SENSASI WANITA DEWASA
Nek Wiwa, begitu aku selalu memanggilnya. Dia adalah ibu dari emakku. Umurnya sudah 49 tahun. Ketika kejadian itu, aku berusia 16 tahun. Emak-ku menikah dalam usia 19 tahun. kku adalah anak tunggal dari nenekku. Sejak kakekku meninggal dunia empat bulan lalu akibat lalu lintas, aku tinggal bersama nenek-ku untuk memaninya. Sebagai cucu tertuanya, aku sangat dimanja. Sedikit saja aku sakit, aku langsung dipijati. Bahkan kalau aku tidur, nenek suka nembang, menyenandungkan lagu-lagu tradisi yang merdu dan indah.
Malamnya aku
tidur bersama nenekku. Kami biasa tidur bersama dan aku selalu dielus sampai
aku tertidur. Tapi malam ini, entah kenapa aku menjadi terangsang. Mungkin
setelah nonton BF di tempat teman ssore tadi. Saat aku memeluk nenek, aku
merapatkan tubuhku padanya. Di pahanya tersenggol oleh penisku. Penisku
langsung tegang, sebab adegan dalam BF masih terbayang di mataku. Nonton BF
adalah kali pertama buatku. Perlahan kutundih paha nenek dengan pahaku. Walau
sudah tua, nenek masih padat tubuhnya. Maklum dia seorang petani dan pekerja
keras. Ah…terasa penisku semakin keras. Nenekpun memiringkan tubuhnya dan
menindih kakiku dengan kakinya yang lain hingga kakiku berada di antara kedua
kakinya. Saat dia mengelus-elus kepalaku, aku berpura-pura mendengkur. Lalu
tanganku turun meraba buritnya dari balik dasternya. Wooowwww…nenek tidak
memakai celana dalamnya. Sama seperti di atas, dia tidak memakai bra. Saat aku
meraba buritnya, nenek mengecup keningku dengan lembut.
“Wah…anak lanang…” katanya penuh kasih sayang.
Perlahan
tanganku merayap dan kini sudah berada di paha nenek. AKui sudah meraba celoah
buritnya.
“Heeehhh…ngelindur,” kata nenekku perlahan.
Aku mau tertawa, karena nenekku mengira aku sedang mengigau dalam tidurku yang pulas. Nenek menghentikan sapuannya pada kepalaku. Kini nenek sudah terbaring terlentang. Seiring dengan itu,tanganku sudah berada di bawahperutnya dan terkena jembutnya. Perlahan kuraba jembut itu dan nenek tampaknya diam. Dengan semakin berani, aku mengelus-elus jembut nenekku, sembari terus sesekali mengeluarkan suara dengkuranku yang teratur. Saat nenek mau mengangkat tanganku, aku mengeluarkan kata-kata:
” Nina
sayang…”
“La…nak lanang…nak lanang. Pacarmu namanya Nina…ya…?” kata nenek perlahan.
Aku sengaja
memanggil nama Nina teman sekelasku yang cantik kaya bidadari, karea aku memang
naksir padanya.
Tanganku terus menelusup ke lubang pagina nenek dan mempermainkan jariku di
sana. Nenek menjepitkan tanganku dengan kedua pahanya. Kini jariku sudah berada
didalam lubang nenek dan menyentuh sesuatu benda kecil. Aku merasakan nenek
menggelinjang dan mengeluarkan suara desissan. Perlahan, nenek merenggangkan
jepitannya pada tanganku. Aku semakin leluasa mempermainkan jariku di lubang
nenek. Aku merasa lubang itu semakin licin dan basah. Nenek pun selallu
mengeluarkan suara desisan. Dengan tak sabar, aku menaiki tubuh nenek. Dengan
kedua kakiku kukangkangkan paha nenek. Dengan cepat kupelorotkan celaa pendekku
bersama ceklana dalamku sekalian. Kuraba lubang nenek da kutuntun penisku
memasuki lubang nenek. Bleeesss, penisku begitu cepat memasuki lubang itu.
“Woooaalaahhh…” nenek menggumam.
Aku mulai
memompa penisku ke dalam lubang nenek. Setelah beberapa kali aku memompa
luibang nenek dengan penisku, aku merasakan nenek mulai merespons-ku. Nenek
sudah ikut menggerak-gerakkan tubuhnya dari bawah. Nenek mendesis. Aku semakin
semangat memberikan pompa penisku ke dalam lubangnya yang semakin basah, licin
dan hangat. Sambil memompa nenek, aku membayangkan sedang menyetubuhi Nina
gadis cantik sekelasku yang aku sudah jatuh cinta padanya.
