Petualangan Cinta Hendra 3: Menikmati Tubuh BI Ina
Hari ini aku
dalam perjalanan menuju Garut, ada pertemuan dengan salah satu p*****gan
perusahaan kami yang mengharuskan aku untuk datang sendiri ke Garut. Seandainya
saja aku dapat membawa serta Anna atau Tina menemani perjalananku ke Garut,
pasti di Garut aku akan dapat menikmati lagi tubuh mereka, tapi sayangnya
perusahaanku hanya menugaskanku seorang.
Saat tengah hari aku sudah memasuki kota Bandung, akhirnya kuputuskan untuk
mampir di rumah orangtuaku di kawasan Setiabudi, setibanya disana ibuku memeluk
dan mencium kedua pipiku, hehehe… maklum aku anak lelaki yang paling bontot,
aku adalah anak kelima dari enam bersaudara, sementara si bungsu adalah
perempuan yang cukup jauh umurnya denganku, perbedaan umurku dengan adik
bungsuku sekitar 8 tahunan, Rumah orangtuaku sangat besar dan luas sehingga ke
4 kakakku yang sudah menikahpun tinggal dirumah orangtuaku itu, dan hanya aku
saja yang pergi merantau.
“kamu lagi liburan, Hen” Ibu bertanya kepadaku.
“Tidak, Bu, aku sedang dalam perjalanan ke Garut ada meeting dengan client,
mungkin sekitar 3 hari disana,” jawabku.
“Ohhh… kalau begitu kebetulan, ibu bisa titip undangan buat mamangmu,” kata
Ibu.
“Bisa, bu, buat mang Nanang kan? Terus undangan apa?” aku mengiyakan permintaan
tolong ibuku sambil bertanya.
“Iya, mang Nanang, ini undangan khitanan keponakanmu, si Andri,”jawab ibu.
“Oh, anaknya teh Dina, memangnya umur berapa si Andri sekarang,”tanyaku lagi,
teh Dina adalah kakakku yang nomor 2, umurnya sekitar 34 tahunan.
“Andrikan sekarang sudah 10 tahun,” jawab ibuku.
“hehehe…gak terasa juga yach, tahu-tahu udah 10 tahun lagi tuch anak,” kataku
“Hhmmm… terus kamu sendiri kapan mau menikah,”lanjut ibuku.
“hahahaha…ibu, stop….jangan ditanya lagi soal itu,” jawabku sambil tertawa
“Ini anak kalau ditanya soal yang satu itu, nanti di salip adikmu baru
tahu,”kata ibuku sambil merengut.
“hahaha…biar aja kalau si Yani udah kebelet kawin, nikahin aja dia,”jawabku
sambil memeluk ibuku.
“kamu itu gak pernah berubah kalau urusan yang satu itu, apalagi sich yang kamu
tunggu,” kata Ibuku sambil bersungut-sungut.
“Tunggu yang cantik, sexy dan baik hati. Hehehe,” jawabku
“Hari ini ibu masak apa, aku kangen sama masakan ibu nich,” lanjutku
“Sayur asem, ikan asin, ayam goreng, sambal, kamu mau makan sekarang, gih
sana,” ibuku berkata
Diruang makan nampak ayahku sedang menikmati makan siangnya, usianya sudah
tidak muda lagi sekitar 60 tahunan sementara ibuku sendiri sekitar 58 tahunan,
tapi penampilan ayah dan ibuku tidak seperti orang-orang tua yang lainnya,
mereka masih tampak segar karena mereka betul-betul menikmati hidup ini,
kuhampiri ayahku dan kupeluk dia dari belakang.
“apa kabar ayah,” kataku
“Eh, Hendra, angin apa yang membawamu kesini? kamu lagi libur? Ayo makan!
Temani ayahmu,” kata ayahku beruntun
“Angin ribut, dan aku tidak libur, yah, tapi sedang dalam perjalanan tugas ke
Garut, kok sendirian makannya?,”jawabku sambil bertanya
“yang lain sedang tidak dirumah, ada yang kerja ada juga yang jemput anaknya di
sekolah,”jawab ayahku.
“Bu, itu undangan buat si Nanang, titipin aja ke Hendra,” kata ayahku pada
ibuku yang saat itu memasuki ruang makan sambil membawa piring kosong.
“Iya udah,”jawab ibuku sambil memberikan piring kosong itu kepadaku.
“Makasih Bu, ibu gak makan,”kataku sambil bertanya
“Belum lapar,” jawab ibuku.
Setelah selesai menikmati makan siangku dan setelah puas melepas rinduku kepada
kedua orangtuaku, sekitar pukul 2 siang aku meninggalkan kota Bandung menuju ke
Garut, ayah dan ibuku titip salam untuk mang Nanang dan keluarganya. Kira-kira
jam 3.30 sore aku tiba di Garut, mobil kutujukan kerumah mang Nanang, pikiranku
lebih baik kusampaikan dulu surat undangan ini ke mang Nanang setelah itu baru
aku check in ke hotel.
