Rini Pemilik Warung Soto
Buat anak-anak Kota Lumpia
pasti tahu nama jalan ini “Imam Barjo”. Nha kisahku kali ini adalah tentang
pemilik warung soto di belakang kantor perusahaan negara di bidang
telekomunikasi di daerah Imam Barjo.
Rini, namanya, adalah kawanku kecil waktu di
Semarang. kami berteman mulai dari SMP sampai SMU. Saat ini berusia sepantaran
denganku di pertengahan 40-an. Dulu bertubuh semampai layaknya model, nggak
heran kalau sering juara lomba busana kartianian sejak SMP hehehehe. Saat ini
Rini, tubuhnya tidak seramping waktu sekolah memengah dulu, namun nggak bisa
dikatakan gemuk; berisi namun padat layaknya perempuan separuh baya.
Saat ini sudah 15 tahun dia menjanda; bercerai
secara baik-baik - dia dan suaminya sering bertengkar dengan alasan anak. Anak
lelaki mereka satu-satunya memang sedikit bermasalah. Kini anaknya duduk di
bangku SMU berusia 18 tahun. Kenakalan anaknya ini yang membuat dia dan
suaminya sering bertengkar. Setelah perceraian, dengan segala alasan keluarga
suaminya menuntut hak asuh atas anaknya. Rini tidak keberatan apalagi dengan
kompensasi rumah dan tanah luas di bilangan atas kota lumpia, ditambah uang 750
juta yang kemudian sebagian dia investasikan ke warung sotonya.
Kembali ke kisahku. Sekitar enam bulan lalu,
kami ketemuan waktu reuni SMU. Terus bertukar no ponsel. Nha kebetulan, bulan
lalu aku ada urusan ke kotanya sekalian nengok rumah wasiat keluarga. Aku
kontak dia dan janjian ketemua di warungnya.
Singkat cerita, aku naik taxi ke hotel setiba
aku di stasiun tawang. Hari masih pagi benar, aku pikir Rini pasti juga belum
membuka warungnya. Sekitar sejam kemudian setelah aku membasuh diri, aku keluar
hotel dan meminta room-boy memanggilkan becak yang mangkal di sekitar hotel.
Hotelku tidak terlalu jauh dari simpang5.
15 menit kemudian aku sampai di warungnya.
Seorang laki-laki sekitar 30an tahun terlihat sedang menata meja dan menyiapkan
segala sesuatunya. Aku masuk dan segera mengenai sosok tubuh bohay temanku
Rini.
“Rahmi, hai….akhirnya kamu tahu warungku,
muah..muach,” kami berangkulan dan bercipika-cipiki. Badan montoknya terasa
penuh, hangat dan dadanya kenyal terkena dadaku. kami berpandangan sejenak dan
tertawa.
“badanmu itu lho Rin, perasaan makin montok
aja. Lebih hot disbanding waktu reuni SMU kemarin,’ kataku memuji.
“ah bisa aja kamu, kamu sendiri juga sexy,…ya
ampun hot banget sih kamu,” katanya memandang tubuhku dari atas ke bawah.
“ya maklum…janda…hahahahaha,” kataku bercanda.
“oh ya ya kita sama-sama janda…eh kesinian
dong, biar nggak kedenaran Tarmin…tuh,” katanya menunjuk pria yang sedang
berbenah tadi. Ternyata Tarmin adalah pembantunya di warung.
“ooh itu pembantu mu? cuma dia kah?” tanyaku
“enggak..ada si Siti, tapi dia tugasnya
berbelanja dulu baru kemari,” katanya menjelaskan. “eh ayo kesini, katanya
mempersilakan ke sudut dekat tembok, terlindung meja etalase yang memisahkan
antara dapur dan ruang makan.
Semakin beranjak siang, lalu lintas semakin
ramai. Si Siti juga sudah datang dan segera menyibukkan diri bersama Tarmin di
dapur maupun ruang makan.
Kami bertukar berita, canda dan tawa, sampai
saatnya dia bertanya.
