Menik Dan Ayah Angkatnya 2
Memang, sejak
lepas dari pengalaman pahitnya itu, Menik jadi seperti uring-uringan dan untuk
mengisi kesepiannya, Pak Hendro mulai tertarik juga untuk memanfaatkan Menik.
Tidak heran sebab si cantik yang meningkat semakin remaja ini kalau berpakaian
sering minim, mengundang gairah lelaki, teristimewa bagi Pak Hendro yang juga
sedang kesepian. Tapi sekalipun sudah akrab dengan gadis itu, Pak Hendro tidak
langsung main ajak begitu saja. Dia perlu cara halus karena dia kuatir Menik
masih trauma dengan pengalaman pahitnya itu. Pak Hendro mulai mengadakan
pendekatan dengan membelikan hadiah-hadiah perhiasan dan mengobral pemberian
uang untuk meluluhkan hati Menik.
Sampai di suatu siang, dia membuat surprise dengan mendatangi kamar Menik.
“Nik, kalok Yayah kasih hadiah buat Kamu, mau nggak..?” katanya dengan kedua
tangannya ke belakang seperti menyembunyikan sesuatu.”Oya..? Hadiah apa Yah..?”
“Mau tau..? Nih Liat dulu sebentar..!” kata Pak Hendro sambil menarik tangannya
yang menggenggam sebuah kotak perhiasan, membuka tutupnya memamerkan isinya
sebentar.
Namanya sifat perempuan, begitu melihat perhiasan emas yang berkilau-kilauan
langsung bersinar cerah wajahnya.
“Buat Menik ya Yah..?” tanyanya malu-malu.
“Iya.., semua buat Kamu, abis buat siapa lagi..?”
“Waduh..! Iya Yah, Aku mau.., seneng banget Aku Yah..!”
Kontan melonjak girang Menik karena perhiasan yang akan diberikan kepadanya
justru lebih banyak dari yang sudah didapat sebelumnya. Tidak salah, karena Pak
Hendro sendiri saking senangnya dapat harapan manis Menik sengaja membelikan
lebih banyak dengan maksud untuk lebih membujuk gadis itu.
“Tapi ntar dulu, abis ini nanti temenin Yayah tidur, sekarang ininya Yayah
masukin Yayah punya ya..?” tanya Pak Hendro mulai minta kepastian Menik sambil
merapat dan menjulurkan sebelah tangannya mengusap-usap s*****kangan Menik.
Jelas Menik tahu maksudnya tapi dia masih ragu-ragu.
“Ngg, tapinya kalok Nik bunting lagi gimana Yah..?” tanyanya minta penegasan
Pak Hendro.
“Ooo… jelas Yayah jaga jangan sampe begitu, nanti Yayah kasih pilnya..” jawab
Pak Hendro memberi kepastian.
Kali ini Menik mengangguk meyakinkan ajakan Pak Hendro karena hatinya sudah
keburu terpaut dengan kilauan emas yang bakal jadi miliknya. Perempuan kalau
hatinya sudah merasa dekat, apalagi ditambahi dengan hadiah-hadiah perhiasan,
maka cepat saja takluk dalam rayuan.
“Kalok gitu sini, Yayah yang pakein satu persatu dan Kamu nurut aja ya..? Tapi
sebentar.., coba kamu pake dulu semua perhiasan yang Yayah pernah kasih.
Soalnya ini semua satu setelan, jadi biar lengkap keliatannya.”
Menik mengangguk dan bergerak mengambil perhiasan itu di lemarinya, lalu
memasangnya satu persatu yaitu giwang, kalung, cincin dan g*****, sementara Pak
Hendro mendekat lalu meletakkan kotak perhiasan di tempat tidur. Keempat
perhiasan itu berikut yang ada di dalam kotak memang memiliki ciri seragam,
yaitu diberi bandul berbentuk bola-bola berongga yang di tengahnya diisi bola
kecil lagi, jadi kalau bergerak akan menimbulkan bunyi yang bergemerincing.
Menik sendiri masih heran di mana lagi perhiasan yang ada di kotak itu akan
dipasangi di tubuhnya, namun begitu dia diam saja dan sesuai permintaan Pak
Hendro dia menurut ketika sebuah perhiasan diambil untuk dipasangkan padanya.
“Tau nggak Nik, Yayah beli ini karena liat Kamu cantik, jadi kepengen dandanin
kayak putri ratu.
