Petualangan Cinta Hendra – episode 8
Permainan asmaraku di rumah kontrakan – mbak Yanti
Hari ini aku kembali ke Jakarta setelah selesai acara khitanan keponakanku,
sebelum pulang ketiga kakak iparku secara sembunyi-sembunyi membisikkan bahwa
mereka akan menunggu kembali kedatanganku ke Bandung untuk kembali merasakan
sodokan-sodokan batang kemaluanku, akupun tersenyum mendengar bisikan mereka
tersebut, dan aku menjawab bahwa pasti aku akan melakukannya bila aku datang ke
Bandung lagi.
Jam menunjukkan pukul 3 sore saat aku memasuki kota Jakarta, mobil kuluncurkan
kearah rumah kontrakanku, rumah kontrakanku terletak di daerah Jakarta Selatan,
sengaja kupilih rumah kontrakan itu karena letaknya yang tidak terlalu jauh
dari kantorku, juga terletak di pinggir jalan besar, rumah yang kukontrak adalah
rumah petakan tapi tidak seperti rumah petakan biasanya, karena harganya yang
lumayan yaitu 750ribu perbulan, sementara listriknya bayar sendiri-sendiri, ada
9 rumah lagi selain rumah kontrakanku itu, 5 disebelah kiri dan 5 disebelah
kanan, dibatasi dengan jalan selebar 2 meter, sementara di bagian depan
disediakan tempat untuk parkir mobil.
Akupun tiba di rumah kontrakanku, setelah memarkir mobil ditempat biasanya dan
menutup kembali pintu gerbangnya, akupun m*****kah menuju rumahku yang terletak
di tengah-tengah, tidak nampak ibu-ibu ataupun bapak-bapak yang sedang asyik
mengobrol, suasana rumah kontrakan betul-betul sepi, kunci rumahpun kumasukkan
kelubangnya dan kuputar 2 kali dan pintu rumahpun kubuka, akupun segera menutup
pintu dan menguncinya setelah aku berada dalam rumah, akupun m*****kah kedalam
ruangan tidurku yang hanya dibatasi dengan kain gorden saja, rumah kontrakan
ini tidak ada pintu yang membatasi antar ruangannya, kecuali pintu depan,
belakang dan kamar mandi saja, kuletakkan tasku di lantai, akupun melepaskan
seluruh pakaian yang melekat di tubuhku sehingga tubuhku telanjang bulat, lalu
kuambil celana boxer dari dalam lemari dan langsung kukenakan, akupun
menyalakan AC yang ada di ruangan tidurku.
Baru saja aku ingin merebahkan tubuhku, aku mendengar suara perempuan
bersenandung dari arah belakang rumah, akupun m*****kahkan kakiku keruangan
belakang, tidak ada satupun orang di ruangan ini, AC, TV, Komputer dan Home
Theaterku juga dalam keadaan mati, ruangan belakang ini adalah tempat aku
santai, menonton TV, mendengarkan lagu atau main di komputerku, kuperiksa pintu
belakang yang membatasi ruangan santaiku dengan dapur dan kamar mandi,
pintunyapun masih dalam keadaan terkunci, suara perempuan bersenandung semakin
jelas kudengar di ruangan ini, akupun lalu membuka pintu belakangku, dan
kulongokkan kepala untuk melihat ada siapa di belakang ternyata di dapur dan di
teraspun kosong tidak ada seorangpun disana, aku langkahkan kakiku ke kamar
mandi, dan ku buka pintunya, aku tersentak kaget karena ada seorang perempuan
yang sedang mandi di kamar mandiku, sementara itu saat mendengar pintu terbuka
perempuan tersebut membalikkan tubuhnya, sehingga aku melihat dengan jelas
tubuh telanjangnya, kulihat kedua payudaranya dan belahan mekinya dan sejumbut
rumput hitam diatas mekinya.
“Mas…mau ikutan mandi yach…aaaiiiiii…. . ” kata perempuan saat membalikkan
tubuhnya lalu menjerit tertahan saat melihat wajahku dan lalu segera menutupi
kedua payudaranya dan mekinya.
“eeeehhh…mbak…Yanti…maaf. . mbak…maaf. . ” kataku kaget sambil menutup pintu
kamar mandiku tersebut.
