Di Rumah Kontrakan : Mbak Siti
Sore
itu, aku terbangun. Kulihat jam di mejaku menunjukkan pukul 4.00 sore. Iseng
aku memanjat dinding tembok pembatas kamarku, mau “melihat” tetangga sebelahku.
Melalui ventilasi kulihat Mas Arif dan Mbak Siti sedang tidur-tiduran sambil
mengobrol di atas tempat tidur. Aku mengawasi terus, kulihat Mas Arif hanya
memakai singlet, begitu juga Mbak Siti yang hanya memakai baju dalam.
“Dasar pengantin baru, pasti mau main, ayo kapan mainnya ?” pikirku mulai tak
sabaran.
Kulihat Mas Arif dan Mbak Siti berbicara sambil berpelukan, aku kurang bisa
menangkap apa yang mereka bicarakan. Sesekali Mbak Siti tertawa cekikikan.
Beberapa kali pula aku amati Mas Arif meremas payudara Mbak Siti.
Lama aku menunggu, hingga akhirnya yang aku harapkan terjadi juga. Tiba-tiba
Mas Arif membuka celana pendeknya dan memegang tangan Mbak Siti, menyuruh Mbak Siti
memegang penis Mas Arif. Mbak Siti kelihatannya menurut dan me-masukkan
tangannya ke dalam celana Mas Arif, tetapi baru sebentar sudah ditariknya
kembali, tampaknya Mbak Siti menolak.
“Yaaa..... itu aja nggak mau, apalagi
kalau disuruh karaoke” desahku dalam hati kecewa.
Namun kekecewaanku terobati karena sejurus kemudian Mas Arif tiba-tiba bangkit
dari tempat tidur dan melepas celananya. Kini ia hanya bercelana dalam dan
bersinglet. Kemudian serta merta ia memeluk Mbak Siti. Aku tersenyum
kegirangan, keinginanku untuk melihat keduanya mengentot tampaknya akan
terpenuhi.
Tak lama, Mas Arif melepas pelukannya dan Mbak Sitipun mulai melepas celananya. Kini sama seperti suaminya, Mbak Siti hanya
bersinglet dan bercelana dalam. Kulihat pahanya, putih dan mulus sekali.
Kemudian mendadak Mas Arif mengeluarkan penisnya dari celana dalamnya.
“Kecil sekali, dibandingkan punyaku,” kataku dalam hati melihat penis Mas Arif.
Mas Arifpun langsung meng-himpit Mbak Siti, tampaknya Mas Arif akan
mempenetrasi Mbak Siti. Kulihat Mbak Siti memelorotkan celana dalamnya hanya
sampai sebatas paha. Sejurus kemudian aku melihat pelan Mas Arif memasukkan
penisnya ke dalam lubang vagina Mbak Siti yang tertutup bulu jembut. Setelah
penis Mas Arif masuk keseluruhannya ke dalam pepek Mbak Siti, Mas Arif langsung
memeluk Mbak Siti sambil menciumnya bertubu-tubi. Itu dilakukan cukup lama.
Aku sedikit keheranan kenapa Mas Arif tidak melakukan genjotan, tidak
mendorong-dorong pinggulnya ? Mas Arif hanya diam memeluk Mbak Siti.
“Waaah.....ini pasti karena Mas Arif nggak tahan bermain
lama, nggak seperti aku” kataku dalam hati, tertawa, merasa unggul dari Mas
Arif.
Disinilah aku mulai melihat adanya kesempatanku untuk turut melakukan
“tumpangsari” pada Mbak Siti.
Ditambah lagi, kejadian itu hanya berlangsung sangat singkat, sekitar 5 menit.
Meskipun kulihat Mbak Siti tetap bisa mencapai orgasmenya, tetapi cepat pula
Mas Arif menyusulnya. Aku me-nangkap kekecewaan di muka Mbak Siti, meski Mbak Siti
berusaha tersenyum setelah “permainan” itu, tapi aku yakin ia tidak puas dengan
permainan Mas Arif.