Rumah mang Nanang cukup terpisah dari tetangga sekitarnya, karena besar dan
luas tanah yang dimilikinya, setelah membunyikan klakson mobilku, akupun
menunggu pintu gerbangnya terbuka, s***** tidak lama pintu gerbangnya terbuka
dan seraut wajah yang sudah tua melongokkan kepalanya, setelah melihat wajahku,
orang tua itu membuka pintu gerbangnya lebar-lebar.
“den Hendra, apa kabarnya den?,”sahut mang Arya, mang Arya adalah pesuruh
dirumah mang Nanang ini.
“Baik, mang. Mang Arya gimana kabarnya? Tanyaku
“baik Den, baik,”jawabnya.
“mang Nanang ada dirumah,”tanyaku lagi
“wah jur**** lagi kekampung, biasa Den, lagi nengok kebun dan sawah sekalian
nengok nyonya besar,” jawab mang Arya.
“Lah, di rumah ada siapa?” tanyaku lagi
“Yah, ada nyonya Ina,” mang Arya menjawab
“Oh iya, memang bi Ina gak ikut mang Nanang ke kampung,” tanyaku
“Tidak, Den,”jawab mang Arya.
Setelah berbasa-basi dengan mang Arya, akupun menjalankan mobilku kearah rumah
utama mang Nanang, rumah mang Nanang memang ada 2, rumah utama yang letaknya
lebih depan adalah rumah dimana mang Nanang tinggal dengan bi Ina, sementara
rumah yang kedua adalah untuk para pembantunya, letaknya lebih kebelakang.
Bi Ina adalah istri muda mamangku ini, umurnya sekitar 32tahun, memang gak beda
jauh dengan umurku, dan mereka sudah menikah selama 12 tahun dan belum
dikarunia anak sampai saat ini, aku baru sekali bertemu dengannya, itupun saat
mang Nanang menikahi bi Ina, orangnya manis, kulitnya sawo matang, dan yang
paling kuingat adalah tubuhnya yang saat itu mengenakan kebaya putih yang cukup
terbuka sehingga menampakkan bulatan payudaranya yang indah, sehingga membuat
pentunganku bergerak saat itu, tapi sayangnya bi Ina adalah istri dari mang
Nanang, jadi saat itu aku hanya dapat melihat keindahan tubuhnya saja tanpa
dapat menikmatinya.
Setelah kuparkirkan mobilku, akupun bergegas menuju rumah utama mang Nanang,
ingin segera bertemu dengan bi Ina, apalagi saat ini mang Nanang tidak berada
dirumah, sesampainya di depan pintu rumah yang saat itu terbuka akupun
mengucapkan salam, tak lama bers***** bi Inapun keluar dari kamarnya, dan
menyahuti salamku, akupun segera menghampiri bi Ina dan menyalaminya, bi Ina
menyambut hangat tanganku sambil mencium kedua pipiku, aku merasakan bibirnya
yang hangat bersentuhan dengan pipiku, membuat aku ingin merasakan bibirnya
menyentuh bibirku.
“Hendra, apa kabarmu? Ayo duduk,” kata bi Ina sambil mencium kedua pipiku.
“Baik, Bi. Bibi sendiri bagaimana kabarnya?,” jawabku sambil menanyakan
keadaannya.
“Baik, terima kasih, tumben ada apa nich jauh-jauh dating dari Jakarta,”Tanya
bi Ina
“Ini Bi, mau ngasih undangan khitanan si Andri anaknya teh Dina, kebetulan aku
mau ada meeting dengan client di Garut sini, jadi ibu nitip undangan
ini,”jelasku
“Oh, terima kasih, terus kamu langsung pulang ke Jakarta,” tanyanya lagi
“Oh tidak Bi, saya mau ke hotel, meetingnya baru besok mungkin aku akan berada
di Garut sekitar 2-3 hari,”jawabku
“kok ke hotel, nginap disini aja, ngapain buang-buang uang buat bayar kamar
hotel,”lanjut bi Ina.
“Ah, tidak apa-apa, kan perusahaan ini yang bayar hotelnya,”jelasku
“Sudah nginap disini aja Hen, apalagi mang Nanang lagi ke kampung, jadi
lumayankan aku ada yang nemenin ngobrol,”bi Ina melanjutkan desakannya
“Wah, gak enak, Bi. Nanti apa orang bilang, apalagi mang Nanang sedang tidak
dirumah,”jawabku masih pura-pura menolak, padahal dalam hatiku sangat
kegirangan sekali, siapa tahu dengan menginap disini, nanti malam aku dapat
menikmati keindahan tubuh bi Ina.
“Ya ampun, Hen, kamukan bukan orang lain, kamukan keponakan mamangmu, lagian
pasti mamangmu akan marah samaku, kalau kamu tidak tinggal disini,”jelas bi
Ina.
“Ya deh, bi.” Jawabku pura-pura terpaksa.