Aku heran kenapa mbak Yanti mandi di kamar mandiku, memang rumah-rumah kami ini
hanya dibatasi oleh tembok pembatas yang setinggi pinggang orang dewasa, jadi
saat kita menjemur pakaian kita bisa saling mengobrol dengan tetangga sebelah
rumah kita, tapi belum pernah terjadi seperti hari ini, ada tetangga yang
melompati tembok pembatas lalu memakai kamar mandinya, tak lama kemudian pintu
kamar mandi terbuka, kulihat wajah mbak Yanti bersemu merah pertanda malu
karena tubuhnya yang bugil terlihat olehku.
“Mas Hendra, maaf yach…aku lancang memakai kamar mandimu tanpa permisi,
sebetulnya sudah 2 hari ini aku meminjam kamar mandimu dan aku sudah pamit sama
mpok Is, untuk meminjam kamar mandimu,” katanya menjelaskan sambil kepalanya
tertunduk tidak berani bertatapan denganku.
Kulihat tubuhnya mbak Yanti yang hanya berbalutkan handuk, dan tetesan air
masih ada yang menempel di tubuhnya serta tubuhnya yang wangi sabun, membuatku
terangsang dan membuat kemaluanku menggeliat bangun, mbak Yanti yang sedang
menunduk itu melihat celana boxerku yang menonjol akibat bangunnya kemaluanku
semakin tersipu malu, matanya tepat menatap ke s*****kanganku, diapun menjadi
serba salah, mau mengangkat kepalanya dia malu untuk menatap mataku, mau tunduk
diapun mlau melihat tonjolan di s*****kanganku, tapi ada rasa penasaran pada
diri mbak Yanti menyaksikan tonjolan di s*****kanganku itu, dengan melihat
tonjolan di celana boxerku itu dia sudah dapat menduga bahwa kemaluanku itu
mempunyai ukuran yang panjang, dan berani kupastikan panjangnya jauh melampaui
panjang punya suaminya.
“Ach. . gak apa-apa mbak…kan mbak Yanti sudah ijin sama mpok Is, aku yang
seharusnya minta maaf karena membuka pintu kamar mandi sehingga tubuh mbak Yanti
terlihat semua dech,” sahutku sambil tersenyum membayangkan bentuk tubuhnya
yang lumayan seksi dan kedua payudaranya yang indah walaupun sedikit turun.
“Ach. . mas Hendra…sich tidak salah…kan itu kamar mandi mas Hendra…soal…soal. .
tubuhku…mas Hendra…janji yach…jangan
bilang-bilang sama orang lain apalagi sama suamiku…yach…mas Hen…janji…yach…”
mbak Yanti memohon-mohon sambil tetap menundukkan kepalanya dengan mata tanpa
berkedip kearah boxerku yang menonjol.
“ooohhh. . tenang saja aku gak akan cerita kok sama siapapun. . tapi mbak Yanti
kan tahu biasanya kalau orang meminta sesuatu pasti ada imbalannya dong,”
jawabku tersenyum.
“Oooohhh…kok pake imbalan mas Hen…aku kan minta tolong…pleaseee…” katanya lagi
sambil tetap menundukkan kepalanya tidak berani menatap mataku.
“baiklah aku gak minta imbalan, tapi aku minta tolong sama mbak Yanti bolehkan,
jadi kita sama-sama saling tolong menolong,” kataku lagi.
“Eehhh. . minta tolong apa?. . . kalau bisa aku pasti tolongin dech,” katanya
mulai sedikit tenang.
“bener nich mbak Yanti mau nolongin aku,” tanyaku.
“Kalau aku bisa dan mampu pasti aku akan tolongin,” jawabnya lagi menegaskan
“kalau soal mampu dan bisa, pastilah mbak Yanti bisa dan mampu menolongku,”
kataku lagi sambil menongolkan kemaluanku.
“mbak Yanti tolongin aku menidurkan adik kecilku ini…,” lanjutku.
“Eeehhh…. gila…mas Hen…gak mungkin aku gak mungkin melakukan itu, aku ini sudah
bersuami…jangan gila mas Hen…aku gak mau…gak…aku gak mau…” katanya lagi menolak
permintaanku dengan kepala masih menunduk dan menggeleng-geleng, tapi bola
matanya tidak berkedip menatap kemaluanku.