“Nina…ninnnnaaaa….” kataku di telinga
nenek.
“Ayo goyang terus Nina sayang….” kataku.
Nenek justru mengikuti perintahku. Nenek mengoyang tubuhnya dari bawah dengan cepat. Kini nenek sudah menjepitkan kedua kakinya di pinggangku. AKu terus memompanya, sampai aku mencengkerang rambutnya. Nenek membalas memelukku dengan kuat. Aku sudah tak kuasa menahan gejolak dari dalam tubuhku. Kami saling berangkulan erat sekali.
Lalu…crrooootttt….crooot…crooottt…spermaku keluar dengan deras. Saat itu nenek pun bercericau :
”
ohhhh…sssstttt….aaahhhh….” dan aku pun merasakan ada cairan panas membasahi
penisku.
Nenek mulai melemaskan kedua kakinya dari jepitannya pada pinggangku. Penisku
pun mengecil dan lepas dari lubang pagina nenek. Perlahan, aku di tolaknya ke
sampingnya. Aku pun terus berpura-pura tidur. Nenek melap penisku dengan
dasternya dan memakaikan celanaku dengan rapi, lalu dia ke kamar mandi. AKu
mendengar suara air menceboki paginanya.
Setelah nenek kembali ke kamar , dia menyelimuti tubuhku dengan kasih sayang,
lalu dia tidur di sisiku.
Pagi-pagi, nenek membangunkanku untuk mandi, karean aku harus sekolah. Aku segera
mandi ke kamar mandi dan berpakaian sekolah. Sebelum ke sekolah, aku sarapan
dulu dengan nenek. Waktu makan nenek tersenyum dan berkata:
” Kamu sudah dewasa cah lanang, tak boleh tidur bersama nenek lagi, ya” katanya.
Aku diam dan
menundukkan kepala karean malu.
“Kamu baru beberapa bulan tinggal sama nenek, sudah punya pacar. Namanya Nina,
ya” tanya nenek. Aku merasa tersudut. Mungkin nenek menyindirku. Kuberanikan
diri menjawab.
“Kok nenek tahu pacarku Nina, nek?”
“Tadi malam kamu tidur mengigau, panggil-panggil nama Nina,” katanya.
AKu tersenyum
dan Nenek juga tersenyum sembari membelai tengkukku.
Selesai makan, aku jengambil tas sekolahku. Saat mau pergi sekolah aku
menyalami nenekkku dan mengatakan kepadanya:
” Nanti malam
kita ulangi lagi ya Nina sayang…” kataku tersenyum.
“Eh…berarti tadi malam kamu tidak mengigau ya,” kata nenek malu.
Aku diam saja dan pergi ke sekolah.
=====
Nek Wiwa, baru saja berangkat ke pasar untuk membeli kebutuhan kami selama seminggu. Aku duduk di ruang tamu menonton TV dengan memakai celana pendek. AKu bertelanjang dada, karean memang hari agak gerah. Mungkin baru 5 menit nek Wiwaku pergi. Tiba-tiba datang adik Nek Wiwa. Aku biasanya memanggilnya Nek Sumi. Nek Sumi adik bungsu nek Wiwa, Umurnya 36 7 tahun. Nek Sumi lebih dulu menjanda dari Nek Wiwa. Ketiga anaknya sudah menikah semua dan tinggal jauh darinya. ANtara Nek Wiwa dan adik bungsunya Nek Sumi tak pernah akur. Nek Sumi hidup sesuka hatinya saja. Rumah mereka bersebelahan, hanya dibatasi oleh dinding papan saja.
Pimtu langsung
terbuka dan Nek Sumi langsung masuk, kemudian menutup pintu dan menguncinya.
Tatapan matanya tajam.
“Ada apa Nek?” tanyaku. Tak biasanya dia datang ke rumah Nek Wiwa.
“Ada apa? AKu yang harus tanya. Enak ya negtonti nenekmu itu? Hayo jawab,”
katanya membentak. AKu terkejut sekali.
“Siapa yang negntot nek,” tanyaku tak kalah sengit dengam ucapan kotor itu.