*****************
Peristiwa “observasi awal” hari kemarin itu membuatku mengambil kesimpulan, ada
kemungkinan aku menyetubuhi Mbak Siti dan merasakan nikmat tubuhnya, kalau
perlu aku juga akan menanam saham di tubuh Mbak Siti !
Itulah tekadku, aku mulai me-nyusun taktik. Mas Arif itu belum bekerja, ada
kesempatan bagiku untuk membuatnya berpisah cukup lama dari Mbak Siti. Apalagi
aku punya kenalan yang bekerja di perusahaan, namanya Toni.
Siang ini aku menjumpai Toni di kantornya,
“Hai Bud, apa kabar ?” tanya Toni sambil menjabat tanganku.
“Baik“ jawabku sambil ter-senyum.
“Silahkan duduk”
Setelah aku duduk di kursi kantornya yang empuk itu, aku mulai mengajukan
permintaan,
“Ton, aku butuh bantuanmu”
“Oh, itu semua bisa diatur, bantuan apa ?”
“Aku butuh pekerjaan”
“Bisa, bisa, kamu mau kerja di mana ? gaji berapa ?”
“Oh..nggak ! Maksudku bukan untuk diriku, tapi ini untuk orang lain”
“Hm memangnya untuk siapa ?”
“Untuk temanku, Mas Arif, kamu wawancarai, tempatkan di mana saja kamu suka,
nggak perlu tinggi-tinggi betul jabatannya”
“Aneh...tapi jika itu maumu, yaa tidak apa-apa”
“Yang penting kamu wawancarai dia cukup lama, beberapa kali”
“Oke, baik kalau gitu”
“Tapi...nanti jadwal wawanca-ranya aku yang tentuin”
“Terserah kamu”
Maka mulailah aku menyusun jadwal wawancaranya, mulai lusa, hari rabu sampai
jum’at dari jam 07.00 sampai 10.00 pagi.
Toni menyetujuinya, kemudian aku permisi pulang.
Dalam perjalanan pulang, hatiku sangat senang, sudah terbayang nikmatnya tubuh
Mbak Siti itu.
Sesampainya di kos-kosanku, aku langsung bertemu dengan Mas Arif di tempat
cuci, tampak Mas Arif sedang menyuci bajunya.
“Mas.......saya ingin bicara se-bentar” kataku mulai membuka percakapan.
Mas Arifpun menoleh dan menghentikan pekerjaannya.
“Ada apa Bud ?”
“Begini....... saya dengar Mas Arif mencari pekerjaan, kebetulan tadi saya ke
tempat teman saya, dia perlu pegawai baru, dianya sih malas menaruh iklan di
koran, soalnya dia hanya butuh satu orang” jawabku panjang lebar menjelaskan.
Sedikit berdebar-debar aku menunggu tanggapan, takut tawaranku ditolak.
Lama Mas Arif kulihat terdiam, merenung, lalu
“Hmmm....saya pikir dulu, sebelumnya terima kasih ya ?!”
“Ya Mas” kataku dengan senyuman.
Dalam hatiku, aku berpikir “Habislah sudah kesempatanku !”
Tapi setelah di dalam kamar, sekitar 2 jam kemudian aku yang tertidur,
terbangun oleh ketukan di pintu. Aku lalu bangun, mengucek-ngucek mataku,
melihat dari jendela. Tampak Mas Arif berdiri menunggu. Akupun cepat-cepat
membuka pintu
“Wah..sedang tidur ya, kalau gitu nanti saja” Mas Arif tiba-tiba permisi.
“Eee.... nggak..nggak koq Mas, saya sudah bangun nih” kataku berusaha mencegah
Mas Arif pergi.
“Gangguin tidur kamu nggak ?”
“Ndak...ndak kok, masuk aja” kataku mempersilahkan.
Setelah kami berdua duduk di karpet kamarku,
“Begini, ini soal lamaran kerja yang kamu bilang itu, tempatnya di mana sih ?”
Mas Arif bertanya.
