Tante Nita Yang Kesepian
Menginjak
tahun kedua kuliah, aku bermaksud pindah tempat kos yang lebih baik. Ini biasa,
mahasiswa tahun pertama pasti dapat tempat kos yang asal-asalan. Baru tahun
berikutnya mereka bisa mendapat tempat kos yang lebih sesuai selera dan
kebutuhan. Setelah "hunting" yang cukup melelahkan akhirnya aku
mendapatkan tempat kos yang cukup nyaman di daerah Dago Utara. Untuk ukuran
Bandung sekalipun, daerah ini termasuk sangat dingin apalagi di waktu malam.
Kamar kosku berupa paviliun yang terpisah dari rumah utama. Ada dua kamar, yang
bagian depan diisi oleh Sahat, mahasiswa kedokteran yang kutu buku dan rada
cuek. Aku sendiri dapat yang bagian belakang, dekat dengan rumah utama.
Bapak kosku, Om Rahmat adalah seorang dosen senior di beberapa perguruan
tinggi. Istrinya, Tante Nita, wanita yang cukup menarik meskipun tidak terlalu
cantik. Tingginya sekitar 163 cm dengan perawakan yang sedang, tidak kurus dan
tidak gemuk. Untuk ukuran seorang wanita dengan 2 anak, tubuh Tante Nita cukup
terawat dengan baik dan tampak awet muda meski sudah berusia di atas 40 tahun.
Maklumlah, Tante Nita rajin ikut kelas aerobik. Kedua anak mereka kuliah di
luar negeri dan hanya pulang pada akhir tahun ajaran.
Karena kesibukannya sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi, Om Rahmat agak
jarang di rumah. Tapi Tante Nita cukup ramah dan sering mengajak kami ngobrol
pada saat-saat luang sehingga aku pribadi merasa betah tinggal di rumahnya.
Mungkin karena Sahat agak cuek dan selalu sibuk dengan kuliahnya, Tante Nita
akhirnya lebih akrab denganku. Aku sendiri sampai saat itu belum pernah
berpikir untuk lebih jauh dari sekedar teman ngobrol dan curhat. Tapi rupanya
tidak demikian dengan Tante Nita...
"Doni, kamu masih ada kuliah hari ini?", tanya Tante Nita suatu hari.
"Enggak tante... "
"Kalau
begitu bisa anterin tante ke aerobik?" "Oh, bisa tante... "
Tante Nita tampak seksi dengan pakaian aerobiknya, lekuk-lekuk tubuhnya
terlihat dengan jelas. Kamipun meluncur menuju tempat aerobik dengan
menggunakan mobil Kijang Putih milik Tante Nita. Di sepanjang jalan Tante Nita
banyak mengeluh tentang Om Rahmat yang semakin jarang di rumah.
"Om Rahmat itu egois dan gila kerja, padahal gajinya sudah lebih dari
cukup tapi terus saja menerima ditawari jadi dosen tamu dimana-mana... "
"Yach, sabar aja tante... itu semua khan demi tante dan anak-anak juga," kataku mencoba menghibur.
"Ah...
Doni, kalau orang sudah berumah tangga, kebutuhan itu bukan cuma materi, tapi
juga yang lain. Dan itu yang sangat kurang tante dapatkan dari Om."
Tiba-tiba tangan Tante Nita menyentuh paha kiriku dengan lembut,
"Biarpun
begini, tante juga seorang wanita yang butuh belaian seorang laki-laki... tante
masih butuh itu dan sayangnya Om kurang peduli."
Aku menoleh sejenak dan kulihat Tante Nita menatapku dengan tersenyum. Tante
Nita terus mengelus-elus pahaku di sepanjang perjalanan. Aku tidak berani
bereaksi apa-apa kecuali, takut membuat Tante Nita tersinggung atau disangka
kurang ajar.