“Apa kamu pikir aku tak lihat semua dari balik kamarku. Apa mataku buta. Apa
telingaku budeg? Hayo jawab!” katanya.
AKu jadi tak
segan lagi padanya dengan caranya yang judes itu. Dia memang terkenal judes,
sampai-sampai di desakitu itu sulit dia mendapatkan teman. Orang masih segan
kepada Nek Wiwa, hingga orang masih menghargainya.
“Kalau kami ngentot, nek Sumi mau apa?” tanyaku menantang.
Kalau dia
lapor kepada orang lain, pasti oranmg tak percaya, karean dia memang suka
banyak cakap dan suka menyakiti orang lain. Nek Sumi jauh lebih putih dari nek
Wiwa, ennek ibu dari emakku itu. Tubuhnya lebih sintal dan wajahnya sedikit
lebih cantik dengan bibirnya yang mungil.
Nek Sumi ditantang seperti itu bukannya surut, malah mendatangiku. Dia langsung
naik kepangkuanku dan memelukku dan menciumi bibirku. Dia buka dasternya dan
mengeluarkan teteknya.
“Ini tetekku, lebih baik dari tetek nenekmu itu,” katanya judes.
Dia sudorkan
pentil teteknya ke mulutku. Mulanya aku ragu. Tapi sudah kepalang, aku
mengecupnya dan mempermainkan lidahku di pentil teteknya itu. Langsung saja Nek
Sumi membuka dasternya dan dia telanjang dipangkuanku. Dengan cepat dia membuka
celana pendekku, lalu dia jilati Penisku. Dengan cepat penisku berdiri.
“Mana lebih enak jilatanku dari nenekmu itu,” katanya menceracau.
Aku tak
tinggal diam. Aku juga meremas-remas teteknya. Serangan itu begitu tiba-tiba,
membuat aku seperti tak diberi kesempatan untuk membalas. Aku ditidurkannya di
atas sofa. Setelah aku terlentang, diakngkanginya mukaku. Lalu dia sodorkan
paginanya ke mulutku.
“LIdahmu dijulukan saja. Jangan digerak-gerakkan,” katanya setengah membentak.
AKu
mengikutinya. Kujulurkan lidahku tegak ke atas. Nek Sumi mempermainkan pingunya
dan memutar-mutar pinggulnya. Kemudian dia berdiri setelah puas memutar-mutar
pinggulnya. Kini dia memasukkan penisku ke lubang paginanya dan menakan dari
atas. Di raihnya kedua tanganku untuka meremas teteknya yang masih kenyal itu.
Nek Sumi dan Nek Wiwa, memang dikenal itu pembuat jamu. Sedangkan Nek Wiwa,
adalah seorang dukun beranak di kampung itu.
Nek Sumi tak memberiku kesempatan untuk ikut bermain. Dia yang bermain sendiri,
sementara aku mengikuti saja. Tak lama, Nek Sumi mendesah. Akhhhhaaaaahhhhh…..
Aku merasakan kepala penisku basah oleh lelehan kental dari lubang pagina Nek
Sumi. Tak lama, Nek Sumi mencabut paginanya dari penisku. AKu masih melihat
lelehan itu di pahanya. Dengan cepat dia memakai dasternya lalu merapikan
rambutnya dengan tangan dan membuka pintu. Dia keluar dan menghempaskan pintu,
tanpa sepatah kata pun juga. Bajingan, kata hatiku. Dia mau puas sendiri. Aku
duduk memakai celanaku dan bengong. Aku segera ke kamar mandi membersihkan
penisku. Saat aku memberishkan penisku, dari sebuah celah di kamar mandi Nek
SUmi setengah berbisik:
” Enak kan?”
Dia tak menunggu jawabanku. Dia pergi seteleha mengucapkan kata itu.Aku kembali ke ruang tamu. Satu jam kemudian, nenekku datang naik beca dengan membawa beberapa kebutuhan kami. Dia membeli dua bungkus nasi untuk makan kami. Aku membantu mengangkati barang-barang bawaannya. kemudian kami makan. Seusai makan, Nek Wiwa mengatakan, sebentar lagi Pak Min datang menimbang hasil panen. Kami bersiap meu segara ke sawah. Saat itu, Nek Sumi berteriak dari rumahnya dis ebelah rumah Nek Wiwa. Dia minta tolong membetulkan bola lampu. AKu memandang Nek Wiwa. Nek Wiwa mengatakan silahkan dibantu dan segera pulang dan membawa beberapa goni. Aku ke rumah Nek Sumi. Begitu aku masuk, dia langsung mendudukkan aku di atas kursi. Dia membuka celanaku dan mengisapi penisku. Gila! Benar-benar gila, pikirku. Dia tak perduli. Penisku dijilatinya sampai berdiri. Setelah berdiri, dia naik ke pangkuanku dan jongkok di sana, lalu memasukkan penisku ke dalam paginanya dan menggoyang-goyanya. AKu sangat takut ketahuan pada Nek Wiwa-ku.