Memang keliatan kayak main-mainan, tapi ini emas asli lho..? Kalok nggak cocok
jangan kasih siapa-siapa, simpen aja buat kenang-kenangan. Ayo sini, tempat
pertama pasangnya di sini…” Menik langsung merasa geli, karena bagian pertama
yang dipasangi adalah sebuah cincin hidung model jepit ala gadis-gadis Arab.
“Nah, sekarang untuk ini Yayah minta tanda terima kasihnya…”
Belum sempat Menik mengerti, tiba-tiba dia sudah dipeluk lehernya dan bibirnya
didarati bibir Pak Hendro. Agak gelagapan dia tapi cepat disambutnya ajakan
berciuman ini dan meningkat sebentar saling melumat hangat. Ada beberapa saat
baru Pak Hendro melepas bibirnya, Menik terlihat sempat terhanyut sebentar
dalam asyiknya bergelut lidah bertukar ludah barusan.
Bagian kedua adalah sepasang kalung kaki yang dipakaikan Pak Hendro dengan
meminta Menik duduk di tempat tidur. Ini juga menggelikan, karena merasa persis
seperti pemain kuda lumping dan upah terima kasihnya juga lucu yaitu
masing-masing betis Menik diciumi dan dijilat-jilati setelah kalung itu
terpasang.
Yang ketiga, yang paling membuat Menik geli adalah ketika Pak Hendro mengambil
sepasang perhiasan payudara yang pemasangannya dijepit di puting susu.
“Iddihh.., kok aneh-aneh aja si Yayah nih..?” kontan cekikikan geli dia sambil
menekapi kedua buah dadanya dengan tangannya.
“Ya sudah, kalok masih geli ditunda dulu. Sini Yayah ambil tanda terima
kasihnya duluan nanti pasangnya belakangan.”
Begitu selesai bicara Pak Hendro langsung memajukan kepalanya, mulutnya
mendarat mencaplok sebelah susu Menik yang membulat montok itu.
“Sshh…” Menik mengejang tertahan sewaktu mulut Pak Hendro mengenyoti puncak
susunya, mengulum dan menjilati puting yang berada di dalam mulut Pak Hendro.
Kali ini geli lain. Geli yang memberi rangsang menaikkan berahinya untuk menuju
apa yang nantinya akan diminta Pak Hendro. Dan ini mulai semakin terasa karena
Pak Hendro agak berkepanjangan mengisapi dan meremasi kedua bukit dadanya
bergantian, sehingga geli-geli enak yang meresap menyulut bara berahinya yang
juga sudah lama terpendam mulai menyala lagi. Maklum, Pak Hendro rupanya gemas
bernafsu dengan kedua susu si gadis ramping tapi ukurannya bulat montok
menggiurkan ini. Terbukti ketika Pak Hendro berhenti dan menarik kepalanya,
terlihat tatapan mata Menik sudah sayu tanda sudah dipengaruhi tuntutan
nafsunya. Tapi Pak Hendro belum selesai, dia segera memasangkan perhiasan di
kedua puting susu Menik, kali ini tidak ada penolakan geli lagi.
Selepas itu kedua buah dada segar mulus yang sudah berhias anting-anting itu dikecap
lagi oleh mulut Pak Hendro. Ada rangsang tersendiri baginya dengan kedua puting
yang tercuat oleh jepitan penahan bandul, senang menjilat-jilat ujungnya
membuat Menik bergerak-gerak kegelian, susunya berayun-ayun menimbulkan bunyi
bandul bergemerincing.
“Aahaaww… ge-yyii Paak..” Menik merengek manja namun dia senang dicandai mesra
seperti ini.
“Tambah cantik kan Menik dihiasin gini, Yayah jadi makin gemes ngeliatnya…”
“Iya tapi lucu… Aahsssh Paak… ca-kiitt..!” baru menjawab sudah disambung
merintih karena puting berikut bandulnya dicaplok Pak Hendro.
Dihisap dan dijepit-jepit bandul itu dengan bibir, menarik-narik kecil
menjadikan putingnya juga ikut tertarik-tarik terasa perih. Tapi perih-perih
enak yang makin menambah Menik jadi makin lebih terangsang.
Sehingga ketika dari situ Pak Hendro berlanjut dengan usahanya untuk membuka
celana pendek yang dikenakan Menik, si gadis mandah saja malah membantu dengan
mendoyongkan tubuhnya ke belakang, mengangkat pantatnya membuat mudah celana
berikut celana dalamnya dilolosi lepas. Pak Hendro meskipun dalam dirinya sudah
bergelora nafsunya ingin segera menyetubuhi remaja cantik yang menggiurkan ini,
tapi dia cukup pengalaman untuk bisa menekan emosinya tidak menunjukkan wajah
rakusnya.