Yanti tanpa berkedip menyaksikan kemaluanku yang sudah berdiri dengan gagahnya,
dia terhenyak menyaksikan besar dan panjang kemaluanku, panjang kemaluan
suaminya sekitar setengahnya lebih sedikit dari panjang kemaluanku ini, dia
ngeri sendiri membayangkan mekinya diterobos oleh kemaluanku, kulihat dia
menelan air liurnya saat menyaksikan kemaluanku tersebut.
Dengan kemaluan yang mengacung keatas akupun menghampirinya yang saat itu masih
terpaku melihat kemaluanku, kuraih kedua tangannya lalu kubimbing kearah
kemaluanku,
“Ayolah mbak, adikku ini bangun juga gara-gara melihat tubuh bugil mbak yang
sedang mandi di kamar mandiku, jadi mbak juga harus menolong untuk
menidurkannya lagi dengan tubuh mbak juga…dong…ayolah. . mbak…” bujukku sambil
mengelus-eluskan kedua telapak tangannya di kemaluanku.
Aku merasakan halusnya telapak tangan mbak Yanti ini, Yanti sendiri merasakan
betapa kekarnya dan kerasnya kemaluanku itu, dia berusaha menarik tangannya
dari peganganku, sementara aku berusaha menahan tangannya agar tidak terlepas
dari genggamanku dan dari batang kemaluanku.
“Jangan…mas Hen…jangan…aku ini sudah bersuami, suamiku ada di sebelah kalau dia
kemari, kita bisa celaka mas Hen…tolong mas Hen…jangan…lepaskan aku…mas Hen…
aku takut…mas Hen…nanti suamiku kesini…” katanya sambil berusaha melepaskan
kedua tangannya.
Mbak Yanti terus meronta berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggamanku,
tanpa dia sadari dengan bergeraknya tubuhnya yang hanya berbalutkan handuk itu,
membuat lilitan handuk di tubuhnya perlahan-lahan mulai melonggar, dan tanpa
menunggu lama tubuh telanjang kembali terpampang di hadapanku, mbak Yanti
bertambah panik merasakan handuknya terlepas,
“Mas…Hen. . sudah…tolong sudah…aaiiiiiiii…. . aduuh…handukku…. eeehhh…jangan
lihat mas Hen. . jangan…mas Hen…. ampun…ampun…sudah…mas Hen…. nanti suamiku
kesini mas Hen…ingat…mas Hen…aku sudah bersuami…” kata mbak Yanti saat
mengetahui handuknya terlepas.
“hehehehe…wow…sekarang nampak jelas tubuhmu ini…hhhmmm…aku jadi tambah bernafsu
melihat tubuhmu yang montok ini…hhhhmmm…ayolah mbak…tolongin aku…” kataku.
Kutarik tangan mbak Yanti sehingga tubuh telanjangnya menempel dengan tubuhku,
lalu kudekap tubuhnya, aku merasakan betapa empuk teteknya yang menempel di
dadaku, dan aku juga merasakan batang kemaluanku bersentuhan dengan rumput
hitamnya, aku bertambah nafsu ingin segera memasukkan kemaluanku kedalam lubang
senggamanya, aku mulai menggesek-gesekkan batang kemaluanku ke tubuhnya, sementara
tangan kananku mendekap erat punggungnya dan tangan kiriku meremas-remas
bongkahan pantatnya.
“Jangan…mas Hen…jangan…. aduuhh…bajingan. . kamu…sudah…tolong ampun…aawww mas
Hen…jangan…kamu jahat…bajingan kamu…brengsek…aku. . teriak…” kata mbak Yanti
mengancam akan berteriak.
“Teriak saja, siapa yang takut, hehehe…orang akan lihat kamu yang menggodaku…. lihat
aku masih berpakaian sementara kamu telanjang bulat. . ” kataku.
“hehehehe…teteknya empuk sekali mbak, jembutnya banyak juga…hehehehe…geli nich
gesekan sama tongkolku. . mbak…gimana kalau gesekan sama mekimu mbak. . pasti
lebih enak…,” lanjutku.
“Hendra…kamu bajingan…brengsek…kamu…jahat…. jangan…sudah…tolong… jangan… Hen. .
kasihanin. . aku…aaauuwww…stop…Hendra…” kata mbak Yanti sambil berusaha untuk
melepaskan diri dari pelukanku.