Keluar dari kelas aerobik sekitar jam 4 sore, Tante Nita tampak segar dan
bersemangat. Tubuhnya yang lembab karena keringat membuatnya tampak lebih
seksi.
"Don, waktu latihan tadi tadi punggung tante agak terkilir... kamu bisa
tolong pijitin tante khan?" katanya sambil menutup pintu mobil.
"Iya... sedikit-sedikit bisa tante," kataku sambil mengangguk.
Aku mulai
merasa Tante Nita menginginkan yang lebih jauh dari sekadar teman ngobrol dan
curhat. Terus terang ini suatu pengalaman baru bagiku dan aku tidak tahu
bagaimana harus menyikapinya. Sepanjang jalan pulang kami tidak banyak bicara,
kami sibuk dengan pikiran dan khayalan masing-masing tentang apa yang mungkin
terjadi nanti.
Setelah sampai di rumah, Tante Nita langsung mengajakku ke kamarnya. Dikuncinya
pintu kamar dan kemudian Tante Nita langsung mandi. Entah sengaja atau tidak,
pintu kamar mandinya dibiarkan sedikit terbuka. Jelas Tante Nita sudah
memberiku lampu kuning untuk melakukan apapun yang diinginkan seorang laki-laki
pada wanita. Tetapi aku masih tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya terduduk
diam di kursi meja rias.
"Doni sayang... tolong ambilkan handuk dong... " nada suara Tante
Nita mulai manja.
Lalu kuambil handuk dari gantungan dan tanganku kusodorkan melalui pintu sambil
berusaha untuk tidak melihat Tante Nita secara langsung. Sebenarnya ini
tindakan bodoh, toh Tante Nita sendiri sudah memberi tanda lalu kenapa aku
masih malu-malu? Aku betul-betul salah tingkah. Tidak berapa lama kemudian
Tante Nita keluar dari kamar mandi dengan tubuh dililit handuk dari dada sampai
paha. Baru kali ini aku melihat Tante Nita dalam keadaan seperti ini, aku mulai
terangsang dan sedikit bengong. Tante Nita hanya tersenyum melihat tingkah
lakuku yang serba kikuk melihat keadaannya.
"Nah, sekarang kamu pijitin tante ya... ini pakai body-lotion... "
katanya sambil berbaring tengkurap di tempat tidur. Dibukanya lilitan handuknya
sehingga hanya tertinggal BH dan CD-nya saja. Aku mulai menuangkan body-lotion
ke punggung Tante Nita dan mulai memijit daerah punggungnya.
"Tante, bagian mana yang sakit... " tanyaku berlagak polos.
"Semuanya
sayang... semuanya... dari atas sampai ke bawah. Bagian depan juga sakit lho...
nanti Doni pijit ya... " kata Tante Nita sambil tersenyum nakal.
Aku terus memijit punggung Tante Nita, sementara itu aku merasakan penisku
mulai membesar. Aku berpikir sekarang saatnya menanggapi ajakan Tante Nita
dengan aktif. Seumur hidupku baru kali inilah aku berkesempatan menyetubuhi
seorang wanita. Meskipun demikian dari film-film BF yang pernah kutonton
sedikit banyak aku tahu apa yang harus kuperbuat... dan yang paling penting
ikuti saja naluri...
"Tante sayang... , tali BH-nya boleh kubuka?" kataku sambil mengelus
pundaknya. .
