Tante Susan Yang..
Namaku Ryan
kini mahasiswa tingkat akhir sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya.
Kejadian ini merupakan peristiwa beberapa tahun yang lalu. Waktu itu aku
berusia 18 tahun. Masih tergolong ABG. Suka hidup bebas. Do what I want!
Hidup cuma sekali, buat apa bersedih. Itulah sebabnya, aku suka keluyuran dari
kota ke kota sekadar cari pengalaman.
Setelah Ujian Akhir Semester (UAS), saya langsung pergi ke kota Bandung untuk
berlibur. Sebelumnya aku memang belum pernah menginjakkan kaki di Kota
Kembang tersebut. Aku juga ingin merasakan indahnya Kota Kembang.
Itulah sebabnya aku nekat pergi ke Bandung sendirian. Yang penting membawa uang
banyak. Meskipun begitu, soal uang aku tidak terlalu foya-foya. Bahkan selalu
berusaha untuk berhemat. Tapi kalau untuk urusan cewek, mungkin lain urusannya.
Aku menginap di hotel murah, Hotel Melati II, di Sekitar Alun-alun kota
Bandung. Murah tapi bersih. Meskipun demikian kalau malam cukup berisik. Aku pergi
makan di Mc Donal BIP. Eh, saat sedang asyik-asyiknya makan, tiba-tiba
pandanganku bertatapan dengan seorang wanita setengah baya. Setelah
kuperhatikan, ya ampun ternyata Tante Susan. Mungkin sudah sepuluh tahun aku
tidak pernah ketemu. Waktu itu aku masih kecil.
"Apa kabar, Tante!", sapaku sambil mendekat.
Akhirnya aku makan semeja dengan Tante Susan yang kebetulan juga sedang
sendiri. Tante Susan hampir lupa melihatku.
"Maklum, kamu sekarang sudah besar", kata Tante Susan.
Begitu tante tahu aku menginap di hotel, langsung saja ditawari menginap di
rumahnya. Katanya di rumahnya tidak ada orang, kedua anaknya sedang studi di
Perancis dan Jerman.
Yah, kupikir-pikir aku bisa menghemat uang. Aku tentu saja menyetujui
ajakannya. Hari itu juga aku langsung pindah ke rumah Tante Susan. Aku diberi
sebuah kamar depan. Cukup bersih dan mewah. Rumahnya di kawasan Dago Atas.
Sebenarnya Tante tinggal bersama Om, tetapi Om sedang berada di negeri Paman
Sam untuk mengambil gelar Doctor di Universitas Harvard. Maklum Om-ku dosen
salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung dan Jakarta. Malam itu aku tidur
sangat lelap sekali. Maklum capek!
Hari kedua aku baru tahu, ternyata paviliun sebelah digunakan untuk terima
kost, dua orang mahasiswa, yang satu mahasiswa fakultas teknik namanya Mas Ary
sedangkan yang satunya mahasiswa fakultas ekonomi, namanya Mas Yudi. Kata
tante, lumayan buat tambah-tambah uang belanja. Tante ternyata juga pembantu
wanita, Teh (Teh atau Teteh bahasa Sunda untuk Mbak) Mimin namanya. Wah,
ya cukup banyak orang.
Siang harinya tidak ada kejadian yang menarik. Sepulang dari Maribaya dan
Tangkuban Parahu terus tidur sampai sore. Setelah makan malam terus ke kamar
tidur nonton TV sambil tidur-tiduran. Tidak terasa, jam di dinding telah
menunjukkan pukul 24.00. Akhirnya TV kumatikan. Lampu kamar yang terang benderang
kumatikan dan kuganti lampu tidur lima watt warna biru. Sepi sekali suasananya.
Namun, di tengah suasana yang sepi itu, kok aku rasa-rasanya mendengar ada
orang bicara bisik-bisik? Mungkinkah pencuri? Karena penasaran, aku bangun
pelan-pelan. Aku mengintip keluar melalui jendela, ternyata tidak ada
siapa-siapa.
Ah, kok sepertinya dari kamar tante. Akupun mengambil kursi dan kuletakkan di
dekat tembok. Di atas tembok ada lubang angin-angin kecil sekali, itupun
tertutup karton. Karena penasaran, aku mengambil jarum dan membuat lubang kecil
di karton itu. Setelah lubangnya lumayan, aku coba mengintip.
"Wow.., malam-malam begini mau ngapain tuh Mas Ary, si anak kost?",
pikirku sambil memperhatikan. Tante dan Mas Ary tampak duduk berdua di tempat
tidur. Walaupun kamar Tante Susan memakai lampu lima watt, namun mataku masih
sanggup melihat dengan jelas.