Tubuh mbak Yanti meronta-ronta, membuat teteknya bergesekan terus dengan
dadaku, sementara bagian bawahnya juga bergesekan terus dengan batang
kemaluanku, nafsu birahiku semakin bertambah tinggi, kemaluanku semakin
bertambah tegang, aku ingin segera melesakkan kemaluanku dalam lubang
senggamanya mbak Yanti, ingin segera merasakan jepitan vaginanya di kemaluanku,
dengan mudahnya tubuh mbak Yanti kuangkat, tubuhnya yang mungil dan tingginya
yang hanya sedaguku memudahkan aku untuk mengangkatnya, dengan kedua tanganku
yang mendekap erat di punggung dan pantatnya, tubuh mungil mbak Yantipun
terangkat, aku mulai berjalan mundur masuk kedalam rumahku, setelah didalam
pintupun kututup menggunakan kakiku, lalu menguncinya setelah melepaskan dekapan
tangan kiriku di pantatnya, kemudian tubuh mbak Yanti kuangkat kembali, mbak
Yanti terus menerus meronta sambil memohon padaku untuk menghentikan aksiku.
“ampun…Hen. . ampun. . jangan. . Hen…jangan…Hen. . ingat…H en…aku sudah punya
suami dan aku sudah punya anak juga…Hen. . kasihani aku…Hen. . stop…sadar. . Hen…”
kata mbak Yanti kembali memohon sambil terus berusaha melepaskan diri dari
dekapanku.
Aku tidak memperdulikan permintaan mbak Yanti itu, yang aku perdulikan adalah
kemaluanku dapat masuk kedalam lubang senggamanya, yang aku perdulikan adalah
nafsu birahiku yang sudah sangat tinggi sekali, gak mungkin aku kocok sendiri
sementara didepanku ada wanita yang sudah telanjang bulat, kuputar tubuh mbak
Yanti sehingga sekarang aku mendekapnya dari arah belakang, tangan kananku
mendekap erat pinggangnya, sementara tangan kiriku melorotkan celana boxerku
sampai jatuh di kakiku, kemaluanku menempel di belahan pantat mbak Yanti, aku
mulai menyelusupkan kemaluanku ke s*****kangan mbak Yanti, mbak Yanti berusaha
merapatkan kedua kakinya mencoba untuk menghalangi gerakan kemaluanku yang
berusaha menyelinap ke sela-sela pahanya, aku tidak mau kalah gerak, dengan
tangan kiriku kucoba membuka paha kirinya agar kemaluanku bisa menyelinap di
sela-sela pahanya, usahaku akhirnya berhasil, kemaluanku terjepit diantara paha
mbak Yanti, aku merasakan halusnya paha mbak Yanti di kemaluanku.
Dengan perlahan aku berjalan maju sehingga mau tidak mau mbak Yantipun berjalan
maju kearah sofa, kuhentikan langkah kakiku setelah tubuh mbak Yanti menyentuh
sandaran sofa, tangan kiriku mulai beraksi meremas-remas payudara mbak Yanti
bergantian kiri dan kanan, sementara dibawah aku berusaha untuk menggerakkan
kemaluanku dalam jepitan pahanya.
Kedua paha mbak Yanti betul-betul dirapatkannya, sehingga membuatku susah untuk
menggerakkan kontolku yang terjepit pahanya, aku berusaha untuk melebarkan
pahanya mbak Yanti, kudorong dan kutekan punggungnya sehingga dadanya mbak
Yanti menempel di sandaran sofa, dan kuselipkan salah satu lututku ketengah
pahanya, dan tubuhku kutindihkan keatas punggungnya, akhirnya kedua pahanya
mulai terkuak, aku dengan leluasa menggerakkan kemaluanku maju-mundur di
jepitan pahanya, tangan kananku menekan pundaknya mbak Yanti, mencoba menahan
gerakan tubuhnya yang mencoba untuk bangkit dari tindihanku, sementara tangan
kiriku mengarah kes*****kangannya, tanganku mencari kelentitnya dan mulai
menggesek-gesek kelentitnya itu dengan jari-jemariku.
“Oohhh…mbak, enak…ooohhh…baru dijepit pahamu saja enak…apalagi kalau dijepit
memekmu. . mbak…ooohhh…aku jadi gak sabar…pengen ngentotmu mbak…” aku melenguh
merasakan enak dengan jepitan pahanya.