Kemudian aku kembali kemobilku untuk mengambil tas pakaianku, saat kembali bi
Ina membawaku masuk kedalam dan menunjukkan kamar tidur yang bisa aku tempati,
kamar tidurku bersebelahan dengan kamar tidur utama dimana bi Ina dan mang
Nanang tidur, dan setiap ruangan di rumah ini tidak ada pintunya, di rumah ini
hanya ada 2 pintu, pintu pertama adalah pintu depan, dan pintu kedua adalah
pintu belakang, jadi semua ruangan di rumah ini hanya di tutupi oleh kain
gorden saja, pikiran kotorku mulai membayangkan hal-hal yang tidak pantas.
“Nah, ini kamarmu, memang gak sebagus hotel sih Hen, tapi lumayanlah buat
tidur,”bi Ina menjelaskan
“Iya Bi, jadi merepotkan nich,”kataku sambil meletakkan tas pakaianku di
lantai.
“Aku tinggal dulu,” kata bi Ina.
Sekeluarnya bi Ina dari kamar tersebut, aku mulai melepaskan seluruh pakaianku
sehingga tidak sehelai benangpun yang menutupi tubuhku, kemudian aku mengambil
tasku untuk mengambil celana pendek, sudah menjadi kebiasaanku kalau di rumah
aku selalu mengenakan celana pendek saja tanpa celana dalam dan telanjang
bagian atasnya, dan saat aku sedang membuka tas pakaianku dan membongkar isinya
untuk ditaruh dalam lemari, saat itu juga tanpa aku sadari bi Ina masuk kedalam
kamar tidur tersebut dan melihatku sedang telanjang, bi Inapun terpana melihat
tubuhku yang telanjang bulat terutama pada saat ia melihat benda yang
menggantung di s*****kanganku.
Alangkah terkejutnya aku saat menoleh kekiri, aku melihat sesosok tubuh bi Ina
yang sedang terkesima menatap kearah s*****kanganku, akupun tersenyum
melihatnya, kulihat mimik wajah bi Ina yang seolah tidak terpercaya melihat
benda dis*****kanganku itu, rupanya selama ini bi Ina hanya melihat kepunyaan
mang Nanang saja, dan belum pernah melihat kemaluan lelaki lainnya apalagi yang
besar dan panjang seperti punyaku, itulah sebabnya ia menjadi terpana melihat
ukuran kemaluanku.
“Bi… Bi…Bi…Bibi gak apa-apa?” tanyaku memecahkan keheningan.
“Eeehhh…ooohhh…eeehhh…tidak…tidaakkk..aapaa…apa..a ku baik-baik saja,”jawab bi
Ina dengan suara yang bergetar, antara kaget, malu dan kagum.
Dengan perlahan kuhampiri bi Ina yang masih terpukau menatap s*****kanganku,
kemudian kedua tanganku memegang pundaknya yang sedikit terbuka karena bi Ina
hanya mengenakan pakaian batik satu tali, aku merasakan kemulusan dan
kelembutan kulitnya yang sawo matang itu.
“Bener…bibi…gak apa-apa,”tanyaku lagi sambil tersenyum.
“Iya…iya…bener… aku tidak apa-apa,”jawab bi Ina sambil menundukkan wajahnya,
menghindari tatapan mataku.
Dengan posisi yang sedekat ini aku sudah mencium aroma harum tubuhnya, dan
kupastikan mata bi Ina sendiri semakin terbelalak karena posisi kemaluanku yang
semakin dekat dihadapannya.
“Kenapa bi… bi Ina kaget melihat punyaku yach… memang bi Ina gak pernah lihat
kemaluan lelaki sebesar punyaku,”tanyaku lagi.
“Eehh… Hen… kok nanyanya gitu sich,” jawab bi Ina masih dengan kepala yang
tertunduk.
“memangnya punya mang Nanang gak sebesar punyaku yach bi,” desakku lagi.
Bi Ina tidak menjawab tapi hanya menganggukkan kepala saja, dirinya masih
merasa malu karena telah melihat kemaluan keponakannya ini dan dalam hatinya ia
mengagumi kemaluan keponakannya ini yang besar dan panjang, dan ia membayangkan
seandainya batang kemaluan keponakannya ini menerobos lubang kenikmatannya, dapat
dipastikan olehnya lubang kenikmatannya akan penuh sesak oleh jejalan kemaluan
keponakannya yang besar itu.
“Bi…. Bi… Bi Ina… kalau bi Ina mau, bi Ina boleh ngelus-ngelus dan megangin
punyaku kok,” kataku lagi sambil kedua tanganku mengelus-elus pundaknya.
“Eehh…. Eehh… tidak.. aaku maluu…dan takut,”kata bi Ina, sambil berusaha
beranjak dari hadapanku.
“Kenapa malu…bi Ina… dan juga kenapa takut…punyaku kan gak akan gigit,” desakku
karena ingin sekali merasakan kehalusan tangan bi Ina mengelus-elus kontolku.