“Sekarang yang terakhir ini Yayah pasangin kalung perutnya…” katanya sambil
membelitkan dan mengaitkan sekali sebuah kalung perut di pinggang Menik.
Selepas itu tiba-tiba Pak Hendro menundukkan wajahnya ke perut Menik. Dikira
akan mengecup bagian perut itu untuk minta tanda terima kasih, tapi rupanya
lebih ke bawah lagi. Yaitu ketika kedua tangan Pak Hendro menyusup dari bawah
kedua pahanya, membuka jepitan paha itu sekaligus mengangkat membuatnya
mengangkang. Dia segera tahu bahwa Pak Hendro menuju ke liang senggamanya.
Menik memang sudah terbiasa memberikan kemaluannya dikerjai mulut Pak Hendro,
cepat ditutupnya matanya menunggu Pak Hendro berlanjut, karena dia tahu rasa
apa yang akan didapatkannya nanti.
Saat itu, begitu mulut Pak Hendro menempel dan langsung menyedoti rakus bagian
menganga itu, dalam dua tiga jurus saja Menik sudah lemas tulang-tulangnya
diresapi nikmat.”Ahhnng…” mengerang dia oleh geli yang terasa menyengat sampai
ke ubun-ubun, langsung merosot tubuhnya jadi menelentang rata punggung ke
belakang karena serasa tangannya tidak kuat lagi menopang. Lewat lagi beberapa
jurus dia sudah meliuk-liuk tubuhnya oleh jilatan lidah terlatih yang mengilik
kelentitnya, menusuk-nusuk kaku membuatnya semakin penasaran ingin segera
disetubuhi.
Pak Hendro berhenti untuk membuka bajunya dan sementara itu kedua kaki Menik
yang tadi disanggahnya diletakkan telapaknya di tepi tempat tidur, tetap
membuat posisi Menik mengangkang lebar.
“Enak kan kalok Yayah bikinin gini..?” tanyanya menguji sambil melepasi bajunya
satu persatu.
“He-ehh… tappinya jangan lama-lama Yahh.., nggak kuat Akku…” Menik terbata-bata
menjawab jujur kelemahannya kalau liang kewanitaannya kena disosor mulut
lelaki.
Selesai membuat dirinya sama bertelanjang bulat, Pak Hendro kembali meneruskan
mengerjai liang senggama Menik dengan permainan mulutnya, membuat si gadis
betul-betul matang terbakar oleh rangsang nafsunya. Sambil begitu Pak Hendro
sendiri dalam posisi duduk berlutut mulai melepasi bajunya tanpa dilihat Menik
dan mulai mempersiapkan batang kejantanannya untuk bisa menyalurkan kerinduan
nafsunya sekaligus mengisi kebutuhan yang dituntut berahi nafsu Menik.
Cukup lama Pak Hendro membakar nafsu Menik lewat hisapan mulut di liang
senggamanya, membuat Menik hampir hangus menunggu saat untuk disetubuhi. Tapi
sebelum mulutnya meminta, tiba-tiba dirasakan tubuhnya ditarik diajak bangun.
Pak Hendro melingkarkan kedua lengan Menik di lehernya, Menik cepat mengetatkan
rangkulan mengikuti ajakan Pak Hendro yang segera menggendong untuk
memindahkannya dari posisi semula ke tempat dimana dia akan segera masuk ke
babak sanggama, karena dirasanya ada gerakan Pak Hendro untuk bangkit berdiri.
Memang benar, tapi sebelum sampai ketempat yang dimaksud, Menik seperti sudah
akan mendapatkan apa yang diingininya lebih cepat dari perkiraannya. Tubuhnya
terasa melayang seiring dengan gerakan Pak Hendro berdiri dengan mengangkatnya
pada kedua pahanya, tapi ketika telah tegak dan gaya berat tubuhnya menekan
lagi ke bawah, “Hahhg…” mengejang dia karena dirasanya kepala batang keperkasaan
Pak Hendro mendesak sampai terjepit di mulut lubang kemaluannya.
Dan makin memberat dia ke bawah makin menyodok batang itu masuk.
Tapi, “Hhoogh…” kali ini menggerung tenggorokannya karena yang berikutnya
terasa ketat dan perih.