“eh Mi, ini antar perempuan – janda lagi –
hihihi. Pernah gak sih kamu merasa begitu ingin berhubungan dengan laki-laki?”
tanyanya.
“mmmm…jujur sih kebutuhan itu ada, tapi…..no
problem buat aku tuhhh,” aku mengedipkan mataku genit.
“eh apa maksudmu..kamu punya pacar lagi?”
katanya penasaran
“bukan pacar…pemuas…tanpa ikatan,” kataku
berbisik di kupingnya.
“hihihi…kamu itu…sama dong dengan aku” katanya
sambil mencubit pahaku. Kami tertawa bersama.
“Bu Rin, mas Aldi mencari ibu,” kata Siti
mengagetkan kami.
“ya,” katanya beranjak. “sebentar ya Mi. Aku
temui dulu Aldi,” katanya.
“eh, Rin, ngobrol pagi ini udahan ya. Nanti
jadi ke hotel tempatku nginep kan? Thanks soto dan teh manisnya,” kataku juga
beranjak
“oh gitu, ya dech. sampai nanti siang kalau
gitu, jam 2an dech ya,” katanya. Kami berciuman pipi satu sama lain.
Di pintu warung kami, aku dan rini berdiri
seorang pemuda, nggak begitu cakep, kulitnya coklat gelap, kerempeng tapi
ototnya menonjol. Orang jawa bilang “kiyeng”. Ini mungkin yang namanya Aldi.
“udah ya Rin, sampai nanti,” aku pamit. Dari
ekor mataku aku bisa melihat pemuda itu menatapku penuh nafsu. dari atas ke
bawah kembali ke atas. Aku segera naik becak yang sudah dipanggilkan Tarmin.
Aku tersenyum pada Rini dan pemuda itu. Rini tampak mesra mengamit pinggang
pemuda yang pantas jadi anaknya. Aku balik ke hotel untuk meneruskan acaraku.
Singkat cerita, jam 1.45 aku sampai kembali ke
hotel dari acara. Di kamar aku lepas semua baju formalku dan berganti dengan
pakaian favoritku; tank top dan hot pant. Sexy sudah pasti. Dan aku nggak
peduli dengan tatapan terkejut room-boy yang menghantarkan pesanan makan
siangku – aku bisa melihat dia menelan ludah dan matanya tidak bisa tidak
mencuri pandang dada dan pahaku.
Jam 2 kurang 5 menit, pintu kamarku diketuk.
Dari lubang intai aku bisa lihat dia adalah Rini. Aku segera buka dan
mempersilakannya masuk.
“ nih, teman ngemil buat nanti malam,” katanya
menyodorkan martabak telor di atas meja dan segera dia melemparkan diri ke
ranjangku.
“trims, ngerepotin aja. Sebenarnya aku
mengharap “teman” yang lain buat nanti malam hehehehehe,” kataku bercanda dan
ikut merebahkan diri ke ranjang juga. Aku segera interogasi dia soal Aldi.
“eh Rin, siapa tuh Aldi? anak angkat kamu?”
tanyaku
“mmm Iya. Si Aldi itu anak angkat aku. Anak
yang suka aku “angkat” dan kadang juga “angkat” aku..hahahaha,” balasnya.
“serius neh?” kataku pura-pura cemberut.
“ATM…anak tapi make. Biasa buat ngilangin sepi
ama adem,” bisiknya di telingaku
“hah…gimana ceritanya? anak mana dia? berapa
umurnya? kuliah?” semburku penasaran.
“wow…wow…wow…satu-satu dong tante…hehehehe…oke
aku cerita,” katanya sambil tangannya mentowel susuku. Aku terlonjak geli.
Rini kemudian bercerita tentang Aldi, yang
ternyata anak rantau – aslinya di kota Kretek, kuliah di salah satu PTS di
bilangan tugumuda. Umurnya hampir 22 tahun, sudah 6 tahun kuliah – nampaknya
Aldi ini mahasiswa abadi hehehehe.
