Kepergok Calon Mertua
Seminggu
setelah resmi jadian dengan Ratna, aku semakin gencar mengeskplorasi tubuh
pacar baru ku itu. Kami sama-sama belum berpengalaman dalam seks, masih
terhitung sebagai new comer di bidang yang satu ini. Kendati demikian, aku
sudah sukses menjelajahi buah dada dan sekitarnya.
Malam minggu itu aku menargetkan menjelajah sekitar selangkangannya. Aku
penasaran banget dengan yang namanya vagina cewek.
"Na, ayo dong buka. Sedikittt aja," pintaku pada Ratna, sembari
menggerayangi wilayah sekitar perut ke bawah. Ratna kelihatan sangat ketakutan,
tapi juga penasaran, kepingin tahu rasanya diobok-obok sama pacarnya sendiri.
"Jangan sayangg..." balas Ratna manja, sembari berusaha menepis
jari-jemariku yang mulai berkeringat dan sedikit gemetar. Nafasku tersengal.
Begitu pun nafas dia. Kami melakukannya di atas sofa ruang keluarga Ratna.
Kebetulan di rumah itu cuma ada mamanya Ratna. Menurut Ratna, mamanya sudah
tidur. Maklumlah sudah lewat jam 9 malam.
Lebih setengah jam usaha jari-jariku menerobos masuk ke selangkangan Ratna
gagal. Aku lantas memutuskan untuk pulang. Ratna menahan. "Kok kamu gitu
sih, Ton. Sebentar lagi deh sayang."
"Kamunya sih kayak gini. Kan kita dah resmi jadian..." timpalku.
Kami pun bernegosiasi. Aku menuntut untuk bisa memegang liang vagina pacarku,
sementara dia menolak. Setelah berceramah panjang kali lebar, Ratna pun
menyerah. Dia pasrah saat jari-jemariku menyusup lewat sela-sela retsleting
celana jeans belelnya. Matanya terpejam, antara takut dan nikmat, ketika telunjukku
pelan-pelan menggesek bibir kemaluannya.
Makin lama jari-jariku makin liar menggesek-gesek. "Sss...hhh..mmm.."
membuat Ratna mendesah-desah. Aku makin kencang menggesek. Ku kocok-kocok liang
vaginanya itu. Ratna makin keenakan. Aku kian konak mendengar setiap desah
nafasnya. "Sss..hhhh...ahhh...Ton...hmm....ahhh...nakall ..ka mu.."
Hmmm....uhhhhh......hmmmmm....ahhhhh.....
Kukencangkan volume tivi untuk mengimbangi suara desahan nafas Ratna. Sebab,
jarak antara sofa tempat kami bercumbu tak jauh dari kamar mamanya. Cilaka
kalau sampai mamanya terbangun dan melihat kami sedang bergumul di ruang tamu.
Ratna makin tak karuan mendesah. "Sssshhh...hmmm...Antonn..ohhh..."
Anjrit, aku konak berat. Batang kemaluanku sudah keras menyodok-nyodok ingin keluar
dari peraduannya. Tapi, aku belum berani untuk mengeluarkannya, takut kalo
nanti mamanya bangun, bisa berabe jadinya.
Alhasil aku cuma bisa menggesek-gesekkan batang kon***ku ke paha Ratna. Sambil
bergesek ria, jari jemariku terus melakukan eksplorasi di liang vagina Ratna
yang basah.
Memeknya masih rapat. Yah, namanya juga perawan. Bulu-bulunya halus. Sesekali
kucabut jari-jariku dari liang vagina itu, lalu kujilati dan ku masukkan ke
mulut Ratna. "Ssshhh...hmmm.."
Pukul 10.00 malam permainan eksplorasi ku di selangkangan Ratna berakhir. Ratna
lemas lunglai kubuat. Dia terus menggelendot di tubuhku sampai aku masuk ke
sedan tua peninggalan ayahku.
Sejak kejadian malam itu, aku kian sering bergumul dengan pacarku, di rumahnya.
Kucolok-colok liang kemaluannya, dan Ratna pun sudah berani membalasnya dengan
meremas-remas batang kontolku. Kami melakukanya tanpa bertelanjang.
Hingga pada suatu ketika aku memutuskan untuk lebih berani lagi melakukan seks
dengan pacar ini. Celana panjangku dan celana nya Ratna kuturunkan sebatas
dengkul, hingga kami bisa sama-sama jelas menyaksikan barang masing-masing
berada dalam kondisi konak.