“Ahhh…Hen…jangan…Hen..kita seharusnya tidak boleh melakukan ini, aku kan istri
mamangmu,” bi Ina masih berusaha menolak.
“Bi Ina, tidak apa-apa Bi… kita kan tidak ada hubungan darah, lagipula bibi
pasti belum pernah merasakan kemaluan sebesar punyaku,” desakku, sementara itu
kemaluanku sudah mulai berdiri tegak karena dorongan hasrat nafsuku, dan aku
yakin bi Ina pasti sudah melihat kemaluanku yang sudah berdiri dengan gagahnya
karena sampai saat ini bi Ina masih menundukkan kepalanya.
“Iyaaahh… tapi Hen… ooohhh… punyamu semakin membesar… punyamu besar dan panjang
sekali… Hen…,” bi Ina masih berusaha menolak, tapi ia mengagumi batang
kemaluanku yang sudah berdiri dengan gagahnya.
Dengan perlahan kedua tanganku merayap turun, lalu kedua tangan bi Ina kubimbing
untuk memegangi kemaluanku, dengan agak ragu-ragu kedua tangannya mulai
memegangi batang kemaluanku, dan dengan masih ragu-ragu tangan bi Ina mulai
mengelus-elus batang kemaluanku, aku merasakan kehalusan tangannya di batang
kemaluanku, lalu tangan kananku mulai mengarah ke dagunya dan mengangkat
dagunya, kemudian dengan memberanikan diri ku kecup bibirnya dengan
perlahan-lahan, suara nafas bi Ina mulai memburu, kecupan-kecupan lembutku
mulai merambah hidung, pipi, leher, telinga kembali lagi kebibir, begitu
seterusnya kulakukan sehingga membuat bi Ina semakin terangsang, tangannya
mulai lancar memainkan batang kemaluanku.
“Hen…Hen... Hen… geliii… jangan ciumin aku seperti itu, gelliii… ooohhh…,”Bi
Ina mulai mendesah.
“Bi…Bi…Bi Ina cantik… maniss….cupp…cupp…sexy….aku ingin memiliki bi Ina hari
ini dan seterusnya… cup…cup…cup…,”rayuku sambil mulutku asyik mengecup-ngecup
bibir, hidung, kening, pipi dan telinganya.
“Ooohh…. Hen…ooohh…hhhmm.. ohh… Hen…naakaaalll…kamuu…nanti ada yang
lihat,”rintih bi Ina.
Bibirku masih asyik dengan mengecup-ngecup wajah bi Ina, sementara itu kedua
tanganku beranjak ke tali baju bi Ina, kedua tali tersebut ku pelorotkan lewat
lengannya, akibatnya baju bi Ina pun terlepas saat kedua tali tersebut meluncur
turun dari kedua lengannya, sehingga kedua bongkahan payudaranya yang tidak
menggunakan BH pun terpampang dihadapanku, kedua tanganku mulai meremas-remas
kedua bongkah payudara bi Ina yang lumayan besar, aku perkirakan ukurannya
sekitar 36C, dan kedua putingnyapun mulai kupilin-pilin sambil kadang-kadang
meremas-remas kedua payudara itu.
“Ooohh… Hen… jangaaann…gelii… Hen..sshhh…ooohh…ssshhh….ooohhh…,”Bi Ina semakin
mendesah.
Kecupan-kecupan ringan yang kulakukan serta remasan-remasan kedua tanganku di
kedua bukit kembarnya membuat bi Ina semakin terangsang, sementara itu batang
kemaluanku semakin menegang, dan ketegangannya sudah mencapai puncaknya, dan
senjataku ini sudah siap untuk menerobos masuk lubang senggama bi Ina, kedua
tanganku mulai beranjak meninggalkan kedua bukit kembar bi Ina, baju batiknya
yang masih tertahan tidak turun kebawah di pinggulnya bi Ina menjadi sasaran
berikutnya, dengan sekali tarik baju tersebut meluncur kebawah sehingga bi Ina
sekarang hanya mengenakan celana dalam berwarna merah saja, tanpa membuang
waktu lagi CD merahnyapun kutarik ke bawah, sekarang tubuh bi Ina sudah tidak
ada penutupnya alias telanjang bulat, kedua tangannya yang terlepas dari batang
kemaluanku karena aku berjongkok tadi saat melepaskan CDnya, berusaha menutupi
s*****kangannya, akupun mendorong tubuh bi Ina perlahan keatas tempat tidur
sehingga dirinya berbaring, tapi kedua tangannya menutupi s*****kangan dan
kedua payudaranya sehingga pemandanganku atas tubuh yang sexy itu menjadi
terhalang.