Uh, mau ngapain Mas Ary?, Kulihat sebentar-sebentar mencium pipi Tante Susan,
kulihat Tante Susan tersenyum. Dan kemudian dengan tenangnya Mas Ary mulai membuka
baju Tante Susan dan tinggal mengenakan BH.
Kuakui, tanteku memang masih tergolong muda, belum berusia 40 tahun. Tubuhnya
montok, kulitnya putih, wajahnya mirip Dessy Ratnasari. Rambutnya pendek
model Lady Diana, tubuhnya langsing. Tak lama kemudian Mas Ary melepas BH
tanteku.
Duh.., ternyata montok sekali. Diam-diam aku mulai terangsang. Burungku mulai
membesar. Aku tetap berdiri ddengan tenang di atas kursi.
Berikutnya kulihat Tante Susan ganti melepaskan baju Mas Ary. Satu persatu
kancing bajunya dilepas, akhirnya bajunya dilempar ke lantai. Boleh juga tubuh
Mas Ary, tegap dan atletis. Wow.., mereka kemudian saling cium bibir. Saling
mengelus punggung. Sebentar-sebentar tangan Mas Ary meremas-remas payudara
Tante Susan. Beberapa menit kemudian kulihat Mas Ary membuka ritsluiting rok
yang dipakai tanteku, kemudian dilepasnya rok itu sehingga tanteku cuma memakai
celana dalam saja. Adegan berikut tanteku ganti membuka kancing celana Mas Ary,
dilepasnya satu persatu, kemudian ditariknya sehingga lepas dan tinggal celana
dalamnya saja.
Lagi-lagi keduanya berpelukan lagi dan berciuman mesra sekali. Kemudian Mas Ary
mencium leher Tanteku, lalu payudaranya, lalu perutnya, lalu pahanya. Dan
kemudian tangannya memelorotkan celana dalam Tanteku. Lepas!, Kemudian
diletakkan di kursi. Tahap berikutnya Mas Ary membuka sendiri celana dalamnya.
Kulihat penis Mas Ary besar dan panjang seperti punyanya orang Arab. Jantungku
berdetak keras sekali. Bahkan penisku ikut-ikutan menjadi keras. Apalagi
melihat keduanya kemudian sama-sama dalam posisi berdiri, saling berpelukan,
lagi-lagi saling berciuman.
Sekitar tiga menit kemudian dengan posisi berdiri, Mas Ary memasukkan ujung
penisnya ke lubang kemaluan tanteku. Sesudah itu mereka berpelukan rapat sekali
sambil menggoyang-goyang pinggul masing-masing. Cukup lama. Akhirnya kulihat
mereka berdua sudah saling orgasme. Hal ini terlihat karena mereka membuat
gerakan yang cukup agresif sekali. Walaupun samar-samar, kudengar suara uh..,
uh.., uh.., dari mulut Tante Susan. Sialnya, tak terasa akupun mengalami
orgasme, celana dalamku menjadi basah, apa boleh buat.
Adegan berikutnya dilakukan seperti biasa, yaitu tante berada di tempat tidur
dengan posisi di bawah dan Mas Ary di atas. Apa yang kulihat memang benar-benar
mengasyikkan. Maklum, baru sekali itu aku melihat dengan mata kepala sendiri
adegan seks yang dilakukan orang lain.
Esok harinya aku bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak ada kejadian
apa-apa. Kulihat Tante juga bersikap biasa-biasa saja. Makan pagi bersama.
Sesudah itu aku pergi ke Pangalengan sekedar rekreasi.
Sore harinya aku sudah sampai di rumah lagi. Seperti kemarin, sore-sore
pembantu tante menyediakan teh manis dan roti. Kulihat, pembantu Tante Susan
yang namanya Teh Mimin ini tergolong seksi juga. Umurnya kira-kira sama dengan
umurku, yaitu sekitar 19 tahun. Terus terang, nafsuku jadi bangkit melihat buah
dadanya yang montok itu. Kata tanteku Teh Mimin sudah punya anak, tapi
ditinggal di desanya, dirawat neneknya. Tiap hari Kamis pasti pulang ke kampung
untuk menengok anaknya.
Malamnya aku tidak bisa tidur. Sebentar-sebentar aku mengintip kamar tanteku.
Namun hingga pukul 24.00 ternyata tidak ada kejadian apa-apa. Akhirnya aku
tidur pulas.
Sekitar pukul 10:15 aku menuju ke terminal Ledeng. Aku kepingin melihat obyek
pariwisata Ciater. Eh.., ternyata aku ketemu Teh Mimin.