“Eeeghhh…hheeehhhh…. Hen. . bajingan kamu hentikan…Hen…jangan…aaaaggghhh…
Hen…bajingan kamu, setan kamu…brengsek…kurang ajar…jangan. . Hen. hentikan
jangan ituku…aaaacchhh. . jangan hentikan tanganmu…Hen…oooohhh. . . tolong…
Hen…please. . hentikan Hen,” mbak Yanti
memohon padaku untuk menghentikan aksiku.
Aku yang sudah dilanda tegangan tinggi ini sudah merasa kepalang tanggung,
karena aku ingin merasakan memek tetanggaku ini, kemarin-kemarin kalau
berpapasan dengan dia sedikitpun tidak pernah terlintas ingin melakukan
hubungan badan dengannya karena dia tetanggaku dan mempunyai suami serta
seorang anak, tapi hari ini berbeda sejak aku melihat dia bugil di kamar mandiku,
lalu dia keluar dengan memakai handuk saja, membuat aku menjadi bernafsu ingin
memasukkan batang kemaluanku kedalam lubang kenikmatannya.
Mulutnya memohon padaku untuk menghentikan aksiku, tapi kemaluannya berkata
lain karena jariku sudah mulai basah oleh cairan precumnya, mengetahui hal itu,
tangan kiriku mulai menguakkan bibir vaginanya, sementara aku mulai menarik
pantatku, saat kepala kemaluanku tepat berada di bibir vaginanya, aku mulai
berusaha menekan masuk kemaluanku kedalam lubang senggamanya, mbak Yantipun
mengerang saat merasakan memeknya diterobos oleh kontolku.
Bleeeessssss……… kontolku mulai menyelinap masuk kedalam rongga senggama mbak
Yanti.
“Heeennn…. aaaaarrggghhh…jangan…Hen…aaarrgghhhhh…ja ngan…. . cabut punyamu…
sakit…aduuuhhh…sakiiittt…. Hen…breeengseekkk…bajing aaaannn…kamu. . Hendraaaa…
aaarrggghhh…sakiiiitt…. amppuuuuunnn…. aaddduuuhhhh… . aaampun…Hen…” mbak Yanti
mengaduh kesakitan.
“Tenang mbak…tenang…nikmatin saja…inikan belum semuanya masuk…baru sedikit aja
kontolku masuk kememekmu ini…uuugghhh…sempit sekali. . biarpun sudah pernah
keluar kepala bayi tapi masih sempit aja nich memekmu…uuuggghhh…nanti juga
kalau sudah masuk semua, mbak Yanti pasti keenakan dech…” jawabku
Bleeessssss…kudorong perlahan pantatku maju sehingga kontolkupun kembali
menerobos lubang senggamanya mbak Yanti.
Mbak Yanti berusaha meronta untuk mengeluarkan kontolku dalam jepitan
vaginanya, pantatnya dia goyang-goyangkan berusaha agar kontolku keluar, tapi
karena posisi tubuhnya yang tertindih oleh tubuhku, dan tidak bisa maju kedepan
lagi, sehingga goyangan pantatnya itu malah membuat kontolku semakin masuk
lebih dalam di lubang vaginanya itu,
Bleeeeessssss… kontolku semakin dalam lagi masuk, mbak Yantipun kembali
menjerit kesakitan.
“aaaarrggghhhh…. Heennn…cabut…punyamu…Hen…cabut…sak it sekali…aaagghhhh punyaku
robek…sakit…Hen. . ampun…ampun…aduuuhhh…aduhhh…” jerit mbak Yanti lirih.
Aku bukannya mencabut kontolku itu malah aku semakin menekan kedepan pantatku
akibatnya kontolku terbenam seluruhnya di dalam lubang senggama mbak Yanti,
Bbbblllleeeeeeeeeessssssssssss…… mbak Yantipun mengerang lirih,
“Ooouuuuggghhhh…. Hen. . ampun…oouugghhhh…punyaku robek…Hen…perih…punyaku
aaaagghhh…cabut…cepat…cabut…. Hen…cabut punyamu…rahimku jebol…ooouugghhh
Hen…kasihani aku. . ampun…sudah…Hen…sudah…. ingat Hen. . tolong Hen. . ingat
aku sudah bersuami…” erang mbak Yanti.