Seperti biasa, permainan ini kami lakukan di saat mamanya Ratna sudah tertidur.
Sepanjang permainan ini lampu ruang tamu rumah kami buat temaram. Sementara
volume tv digedein. Dengan begitu, suara-suara desahan Ratna tak begitu
mencolok
Aku dan pacarku yakin sekali, permainan kami aman. Sebab, mamanya Ratna kalo
sudah tidur tidak akan bangun-bangun lagi.
Tante Iin, mamanya Ratna, seorang janda. Meskipun usianya sudah masuk kepala
empat, namun dirinya masih seksi. Aku suka konak kalo melihat dia memakai
daster, atau jeans ketat. Pantatnya terlihat seksi. Yang paling menarik
darinya, adalah buah dadanya yang mancung. Ditambah paras wajahnya yang ayu,
menjadikan tante Iin menantang sekali bagi setiap lelaki.
Malam itu aku dan Ratna sudah semakin berani melakukan eksplorasi seks di ruang
tamu rumahnya. Tubuh kami sudah separuh bugil, dimana celana kami sudah melorot
ke bawah mata kaki walaupun tetap masih menempel.
Kon***ku berdiri tegak lurus seperti rudal yang siap diluncurkan dari porosnya.
Sementara liang vagina Ratna yang merah terbuka lebar seakan tersenyum renyah
kepada kon***ku. Meski demikian, kami masih sama-sama takut untuk melakukan ML.
Yang berani kulakukan hanyalah petting.
"Hmmm..ssshh....hmmm..." Ratna tak henti-hentinya mendesah setiap
kugesek-gesekkan batang kon***ku. Makin lama makin cepat kugesekkan.
"Ahhh....hmmmm...yesss..."Aku pun meracau. "Naa...oh..gw..mau
keluar nihhh...hmmm..ohhhh....enakk..hmmm..."
Goyangan pinggul Ratna mengimbangi gesekan2 batang kon***ku.
Uhhh...yess...ohhh...dan akhirnya cairan kental pejuku muncrat keluar.
Crott..crott..crottt...
Aku terkulai lemas di atas tubuh Ratna. Kami berpelukan erat. Keringat mengucur
deras di tubuh kami. Kuciumi bibir mungilnya. "Aku sayang kamu say."
Selagi kami tengah melepaskan kelelahan, tiba-tiba pintu kamar Tante Iin
terbuka. Secepat kilat aku dan Ratna berpakaian. Tapi, sayang, Tante Iin sudah
keburu melihat situasi ini. Dengan pandangan penuh amarah, Tante Iin memelototi
kami berdua.
"Apa yang kalian lakukan di rumah ini?" bentaknya dengan nada emosi.
Batang kon***ku sempat terlihat oleh dia, karena aku gak bisa cepat kalo
memakai celana.
Anehnya, meski berada dalam situasi genting seperti itu, burungku masih saja
tak kenal kompromi. Dia tetap mengeras. Sorot mata Tante Iin tak bisa
dibohongi, menunjukkan rasa konak juga. Sebagai perempuan normal yang hidup
menjanda lebih dari 3 tahun, tentu saja pemandangan seperti ini membuatnya
bergairah. Tapi, karena di situ ada Ratna, mungkin saja dia berusaha menutupi
kegusarannya ini dengan pura2 tidak terima kami berbuat mesum di ruang tamunya.
Ratna sendiri sudah mengenakan pakaiannya, meskipun behanya tak sempat dipakai
dan terselip disela-sela sofa. Dia tampak panik sekali dimarahi mamanya karena
ketahuan ber-petting ria denganku.
"Ratna! Masuk!!" bentak Tante Iin.
Aku cuma bisa tertunduk, tak berani memandang si tante seksi ini. Tapi, dalam
hatiku ada rasa bangga juga bisa memperlihatkan batang kemaluanku yang cukup
panjang dan besar ini. Ujung kon***ku persis seperti topi baja tentara.
Diameternya cukup membuat wanita manapun akan tergiur dan terangsang ingin
memegangnya.
Setelah Ratna masuk ke kamarnya, tinggallah aku dan tante Iin di ruang tamu
itu. Dia memarahi aku cukup lama, sembari memberi nasihat agar kami tidak lagi
mengulangi perbuatan itu.