“Ooo...itu di Kaliurang km 7 nomor 14, nama perusahaannya DHL, nggak jauh kok”
“Syaratnya gimana ?”
“Saya kurang tau juga tuh, Mas Arif pergi saja ke sana. temui teman saya, Toni,
katakan Mas butuh pekerjaan, tahunya dari Budi”
“Wah...kok rasanya kurang enak ya, seperti nepotisme saja” Mas Arif sepertinya
keberatan.
“Enggak....nggak... koq, perusa-haannya besar, Mas ke sana juga belum tentu
diterima, Mas tetap melalui tes dulu” kataku meya-kinkan Mas Arif.
“Hmmm...baiklah, tak coba dulu, jam berapa ya ke sana ?”
“Sekitar jam kerja saja baiknya, jam 07.00 pagi saja” kataku me-nyarankan.
Mas Arif hanya mengangguk tersenyum, lalu permisi seraya tak lupa berterima
kasih kepadaku. Aku hanya tersenyum, berarti s*****kah lagi keinginanku
tercapai.
*****************
Hari ini selasa, sesuai pre-diksiku, Mas Arif pagi-pagi sudah berangkat, dan
sekitar jam 11.00 siang baru pulang.
Aku menuju ke kamarnya, lalu mengetuk pintu,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
“Wa’alaikumussalam” terdengar jawaban Mas Arif dari dalam kamarnya.
Lama baru pintu dibuka, dan Mas Arif mempersilahkanku un-tuk masuk. Kulihat di
dalam ka-marnya, istrinya tengah duduk di pinggir tempat tidur dengan me-makai
jilbab putih, tersenyum padaku. Mbak Siti tampak cantik sekali.
“Bagaimana Mas, tadi ?” ta-nyaku
“Oh...nanti saya disuruh ke sana lagi, besok untuk test wawancara”
“Alhamdulillah, tak do’ain supa-ya berhasil”
“Terima kasih”
Setelah berbasa - basi cukup lama, akupun permisi.
“Eehh...nanti dulu, kamu khan belum minum” Mas Arif berusaha mencegahku.
“Ayo Siti buatkan air minumnya dong” perintah Mas Arif me-nyuruh istrinya, Mbak
Siti.
Aku menolak dengan halus,
“Ah nggak usah Mas, saya sebentar aja koq, ada urusan”
“Oh baiklah kalau begitu, sekali lagi terima kasih ya”
Aku tersenyum mengangguk, kulihat Mbak Siti tidak jadi membuat minuman. Akupun
pergi ke ka-marku, riang karena sebentar lagi “adikku” akan bersarang dan
me-nemukan pasangannya.
*****************
Hari ini rabu, Mas Arif sudah berangkat dan meninggalkan Mbak Siti sendirian di
kamarnya. Ren-cana mulai kulaksanakan. Aku membongkar beberapa koleksi Vcd
pornoku, memilih salah satunya yang aku anggap paling bagus, Vcd porno dari
Indonesia sendiri, lalu membungkusnya dengan kertas merah jambu.
Kemudian sambil membawa bungkusan Vcd itu, aku menuju ke kamar tetanggaku,
mengetuk pintu,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
Lama baru terdengar jawaban,
“Wa’alaikumussalam” jawaban Mbak Siti dari dalam kamar itu.
Pintunyapun terbuka, kulihat Mbak Siti melongokkan kepalanya yang berjilbab itu
dari celah pintu,
“Ada apa ya ?” tanyanya.
“Ini ada hadiah dari saya, saya mau memberikan kemarin tetapi lupa” kataku
sambil menunjukkan bungkusan Vcd itu.
“Oh, baiklah” kata Mbak Siti sambil bermaksud mengambil bungkusan di tanganku
itu.
“Eee...tunggu dulu Mbak, ini isinya Vcd, saya mau lihat apa bisa muter nggak di
komputernya Mas Arif” kataku mengarang alasan.
Sedikit keberatan kelihatannya, akhirnya Mbak Siti mempersi-lahkanku untuk
masuk, aku yakin dia juga kurang ngerti tentang komputer.