Tidak tahan berlanjut, dia pun mengetatkan lagi rangkulannya seolah-olah ingin
memanjati tubuh
Pak Hendro naik ke atas lagi.
Celakanya Pak Hendro seperti tidak mengerti apa yang dialami Menik, merasa
batang kejantanannya sudah mulai terjepit masuk, dia mengira justru Menik yang
sudah mengajak lebih dulu untuk langsung masuk di babak sanggama. Dalam posisi
seperti itu dia malah berusaha untuk memasukkan batangnya lebih jauh lagi.
Kedua kakinya ditekuk merendah sebentar agar Menik terduduk menggantung di
pahanya sehingga kedua perut agak merenggang. Karena dalam posisi itu dia bisa
melepas sebelah sanggahan tangannya untuk kemudian membubuhi ludah di sisa
batangnya yang belum masuk, baru setelah itu dia berlanjut untuk membenamkan
batang keperkasaannya.
Sekarang batang ini sudah masuk sebagian, Pak Hendro menegakkan tubuhnya lagi
dan sambil berusaha menekan lebih jauh dengan pintar dia mengalihkan perhatian
Menik lewat gerakan berjalan seolah-olah mencari tempat sanggama yang lebih
enak. Memang, semakin dibenamkan lebih dalam, terasa olehnya Menik mencengkeram
sambil merintih kesakitan tapi Pak Hendro pura-pura tidak mendengar.
“Ssshhgh.. ssakkit Yaahh…” akhirnya tidak tahan juga suara Menik terdengar
mengutarakan perihnya.
Menik memang sudah hapal dengan bentuk dan ukuran alat viltal ayah angkatnya
yang sering dipermainkannya ini, tapi untuk dimasukkan ke liang senggamanya
baru kali inilah dia merasakannya.
“Iya, iya, memang agak perih kalok dibawa jalan-jalan begini. Sebentar lagi,
Yayah mau cari tempat yang enak buat kita.” buru-buru Pak Hendro menghibur tapi
lega dia karena dirasanya seluruh panjang batang kejantanannya sudah terendam
habis.
“Mau dimana Yah..?” tanya Menik agak heran sambil menarik kepalanya.
Sekarang bisa terlihat raut wajahnya yang sudah pucat pasi lantaran menahan
sakit.
“Kita cari tempat yang lebih enak maennya.”
Dengan memondong Menik, sementara batang kejantanannya tetap terendam di liang
senggamanya Menik, Pak Hendro menuju ke ruang tengah. Di situ di depan TV
terpasang sebuah permadani berukuran 2×3 meter, kesitulah rupanya Menik dibawa.
Mengatur posisi Menik menelentang dengan tetap menjaga kemaluan tidak terlepas,
begitu selesai Pak Hendro mulai mengajak Menik masuk pada babak sanggama untuk
meresap nikmatnya pertemuan kedua kemaluan ini. Sanggama ala Pak Hendro yang
unik, sebab bukan saja pemilihan tempatnya nyentrik tapi juga caranya terasa
asing bagi Menik. Beda sekali dengan bekas pacarnya yang dalam sanggama mereka
goyang pantat dibawa bekerja aktif memompa penis ke luar masuk vaginanya, tapi
dengan Pak Hendro justru tidak bergaya tradisional seperti itu.
Bermain masih dalam keadaan saling menempel berhadapan dengan batang kemaluan
tetap terendam dalam, tanpa ada gerakan menggesek keluar masuk, Menik dibawa
berguling-guling di seluas permadani itu seperti seorang anak kecil sedang
diajak bergelut canda oleh ayahnya. Tetapi lebih cocok disebut seperti sepasang
penari balet yang sedang beradegan lantai dalam gaya erotis. Sebab sementara
bergulingan, kadang Menik di atas kadang pula di bawah, Pak Hendro mengiringi
dengan kerja mulutnya serta tangan yang tidak terputus melanda sekujur tubuhnya
dari mulai atas kepala hingga ke ujung kakinya.
Di situ kadang dikecup mesra, dijilati atau digigiti gemas, juga kadang diusap,
dipijat, diremas di bagian manapun dari tubuh Menik dapat dicapai mulut atau
tangannya. Menik tidak ubahnya diperlakukan seperti boneka permainannya. Boneka
cantik berhias yang semakin bergemerincing suara bandulnya semakin membuat
hatinya senang dan asik menggelutinya.Tapi asyik bukan hanya buat Pak Hendro,
Menik yang semula masih merasa perih dan masih pasif mulai mendapatkan rasa
asyik yang sama, malah lebih lagi. Gaya baru yang diterimanya ini terasa begitu
mesra menghilangkan perih yang diderita. Dan ujung batang yang tadinya terasa
begitu ketat serta menyodok begitu jauh di dalam perutnya sekarang justru
dirasakan enak luar biasa mengorek-ngorek tuntutan berahinya jadi cepat
terluapkan, melayang-layang dibuai kenikmatan yang datang melanda susul
menyusul.