"Anton janji gak akan berbuat ini lagi tante," ujarku pelan, sembari
menundukkan wajah. Nada suara tante kini sudah normal kembali. Tampaknya dia
kasihan melihat aku yang sedari tadi terlihat ketakutan.
"Maksud tante mengingatkan ke kalian agar tidak terlalu jauh melanggar
batas-batas pacaran. Tante tahu..." ujar tante Iin. Pelan-pelan dia
mendekati aku. Posisi tubuhnya kian merapat denganku. Aku mulai rileks, dan
berani menatap mamanya Ratna.
Kulihat tatapan mata tante Iin sangat berbeda dari yang tadi. Kali ini seperti
ada sebuah pengharapan. Batang kontolku kian menegang menghadapi situasi ini.
Haruskah aku melakukan seks dengan mamanya pacar baru ku ini? Pikiranku
berkecamuk, antara keinginan dan ragu-ragu. Begitupun terlihat dari bahasa
tubuh tante Iin.
Akhirnya aku memutuskan untuk pulang. "Anton pamit pulang tante..."
kataku.
"Ya, hari sudah malam. Jangan terlalu diambil ke hati kata-kata kasar
tante tadi. Anggaplah ini sebuah pelajaran buat kalian," jawab tante Iin
sembari tersenyum. Dia memegang bahuku, dan merangkulku, mengantarkan ke luar
rumah. Ingin sekali aku menciumnya.
Suasana di luar sudah gelap. Anehnya, tante tak melepaskan rangkulannya hingga
aku akan masuk ke dalam mobilku. Dia menatapku dalam-dalam, membuat pesona
seksnya memancar hebat di dalam sanubariku. Tubuhnya menempelku, terasa daging
kenyal di dadanya mengenai lenganku.
Dalam keremangan malam, dan gaun tidurnya yang seksi terlihat lekuk-leku
tubuhnya. Aku kian tergoda untuk mencumbu mama pacarku ini. Tidak ada
siapa-siapa di garasi itu, kecuali kami berdua. Belahan dada tante Iin terlihat
jelas.
"Maafkan Anton tante," ujarku pelan. Kupegang bahunya, lalu
kuberanikan diri untuk memeluknya. Tante Iin tak menampik, dia malah merapatkan
tubuhnya ke tubuhku. Selangkangannya menempel tepat di paha kananku. Cukup lama
aku memeluknya, dan batang kon***ku pun terasa menegang keras.
Paha tante Iin makin menempel, hingga selangkangannya kini menempel tepat di
penisku. Tanganku bergeser memeluk pinggulnya, lalu pelan-pelan meremas-remas,
dan berpindah ke pantatnya yang sekel.
Tante Iin tak mengeluarkan sepatah katapun, demikian pula aku. Sepertinya, aku
sudah di atas angin. Tanpa berlama-lama lagi, langsung saja kusosot bibirnya.
Kuciumi dengan penuh nafsu. Desahan nafasnya membuatku semakin berani memagut
bibirnya, lidahnya pun membalas liar.
Tante Iin mendorong tubuhku hingga menempel dengan mobil, sementara pagutannya
semakin bernafsu. Inilah sebuah pengalaman terindahku bersama calon mertua.
Sayang, kejadian itu tak berlanjut lebih jauh, mengingat ada Ratna di dalam
sana.
Tapi, sejak kejadian itu, aku sering mendatangi tante Iin di saat Ratna sedang
les. Bahkan, tante Iin lah yang pertama kali mengajari aku cara ML. Kami
melakukannya di atas sofa ruang tamunya itu. Tante Iin betul-betul hebat
memberiku pelajaran ngeseks. Dia menyentuh sekujur tubuhku dengan lembur, lalu
tiba-tiba dia lakukan itu dengan beringas dan liar.
Satu hal yang tak dapat pernah kulupakan, adalah kehebatannya dalam mengulum
batang kon***ku. Kepala kon***ku masuk ke rongga kerongkongannya, dijilati
lidahnya dengan lembut, dikocok2an dengan bibirnya, sampai aku belingsatan tak
karuan.
Seringkali dia merasa cemburu saat aku bersama dengan anak satu-satunya. Kalau
sudah begitu, aku dan dia sama-sama mencari-cari kesempatan untuk bercumbu.
TAMAT