Tante Nita
menatapku sambil tersenyum dan mengangguk. Aku tahu betul Tante Nita sama
sekali tidak sakit ataupun cedera, acara pijat ini cuma sarana untuk mengajakku
bercinta. Setelah tali BH-nya kubuka perlahan-lahan kuarahkan kedua tanganku
ke-arah payudaranya. Dengan hati-hati kuremas-remas payudaranya... ahh lembut
dan empuk. Tante Nita bereaksi, ia mulai terangsang dan pandangan matanya
menatapku dengan sayu. Kualihkan tanganku ke bagian bawah, kuselipkan kedua
tanganku ke dalam celana dalamnya sambil pelan-pelan kuremas kedua pantatnya
selama beberapa saat. Tante Nita dengan pasrah membiarkan aku mengeksplorasi
tubuhnya. Kini tanganku mulai berani menjelajahi juga bagian depannya sambil
mengusap-usap daerah sekitar vaginanya dengan lembut. Jantungku brdebar kencang,
inilah pertamakalinya aku menyentuh vagina wanita dewasa... Perlahan tapi pasti
kupelorotkan celana dalam Tante Nita.
Sekarang tubuh Tante Nita tertelungkup di tempat tidur tanpa selembar
benangpun... sungguh suatu pemandangan yang indah. Aku kagum sekaligus
terangsang. Ingin rasanya segera menancapkan batang kemaluanku ke dalam lubang
kewanitaannya. Aku memejamkan mata dan mencoba bernafas perlahan untuk
mengontrol emosiku.
Seranganku berlanjut, kuselipkan tanganku diantara kedua pahanya dan kurasakan
rambut kemaluannya yang cukup lebat. Jari tengahku mulai menjelajahi celah
sempit dan basah yang ada di sana. Hangat sekali raanya. Kurasakan nafas Tante
Nita mulai berat, tampaknya dia makin terangsang oleh perbuatanku.
"Mmhh... Doni... kamu nakal ya... " katanya. "Tapi tante suka
khan... ?"
"Mmhh...
terusin Don... terusin... tante suka sekali."
Jariku terus bergerilya di belahan vaginanya yang terasa lembut seperti sutra,
dan akhirnya ujung jariku mulai menyentuh daging yang berbentuk bulat seperti kacang
tapi kenyal seperti moci Cianjur. Itu klitoris Tante Nita. Dengan gerakan
memutar yang lembut kupermainkan klitorisnya dengan jariku dan diapun mulai
menggelinjang keenakan. Kurasakan tubuhnya sedikit bergetar tidak teratur.
Sementara itu aku juga sudah semakin terangsang, dengan agak terburu-buru
pakaiankupun kubuka satu-persatu hingga tidak ada selembar benangpun menutup
tubuhku, sama seperti Tante Nita.
Kukecup leher Tante Nita dan dengan perlahan kubalikkan tubuhnya. Sesaat
kupandangi keindahan tubuhnya yang seksi. Payudaranya cukup berisi dan tampak
kencang dengan putingnya yang berwarna kecoklatan memberi pesona keindahan
tersendiri. Tubuhnya putih mulus dan nyaris tanpa lemak, sungguh-sungguh Tante
Nita pandai merawat tubuhnya. Diantara kedua pahanya tampak bulu-bulu kemaluan
yang agak basah, entah karena baru mandi atau karena cairan lain. Sementara itu
belahan vaginanya samar-samar tampak di balik bulu-bulu tersebut. Aku tidak
habis pikir bagaimana mungkin suaminya bisa sering meninggalkannya dan
mengabaikan keindahan seperti ini.
"Tante seksi sekali... " kataku terus terang memujinya. Kelihatan
wajahnya langsung memerah.
"Ah...
bisa aja kamu merayu tante... kamu juga seksi lho Don... lihat tuh burungmu
sudah siap tempur... ayo jangan bengong gitu... terusin pijat seluruh badan
tante... ," kata Tante Nita sambil tersenyum memperhatikan penisku yang
sudah mengeras dan mendongak ke atas.
Aku mulai menjilati payudara Tante Nita sementara itu tangan kananku
perlahan-lahan mempermainkan vagina dan klitorisnya. Kujilati kedua bukit
payudaranya dan sesekali kuhisap serta kuemut putingnya dengan lembut sambil
kupermainkan dengan lidahku. Tante Nita tampak sangat menikmati permainan ini
sementara tangannya meraba dan mempermainkan penisku.