“Jangan takut, dia tidak akan berani datang ke rumahku,” katanya pasti.
Nek Sumi terus
menggoyang pinggulnya sampai akhirnya dia memelukku kuat sekali dan mendesis. “Ssssstttttt.”Dia sudah orgasme. Lalu dicabutnya vaginanya dari penisku dan menurunkan
dasternya.
“Sudah pigi sana. Kamu bantu nenekmu!” katanya meninggalkan aku.
Akupunkeluar
dari rumahnya. AKu mengambil goni untuk kubawa ke sawah. Aku dan Nek Wiwa pergi
meninggalkan rumah menuju sawah. Di sana sudah menunggu Pak Min, juga Nek Sumi
sudah berada di sawahnya. Sawah Nek Wiwa dan Nek Sumi hanya dibatasi pematang
saja. Sementara dangau dan gubuk mereka kongsi. Nek SUmi sesuka hatinya saja mengambil
apa saja dari dangau/gubuk Nek Wiwa. Aku mengawasi. Lumayan juga. Belum separoh
dipanen, Nek Wiwa sudah mendapatkan uangnya. Sementara di sawah masih banyak
padi yang belum dipanen. Selesai penimbangan, nek Wiwa minta izin padaku agar
meneruskan pekerjaan panen, karena dia akan ikut pak Min untuka menerima
uangnya di rumah pak Min. Aku setuju. Karean besok, minggu (Ahad) aku akan
diberikan uang untuk membeli tas dan sepatu untuk keperluan sekolah. Aku senang
sekali. Saat Nek Wiwa pergi, saat itu juga nek Sumi datang ke dangau/gubuk
kecil itu. Mereka berpapasan di pematang sawah yang sempit. Aku melihat Nek
Wiwa mengalah turun dari pematang sawah dan Nek SUmi melenggong dengan
entengnya di atas pematang sawah. Gila, pikirku. Kepada kakak kandung sendiri
tak mau mengalah.
Bari 30 meter nek Wiwa meninggalkanku. Tiba-tiba saja Nek Sumi mendorong
tubuhku di amben dangau. Aku terlentang dibuatnya. Dengan cepat dipelorotinya
celana pendekku dan mulutny langsung mebgisap penisku dan menjilatinya sampai
berdiri tegak dan keras. Bukan itu saja, lubang duburku juga dijilati, membuat
aku menggelinjang nikmat. Dia naikkan kain sarungnya. Dia tidak memakai celana
dalam. Langsung saja dia memasukkan penisku ke lubang paginanya. Tanpa sepatah
katapun, dia memutar-mutar pinggulnya, membuat penisku meradsa nikmat sekali.
Hanya ada 4 menit, Nek Sumipun memelukku dan menciumi bibirku dan mempermainkan
lidahku. Dia memelukku erat sekali, sampai aku merasakan penisku hangat
dilumasi oleh lendir hangatnya.
Tak lama setelah itu, dia bangkit dan mencabut paginanya serta menurunkan klain
sarungnya dan pergi dengan senyum ke sawahnya.
“Nanti
lagi…ya,” katanya pergi melengos. Benar-benar bajingan. Aku duduk termenung.
Dari pematang sawah dia berdiri dan panen tak jauh dari gubuk.
“Enak tenaaaannnn,” katanya tersenyum kepadaku.
“Penasarankan. Nanti kalau ada kesempatan, aku berikan kamu yang paling
nikmat,” katanya pula sambil tersenyum.
Orang-orang
tak perduli dan mengerjakan panennya dari sawahnya masing-masing. Mereka
berpikir toh, aku cucu Nek SUmi juga.