Di dalam kamar, aku menghi-dupkan komputer dan mengope-rasikan program Vcd
playernya, lalu kumasukkan Vcd-ku itu dan kujalankan. Sesuai dugaanku Vcd itu
berjalan bagus.
“Mbak pingin nonton ?” tanyaku sambil melihat Mbak Siti yang sedari tadi duduk
di belakang memperhatikanku.
“Film apa sih ?” tanya Mbak Siti kepadaku.
“Pokoknya bagus” jawabku sambil kemudian memberikan pe-tunjuk bagi Mbak Siti ,
bagaimana cara menghentikan player dan mematikan komputernya.
Mbak Siti hanya mengangguk, lalu kupermisi untuk pergi mum-pung filmnya belum
masuk ke bagian “intinya”.
Pintu kamar tetanggaku itupun kembali ditutup, aku bergegas ke kamarku, mau
mengintip apa yang dilakukan Mbak Siti.
Setelah di kamarku. melalui ven-tilasi kulihat Mbak Siti menonton di depan
komputer. Dia tampaknya kaget begitu melihat adegan porno langsung hadir di
layar monitor komputer itu. Dengan cemas aku menantikan reaksinya.
Menit demi menit berlalu hingga sudah 15 menit kulihat Mbak Siti masih tetap
menonton. Aku senang berarti Mbak Siti menyukainya.
Lalu terjadi sesuatu yang lebih dari aku harapkan, tangan Mbak Siti pelan masuk
ke dalam roknya, dan bergerak-gerak di dalam rok itu.
“Hhh.....hhhh....oohhh.....oohhh”suara Mbak Siti mendesah–desah , tampaknya
merasakan kenikmatan.
Aku kaget,
“Wah.... hebat.... dia masturbasi” kataku dalam hati.
Ingin aku masuk ke kamar Mbak Siti, memeluknya dan langsung menyetubuhinya,
tetapi aku sadar, ini perlu proses.
Akhirnya aku memutuskan untuk tetap mengintip, dan berinisiatif mengukur
kemampuanku. Akupun mulai melakukan onani dengan memain-mainkan penisku.
Film di komputer itu terus berjalan...... hingga telah hampir 1,5 jam lamanya,
pertanda film itu akan habis dan Mbak Siti kulihat sudah empat kali orgasme,
luar biasa. Dan ketika filmnya berakhir, Mbak Siti ternyata masih me-neruskan
masturbasinya hingga menggenapi orgasmenya menjadi lima kali.
“Akkkhhhhhhh.........” Mbak Siti terpekik pelan menandai orgasmenya.
Sesaat setelah orgasme Mbak Siti yang kelima akupun ejakulasi.
“Oooorghhhh.........” suara berat-ku mengiringi luapan sperma di tanganku.
Aku senang sekali, berarti aku lebih tangguh dari Mas Arif dan bisa memuaskan
Mbak Siti nan-tinya karena bisa orgasme dan ejakulasi bersamaan.
Kemudian Mbak Siti sesuai petunjukku, kulihat mengeluarkan Vcdnya dan mematikan
komputer.
*****************
Setelah siang hari, Mas Arif baru pulang. Sedikit berdebar-debar aku menunggu
perkem-bangan di kamar tetanggaku itu, takut kalau - kalau Mbak Siti ngomong
macam - macam soal Vcd itu, bisa berabe aku !
Tetapi lama..... kelihatannya tak terjadi apa-apa. Kembali aku me-ngintip lewat
ventilasi, apa yang terjadi di sebelah.
Begitu aku mulai mengintip, aku kaget ! Karena kulihat Mbak Siti dalam keadaan
hampir bugil, hanya memakai celana dalam dihimpit oleh Mas Arif, mereka
bersetubuh ! Namun seperti yang dulu-dulu, permainan itu hanya berlangsung
sebentar dan tampaknya Mbak Siti kelihatan tidak menikmati dan tidak bisa
mencapai orgasme. Bahkan aku melihat Mbak Siti seringkali kesakitan ketika
penetrasi atau ketika payudaranya diremas.