“Heeeehhhh…mbak Yanti memekmu berdenyut-denyut nich, tandanya memekmu suka
dengan kontolku yang besar dan panjang ini…. hehehehe. . sudah mbak nikmatin
saja kontolku ini mbak, mbakkan belum pernah nyobain kontol panjang dan besar
seperti punyaku ini…. hehehehhe…” kataku merasa puas berhasil memasukkan
seluruh batang kontolku dalam memeknya.
Dengan perlahan-lahan aku mulai menarik keluar kontolku sampai batas lehernya
kemudian menekankan kembali sampai masuk semuanya, kulakukan terus menerus
seperti itu, kulakukan perlahan keluar-masuk kontolku itu, sesekali kuhujamkan
kuat-kuat kontolku itu menerobos masuk di lubang senggamanya membuat mbak Yanti
mengaduh, saat kepala kontolku menerjang kuat dinding rahimnya.
“Ooouuggghhhh…Hen…sudah…Hen. . aku. . ooougghhh…sakit… perih punyaku…Hen…
ooouugghhhh…rahimku…oougghh…Hen…sudah…” mbak Yanti merintih-rintih.
Tubuh mbak Yanti berhenti meronta-ronta, entah karena dia sudah capai karena
tidak bisa lepas dari himpitan tubuhku atau karena dia sudah mulai merasa enak
dientot oleh kontolku ini, dan hanya mulutnya saja yang menolak dan meminta aku
untuk menyudahi dan mencabut keluar kontolku, aku yang sedang merasakan enaknya
mengentot memeknya ini tidak memperdulikan permintaannya, akupun semakin gencar
mengeluar-masukkan kontolku, tubuhku masih menindih tubuh mbak Yanti, tangan
kananku masih dipundaknya, sementara tangan kiriku asyik bermain dengan itilnya
mbak Yanti.
“Sssshhhh…ooouuggghhhh…Hen…sudah…Hen…sudah…aku…aku u…. oouuugghhh…
ssshhhhh…ooouugghhh…Hen…cabut…Hen…punyamu cabut…Hen. . aku ampun…Hen. . ooouugghhh…. ssshhhh…Hen…” mbak Yanti
mengerang.
Dari suara erangannya kutahu mbak Yanti sudah dapat menikmati jejalan kontolku
dilubang senggamanya, hanya dia mungkin masih malu untuk mengungkapkan dengan
kata-kata, erangannya masih bercampur dengan memintaku untuk menghentikan
keluar-masuk kontolku, tapi tubuhnya sudah berhenti meronta, dan kurasakan
memeknya sudah sangat basah sekali, walaupun mulutnya tetap terdengar kata
penolakan tapi memeknya sudah sangat menikmati sodokan kontolku, kuciumi kuduk,
pundak dan lehernya serta belakang telinganya sambil tetap menyodok-nyodokkan
kontolku.
“Ooouuugghh…Hen. . sudah. . Hen. . gelii…jangan ciumin aku…oooohh. . Hen…ooohh.
. geli… ooouugghhh. . Hen. . sudah…Hen…sudah…aduuuuuhhh…aaahhh
…Hen…geli…Hen…geli. ” erang mbak Yanti.
“hehehehe…enak mbak Yanti, enak gak kontolku ini…. hehehehe…kalau aku sich enak
sekali ngentot mbak Yanti ini, memeknya masih sempit walaupun mbak Yanti sudah
punya anak, oooohhh…sedap…. nikmaatt…ooohhh…mbak…hhhhmmm…” kataku lagi
ditelinganya sambil menciumi belakang telinganya.
Tiba-tiba kurasakan tubuh mbak Yanti bergetar hebat, dan aku merasakan batang
kemaluanku menjadi hangat, kutahu saat ini sedang mencapai orgasmenya,
kontolkupun kutekan dalam-dalam dan kudiamkan, kusengaja memberikan kesempatan
kepadanya untuk menikmati puncak orgasmenya, aku tertawa dalam hati merasa
berhasil menaklukkan seorang wanita yang sudah bersuami ini, dan berhasil membawanya
kepuncak orgasmenya, padahal tadi mbak Yanti menolak dan meronta memohon padaku
untuk tidak mengentotnya, tapi sekarang malah dia yang lebih dulu mencapai
orgasmenya.