Tubuh bi Ina walaupun sawo matang, sungguh mulus dan yang membuatku tambah
bernafsu adalah bekas BH dan CDnya yang membekas di tubuhnya sehingga kulit
tubuh yang tertutupi oleh kedua benda tersebut sangat kontras dengan warna
kulit yang lainnya. Dengan perlahan kuhampiri tubuh bi Ina yang sudah telentang
itu, kukecup ringan lagi bibirnya, lalu dengan penuh nafsu bi Ina mulai
membalas kecupanku, kedua tangannya mulai merengkuh tubuhku, bibirnya mulai
melumat bibirku, sementara lidahnya mulai mencoba menerobos rongga mulutku,
lumatannyapun kubalas juga dengan penuh nafsu, lidah kami saling bersentuhan
kadang dirongga mulutku dan kadang dirongga mulutnya.
Tangan kananku mulai merayap kebawah kearah s*****kangan bi Ina, kurasakan
lubang senggama bi Ina sudah basah, sambil asyik berpagutan tanganku mulai
mengelus-elus kelentit bi Ina, nafas bi Ina dan nafasku sendiri semakin memburu
dipenuhi oleh nafsu birahi yang ingin segera dituntaskan, jemari tanganku
semakin basah oleh lender yang meleleh dari lubang vagina bi Ina, dengan
perlahan tubuhku mulai menindih tubuh bi Ina, sementara itu mulut kami masih
asyiknya berpagutan, tangan kananku mulai memegangi kontolku, dan mulai
mengarahkan kelubang kenikmatan bi Ina, perlahan-lahan kepala kontolku
kuelus-eluskan di bibir vaginanya, dari mulut bi Ina keluar desahan, sambil
tetap asyik memagut bibirku dengan penuh nafsu.
“Hhhmmm.. Ssshhaaahh… hhmmm… mmaaassuk doroonngg…masukkkkk
kontollmu…Hen…. ayyooo…hen….jangan… permainkkannn… aakuu..sudaaah…
pengen..merasakan… kontolmuuuu…ssshhh….” Bi Ina mendesah sambil tetap melumat
bibirku.
Ssslleeeeppp…..blleeeeesssss…. kepala kontolku mulai menerobos masuk kedalam
lubang senggama bi Ina.
“Ooohhhh….. rooobeeekkk…punyakkuuu…. Henn,….. kontolmuuuu…
besssaaarrr… sekali… aaaahhhh….aahhhh…..,”Bi Ina merintih, matanya terbelalak
saat kontolku mulai menerobos masuk ke memeknya.
“pelaaaan…aahhh…pelaaaan….ooohhh…Hen…ssshhhhh…kon tolmu besar…ssekaliii.. aaahhh….”bi Ina mengerang agak kesakitan sambil
menyuruhku untuk mendorong lagi kontolku masuk kedalam memeknya.
Blleeesssss……. Kontolku mulai menerobos masuk lagi sedikit.
“Hhhgggggghhhh……..”bi Ina melenguh antara sakit dan enak merasakan memeknya
diterobos kontolku.
Aku merasakan memek bi Ina sungguh sangat sempit sekali, rupanya kemaluan mang
Nanang tidak sebesar kepunyaanku, ini terbukti dengan masih sempit dan peretnya
lubang senggama bi Ina, apalagi bi Ina belum mempunyai anak, lengkap sudah
kesempitan lubang senggama bi Ina ini, aku merasakan dinding vagina bi Ina
mencengkram erat kepala kontolku, setelah mendiamkan sebentar agar bi Ina tidak
terlalu kesakitan, aku mulai kembali mendorong masuk batang kontolku.
Bleeesssss…. Batang kontolku mulai menyeruak masuk lagi kedalam lubang senggama
bi Ina, bi Ina kembali melenguh merasakan terjangan kontolku yang besar itu.
Bleeeessssss….. kembali ku dorong masuk kontolku ke dalam memeknya, lagi-lagi
bi Ina melenguh.
Dan ….. dengan sekali hentakan kudorong lagi kontolku kedalam lubang memek Bi
Ina, sehingga kontolku terbenam seluruhnya di dalam lubang vagina Bi Ina.
“Uugghhhh….. Heeennn…. Saaaakiiittt… enaaakkk… periiihhh… memekku … kontolmu
kebesaraannn… aaaagghhh…. Hhmmmm… ssshhh….,” Bi Ina melenguh merasakan
kesakitan, enak dan perih di lubang memeknya yang diterobos oleh kontolku.
“memek..bi…Ina…kesempitan…sich…punya mang Nanang pasti kecil…yach… Bi,”kataku
“Eehhhmmmm… jauhh… kalau dibandingkan dengan punyaamuu… Hen..,”kata Bi Ina
sambil tersengal-sengal merasakan memeknya penuh sesak oleh jejalan kontolku.
Akupun mendiamkan sebentar sambil merasakan dinding vagina Bi Ina yang
berdenyut seolah meremas-remas batang kontolku, kupagut dengan penuh nafsu
bibir Bi Ina dan iapun membalasnya dengan penuh nafsu, dengan perlahan-lahan
akupun mulai menggerakkan kontolku keluar masuk di dalam lubang memek Bi Ina,
sehingga rintihan dan desahan Bi Ina kembali terdengar.