"Mau kemana Teh", tanyaku.
"Ke Subang.., nengok anak Mas..".
"Wah, sama-sama aja, deh..", ajakku.
Ternyata ya lancar-lancar saja. Aku duduk berdua dengan Teh Mimin. Akhirnya aku
mencari-cari alasan untuk ditemani di Ciater, soalnya aku belum hafal kota
Bandung. Karena hari masih siang, akhirnya mau juga Teh Mimin menemani aku.
Walaupun gadis desa, tapi Teh Mimin sempat mengecap bangku SLTP hingga lulus.
Cara berpakaiannya pun tergolong rapi seperti pelajar-pelajar pada umumnya.
Sampai di Ciater aku menyewa salah satu bungalow dengan alasan ingin istirahat.
Kebetulan rumah Teh Mimin tidak begitu jauh dari bungalow tempatku istirahat.
Aku cari-cari alasan lagi. Aku bilang, di Ciater tidak ada yang jualan nasi
goreng, kalau tidak keberatan aku minta Teh Mimin nanti malam mengantarkan nasi
goreng. Ternyata Teh Mimin tak keberatan. Ya begitulah, tanpa rasa curiga
sedikitpun, sekitar pukul 19.00 Teh Mimin telah berada di bungalowku
mengantarkan nasi goreng. Kuajak ngobrol ngalor-ngidul tentang apa saja.
Akhirnya obrolanku agak nyenggol-nyenggol dikit tentang seks. Teh Mimin bilang
sudah lama tidak melakukannya karena suaminya sudah tiga bulan ini impoten
akibat kecelakaan sepeda motor. "Nah.., ini dia yang kucari",
pikirku.
Sengaja memang aku ngobrol terus sehingga tanpa terasa telah pukul 21.30.
Ketika Teh Mimin pamit pulang, akupun bilang, lebih baik jangan pulang karena
malam-malam begini banyak orang iseng atau orang jahat.
"Tidur aja di sini Teh, kan ada dua kamar. Teh Mimin di kamar sebelah,
saya di sini", kataku.
Setelah kubujuk habis-habisan akhirnya Teh Mimin mau juga tinggal di kamar
sebelah.
Kira-kira pukul 24.00 aku mengendap-endap berjalan pelan menuju ke kamar Teh
Mimin.
"Kok, belum tidur?", tanyaku pelan sambil menutup pintu.
"Dingin Mas udara Ciater", katanya sambil tetap telentang di tempat
tidur sambil memegangi selimut yang menutupi tubuhnya.
"Aku juga kedinginan", kataku.
Entahlah, sepertinya sudah saling membutuhkan. Ketika aku merebahkan tubuhku di
sampingnya, Teh Mimin diam saja. Akupun menarik selimutnya sehingga kami berdua
berada di dalam satu selimut. Untuk menghilangkan rasa dingin kupeluk Teh
Mimin. Ternyata diam saja. Begitu juga ketika kuraba-raba payudaranya yang
montok ternyata juga diam saja.
Akhirnya dengan mudah aku bisa melepaskan baju, BH, rok dan celana dalamnya.
Hanya dalam waktu beberapa detik saja kami berdua sudah dalam keadaan bugil
tanpa sehelai benangpun. Meskipun demikian kami masih di dalam satu selimut.
Begitulah, tanpa hambatan, malam itu aku dengan mudah bisa menyetubuhi Teh
Mimin hingga dua kali. Tampaknya Teh Mimin mengalami orgasme hingga dua kali.
"Terima kasih Mas, Sudah lama aku nggak merasakan yang begini-begini..,
Suamiku sudah nggak sanggup lagi", bisiknya sambil mencium bibirku.
Esok pagi subuh, Teh Mimin kembali pulang ke rumahnya. Sedangkan aku kembali ke
Bandung agak sorenya. Maklum aku masih ingin menikmati pemandangan sekitar
perkebunan teh di Ciater.
Sore harinya aku sampai di Bandung dan sikapku biasa-biasa saja terhadap Teh
Mimin, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa. Lagipula aku juga pesan agar Teh
Mimin tidak usah cerita kepada siapa-siapa. nggak enak kalau sampai Tante Susan
tahu. Begitulah. Tak terasa malam telah tiba lagi dan waktu tidurpun telah
menyongsong.
Pukul 24.00, Seperti biasa lampu kamar kumatikan dan kugantikan lampu tidur
lima watt. Eh.., lagi-lagi aku mendengar orang bisik-bisik. Pasti di kamar
Tante Susan. Akupun dengan pelan-pelan mengambil kursi dan mulai mengintip dari
lubang kecil yang kemarin kubuat. Kali itu aku agak terkejut. Ternyata kali itu
bukan Mas Ary, tetapi Mas Budi. Wah, Tanteku ternyata tergolong hyperseks.