“Ah...Mas Arif nggak pandai merangsang sih”, pikirku.
Bagaimanapun aku senang, langkah keduaku berhasil, mem-buat Mbak Siti tidak
bisa lagi men-capai orgasme dengan Mas Arif. Prediksiku, Mbak Siti akan sangat
tergantung pada Vcd itu untuk kepuasan orgasmenya, sedangkan cara menghidupkan
Vcd itu hanya aku yang tahu, disinilah kesem-patanku.
*****************
Kamis, pukul 08.00. Aku bangun dari tidur, mempersiapkan segala sesuatunya,
karena hari ini bisa jadi saat yang sangat bersejarah bagiku. Kemarin aku telah
meng-intip Mbak Siti dan Mas Arif seharian, mereka kemarin ber-setubuh hanya
dua kali, itupun berlangsung sangat cepat, dan yang penting bagiku, Mbak Siti
tidak bisa orgasme.
Malam kemarin aku juga sudah bersiap-siap dengan minum se-gelas jamu kuat, yang
bisa menambah kualitas spermaku.
Pagi itu, setelah aku mandi, aku berpakaian sebaik mungkin, parfum beraroma
melati kuusapkan ke seluruh tubuhku, rambutku juga sudah disisir rapi. Lalu
dengan langkah pasti aku m*****kah ke tetangga sebelahku, Mbak Siti yang sedang
sendirian.
Kembali aku mengetuk pintu kamarnya pelan,
“Assalamu’alaikum” aku mem-beri salam.
“Wa’alaikumussalam” suara lem-but Mbak Siti menyahut dari dalam kamar.
Mbak Sitipun membuka pintu, kali ini ia berdiri di depan pintunya, tidak
seperti kemarin yang hanya melongokkan kepala dari celah pintu yang sedikit
terbuka. Dia memakai jilbab pink dengan motif renda, manis sekali.
“Oh ya, saya lupa membe-ritahukan cara menghidupkan Vcd kemarin” kataku sambil
tersenyum.
Tiba-tiba raut muka Mbak Siti menjadi sangat serius,
“Kamu kurang ajar ya, masa’ ngasiin Vcd porno gituan ke Mbak” kata Mbak Siti
sedikit keras.
Aku kaget, “ternyata ia marah”, pikirku. Lalu cepat aku mengarang alasan,
“Oh ma’af Mbak, Vcdnya yang hadiah itu, isinya film soal riwayat Nabi-Nabi
buatan TV3 Malaysia, ma’af kalau tertukar, yah saya ambil saja lagi”
Mbak Siti masuk ke dalam kamarnya, ia tampak kecewa, aku senang berarti ia
takut kehilangan Vcd itu. Lalu akupun masuk ke kamarnya melalui pintu yang
sedari tadi terbuka.
Mbak Siti kaget, melihatku mengikuti langkahnya,
“Eeeh...kamu kok ikut masuk juga ?!”
Sambil menutup pintu, tenang aku menjawab,
“Alaa.... Mbak jangan munafiklah, tokh Mbak juga menyukai Vcd porno itu, saya
lihat Mbak sampai masturbasi segala”
“Kurang ajar kamu ! Keluar ! Kalau tidak saya akan berteriak” bentak Mbak Siti.
“Mbak jangan marah dulu, coba Mbak pikirkan lagi, sejak menonton Vcd itu, Mbak
tidak bisa lagi orgasme dengan Mas Arif khan” kataku sambil merebut Vcd itu dan
mematahkannya.
Mbak Siti terkejut,
“Kamu.....”
Tak sempat ia menyelesaikan kata-kata, aku memotongnya,
“Saya bersedia memberikan kepuasan kepada Mbak Siti, saya jamin Mbak Siti bisa
orgasme bila main dengan saya”
“Kurang ajar ! Keluar kamu !”