“Hsshngg addduuuh Yyahh… sshngh dduhh.. hmm aaahhghrh..!” begitu dalam
akibatnya sampai-sampai tidak tertahankan lagi, masih ditengah asyiknya
digeluti Pak Hendro, Menik sudah mengerang membuka orgasmenya satu kali sebelum
berikutnya menyusul lagi secara bersamaan dengan Pak Hendro.
Ini terasa luar biasa, sebab kalau biasanya dia merasa seperti dipaksakan
keluarnya oleh gesekan-gesekan cepat penis bersama pacar lawan mainnya, yang
ini lebih melegakan menyalurkannya lewat geliat-geliat erotis tubuhnya yang
dilipat-lipat oleh Pak Hendro.
“Aaahnng.. ssshh-dduuh Yahh… Ak-kku klu-ar laggi sshh… hngmmm shg…” disitu baru selesai yang satu sudah
menyusul lagi rangsangan gairah untuk menikmati yang berikutnya.
Memang akhir dari permainan sama-sama meletihkan, tapi kalau saja Pak Hendro
masih bisa bertahan lebih lama lagi rasa-rasanya Menik akan sambung menyambung
orgasme yang bisa dicapainya. Betul-betul suatu permainan yang unik
mengesankan, karena dengan hanya menanam batang dalam-dalam saja sudah membuat
Menik terpuaskan secara luar biasa.
Begitulah, permainan serasa mimpi indah yang dialami Menik dalam hubungan
pertama ini sudah langsung membuat Menik ketagihan kepada Pak Hendro.
“Gimana, puas nggak maen gini sama Yayah..?” tanya Pak Hendro menguji apa yang
barusan dialami Menik.
“Itu sih bukan puas lagi, tapi mabok namanya.. Gimana nggak, sekali tancep tapi
Aku sampe tiga kali ngeluarinnya… Yayah pinter aja ngerjain Aku…” jawab Menik
mengakui apa yang didapatnya sekaligus menyatakan pujian kagumnya kepada
kehebatan Pak Hendro,
“Tapinya lemes
bangetAku
Pak..” lanjutnya sambil menyusupkan kepalanya manja-manja sayang di dada Pak
Hendro.
Sejak itu Menik memang tidak pernah sungkan-sungkan meminta kalau sedang ingin
digauli ayah angkatnya. Seperti misalnya tengah malam itu Pak Hendro terbangun
agak kaget karena dia merasakan seseorang naik berbaring di sebelahnya. Segera
dia mengenali bahwa Menik yang barusan naik berbaring memunggungi di
sebelahnya. Pak Hendro tersenyum mengerti bahwa
Menik yang sudah seminggu tidak digauli karena haid, sekarang rupanya sudah
selesai dan tentu sudah kepingin lagi disetubuhinya. Tanpa bertanya dia pun
mengembangkan selimutnya menutupi Menik dan berbalik merapati memeluk si gadis
dari belakang.
Betul juga, ketika sebelah tangannya disusupi sekaligus menyingkap gaun tidurnya
untuk meremasi susunya, terasa olehnya bahwa Menik makin menempelkan pantatnya
yang tidak mengenakan celana dalam itu ke jendulan batang kemaluannya. Pak
Hendro makin menggoda, dia memindahkan tangannya merabai jendulan kemaluan
Menik dari arah belakang pantatnya. Sebentar diusap-usapnya liang senggama yang
terjepit itu, Menik pura-pura diam saja. Begitu juga waktu Pak Hendro mulai
mencolokkan satu jarinya ke dalam jepitan itu, masih belum ada reaksi Menik.
Tapi waktu jari itu mulai digesek sambil mengorek-ngorek ada beberapa lama
terasa Menik mulai tidak tahan dan mulai menggelinjang sambil merintih.
“Sssh udah Yaah ja-ngann pake ta-ngann…, nggak en-nakk…”
“Pake apa dong enaknya..?” bisik Pak Hendro menggoda.