“Hehehehehe…enakkan mbak kontolku ini, enakkan dientotku sampai memek mbak
muncrat nich, kontolku hangat nich mbak,” kataku menggodanya.
Mbak Yanti tidak mau menjawab godaanku, dia hanya terdiam saja sementara itu
kudengar nafasnya tersengal-sengal, dan vaginanya berdenyut-denyut sangat kuat,
akupun merasakan enak saat dinding vaginanya berdenyut, batang kontolku seperti
diremas-remas saja rasanya. Setelah
kurasakan denyutan-denyutan vaginanya melemah, aku mulai kembali menggerakkan
kontolku lagi, dengan perlahan kontolku kembali keluar masuk di lubang
senggamanya yang sudah sangat banjir, gerakan kontolkupun menjadi lebih mudah
dan lancar, tidak terdengar lagi suara mbak Yanti yang memohon padaku untuk
menghentikan aksiku dan mencabut keluar kontolku dari lubang memeknya, yang
terdengar olehku adalah hanyalah suara nafas mbak Yanti yang memburu.
Tangan kananku beralih kearah depan tubuhnya mbak Yanti, kuraih dan
kuremas-remas kedua payudaranya mbak Yanti yang sedang terombang-ambing akibat
gerakan maju-mundur pantatku, kudengar mbak Yanti melenguh panjang tanpa
mengeluarkan kata-kata lagi, tangan kanan meremas payudaranya tangan kiriku
bermain terus di klitorisnya dan kontolku semakin gencar keluar-masuk di lubang
vaginanya.
“Ooohhh. . mbak…enak. . sekali memekmu nich…ooohhh…enak…sempit…nikmat rapet…
ooohhh. . mbak…. ooohhh. . aku pengen tiap hari nich ngentotin
mbak…ooohhh…mbak… kontolku enak gak…mana enak sama punya
suamimu…eeehhh…ooohhh…ooohhh… mana besar punyaku atau punya suamimu…. ooohhh…mbak…oooohh…mana
panjang punyaku atau punya suamimu…. ooooohhh…mbak…” aku melenguh merasakan
nikmatnya kemaluanku dijepit lubang senggamanya.
“ooooohhh. . mbak. . enak…. aku sudah mau keluaaaarrr…nich…ooohhh…. mbak…. keluarin
di dalam…yach…ooohh…mbak…memekmu betul-betul nikmat…. ooohhh…mbak aku keluarin.
. di dalam…yach…. oooohhh” aku melenguh merasakan puncak birahiku yang sebentar
lagi akan kucapai.
“eeeehhh…. jangan…Hen…jangan…. . diluar…Hen…diluar…ja ngan keluarin didalamm. .
” katanya panik.
“Baiiiiikkkk…mbak…baiiikkk…mbaaaakkk…. oooohhh…meme kmu…nikmat…. aaaahhh… aku
keluar…aaaahhhh,’ kataku sambil mencabut kontolku dari jepitan vaginanya.
Creeett…creeettt…ccreeett…crreeettt…creeettt…. Kontolku menyemburkan air mani, air maniku
berhamburan di pantat dan punggungnya mbak Yanti.
Mbak Yanti saat itu merasakan hangatnya spermaku yang mengenai pantat dan
punggungnya, tetes terakhir air maniku sudah menyemprot keluar, saat itu juga
mbak Yanti membalikkan tubuhnya dan tangan kanannya melayang menamparku, aku
kaget kena tamparanya itu.
“Jahat. . kamu Hen…jahat…bajingan kamu…kamu telah memperkosa aku…” mbak Yanti
memakiku.
Baru aku sadari bahwa imbuhan kata mas didepan namaku sudah tidak ia pergunakan
lagi, aku segera menangkap tangannya yang saat itu hendak menamparku lagi.
“Sudah. . mbak…sudah…maafkan aku…aku khilaf…mbak…” kataku meminta maaf.
“Heeeehhhh…. aku jadi malu…aku kotor…aku sudah selingkuh…ooohhh…mas Agus
maafkan istrimu…aku sudah dinodai…. ” isaknya.
“Sudah…mbak…sudah aku minta maaf sekali lagi…” kataku lagi membujuknya sambil
memeluk tubuh telanjangnya.