Tak lama nenekku datang. Dia menunjukkan uang yang diterimanya. Dia pamit lagi
pulang ke rumah untuk menyimpan uang dan memintaku menyiapkan semuanya untuk
menyusulnya, terlebih hari juga mau senja. AKu setuju. Kukemasi apa yang perlu
dibawa. Nek Wiwa sudah pergi meninggalkan kami. Entah dari mana datangnya, Nek
SUmi sudah bverada dekatku. AKu dipeluknya dari belakang.
“Kamu belum puas ya,” katanya lalu menunggingkan tubuhnya dan memintaku
mengentotinya dari belakang dengan gaya goggystyle.
Penisku belum
hidup. Nanti sja, kataku dan bersiap-siap mau pulang. Nek Sumi tak
mengizinkannya. Dia kembali mengulum penisku setelah memelorotkan celanaku.
Setelah penisku beridiri
kembali dia menungging dan memintaku memasukkan penisku dari belakabng. AKu
berdiri dan memasukkan penisku dan m,enggoyangnya. Dia minta aku diam saja,
biar dia yang mengemutnya. Terasa penisku diemut-emut olehDi sekolah, rasanya aku ingin
cepat kembali pulang. Kejadian tadi malam terasa bagitu indah bagiku. Aku telah
bersetubuh untuk pertama kali dengan nenekku. Aku ingin mengulanginya kembali,
tapi tidak dengan berpura mengigau. Dengan kenyataan. AKu sedang berpikir keras
bagaimana caranya. Tapi aku harus berani. Toh nenek tidak akan melaporkanku
kepda emak dan ayahku, karean aku cucu kesayangannya dan nenek pasti malu
melaporkannya.
Sesampai di rumah, aku langsung makan, Kemudian aku menyusul nenek ke ladang.
Nenek sedang panen padi, jadi aku harus membantunya. Benar saja, nenek sedang
sibuk memanen padinya dan aku segera turun tangan. Tanpa disuruh aku
mengerjakan apa yang harus kukerjakan dengan baik. Nenek senang sekali aku
selalu membantunya dalam berbagai pekerjaan apa saja.
Matahari mulai
bersender ke arah barat. Suara adzan sudah terdengar. Kami bersiap untuk pulang
dan aku akan memikul panenan nenek sebagian, dan sebagian lagi kami tinggal di
dangau. Tidak akan hilang, karena orang kampung selalu berbuat seperti itu.
Setiba di rumah, aku segera mandi membersihkan diriku dan nenek bersiap
menyediakan hidangan makan malam kami.
Pukul 20.00, kami makan malam bersama. Seusai makan, nenek membersihkan meja
makan dan mencuci piring ke dapur sementara aku menonton TV acara kesayanganku.
“Besok, panen kita sudah bisa dijual sebagian. Aku sudah panggil pak Min untuk
membelinya,” kata nenek.
Aku minta
nenek tidak menjualnya sebelum aku datang, biar aku ikut menyaksikan pak Min
menimbang padi yang sudah di panen. AKu tak mau nenek ditokohi pak Min yang
lintah darat itu. Nenek tersenyu dan menyetujuinya.
Pukul 22.00 nenek minta izin tidur duluan. Aku segera mematikan TV dan
mengatakan mau tidur juga karena kelelehan. Aku menyusul nenek ke kamar. Tapi
kata nenek sejak malam itu, aku tak boleh lagi tidur dengannya. Aku berkeras
harus tidur dengan nenek.
“Aku tak mau ditiduri seperti tadi malam. Ternyata kamu tidak mengigau,” kata
nenek marah.
“Apa bedanya mengigau dengan tidak mengigau. Yang jelas aku kepingin…” kataku
berkeras. Kudorong nenek ke dalam kamar, lalu kukunci pintu.
“Cah…lanang….(begitu nenek selalu
memanggilku) aku ini nenekmu,” katanya.
AKu tak
menjawab. AKu langsung memeluknya dan memaksa mengecup bibirnya, seperti yang
selalu kami diskusikan dengan teman-teman, bagaimana cara beciuman dengan
perempuan. Aku memang sejak dari kamar mandi hanya memakai celana pendek
longgar dan T-shirt saja, tanpa celana dalam. Kupeluk nenek dan kuciumi
bibirnya. Kuraba teteknya yang tidak memakai bra. Kutelusuri burotnya, ternyata
juga tidak memakai celana dalam. AKu terus meraba teteknya dan meremas-remasnya
sembari terus menjulurkan lidahku ke dalam mulutnya. Dari ujung bawah
dastrernya kunaikkan daster itu. Dengan setengah paksa, kulepas daster nenjek,
sampai nenek telanjang.
