ML Dengan Teman Bisnis Berjilbab
Cerita seks panas ngentot
wanita berjilbab – Ini adalah kisah nyata yang terjadi di tahun 2005. Tapi
untuk menjaga nama baik semua pihak, nama-nama pelaku diganti semuanya. Selamat
mengikuti:
Peristiwa indah itu tak pernah kuduga sedikit
pun. Karena Bu Ivy tidak menampakkan gejala-gejala nakal sedikit pun. Apalagi
kalau mengingat bahwa dia sudah mengenal istriku dan sering ngobrol berdua
kalau datang ke rumahku. Istriku pun kelihatan percaya penuh, tak pernah
mencucurigai kalau aku bepergian bersama Bu Ivy. Lagian kalau ada niat mau
selingkuh, masa Bu Ivy berani menginjak rumahku dan berlama-lama ngobrol dengan
istriku? Apalagi kalau mengingat bahwa Bu Ivy kelihatannya taat beribadah. Tiap
hari selalu mengenakan jilbab.
Baik aku maupun istriku sama-sama
berwiraswasta, tapi dalam lapangan yang berbeda. Aku sering jadi mediator,
begitu juga Bu Ivy. Sementara istriku membuka toko kebutuhan sehari-hari, jadi
bisnisnya cukup dengan menunggui toko saja, karena rumahku ada di belakang toko
itu. Dan di belakang rumah, istriku punya bisnis lain….beternak ribuan burung
puyuh yang rajin bertelur tiap hari.
Pada suatu pagi, waktu aku baru mau mandi,
istriku menghampiriku,
“Ada Bu Ivy, Bang.”
“Oh, iya….emang sudah janjian mau ketemu sama
pemilik tanah yang mau dijadikan perumahan itu,” sahutku, “Suruh tunggu
sebentar, aku mau mandi dulu.”
Istriku mengangguk lalu pergi ke depan.
Sementara aku bergegas masuk ke kamar mandi.
Setelah mandi dan berdandan, aku melangkah ke
ruang tamu. Bu Ivy sedang ngobrol dengan istriku.
“Barusan istri Herman datang, Bang,” kata
istriku waktu aku baru duduk di sampingnya, “Herman sakit, kakinya bengkak,
asam uratnya kambuh, jadi gak bisa kerja hari ini.”
“Penyakit langganan,” sahutku dengan senyum
sinis. Dengan hati kesal, karena itu berarti aku harus nyetir sendiri hari ini.
Herman adalah nama sopirku.
“Acaranya hari ini nggak jauh kan?” tanya istriku,
“Sekali-sekali nyetir sendiri kan nggak apa-apa.”
“Iya…ada sopir atau nggak ada sopir,
kegiatanku takkan terhambat,” kataku, lalu menleh ke arah Bu Ivy yang saat itu
mengenakan baju hijau pucuk daun dan kerudung putih, “Berangkat sekarang Bu?”
“Baik Pak,” Bu Ivy memegang tali tas kecilnya
yang tersimpan di pangkuannya.
Tak lama kemudian Bu Ivy sudah duduk di
sampingku, di dalam sedan yang kukemudikan sendiri (merek sedanku takkan
kusebut, enak aja jadi iklan gratis…hehehe…).
Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi,
hanya menyangkut masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Ivy. Tidak
ada sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari
pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga ketika
pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya
yang segera meluncur di atas motornya.
Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir
menghadap ke kebun tak terawat, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh
kenalanku yang seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di
depan kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun.
Tapi suasana yang sunyi itu…entah
kenapa…tiba-tiba saja membuatku iseng…memegang tangan Bu Ivy sambil berkata,
“Bisa dua jam kita harus
menunggu di sini, Bu.”
“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan
genggamanku,
“Sabar aja ya Pak….di
dalam bisnis memang suka ada ujiannya.”
Aku terdiam. Tapi tanganku tidak diam. Aku
mulai meremas tangan wanita 30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin
hangat. Dia bahkan membalasnya dengan remasan. Apakah ini
berarti……..ah…..pikiranku mulai melayang-layang tak menentu.
Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama
seperti aku. Dikasih sejengkal mau sedepa. Remas-remasan tangan tidak
berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan?
Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah
melingkari lehernya. Tangan kananku mulai berusaha membuka jalan agar tangan
kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya yangb sangat tertutup dan bertangan
panjang. Bu Ivy diam saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh payudaranya.
Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata,
“Duduknya di belakang saja
Pak…di sini takut dilihat orang…”
O, senangnya hatiku. Karena ucapannya itu
mengisyaratkan bahwa dia juga mau !
“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya
wanita berjilbab itu ketika kami sudah duduk di jok belakang, pada saat
tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan panjangnya dan ke balik behanya.
“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas
payudaranya yang terasa masih kencang, mungkin karena rajin merawatnya.
“Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny
gimana nih?” wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih
berpakaian lengkap.
“Kita lakukan saja…asal Bu Ivy gak
keberatan….” tanganku makin berani, berhail menyelinap ke balik rok panjangnya,
lalu menyelundup ke balik celana dalamnya. Tanganku sudah menyentuh bulu
kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir
kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah
membasah dan hangat.
“Masa di mobil?” protesnya,
“kata orang mobil jangan
dipakai gituan, bisa bikin sial…”
“Emang siapa yang mau ngajak begituan di
mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….” kataku pada waktu jemariku mulai
menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Ivy yang terasa hangat dan berlendir…
Wanita itu memelukku erat-erat sambil
berbisik, “Duh Pak…saya jadi kepengen nih….kita cari penginapan aja dulu yuk.
Bilangin aja sama orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.”
“Iya sayang,” bisikku,
“Sekarang ini memiliki
dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…”
“Ya sudah dulu dong,” Bu Ivy menarik tanganku
yang sedang mempermainkan kemaluannya,
“Nanti kalau saya gak bisa
nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…”
Aku ketawa kecil. Lalu pindah duduk ke
belakang setir lagi.
Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di
jalan raya. Persetan dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting
adalah tubuh Bu Ivy, yang jelas sudah siap diapakan saja.
Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar
kota, sesuai dengan keinginan Bu Ivy, karena kalau di dalam kota takut kepergok
oleh orang-orang yang kami kenal. Soalnya aku punya istri, Bu Ivy pun punya
suami.
Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar
mandinya pakai shower air panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin,
rasanya tak perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab
itu…yang kini sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci
dulu…sementara aku sudah tak sabaran menunggunya.
Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi,
aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak
tergerai lepas….panjang lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi,
apalagi kalau mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda adaripada istriku. Rok
bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak
jelas di mataku.
Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan
hangat,
“Bu Ivy kalau gak pake
jilbab malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan
hangat di pipinya.
Ia memegang pergelangan tanganku sambil
tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur
yang lumayan besar.
Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur
itu. Bu Ivy tidak pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak
sabar menyingkapkan baju lengan panjangnya. Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi
di balik baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Ivy yang begitu mulus.
Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di mataku. Tak
ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika pandanganku melayang
ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita yang berambut tebal, sangat
lebat….
Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya
yang hangat, sementara tanganku mulai mengelus jembut (bulu kemaluan) yang
lebat keriting itu. Bu Ivy pun tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing
kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun
menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Sehingga batang kemaluanku yang
sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi.
Bu Ivy melotot waktu melihat batang kemaluanku
yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.
“Iiiih…punya Bapak kok
panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.
“Emang punya suami Bu Ivy seperti apa?”
tanyaku.
“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Ivy
sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.
Kembali kuciumi lehernya yang mulai
keringatan, lalu turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak
kecil sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara
yang terasa makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku
mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari tengahku
ke dalam liang kemaluannya.
Bu Ivy sendiri tak cuma berdiam diri.
Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya dengan lembut.
Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja
ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan yang indah
di kemudian hari.
Maka setelah puas menyelomoti puting payudara
wanita itu, bibirku turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat. Lalu
turun ke bawah perutnya.
“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Ivy berusaha
menarik kepalaku agar naik lagi ke atas. Tapi aku bahkan mulai menciumi
kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu kemaluan
wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari
bawah ke atas….
“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali
Pak…..” Bu Ivy mulai menceracau tak menentu. Lebih-lebih ketika aku mulai
mengarahkan jilatanku di clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil
menggerak-gerakkan ujung lidahku.
“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau
keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang
kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah. Dan kudesakkan
sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam liang surgawi yang sudah
banyak lendirnya itu.
“Aduuuduuuhhhh…sudah masuk
Paaakk…..oooohhhh….” Bu Ivy menyambutku dengan pelukan erat, bahkan sambil
menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan pantatnya,
“Sa…saya gak bisa nahan
lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…”
Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan
mengelojot seperti sekarat. Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah
orgasme….terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek.
“Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku
yang mulai gencar mengayun batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah
kemaluan Bu Ivy.
Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek
lagi, bahkan makin gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang
kemaluanku serasa dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Ivy. Aku tahu goyangan
pantatnya itu bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga
mencari kepuasan untuknya sendiri. Karena pergesekan penisku dengan liang
kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan
penisku.
“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih
Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas
tersengal-sengal.
“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah
berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang
kemaluannya,
“memekmu enak sekali,
sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….”
Aku memang tidak berlebihan. Entah kenapa,
rasanya persetubuhanku kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang
disebut SII (Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi klasik.
Goyangan pantat Bu Ivy juga konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo
singkat saja keringatku mulai bercucuran.
Bu Ivy pun tampak sangat menikmati enjotan
batang kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari
pinggangku, sementara rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya,
“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh
Paaak….enak Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….”
“Kita barengan
keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju
mundur di dalam liang kewanitaan Bu Ivy.
“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya
sambil mempergencar pula ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat
batang kemaluanku seperti dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang
licin dan hangat itu.
Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada
wanita itu, mataku terpejam, napasku tertahan…batang
kemaluanku membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama
berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya …..
Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam
liang memek Bu Ivy. Liang yang terasa berkedut-kedut….lalu kami sama-sama
terkapar, dengan keringat bercucuran.
“Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh
lelaki yang bukan suami saya…” kata Bu Ivy sambil membiarkan batang kemaluanku
tetap menancap di dalam memeknya.
Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya yang
sensual,
“Sama…saya juga baru
sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya.
Terimakasih sayang….mulai saat ini Bu Ivy jadi istri rahasiaku…”
“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa
tadi kok enak sekali ya Pak?”
“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri
sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di
dalam…nggak apa-apa ?”
“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis,
mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja, “Saya kan ikut KB sejak
kelahiran anak kedua…”
“Asyik dong, jadi aman….”
“Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak
panjang gede gitu…..”
Kata-kata Bu Ivy itu membuat napsuku bangkit
lagi. Dan batang kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa
mengeras lagi. Maka kucoba menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai
“bertempur” lagi.
Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di
dalam liang vagina Bu Ivy yang masih banyak lendirnya tapi tidak terlalu becek,
bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang sangat
leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku menggulingkan
diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Ivy action dari atas tubuhku. Setengah duduk
ia menaik turunkan pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali
menggerakkan batang kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya.
Posisi di bawah ini membuatku leluasa
meremas-remas payudara Bu Ivy yang bergelantungan di atas wajahku. Terkadang
kuremas-remas juga pantatnya yang lumayan besar dan padat.
Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu
Ivy, karena moncong penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu
membuatnya cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi
ini. Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak
meremukkannya. Lalu terdengar erangan nikmatnya, “Aaaahhhh….saya keluar lagi
Paaaak…..”
Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku.
Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Ivy sudah
orgasme lagi. Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak
perlu vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot
memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk
erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah
orgasme kesekian kalinya.
Bu Ivy memejamkan matanya waktu aku mulai
mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas. Tapi beberapa
saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil
menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk …..
Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak
mau kalah ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan. Membuatku
berdengus-dengus dalam kenikmatan yang luar biasa.
“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar
lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah
batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.
Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan
kecepatan tinggi, maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama
berkelojotan lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling
meremukkan….dan akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak
kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih Bu Ivy yang sedang mencapai orgasme
pula.
“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu
Ivy waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi.
“Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi
mendadak ada keinginan…untunglah Bu Ivvy gak menolak…terimakasih ya sayang,”
sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra
bibirnya yang tipis mungil itu.
Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku
sambil berkata perlahan, “Kita harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya
Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat, kita jadi ada acara mendadak begini.”
Aku mengangguk dengan senyum. Sementara hatiku
berkata,
“Gara-gara sopirku gak
masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan
sebebas ini.”
Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing,
dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku
masih sempat smsan dengan bu Ivy. Salah satu smsnya berbunyi:
“Puas banget…punya saya
sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?”
“Kapan pun aku siap..”jawabku
singkat,
Satu kisah indah telah tercatat di dalam
kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan.
Tamat