Aku ingin sekali menjilati kewanitaan Tante Nita seperti dalam adegan film BF
yag pernah kutonton. Perlahan-lahan aku mengubah posisiku, sekarang aku
berlutut di atas tempat tidur diantara kedua kaki Tante Nita. Dengan perlahan
kubuka pahanya dan kulihat belahan vaginanya tampak merah dan basah. Dengan
kedua ibu jariku kubuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang kewanitaan Tante
Nita yang sudah menanti untuk dipuaskan, sementara itu klitorisnya tampak
menyembul indah di bagian atas vaginanya. Tanpa menunggu komando aku langsung
mengarahkan mulutku ke arah vagina Tante Nita. Kujilati bibir vaginanya dan
kemudian kumasukkan lidahku ke liang vaginanya yang terasa lembut dan basah.
"Mmhhh...
aahhh" desahan nikmat keluar dari mulut Tante Nita saat lidahku menjilati
klitorisnya. Sesekali klitorisnya kuemut dengan kedua bibirku sambil
kupermainkan dengan lidah. Aroma khas vagina wanita dan kehangatannya membuatku
makin bersemangat, sementara itu Tante Nita terus mendesah-desah keenakan.
Sesekali jari tanganku ikut membantu masuk ke dalam lubang vaginanya.
"Aduuh... Donii... enak sekali sayang... iya sayang... yang itu enak...
emmhh ... terus sayang... pelan-pelan sayang... iya... gitu sayang... terus...
aduuh... aahh... mmhh... " katanya mencoba membimbingku sambil kedua tangannya
terus menekan kepalaku ke s*****kangannya. Tidak berapa lama kemudian pinggul
Tante Nita mulai berkedut-kedut, gerakannya terasa makin bertenaga, lalu
pinggulnya maju-mundur dan berputar-putar tak terkendali. Sementara itu kedua
tangannya semakin keras mencengkeram rambutku.
"Doni... Tante mau keluaar... aah... uuh... aahh... oooh... adduuh...
sayaaang... Doniiii... terus jilat itu Don... teruus... aduuuh... aduuuh...
tante keluaaar... "
Bersamaan
dengan itu kepalaku dijepit oleh kedua pahanya sementara lidah dan bibirku
terus terbenam menikmati kehangatan klitoris dan vaginanya yang tiba-tiba
dibanjiri oleh cairan orgasmenya. Beberapa saat tubuh Tante Nita meregang dalam
kenikmatan dan akhirnya terkulai lemas sambil matanya terpejam. Tampak bibir vaginanya
yang merah merekah berdenyut-denyut dan basah penuh cairan.
"Doni... enak banget... sudah lama tante nggak ngerasain yang seperti
ini... " katanya perlahan sambil membuka mata. Aku langsung merebahkan
diri di samping Tante Nita, kubelai rambut Tante Nita lalu bibir kami beradu
dalam percumbuan yang penuh nafsu. Kedua lidah kami saling melilit,
perlahan-lahan tanganku meraba dan mempermainkan pentil dan payudaranya. Tidak
berapa lama kemudian tampaknya Tante Nita sudah mulai naik lagi. Nafasnya mulai
memburu dan tangannya meraba-raba penisku dan meremas-remas kedua buah bola
pingpongku.
"Doni sayang... sekarang gantian tante yang bikin kamu puas ya... "
katanya sambil mengarahkan kepalanya ke arah s*****kanganku. Tidak berapa lama
kemudian Tante Nita mulai menjilati penisku, mulai dari arah pangkal kemudian
perlahan-lahan sampai ke ujung. Dipermainkannya kepala penisku dengan lidahnya.
Wow... nikmat sekali rasanya... tanpa sadar aku mulai melenguh-lenguh keenakan.