“Eh…kamu…” kata nenek membentakku.
Aku tak perduli. Toh dia sudah telanjang di hadapanku. Sambil terus menciuminya dan meraba teteknya, sebelah tanganku melorotkan celanaku sampai lepas. Kini tinggal T-Shirt ku dan tak lama, juga sudah kulepas. Kini aku dan nenek sudah telanjang bulat.
Berkat jamu
ramuan nenekku, teteknya masih terasa kenyal dan tubuhnya juga masih terasa
padat. AKu menjilati leher nenek lalu aku menisap teteknya. Aaaahhhh…..katanya
mendesis. AKu terus melakukannya, sampai nenek mulai memelukku dan tanganku
sebelah sudah meraba-raba paginanya.
Perlahan, aku menggiring nenek ke tempat tidur dan menidurkannya di tempat
tidur. Aku masih berdiri di sisi tempat tidur. KIni lidahku sudah menjilati
perut nenek sembari tanganku sebelah masih terus meremas teteknya. Lidahku
turun ke pusatnya dan terus ke bawah sampai ke jembutnya. Lalu kukangkangkan kedua
kakinya dan menjilati paginanya.
“Ah…jangaaaannn….jjijik…” kata nenek.
Rupanya antara nenek dan kakek dulu tak pernah melakukan oral seks pikirku. Dasar wong ndeso. AKu tak perduli dan terus memasukkan lidahku ke dalam paginanya, tempat darimana emakku dulu dilahirkan. Nenek menjambak rambutku dan menekan kepalaku ke dalam paginanya. Kedua kakinya sudah berada di punggungku melalui bahuku. AKu terus menjilatinya. Sampai pagina itu basah. Dan nenek mendeswis-desis dan berkata:
” sudah…dimasukkan saja..ce…ccceee…paaaatttt,” pintanya.
Aku senang atas permintaan nenekku itu. AKu langsung menaiki tubuhnya dan kuraih tangan nenek untuk menggenggam kontolku dan meletakkan persis di lubang paginanya. Begitu tepat, aku tinggal menekan saja.
Blesss….kontolku memasuki liang nenekku.
“Oh….” hanya
itu yang keluar dari mulut nenekku. Lalu nenek mulai mengoyang tubuhnya dari
bawah, sementara aku menciumi bibirnya dengan gemas. Nenek mengarahkan mulutku
untuk mengisap teteknya dan melapaskan bibirku dari bibirnya. AKua mengikuti
kehendak nenekku tersayang itu. Aku mengisap-isap tetek nenek dan mengigitnya
perlahan-lahan membuat nenek kembali mendesis-desis kayak suara ular. Denagn
sekuat tenaganya, nenek membalikkan tubuhku. Kini posisiku sudah berada di
bawah nenek. Nenek duduk dengan mengangkangkan kedua kakinya di sisi tubuhku.
Dia duduk di atasku, dengan kontolku tertanam dalam di dalam paginanya. Nenek
meletakkan kedua tangannya di dadaku dan dia dengan buasnya
mengguyang-goyangkan buritnya, membuat kontolku menyentuh-nyentuh bagian yang
terdalam di dalam liangnya. Kugenggam kedua teteknya dari bawah dan
kuremas-remah.
“Remas yang kuat sayang,” katanya. Aku melakukannya, sementara nenek terus
menggiyang-goyang buritnya di atas tubuhku. Mulutnya terus mengeluarkan suara desisan…sssstttt….ssssttttt…aaaahhhhhhhsssss
tttt…wwooohhhh.
Aku tak mengerti arti desisan itu. Yang kutahu nenek sedang menikmati
persetubuhan kami. Tiba-tiba nenek menjerit agar kuat.
Aaaaaaaaahhhhhhh!!!!
Dia berhenti menggoyang tubuhnya dan menekan kuat-kuat buritnya, membuat
kontolku benar-benar tersandung sesuatu di dalam sana. Lelehan lendir panas
membasahi kontolku. Setelah itu nenek rebah di atas tubuhku dengan lemas.
Kini aku yang membalikkan tubuh nenek. Dan nenek sudah berada di bawah tubuhku.
Kuangkau kedua kakiknya di bahuku. aku mulai menggoyang kontolku maju-mundur.