Memek Bi Ina betul-betul peret, biarpun sudah banyak mengeluarkan cairan
pelicinnya yang bercampur dengan cairan pelicin yang keluar dari batang
kontolku, tapi memeknya masih tetap seret dan menempel ketat di batangku,
ciuman Bi Ina semakin bernafsu melumat bibirku, akupun segera menimpalinya,
bibirkupun memagut-magut bibirnya, kami berdua bercumbu dengan penuh nafsu.
“Oooohhhh…. Hen… enak sekaalliii…terusss…Hen… entot akuuu…aahhh…puaskkan..
akuuu…Hen…kontolmu enaaakk…besaarr…panjaaanng…Hen…,”bi Ina mengerang keenakan.
“Akuu…juga samaa…Biii… memek..bibi seret dan peret…aaacchhh… kontolku terjepit
betul…,”akupun melenguh nikmat.
Lama-lama gerakan keluar masuk kontolku semakin bertambah lancar seiring dengan
semakin bertambah banyaknya cairan kenikmatan kami berdua yang mengalir keluar
dari lubang kemaluan kami, bunyi beradu kedua kemaluan kamipun semakin
terdengar karena kemaluan Bi Ina yang semakin banjir oleh cairan kenikmatan
kami, keringat kamipun semakin mengalir keluar dari pori-pori tubuh kami,
sehingga menimbulkan suara kecipak saat tubuh kami beradu, semua suara itu
menambah nafsu kami semakin menjadi, akupun semakin menambah ritme gerakanku
diselingi dengan hentakan-hentakan yang menghujam dinding rahim Bi Ina saat
kontolku melesak kedalam lubang memek Bi Ina.
Setiap hentakan kontolku yang menghujam jauh kedalam lubang Bi Ina dan
menyentuh dinding rahimnya membuat Bi Ina membelalak merasakan kenikmatan yang
luarbiasa, yang belum pernah ia alami selama ia menikah dengan mang Nanang, Bi
Inapun semakin merintih-rintih kenikmatan bersahutan dengan desahan-desahan
nikmatku yang juga semakin menjadi merasakan enaknya jepitan memek Bi Ina di
batang kontolku.
“Aaahhhh…ssshhhh…. Aaahhh… Hen… enaaak… Hen… enaaakk… terusss… entot aku… terusss… tekaaann…
kotolmu yang besaaaarrr…. Itu… Oohhhh…. Hen… Nikmat… Hen….yang kuaatt…
tekann…lagi yang lebih daaallaaammm… ooohhh”rintih Bi Ina saat menerima
sodokan-sodokan kontolku itu.
“Iyaaahh…. Bii…. Beginiii… ooohh… memek.. bibiii… perettt… sempitt… eenaaak…
aku juga nikmat Biiii….,”akupun mengerang keenakan merasakan jepitan memek Bi
Ina di kontolku.
S***** tak berapa lama, tubuh Bi Ina mulai menggelepar, kedua kakinya
memancal-mancal, nampaknya Bi Ina hendak merengkuh puncak kenikmatannya,
rintihan dan erangannya semakin terdengar, kepalanya bergoyang kekiri dan
kekanan,
“Heeen….ooohhh….aaakkuuu….kellluaaaarrr….aaaaahhhh… nikmaaaatt… enaaaakkk.. Heeen…“ Bi Ina merintih
menyambut puncak kenikmatannya yang sudah tercapai, kedua tangannya memeluk
erat tubuhku, sementara kedua kakinya mengait dibelakang pinggangku membuat
kontolku melesak lebih dalam di lubang memeknya.
Ssssrrrrr…..sssrrrr…..ssrrrrr……ssrrrr……sssrrrrrrr….. vagina Bi Ina menyemburkan
lahar kenikmatannya, membasahi seluruh batang kontolku yang saat itu terbenam
di lubang memeknya, aku merasakan hangat menyelimuti batang kontolku, dan aku
merasakan otot dinding vagina Bi Ina mengedut-ngedut kuat seolah sedang
meremas-remas kontolku.
Kudiamkan kontolku sejenak untuk memberikan kesempatan kepada Bi Ina menikmati
sensasi dari puncak kenikmatannya yang berhasil ia rengkuh, dan aku yakin bahwa
ini adalah untuk pertama kalinya Bi Ina mencapai orgasme, kemudian kukecup
perlahan bibir, hidung, pipi, dahi dan telinga Bi Ina, untuk menambah sensasi
kenikmatan yang berhasil ia rengkuh.
“bagaimana…Bi…masih mau lanjut…,”aku bertanya sambil tersenyum penuh
kemenangan, akhirnya aku dapat menikmati jepitan memek bibiku ini, yang memang
sudah dari dulu kuimpikan dapat mengentot istri muda mamangku ini.