Kemudian seluruh penisku dimasukkan ke dalam mulutnya. Tante Nita mengemut dan
sekaligus mempermainkan batang kemaluanku dengan lidahnya. Kadang dihisapnya
penisku kuat-kuat sehingga tampak pipinya cekung. Kurasakan permainan oral
Tante Nita sungguh luar biasa, sementara dia mengulum penisku dengan penuh
nafsu seluruh tubuhku mulai bergetar menahan nikmat. Aku merasakan penisku
mengeras dan membesar lebih dari biasanya, aku ingin mengeluarkan seluruh
isinya ke dalam vagina Tante Nita. Aku sangat ingin merasakan nikmatnya vagina
seorang wanita untuk pertama kali...
"Tante... Doni pengen masukin ke punya tante... " kataku sambil
mencoba melepaskan penisku dari mulutnya. Tante Nita mengangguk setuju, lalu ia
membiarkan penisku keluar dari mulutnya.
"Terserah
Doni sayang... keluarin aja semua isinya ke dalam veggie tante... tante juga
udah pengen banget ngerasain punya kamu di dalam sini... "
Perlahan kurebahkan Tante Nita disebelahku, Tante Nita langsung membuka kedua
pahanya mempersilahkan penisku masuk. Samar-samar kulihat belahan vaginanya
yang merah. Dengan perlahan kubuka belahan vaginanya dan tampaklah lubang
vagina Tante Nita yang begitu indah dan menggugah birahi dan membuat jantungku
berdetak keras. Aku takut kehilangan kontrol melihat pemandangan yang baru
pertama kali aku alami, aku berusaha keras mengatur nafasku supaya tidak
terlarut dalam nafsu... Perlahan-lahan kupermainkan klitorisnya dengan jempol
sementara jari tengahku masuk ke lubang vaginanya. Tidak berapa lama kemudian
Tante Nita mulai menggerak-gerakkan pinggulnya,
"Doni
sayang... masukin punyamu sekarang, tante udah siap... "
Kuarahkan penisku yang sudah mengeras ke lubang vaginanya, aku sudah begitu
bernafsu ingin segera menghujamkan batang penisku ke dalam vagina Tante Nita
yang hangat. Tapi mungkin karena ini pengalaman pertamaku aku agak kesulitan
untuk memasukkan penisku. Rupanya Tante Nita menyadari kesulitanku. Dia
memandangku dengan tersenyum...
"Ini pengalaman pertama ya Don... " "Iya tante... " jawabku
malu-malu. "Tenang aja... nggak usah buru-buru... tante bantu... "
katanya sambil memegang penisku. Diarahkannya kepala penisku ke dalam lubang
vaginanya sambil tangan yang lain membuka bibir vaginanya, lalu dengan sedikit
dorongan ke depan... masuklah kepala penisku ke dalam vaginanya. Rasanya hangat
dan basah... sensasinya sungguh luar biasa.
Akhirnya perlahan tapi pasti kubenamkan seluruh penisku ke dalam vagina Tante
Nita, aah... nikmatnya.
"Aaahh...
Donii... eemh... " Tante Nita berbisik perlahan, dia juga merasakan
kenikmatan yang sama. Sekalipun sudah diatas 40 tahun vagina Tante Nita masih
terasa sempit, dinding-dindingnya terasa kuat mencengkeram penisku. Aku
merasakan vaginanya seperti meremas penisku dengan gerakan yang berirama. Luar
biasa nikmat rasanya... Perlahan kugerakkan pinggulku turun naik, Tante Nita
juga tidak mau kalah, pinggulnya bergerak turun naik mengimbangi gerakanku.
Tangannya mencengkeram erat punggungku dan tanganku membelai rambutnya sambil
meremas-remas payudaranya yang empuk. Sementara itu bibir kami berpagutan
dengan liar...
Baru beberapa menit saja aku sudah mulai merasa seluruh tubuhku bergetar
dijalari sensasi nikmat yang luar biasa... maklumlah ini pengalaman
pertamaku... kelihatannya tidak lama lagi aku akan mencapai puncak orgasme.