Aku melihat kedua tetek nenek ikut bergoyang-goyang. Nenek masih lemas tak
mampu memberikan perlawanan apa-apa. Nafasnya tersengal-sengal. Aku harus cepat
mengakhirinya. Kata orang, kalau terlalu capek bersetubuh, justru jantung bisa
berhenti berdenyut. Dan…aku melepaskan spermaku beberapa kali di dalam liang
nenek.
Kini aku yang memeluk nenek. Setelah 10 menit, kami sama-sama membersihkan diri
ke kamar mandi. Lalu kami tidur pulas dengan telanjang ditutupi selimut.
Entah kenapa, tengah malam aku terbangun. Gesekan kulit kami, membuat kontolku
bangun lagi. Maklumlah ketika itu usiaku baru 16 tahun, masih mau-maunya.
Perlahan kubuka selimut dan kukangkangkan kedua kaki nenekku. Lalu perlahan
kumasukkan kontolku dan memompanya. Aku mendengar suara dengkur nenekku keras
sekali. Aku tak perduli dan terus memompanya dengan cepat sampai sampai
akhirnya nenekku terbangun.
“Oh…kamu ngentoti nenek lagi?” tanya nenek. Aku diam saja dan terus memompanya.
“Nenek capek…” katanya.
“Enggak apa-apa nek. Nenek diam saja,” kataku.
Dan nenek pun
memejamkan matanya. Aku terus memompanya. Nenek hanya mengeluarkan desis-desis
halus saja. Nyatanya nenek menikmati juga, pikirku. Sampai akhirnya aku
mengeluarkan spermaku lagi di liang nenek.
Paginya setelah mandi, aku langsung sarapan. Nenek duduk disampingku.
“Awas, kalau kamu cerita kepda orang lain. Nenek sudah tua. Nenek malu,”
katanya.
Aku meganguk
pelan tanda setuju. Seusai makan, aku ke kamar mengganti pakaian. Ternyata
nenek sedang bertelanjang bulat, mau memakai dasternya. AKu tak tahan
melihatnya telanjang. Aku memeluknya dari belakang dan menjilati tengkuknya.
Dari belakang aku meremas-remas teteknya.
“Sudah…nanti malam lagi. Nenek mau ke pasar belanja keperluan kita minggu ini,”
katanya.
AKu tak
perduli. Aku terus menciuminya dari belakang. Kulepas handuk yang melilit
tubuhku, hingga aku telanjang bulat juga jadinya. Akhirnya nenekku menyerah dan
membalikan tubuhku serta memelukku. Kami berpelukan dan saling memagut dan
lidah kami sudah bermain di dalam dailam rongga mulut nenekku. Kutuntun nenek
ke tempat tidur da aku merebahkan diriku. Kuminta nenek untuk mengisap
kontolku. Mulanya nenekku yang wong ndeso itu tidak mau. Kubujuk agar dia mau.
Nenekku mengalah dan mencoba mengulum kontolku dan menjilatinya sampai akhirnya
dia memasukkan semua kontolku ke dalam mu;lutnya. AKu kegelian, sesuai apa yang
selalu aku dengar dari teman-temanku. NIkmat sekali. Karean baru pertama akali
kontolku diisap-isap begitu, aku tak mampu menahan nafsuku. Aku melepaskan
spermaku di dalam mulut nenekku. Banyak sekali dan memintanya untuk menelannya.
Nenek mengikuki.
“Sudah…” katanya tersenyum.
Aku tersenyum
juga. Katanya nenek segera ke pasar membeli kebutuhan kami seminggu dan membeli
ramuan jamu, agar dia tidak hamil. Umur 49 tahun masih bisa hamil, karena haid
nenekku katanya, masih lancar. Nenek pun pergi ke pasar. Karean sudah
terlambat, aku minta izin untuk tidak sekolah hari itu. Nenek mengizinkanku
bolos tapi satu hari itu saja. Awas kalau bolos di hari-hari lain, ancamnya
sembari pergi meninggalkanku sendirian di rumah. paginanya. Luar biasa memang,
Nek SUmi ahli dalam hal ini. Tak lama, aku memang mengeluarkan spermaku banyak
sekali dan nikmat.
Aku pulang ke rumah dengan membawa berbagai keperluan.
Ketika aku mandi, Nek Sumi datang lagi dan berbisik dari celah-celah dinding.
“Nanti nenekmu akan menolong orang melahirkan. Kamu jangan kunci pintu
berlakang ya,” katanya dan pergi seperti setan.
TAMAT