“Eeee....tidak segampang itu, ayolah Mbak Siti jangan marah, pi-kirkan dulu,
saya satu-satunya ke-sempatan, bila Mbak Siti tidak me-makai saya, seumur-umur
Mbak Siti nggak akan pernah mencapai orgasme lagi” aku mulai meng-hasutnya.
Mbak Siti terdiam sebentar, aku senang dan berpikir ia mulai termakan rayuanku,
tapi...
“Tidak ! Kata Mbak tidaaak ! Sekarang keluar kamu !”
Aku gemetar, tapi tetap ber-usaha,
“Mbak sebaiknya pikirkan lagi, di sini cuma saya yang mengajukan diri memuaskan
Mbak, saya satu-satunya kesempatan Mbak, kalau Mbak tidak mengambil kesempatan
ini, Mbak akan rugi !” kataku sedikit tegas.
Lama kulihat Mbak Siti terdiam, bahkan dia kini terduduk lemas di samping
ranjangnya. Aku pura-pura mengalah...
“Yah, sudahlah, jika Mbak tidak mau, saya pergi saja, saya itu cuma kasihan
ngelihat Mbak !” kataku sambil beranjak pergi.
Tetapi kulihat Mbak Siti hanya diam terduduk di ranjangnya, aku membatalkan
niatku, pintu yang telah terbuka kini kututup lagi dan kukunci dari dalam.
Perlahan aku mendekati Mbak Siti, kulihat ia menangis,
“Mbak....jangan menangis, tidak ada maksud saya sedikitpun menyakiti Mbak”
kataku sambil mulai menyeka air matanya dengan tanganku.
Lalu pelan-pelan kupegang pun-dak Mbak Siti dan kudorong pelan dia agar
berbaring di ranjang. Ter-nyata Mbak Siti hanya menurut saja, aku kesenangan,
rayuanku berhasil meruntuhkan pendiriannya.
Kemudian aku mulai membuka resleting celana panjangnya, ia tampaknya menolak,
tetapi aku dengan santai menepis tangannya dan memasukkan tanganku ke dalam
celananya. Tanganku masuk kedalam kolornya, lalu langsung jariku menuju ke
tengah “lubang” birahinya. Aku sudah terburu nafsu, mencucuk-cucukkan jemariku
ke dalam lubang itu berkali-kali.
“Akhhh..... akhhh....... ahhhhhh” desahan Mbak Siti mengiringi setiap tusukan
jemariku.
Aku ingin membuatnya terang-sang dan mencapai orgasme. Lalu dengan cepat
kutarik celana pan-jang dan kolornya, sehingga terlihatlah pahanya yang putih
dan mulus, aku langsung mencium paha mulus itu bertubi-tubi, menjilat paha
putih Mbak Siti dengan merata. Akupun mengincar kelentit Mbak Siti yang
tersembul ke luar dari bagian atas pepeknya.
Langsung aku kulum kelentit itu di dalam mulutku,
“Elmm..... mmmm....... emmmm” dan lidahku menari-nari di atasnya, terkadang
kugigit pelan-pelan berkali-kali,
“Akhh.... ooohhhh...... aaahhhhh” suara Mbak Siti mendesah kuat tanda terangsang.
Jemari tanganku semakin kuper-cepat menusuk pepek Mbak Siti dan lidahku makin
menggila menari-nari di atas kelentitnya yang berwarna merah jambu itu.
Perlahan kubimbing Mbak Siti mencapai puncaknya, hingga akhirnya......
“Aaaaaaakkkhhhhhh............” pekikan pelan Mbak Siti mengiringi orgasmenya.
Kulihat jemari tanganku basah, bukan karena liurku tetapi karena cairan vagina
Mbak Siti yang orgasme. Aku mencium vagina itu, tercium bau khas cairan vagina
wanita yang orgasme.
Aku tersenyum, hatiku senang karena bisa membawa Mbak Siti mencapai orgasmenya.
Tetapi aku tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah memelankan tusukan
jariku, kini tusukan itu kembali kupercepat,
“Ahhh.... ahhhh.... yaah..... yaahh” suara Mbak Siti mulai meracau.