"Tante... Doni sudah hampir keluar... aaah... uuh... " kataku
berusaha keras menahan diri.
"Terusin
aja Don... kita barengan yaa... tante juga udah mau keluar... aahh... Doni...
tusuk yang kuat Don... tusuk sampai ujung sayang... mmhh... "
Kata-kata Tante Nita membuatku makin bernafsu dan aku menghujamkan penisku
berkali-kali dengan kuat dan cepat ke dalam vaginanya.
"Aduuh... Doni udah nggak tahan lagi... " aku benar-benar sudah tidak
dapat mengendalikan diri lagi, pantatku bergerak turun naik makin cepat dan
penisku terasa membesar dan berdenyut-denyut bersiap mencapai puncak di dalam
vagina Tante Nita. Sementara itu Tante Nita juga hampir mencapai orgasmenya
yang kedua.
"Ayoo Don... tante juga mau... ahhhh... ahhh kamu ganas sekali...
aaaahhh... Doniii... sekarang Don... keluarin sekarang Don... tante udah nggak
tahan... mmmhhh".
Tante Nita
juga mulai kehilangan kontrol, kedua kakinya dijepitkan melingkari pinggulku
dan tangannya mencengkeram keras punggungku.
Dan kemudian aku melancarkan sebuah tusukan akhir yang maha dahsyat...
"Tante... aaaa... aaaagh... Doni keluaaaar... aagh... " aku mendesah
sambil memuncratkan seluruh spermaku ke dalam liang kenikmatan Tante Nita.
Bersamaan dengan itu Tante Nitapun mengalami puncak orgasmenya,
"Doniii...
aduuuh... tante jugaa... aaaah... I'm cumming honey... aaaahh... aah... "
Kami berpelukan lama sekali sementara penisku masih tertanam dengan kuat di
dalam vagina Tante Nita. Ini sungguh pengalaman pertamaku yang luar biasa...
aku betul-betul ingin meresapi sisa-sisa kenikmatan persetubuhan yang indah
ini. Akhirnya aku mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, seluruh
persendianku terasa lepas dari tempatnya. Kulepaskan pelukanku dan
perlahan-lahan kutarik penisku yang mulai sedikit melemah karena kehabisan
energi. Lalu aku terbaring lemas di sebelah Tante Nita yang juga tergolek lemas
dengan mata masih terpejam dan bibir bawahnya sedikit digigit. Kulihat dari
celah vaginanya cairan spermaku meleleh melewati sela-sela pahanya. Rupanya
cukup banyak juga spermaku muntah di dalam Tante Nita.
Tak lama kemudian Tante Nita membuka matanya dan tersenyum padaku,
"Gimana sayang... enak?" katanya sambil menyeka sisa spermaku dengan handuk.
Aku hanya
mengangguk sambil mengecup bibirnya.
"Tante nggak nyangka kalau kamu ternyata baru pertama kali
"making-love". Soalnya waktu "fore-play" tadi nggak
kelihatan, baru waktu mau masukin penis tante tahu kalau kamu belum pengalaman.
By the way, Tante senang sekali bisa dapat perjaka ting-ting seperti kamu.
Tante betul-betul menikmati permainan ini. Kapan-kapan kalau ada kesempatan
kita main lagi mau Don... ?"
Aku hanya diam tersenyum, betapa tololnya kalau aku jawab tidak. Tante Nita
membaringkan kepalanya di dadaku, kami terdiam menikmati perasaan kami
masing-masing selama beberapa saat. Tapi tidak sampai 5 menit, energiku mulai
kembali. Tubuh wanita matang yang bugil dan tergolek dipelukanku membuat aku
kembali terangsang, perlahan-lahan penisku mulai membesar. Tangan kananku
kembali meraba payudara Tante Nita dan membelainya perlahan. Dia memandangku
dan tersenyum, tangannya meraih penisku yang sudah kembali membesar sempurna
dan digenggamnya erat-erat.