“Hmmmmm… iyaaa… aku…masih pengen lagi…tapi…jangan panggil aku bibi, dong… kan umur kita tidak
berbeda jauh…. Panggil aku teteh saja… kecuali kalau ada mamangmu atau orang
lain…baru kamu panggil aku bibi….kalau hanya kita berdua kamu panggil nama atau
teteh saja.”Bi Ina menjawab pertanyaanku sambil memintaku untuk merubah
panggilan terhadapnya.
“hehehehe..baik…kalau itu maunya Bi Ina…eh…salah.. teh Ina…..atau aku panggil
Ina saja kalau kita lagi berhubungan….,”aku menjawab permintaannya.
“lebih mesra juga kalau kupanggil Ina…sayang… auugghhh….,”lanjutku sambil
menjerit karena saat itu Bi Ina mencubitku dengan gemas.
“kamu tuch, malah bercanda, Hen… puaskan aku lagi, aku masih pengen merasakan
sodokan kontolmu itu,”kata Bi Ina
“baik Ina sayang, aku akan memuaskanmu sampai kamu betul-betul puas,”jawabku
“Terima kasih Hen, selama ini mamangmu tidak pernah memuaskanku, sekarang aku
ingin mencoba merasakan sodokan kontolmu selagi aku diatas,”kata Bi Ina sambil
menciumku.
Lalu aku memeluknya erat-erat dan mengangkat tubuhnya sehingga duduk dengan
kontolku yang masih tetap terbenam di lubang vaginanya, Bi Inapun melenguh
merasakan kontolku menyodok lebih kedalam saat ia dalam posisi mendudukiku,
kemudian Bi Ina mendorong tubuhku sehingga terlentang di tempat tidur, dan
diapun merubah posisinya sehingga jongkok, dan dengan perlahan-lahan ia mulai
menaik turunkan pantatnya yang montok sehingga kontolku mulai keluar masuk di
lubangnya, sekarang ini kontolku dengan mudah keluar-masuk di memeknya karena
cairan lahar kenikmatannya yang telah membanjiri lubang memeknya, aku melihat
bagaimana batang kontolku itu seolah-olah seperti piston mesin yang bergerak
keluar-masuk, dan kulihat mimik wajah Bi Ina betul-betul membuatku semakin
bernafsu, kedua tanganku mulai menggapai kedua bukit payudara Bi Ina yang
terombang-ambing seirama dengan gerakan tubuhnya yang naik turun.
Sambil menikmati kedua payudara Bi Ina yang besar, akupun menikmati
gesekan-gesekan yang ditimbulkan oleh dinding vagina Bi Ina yang menggesek-gesek
batang kontolku, Bi Inapun merintih-rintih kenikmatan menikmati sodokan-sodokan
kontolku dan remasan-remasan kedua tanganku di bukit kembarnya yang aduhai,
apalagi kadang-kadang kedua putingnya itu kupilin-pilin, sehingga kedua
putingnya semakin bertambah tegak akibat pilinanku itu.
“Ooohhh…Heeenn….Enaaaakkk… kontolmu…betul-betull.. enaaak… terus…remas tetekku…. ooohhh “Bi Ina merintih-rintih keenakan.
“aahhh… memekmu juga enak…Ina…aaahhh…. Kontolku seperti dipilin-pilin
jugaa… ooohhhh… tetekmu besaaarr…. In…,”aku mengerang saat merasakan kontolku
seperti dipilin-pilin oleh memeknya, karena saat itu Bi Ina menaik-turunkan
pantatnya sambil memutar-mutar pantatnya, membuatku semakin bertambah enak.Bi Ina semakin bertambah semangat
memutar-mutar pantatnya saat menaik-turunkan pantatnya itu, aku melihat seperti
Inul yang sedang bergoyang, dan itu betul-betul membuatku merasakan kenikmatan
yang luar biasa, akupun semakin mengerang keenakan sambil terus meremas-remas
kedua bukit kembar Bi Ina.
Tapi bukan aku saja yang merasakan kenikmatan yang sangat akibat putaran ngebor
Bi Ina itu, tapi Bi Ina sendiripun merasakan kenikmatan yang sangat luarbiasa,
Bi Ina merasakan eratnya dinding vaginanya menempel di batang kontolku,
sementara remasan kedua tanganku menambah sensasi kenikmatan yang luar biasa
yang belum pernah ia rasakan selama ini, kontolku yang besar dan panjang itu
betul-betul memenuhi rongga senggamanya dan menghujam dalam-dalam sampai ke
dinding rahimnya saat ia menurunkan pantatnya, Bi Inapun semakin bertambah
menggila menggerakkan gaya ngebornya, kedua bukit kembarnya semakin
terombang-ambing, kepalanya terdongak keatas saat kontolku melesak jauh
kedalam, mulutnya mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan.
“Ooohhh…Heeennn… enaaakk… ,” Bi Ina merintih-rintih
keenakan.
Akupun semakin semangat meremas-remas kedua teteknya dan juga memilin-milin
kedua putingnya yang semakin mengeras, sambil merasakan enaknya kontolku di
remas-remas oleh dinding vagina Bi Ina, kulihat mata Bi Ina merem-melek menikmati
kontolku yang keluar masuk di memeknya, dan mulutnya terus menerus mengeluarkan
suara erangan keenakan.