Sementara tangan kiriku beroperasi di vagina Mbak Siti, tangan kananku mulai
meremas blus Mbak Siti, dengan cepat tangan kananku merobek blus itu dan menarik
kutangnya hingga menyembullah payudara Mbak Siti yang indah membukit.
Kemudian aku menghisap kedua puting itu sambil tangan kananku meremas payudara
Mbak Siti bergantian,
“Slurrpp....slrrrrpp.....slluuurpp” aku menghisap puting Mbak Siti, sementara
desahan Mbak Siti terdengar halus di telingaku,
“Akhh....teruuss.....teruuusss” Sementara tangan kiriku tetap beraksi di vagina
Mbak Siti, dan vagina itu semakin becek,
“Crrtt.....crrtt......slrrpp”
Kini mulutku mulai merangkak maju menuju bibir Mbak Siti yang mendesah-desah,
begitu wajah kami bertatapan, kulumat bibir mungil itu dalam-dalam, Mbak Siti
sedikit kaget,
“Ohhh.... oomlmmm... elmmmm” Mbak Siti tidak bisa lagi bersuara, karena bibirnya
telah kulumat, lidahnya kini bertemu dengan lidahku yang menari-nari.
Aku memang berusaha mem-bimbing Mbak Siti agar orgasme untuk kedua kalinya.
Agar di saat orgasmenya itu aku bisa me-masukkan penisku, mempenetrasi
vaginanya. Karena aku sadar penetrasi itu akan sangat sakit karena ukuran
penisku lebih besar dari punya Mas Arif yang biasa masuk.
Sambil mencium dan merang-sang pepek Mbak Siti, tangan kananku mulai melepas
celana panjangku dan kolorku, lalu melem-parkannya ke lantai. Tangan kananku
mengelus-elus kontolku yang terasa mulai mengeras.
Lama akhirnya Mbak Siti mencapai orgasmenya yang kedua kali,
“Ooorrggghhhhh...........”
Mbak Siti mengerang, tetapi belum selesai erangannya, aku langsung menusukkan
penisku pelan-pelan ke dalam vaginanya.
“Aaaaaahhhhh............” suara Mbak Siti terpekik, matanya sayup-sayup menatap
syahdu ke arahku, aku tersenyum.
Akupun mengambil posisi duduk dan mengangkangkan kedua paha Mbak Siti dengan
kedua tanganku, lalu kulakukan penetrasi kontolku pelan-pelan lama kelamaan
men-jadi semakin cepat. Bunyi becekpun mulai terdengar,
“Sllrrttt... cccrrttt.... ccrrplpp” suara becek itu terus berulang-ulang seiring
dengan irama tusukanku.
“Akhhh....yaaahh...terus...” suara desahan Mbak Siti keenakan. Akupun semakin
mempercepat tusukan, kini kedua kakinya ku-sandarkan di pundakku, pinggul Mbak Siti
sedikit kuangkat dan aku terus mendorong pinggulku ber-ulang-ulang. Sementara
dengan sekali sentakan kulepaskan jilbabnya, tampaklah rambut hitam sebahu
milik Mbak Siti yang indah, sambil menggenjot aku membelai rambut hitam itu.
“Ahhh..... ahhh.... ”
“Ohhh...... ohhhh........ hhhh”
Suara desahanku dan Mbak Siti terus terdengar bergantian seperti irama musik
alam yang indah.
Setelah lama, aku mengubah posisi Mbak Siti, badannya kutarik sehingga kini dia
ada di pangkuanku dan kami duduk berhadap-hadapan, sementara penisku dan
vaginanya masih menyatu.
Tanganku memegang pinggul Mbak Siti, membantunya badannya untuk naik turun.
Kepalaku kini dihadapkan pada dua buah pepaya montok nan segar yang
ber-senggayut dan tergoyang-goyang akibat gerakan kami berdua. Langsung
kubenamkan kepalaku ke dalam kedua payudara itu, menjilatnya dan menciumnya
ber-gantian.