"Sudah siap lagi sayang... ? Sekarang tante mau di atas ya... ?"
katanya sambil mengangkangi aku. Dibimbingnya penisku ke arah lubang vaginanya
yang masih basah oleh spermaku. Kali ini dengan lancar penisku langsung
meluncur masuk ke dalam vagina Tante Nita yang sudah sangat basah dan licin.
Kini Tante Nita duduk diatas badanku dengan penisku terbenam dalam-dalam di
vaginanya. Tangannya mencengkeram lenganku dan kepalanya menengadah ke atas
dengan mata terpejam menahan nikmat.
"Aahh... Doni... penismu sampai ke ujung... uuh... mmhh... aahhh" katanya mendesah-desah.
Gerakan Tante
Nita perlahan tapi penuh energi, setiap dorongannya selalu dilakukan dengan
penuh energi sehingga membuat penisku terasa masuk begitu dalam di liang
vaginanya. Pantat Tante Nita terus bergerak naik turun dan berputar-putar,
kadang-kadang diangkatnya cukup tinggi sehingga penisku hampir terlepas lalu
dibenamkan lagi dengan kuat. Sementara itu aku menikmati goyangan payudaranya
yang terombang-ambing naik-turun mengikuti irama gerakan binal Tante Nita.
Kuremas-remas payudaranya dan kupermainkan pentilnya sehingga membuat Tante
Nita makin bergairah. Gerakan Tante Nita makin lama makin kuat dan dia
betul-betul melupakan statusnya sebagai seorang istri dosen yang terhormat.
Saat itu dia menampilkan dirinya yang sesungguhnya dan apa adanya... seorang
wanita yang sedang dalam puncak birahi dan haus akan kenikmatan. Akhirnya
gerakan kami mulai makin liar dan tak terkontrol...
"Doni... tante sudah mau keluar lagi... aaah... mmmhh... uuuughhh...
" "Ayoo tante... Doni juga udah nggak tahan... "
Akhirnya dengan sebuah sentakan yang kuat Tante Nita menekan seluruh berat
badannya ke bawah dan penisku tertancap jauh ke dalam liang vaginanya sambil
memuncratkan seluruh muatan... Tangan Tante Nita mencengkeram keras dadaku,
badannya melengkung kaku dan mulutnya terbuka dengan gigi yang terkatup rapat
serta matanya terpejam menahan nikmat. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Nita
merebahkan tubuhnya di atasku, kami berdua terkulai lemas kelelahan. Malam itu
untuk pertama kalinya aku tidur di dalam kamar Tante Nita karena dia tidak
mengijinkan aku kembali ke kamar. Kami tidur berdekapan tanpa sehelai
busanapun. Pagi harinya kami kembali melakukan persetubuhan dengan liar...
Tante Nita seolah-olah ingin memuaskan seluruh kerinduannya akan kenikmatan
yang jarang didapat dari suaminya.
Semenjak saat itu kami sering sekali melakukannya dalam berbagai kesempatan.
Kadang di kamarku, kadang di kamar Tante Nita, atau sesekali kami ganti suasana
dengan menyewa kamar hotel di daerah Lembang untuk kencan short-time. Kalau aku
sedang "horny" dan ada kesempatan, aku mendatangi Tante Nita dan
mengelus pantatnya atau mencium lehernya. Kalau OK Tante Nita pasti langsung
menggandeng tanganku dan mengajakku masuk ke kamar. Sebaliknya kalau Tante Nita
yang "horny", dia tidak sungkan-sungkan datang ke kamarku dan
langsung menciumi aku untuk mengajakku bercinta.
Semenjak berhasil merenggut keperjakaanku Tante Nita tidak lagi cemberut dan
uring-uringan kalau Om Rahmat pergi tugas mengajar ke luar kota. Malah
kelihatannya Tante Nita justru mengharapkan Om Rahmat sering-sering tugas di
luar kota karena dengan demikian dia bisa bebas bersamaku. Dan akupun juga
semakin betah tinggal di rumah Tante Nita.