“Heennn….Ooohhh… ahhhhh… teruuusss…”Bi Ina mengerang sejadi-jadinya sambil membungkukkan tubuhnya.
Melihat tubuh Bi Ina yang condong ke hadapanku dan mendengar permintaannya
untuk menghisap kedua bukit kembarnya, akupun tidak mau menyia-nyiakan hal
tersebut, mulutku dengan rakus langsung menyergap dan menghisap kedua bukit
kembar Bi Ina itu, bergantian kedua bukit kembar Bi Ina kuhisap, kuemut, kadang
yang kiri kadang yang kanan, dan kedua tanganku tetap dengan meremas-remas
teteknya, Bi Inapun semakin melenguh keenakan menerima serangan mulutku dan
tanganku di teteknya serta sodokan-sodokan kontolku di memeknya.
“Uughhh…. Heeen… akuuu… tidak kuaatt.. Heen…. Enaaak… hisapp.. terus tetekkku….
Ooohhh… sshhh… aaahhh… Hen… aakuu mau kelluar..lagi… Heeennn terus
hisaaapp…terusss…,”lenguh Bi Ina.
“hhhhmmmm… sslrrrppp…sslrrrppp…ssllrrppp…sslllrrppp,”aku hanya bisa bergumam
karena mulutku yang penuh dengan teteknya Bi Ina.
“Iyaaah….teruuusss… akkuuu… sudah…mauuu…keluaaarrr…laagiii….ooohhh…ssshhh.. aaahhh… Heeennn… enaaakk.. sekalii…. ooohhhh…”rintihan Bi Ina terdengar lagi.
Pantat Bi Ina bergerak semakin cepat, kontolkupun semakin cepat keluar masuk di
lubang memeknya, nampaknya Bi Ina akan segera mencapai puncak kepuasannya lagi,
aku juga merasakan hal yang sama, puncak kepuasanku sudah berada di ujung
kepala kontolku, dan siap meledakkan cairan spermaku, dengan masih asyik
menyedot-nyedot tetek Bi Ina, akupun ikut membantu gerakan Bi Ina dengan menaik
turunkan pantatku seirama dengan gerakan pantat Bi Ina, saat Bi Ina menurunkan
pantatnya akupun mendorong keatas pantatku, sehingga kontolku menusuk lebih
dalam, dan saat Bi Ina menaikkan pantatnya akupun menurunkan pantatku, tak lama
kemudian kudengar Bi Ina menjerit panjang merasakan puncak kenikmatannya yang
berhasil ia rengkuh untuk kedua kalinya, kedua tangankupun beralih ke bongkahan
pantatnya dan menekan pantatnya serta menaikkan pantatku karena pada saat yang
hampir bersamaan kontolkupun memuntahkan lahar kenikmatanku.
“Aaaahhh… Heeeennn… akkuuuu… keluaarrr… ooohhh….”Bi Ina mengerang menyambut puncak kenikmatannya yang berhasil ia
rengkuh kembali, dan tubuhnya mengejang saat memeknya menyemburkan lahar
kenikmatannya.
Ssssrrrrr…. Ssrrrr… ssrrr… ssrrr…..
“Aakkuuuu….juugaaa…keluuuarrr…ooohhh…Inaaaa…. Enaakknya ngentotmuuuu… aaahhhh…aaahhhh….,”akupun
mengerang menikmati keluarnya aliran sperma dari kontolku.
Crooottt…. Crooottt… crooottt… crooooott…
Saat kontolku menyemburkan air mani di dalam lubang memek Bi Ina, aku merasakan
kehangatan cairan kenikmatan Bi Ina yang menyemprot membasahi batang kontolku
yang terbenam dalam-dalam di lubang memeknya, aku juga merasakan otot dinding
vagina Bi Ina mengedut-ngedut sangat kuat seolah meremas-remas kontolku. Sambil
merasakan kemaluan kami masing-masing yang sedang memuntahkan lahar
kenikmatannya, mulut kamipun berpagutan sehingga menambah sensasi kenikmatan
puncak gairah kamipun bertambah. Setelah Tetes terakhir dari cairan kenikmatan
kami telah menetes keluar dari masing-masing kemaluan kami dan kedutan-kedutan
dari kemaluan kamipun mereda, kamipun tergeletak lemah masih dengan posisi Bi
Ina diatas tubuhku dan kontolku yang mulai lembek masih terjepit di lubang
memek Bi Ina.
Sore yang indah kurasakan kali ini, dengan berhasilnya kunikmati tubuh dan
memek Bi Ina, sore hari di kota Garut yang tidak akan pernah kulupakan dengan
berhasilnya ku entot istri muda mamangku, kubayangkan waktu-waktu selanjutnya
selama aku di Garut pasti akan penuh dengan keringat dan kenikmatan.