Rini ketemu pertama kali di warungnya. Dari
beberapa kali ketemuan, menurut Rini, anak yang biasa aja ini menjadi menarik
karena humoris dan enak diajak ngobrol. Akhirnya pada suatu waktu, setelah
sekian kali ketemu dan menjadi langganan, Rini merasa bahwa anak ini
menunjukkan hasrat pada perempuan yang sesungguhnya layak jadi ibunya.
“jadi dech. aku butuh kehangatan laki-laki dan
aku piker si Aldi cukup aman. Dia nggak pernah jelalatan ngeliat perempuan –
yang nurut aku lebih sexy dari aku,” kata Rini.
“mmm, terus kapan pertama kali kalian ML,”
tanyaku nggak sabar
“wowwww…gak sabar bener tante satu ini…oke
dech,” katanya
Kejadian pertama mereka ML di rumah Rini, di
daerah atas kota ini. Tempatnya sepi memang berada di lingkungan perumahan yang
masing-masing orang di kompleks ini cuek bebek satu sama lain. Hebatnya, si
Rini membawa Aldi ke RT setempat dan mengakukannya sebagai keponakan yang ikut
dia karena harus kuliah, jadi secara sosial Rini dan Aldi tidak dicurigai.
“mantap juga strategi kamu. Terus cerita
dongggg gimana kamu dan Aldi…giimana gaya ML-nya? sekuat apa dia?” tanyaku
makin gak sabar…jujur mendengar cerita bahwa Aldi adalah “anak angkat” Rini,
sepaningku seketika naik.
Rini melanjutkan ceritanya. Bahkan dia
menceritakan detail gaya yang paling dia dan Aldi suka. Bahkan menurut Rini
seluruh ruang di rumahnya sudah menjadi tempat ML mereka.
“wwaaaahhhh…jangan ditanya Mi. namanya anak
muda. Kita sudah setengah mati 3-4 kali orgasme eh dia masih tegang aja. Bahkan
seringkali mr.p-nya masih tegang sampai 15 menit setelah dia ejact. Apa nggak
hebar tuh,” katanya
“aduh Rin. ngedenger detail ceritamu aku jadi
pengin nih….boleh pinjem nggak si Aldinya…bahkan kalau kamu mau, kamu main di
sini aja, bertiga sama aku..hehehe…ya ya ya…pleaseeeee,” kataku sok manja dan
sekedar iseng berhadiah. Nggak kuduga, Rini mengangguk.
“bener? mau pake Aldi dan maen bertiga neeh?
di mana? di sini apa di tempat kami,” katanya
“di sini boleh deh…ntar kalau masih kurang,
kita lanjut ke tempatmu,” kataku.
“oke, aku telp dia ya. Mungkin dia lagi di
kampus, kuliah sore,” katanya
Rini mengambil ponsel di meja seraya
merangkak. Pantatnya yang bahenol makin merangsang laki-laki tentunya – aku aja
terangsang koq hehehehe. Aku tepuk pantatnya agak keras.
“iiihhh Mi, apa sih.. sabar dong,” katanya
tersenyum. Dia angkat telepon dan menghubungi ponsel Aldi.
“walaikum salam, lagi kuliah nak?” tanyanya ke
seberang sana. “mbolos aja bisa?” tanyanya. “enggak, ini mimi lagi sama tante
Rahmi, teman mimi, yang kamu ketemu tadi pagi. Bisa ke hotel SP gak? ya
relaksasi sama mimi dan tante Rahmi. mau ya? pleaseee,” katanya sedikit manja.
“nah gitu dong. Ijin aja sama dosennya, terus
langsung ke sini yak e kamar **. Mimi tunggu ya sayang. Bye bye,” katanya dan
menutup telepon.
“sudah tuh, 20 menit lagi anaknya sampe tuh.
Kita siap-siap aja,” katanya. Kami berdua segera memebenahi kamar biar terlihat
rapi – meskipun nanti juga paling-paling akan berantakan lagi hehehehe. Aku
persilakan Rini ke kamar mandi untuk siap-siap kemudian kamipun ngobrol
menunggu Aldi.