Pernah suatu malam setelah Om Rahmat berangkat keluar kota, Tante Nita masuk ke
kamarku dengan mengenakan daster. Dipeluknya aku dari belakang dan tangannya
langsung menggerayangi s*****kanganku. Aku menyambut dengan mencumbu bibirnya
dan membaringkannya di tempat tidur. Saat kuraba payudaranya ternyata Tante
Nita sudah tidak memakai BH, dan ketika kuangkat dasternya ternyata dia juga
tidak memakai celana dalam lagi. Bibir vaginanya tampak merah dan bulu-bulunya
basah oleh lendir. Samar-samar kulihat sisa-sisa lelehan sperma dengan baunya
yang khas masih tampak disana, rupanya Tante Nita baru saja bertempur dengan
suaminya dan Tante Nita belum merasa puas. Langsung saja kubuka celanaku dan
penis yang sudah mengeras langsung menyembul menantang minta dimasukkan ke
dalam liang kenikmatan. Tante Nita menanggapi tantangan penisku dengan
mengangkangkan kakinya. Ia langsung membuka bibir vaginanya dengan kedua
tangannya sehingga tampaklah belahan lubang vaginanya yang merekah merah.
"Masukin
punyamu sekarang ke lubang tante sayang... " katanya dengan nafas yang
berat dan mata sayu.
Karena aku rasa Tante Nita sudah sangat "horny", tanpa banyak
basa-basi dan "foreplay" lagi aku langsung menancapkan batang penisku
ke dalam vagina Tante Nita dan kami bergumul dengan liar selama hampir 5 jam!
Kami bersetubuh dengan berbagai macam gaya, aku diatas, Tante Nita diatas,
doggy-style, gaya 69, kadang sambil berdiri dengan satu kaki di atas tempat
tidur, lalu duduk berhadapan di pinggir ranjang, atau berganti posisi dengan
Tante Nita membelakangi aku, sesekali kami melakukan di atas meja belajarku
dengan kedua kaki Tante Nita diangkat dan dibuka lebar-lebar, dan masih banyak
lagi. Aku tidak ingat apa masih ada gaya persetubuhan yang belum kami lakukan
malam itu. Dinginnya hawa Dago Utara di waktu malam tidak lagi kami rasakan,
yang ada hanya kehangatan yang menggetarkan dua insan dan membuat kami basah
oleh keringat yang mengucur deras. Begitu liarnya persetubuhan kami sampai-sampai
aku mengalami empat kali orgasme yang begitu menguras energi dan Tante Nita
entah berapa kali. Yang jelas setelah selesai, Tante Nita hampir tidak bisa
bangun dari tempat tidurku karena kakinya lemas dan gemetaran sementara
vaginanya begitu basah oleh lendir dan sangat merah. Seingatku itulah malam
paling liar diantara malam-malam liar lain yang pernah kulalui bersama Tante
Nita.
Petualanganku dengan Tante Nita berjalan cukup lama, 2 tahun, sampai akhirnya
kami merasa Om Rahmat mulai curiga dengan perselingkuhan kami. Sebagai jalan
terbaik aku memutuskan untuk pindah kos sebelum keadaan menjadi buruk. Tetapi
meskipun demikian, kami masih tetap saling bertemu paling sedikit sebulan
sekali untuk melepas rindu dan nafsu. Hal ini berjalan terus sampai aku lulus
kuliah dan kembali ke Jakarta. Bahkan sekarang setelah aku beristri, kalau
sedang mendapat tugas ke Bandung aku masih menyempatkan diri menemui Tante Nita
yang nafsu dan gairahnya seolah tidak pernah berkurang oleh umurnya yang kini
sudah kepala lima.
TAMAT