“Macupinn kontol Yayahh ajaa…” jawab Menik dengan logat manja kekanak-kanakan.
Pak Hendro segera berhenti dan Menik memang tidak perlu meminta dua kali karena
jelas ayah angkatnya sudah tahu keinginannya. Terbukti Pak Hendro sudah
memasangkan guling di depannya yang langsung dipeluk kedua kaki Menik sehingga
posisi vaginanya lebih menungging, ini dimaksudkan agar lebih mudah dimasuki
pada posisi itu.
Dan sebentar kemudian dirasakannya Pak Hendro yang sudah melorotkan celananya
membebaskan kemaluannya mulai menempelkan batangnya di depan liang kewanitaannya
Menik. Baru saja bertemu kedua kemaluan telanjang itu, Menik sudah langsung
menjulurkan tangannya untuk melakukan sendiri menggosok-gosokkan kepala
kejantanan Pak Hendro di mulut lubang senggamanya. Dari caranya yang tidak
sabaran, Pak Hendro semakin yakin bahwa Menik betulbetul sedang kepingin
sekali. Dia membiarkan dulu menunggu sampai batangnya mengencang baru kemudian
dia mengambil alih lagi untuk memasukkan batangnya itu.
Dibasahi dulu dengan ludahnya seputar kepala batangnya, setelah itu mulai
disesapkan terjepit di mulut lubang kewanitaan Menik. Begitu terasa mulai
masuk, segera disambung dengan disogok pelan-pelan sambil menekan semakin lama
semakin dalam. Sampai di batas yang bisa dicapai, barulah dia menunda dan
kembali merapat mendekap Menik. Menyusupkan lagi tangannya meremasi kedua susu
sambil diiringi mengecupi leher si gadis yang langsung berbalik menoleh dengan
mimik wajah terlihat senang.
“Ahss… enak Yaahh..!” komentar pertama Menik.
“Udah kepengen sekali ya Nduk..?” tanya Pak Hendro tersenyum manis.
“He-ehh udah ampir seminggu nggak gini sama Yayah, Nik nggak bisa tidur Yah..!”
“Seneng ya memeknya dimasukin punya Yayah kayak gini..?”
“Ceneng Yah…, enyak diogok-ogok ontol ‘ede Yayah..” jawabnya kembali dengan
logat manja kekanak-kanakannya.
“Ya udah, sekarang bobo deh sambil Yayah ogok-ogok supaya tambah pules
bobonya…”
Menik membalikkan lagi kepalanya membelakangi Pak Hendro, seolah-olah mengikuti
anjuran ayah angkatnya yang akan membuatnya tidur enak dengan
menyogok-nyogokkan batang kejantanan di liang senggamanya, tapi ketika terasa
batang itu mulai dimainkan keluar masuk pelan, dia ternyata terbawa memainkan
juga pinggulnya mengocok pelan seirama gerakan Pak Hendro. Irama permainan ini
tidak meningkat hangat seperti biasanya, karena masing-masing seperti ingin
bermain berlambat-lambat dengan membatasi gerakan-gerakan mereka, tapi nikmat
yang dirasa tidak kalah enaknya dibanding biasanya. Malah permainan kalem ini
terasa lebih mengasyikkan dengan mengkonsentrasikan pada gelut kemaluan yang
lebih banyak ditekan dan diputar dalam-dalam diikuti penyaluran gemas-gemas
nafsu pada remasan-remasan yang mencengkeram ketat. Begitu juga seperti ingin
mencegah suaranya terlepas kendali, Menik menutupi wajahnya dengan bantal dan
menggigitnya erat-erat. Pak Hendro memainkan terus batang keperkasaannya
membuatnya bisa menyusul Menik tepat pada waktunya. Karena ketika terasa Menik
mulai berorgasme, Pak Hendro pun tiba bersamaan di saat ejakulasinya.
Permainan selesai dan bersambung acara tidur bagi Menik, tapi Pak Hendro masih
ingin merapihkan diri dulu. Dibantu Menik sendiri yang mengangkangkan kedua
kakinya lebar-lebar, Pak Hendro segera menyeka bersih bekas-bekas cairan di
lubang kemaluan Menik. Ini memang satu kebiasaan si manja yang kalau selesai
sanggama dan tertumpah oleh cairan mani dia selalu malas untuk mencuci,
sehingga harus Pak Hendro yang membantunya. Begitu ketika dirasa sudah bersih,
barulah Pak Hendro menyusul tidur memeluki Menik.
TAMAT