Tak kusangka genjotanku membuahkan hasil, tak lama.....
“Oooohhhhhhh.................” lenguhan panjang Mbak Siti menandai orgasmenya,
kepalanya terdongak menatap langit-langit kamarnya saat pelepasan itu terjadi.
Aku senang sekali, kemudian kupelankan genjotanku dan akhirya kuhentikan
sesaat. Lama kami saling bertatap-tatapan, aku lalu mencium mesra bibir Mbak Siti
dan Mbak Siti juga menyambut ciumanku, jadilah kami saling berciuman dengan
mesra, oh indahnya.
Tak lama, aku menghentikan ciumanku, aku kaget, Mbak Siti ternyata menangis !
“Kenapa Mbak Siti ? saya me-nyakiti Mbak ya ?!” tanyaku lembut penuh sesal.
Masih terisak, Mbak Siti menjawab,
“Ah.....nggak, kamu justru telah membuat Mbak bahagia”
Kami berdua tersenyum, ke-mudian pelan aku baringkan Mbak Siti. Perlahan aku
mengencangkan penetrasiku kembali.
Sambil meremas kedua payu-daranya, aku membolak-balikkan badan Mbak Siti ke
kiri dan ke kanan. Kami berdua mendesah bergantian,
“Ahhh..... ahhh.... aaahhh”
“Ohhh...... ohhhh........hhhh”
Terus....lama, hingga akhirnya aku mulai merasakan urat-uratku menegang dan
cairan penisku seperti berada di ujung, siap untuk meledak.
Aku ingin melakukannya ber-sama dengan Mbak Siti. Untuk itu aku memeluk Mbak Siti,
menciumi bibirnya dan membelai rambutnya pelan. Usahaku berhasil karena
perlahan Mbak Siti kembali terang-sang, bahkan terlalu cepat.
Dalam pelukanku kubisikkan ke telinga Mbak Siti,
“Tahan......tahan.........Mbak, kita lakukan bersama-sama ya”
“Ohhh...ohhh.... ohhhh..... aku su-dah tak tahan lagi” desah Mbak Siti, kulihat
matanya terpejam kuat menahan orgasmenya.
“Pelan.....pelan saja Mbak, kita lakukan serentak” kataku membisik sambil
kupelankan tusukan penisku.
Akhirnya yang kuinginkan ter-jadi, urat-urat syarafku menegang, penisku makin
mengeras. Lalu sekuat tenaga aku mendorong pinggulku berulang-ulang dengan
cepat.
“Akhhh.... ooohhh.... ohhh” suara Mbak Siti mendesah. Kepalanya tersentak-sentak
karena dorongan penisku.
“Lepaskan.....lepaskan......Mbak, sekarang !” suaraku mengiringi de-sahan Mbak Siti,
Mbak Siti menuruti “saranku”, diapun akhirnya mele-paskan orgasmenya,
“Aaaakkhhhhh............”
“Ooorggghhhhh.........” suara be-rat menandakan ejakulasiku, meng-iringi orgasme
Mbak Siti. Erat ku-peluk ia ketika pelepasan ejakulasi itu kulakukan.
Setelah “permainan” itu, dalam keadaan bugil aku tiduran ter-lentang di samping
Mbak Siti yang juga telanjang. Mbak Siti me-melukku dan mencium pipiku
berkali-kali seraya membisikkan sesuatu ke telingaku,
“Terima kasih Dra”
Mbak Siti kulihat senang dan memeluk tubuhku erat, tertidur di atas dadaku.
Dalam hatiku aku merasakan senang, gembira, tapi juga sedih. Aku sedih dan
me-nyesal melakukan ini dengan Mbak Siti, aku takut ia tidak akan pernah lagi
mencapai orgasme selain de-ngan diriku, ini berarti aku me-nyengsarakan Mbak Siti.
Sambil merenung, aku kecup rambut hitam sebahunya itu dan kubelai serta kuusap
pelan.
*****************
Siang itu aku tidur nyenyak, bagiku pengalaman barusan sangat berkesan.
Bersambung