“Maafkan aku…mbak tapi terus terang aku terpancing setelah melihat tubuh mbak
yang sexy dan montok…aku tidak dapat menahan nafsuku lagi,” kataku lagi.
Mbak Yanti diam tidak menjawab perkataanku, isak tangisnya masih kudengar,
semakin kupeluk dia dan kuusap-usap rambutnya yang panjang itu, lama-lama isak
tangisnya tidak kudengar lagi, tapi dia tidak berusaha melepaskan pelukanku.
“Hen…” katanya
“ya, mbak” jawabku
“Hen. . maafkan aku yach. . tadi aku menamparmu…” katanya lagi.
“iyach. . mbak. . gak apa-apa, memang aku berhak mendapatkan tamparan itu,’
kataku lagi.
“Aku takut Hen, aku takut suamiku mengetahui kejadian ini,” katanya lagi.
“Sudah mbak, kan suamimu tidak mengetahuinya, buktinya dari tadi dia tidak
kelihatan menyusulmu,” kataku menenangkan.
“heeh…tapi aku malu sama suamiku, aku sudah berselingkuh di belakangnya,”
katanya lagi.
“kan tadi mbak tidak berselingkuh, tapi mbak itu aku perkosa,” kembali aku
menenangkan.
“Heeh…memang aku di perkosa pertamanya, tapi kemudian aku menikmatinya…aku jadi
malu sama diriku yang terpancing birahi saat di perkosa olehmu tadi,” katanya.
“yach. . itukan bukan mau mbak-kan, yang penting awalnya mbak menolak,” aku
berkata menenangkan.
“Iyach…tapi gara-gara kamu, maksudku gara-gara punyamu ini, aku tadi sempat
orgasme” katanya malu-malu sambil menyolek kemaluanku.
“eeehhh. . hati-hati mbak jangan dicolek punyaku, kalau nanti dia bangun lagi
bagaimana, masa aku harus memperkosa mbak lagi,” seruku kaget karena kemaluanku
dicoleknya.
“Yach. . kalau bangun nanti aku tidurin dech. . hihihihi…Hen. . kamu mau
membantuku nanti kalau kau pengen nyobain lagi punyamu,” katanya.
“haaahhh… pasti mbak, pasti aku akan siap meladeni mbak kapanpun mbak mau”
jawabku kaget mendengar kata-katanya barusan.
“sekarang terpaksa aku harus mandi lagi nich, kalau tidak suamiku bisa melihat
ada titik sperma di punggung dan pantatku, aku pinjam kamar mandimu lagi yach
Hen,” katanya meminta ijin meminjam kamar mandiku lagi.
“Silahkan, mbak, tapi kalau kita mandi bareng aja gimana,” kataku lagi.
“Tapi jangan macam-macam yach di kamar mandi, soalnya aku takut suamiku
menyusulku,” katanya.
“gak lah, kan macam-macamnya sudah tadi,” jawabku meyakinkan.
Kemudian kamipun mandi bareng, kami saling membersihkan tubuh kami
masing-masing, dan saling mengosok-gosok tubuh kami dengan sabun, tak lupa
dengan kemaluan-kemaluan kami ikut juga dibersihkan dan digosok dengan sabun
mandi, saat tiba giliran mbak Yanti menggosok kemaluanku, dia menggosok-gosok
kontolku dengan lembut, dan kemaluanku perlahan-lahan bangkit.
“Hihihihi…punyamu bergerak tuch mau bangun, aku heran dengan punyamu ini, Hen. Kok bisa sebesar dan sepanjang ini, sepertinya
punyamu ini sama panjang dan besar dengan yang difilm-film yach,” katanya
sambil masih mengocok-ngocok kemaluanku.
“Sudah ach mbak, nanti punyaku tambah berdiri, pastilah mbak ukurannya sama seperti
mereka, eeehh. . berarti mbak sering juga yach nonton film begituan,” kataku
menghentikan gerakan tangannya yang masih asyik mengocok-ngocok punyaku.
“Heeh…” katanya mengiakan.
Kamipun segera membilas tubuhku yang penuh sabun, setelah selesai mbak Yanti
membalutkan handuknya, lalu dia m*****kah keluar kamar mandiku terlebih dahulu,
setelah kulihat dia m*****kahi tembok pembatas rumah kami, akupun keluar dari
kamar mandi dan masuk kedalam rumah.
Tamat