nikmat sekali deh.. Hebat.. permainan Mbak bener-bener hebat.."
"Kamu juga Hen, penismu hebat.. hangat dan nikmat.."
Kami berpelukan di ranjang itu, tak terasa sudah satu jam lebih kami
menikmati permainan itu. Selanjutnya karena lelah kami tertidur pulas.
Esok harinya kami terbangun dan masih berpelukan. Saat itu jam sudah
pukul 09:30 pagi.
"Kamu nggak sekolah Hen," tanya Mbak Ninik.
"Sudah terlambat, Mbak Ninik tidak bekerja."
"Aku masuk sore, jadi bisa bangun agak siang.."
Kemudian Mbak Ninik pergi ke kamar mandi. Aku mengikutinya, kami mandi
berdua dan saat mandi kembali kami melakukan permainan nikmat itu.
Walaupun dengan posisi berdiri, tubuh Mbak Ninik tetap nikmat. Akhirnya
pukul 14:30 aku pergi ke rumah Baron dan mengambil kunci rumahku. Tapi
sepanjang perjalanan aku tidak bisa melupakan malam itu. Itulah saat
pertama aku melakukan permainan nikmat dengan seorang wanita.
TAMAT