Malam itu seperti kemarin-kemarin juga. Mas Budi kulihat menyetubuhi tanteku
dengan berbagai posisi. Bahkan sempat kulihat Tante Susan berada di posisi
atas. Gila!, lagi-lagi aku mengalami orgasme sendirian. "Creet.., creet..,
cret", celana dalamku basah lagi. Terpaksa aku harus ganti celana dalam.
Dalam hati, diam-diam aku membayangkan betapa nikmatnya jika aku bisa
menyetubuhi tanteku sendiri. Memang ini merupakan penyimpangan. Tapi, ya apa
salahnya, toh tanteku mau dengan Mas Ary dan Mas Budi. Tapi apa mau dengan aku?
Semalaman aku tidak bisa tidur karena mencari strategi supaya aku bisa meniduri
Tante Susan.
Apa yang pernah dikatakan Teh Mimin di Ciater memang benar. Tiap hari Sabtu Mas
Ary dan Mas Budi pulang ke Jakarta. Sehingga hari Sabtu itu cuma ada aku, Teh
Mimin dan Tante Susan. Aku pusing setengah mati mencari strategi untuk merayu
Tante Susan, namun belum ketemu-ketemu juga jalan keluarnya. Namun, akhirnya
aku punya ide.
"Tante suka nonton?, Kebetulan hari ini hari ulang tahun Ryan",
kataku di pintu kamarnya Tante Susan. Tante waktu itu sedang merapikan
rambutnya di depan kaca.
"Ah.., Tante nggak tahu kalau kamu ulang tahun. Selamat Ya", ujar
Tante sambil menuju ke tempatku. Dijabatnya tanganku, "Happy Birthday, mau
traktir Tante, nih..".
"Ya, kalau Tante nggak keberatan", ujarku penuh harap.
Ternyata pancinganku berhasil. Malam itu aku nonton bioskop yang pukul 21.00,
soalnya mau nonton yang pukul 19.00 sudah ketinggalan karena jam telah
menunjukkan pukul 20.00.
Pulang nonton sekitar pukul 23.00 Sampai di rumah, Tante Susan nggak bisa masuk
ke kamarnya.
"Aduh, tadi aku taruh di mana ya kunci kamarku?", kata Tante sambil
mondar-mandir.
"Waduh, nggak tahu Tante. Tadi ditaruh di mana?", jawabku bohong.
Padahal, sebelum berangkat, pada waktu Tante Susan ke kamar mandi sebentar,
kunci kamar yang digelatakkan di dekat meja telepon sempat kusembunyikan di
bawah kursi.
Akupun pura-pura membantunya mencari. Sekitar setengah jam nggak ketemu,
akhirnya aku bilang, "Tidur aja di kamar Ryan, Tante. Biar Ryan tidur di
kursi tamu saja..".
Mungkin karena sudah capek, akhirnya Tante Susan tidak punya pilihan lain,
akhirnya tidur di kamarku dan aku tidur di kursi tamu. Namun sekitar setengah
jam, aku masuk ke kamar.
"Di luar dingin Tante, boleh tidur di sini saja? Nggak apa-apa
khan?", tanyaku.
"Oo, silakan..", jawab Tante.
Akupun merebahkan tubuhku di samping tubuh Tante Susan. Jantungku berdetak
keras, otakku terus mencari strategi berikut .Gimana nih cara memulainya? Susah
juga!
"Aduh, Tante kalau tidur kok membelakangi saya", kataku pelan.
"Oh ya, maaf.Kebiasaan sih..", Tanteku membalikkan badannya, miring
menghadap ke arahku.
Seolah-olah tidak sengaja, tanganku menyenggol payudara Tante.
"Maaf Tante, nggak sengaja..".
"Ah.., nggak apa-apa".
"Maaf Tante, payudara Tante indah sekali", pancingku.
Kulihat Tanteku membuka matanya dan tersenyum.
"Boleh saya memegangnya Tante?", bisikku, "Soalnya seumur hidup
saya belum pernah melihat payudara seindah ini", rayuku.
"Ah, boleh-boleh saja..".
Akupun dengan tangan gemetaran memegang payudara tanteku.
"Aduh, tangan saya gemetaran Tante. Maklum, belum pernah", pancingku
lagi. Makin lama aku makin berani. Tanganku menyusup ke BH-nya.
"Boleh saya buka BH-nya Tante?", tanyaku penuh harap setengah
berbisik.
Tak ada jawaban. Akupun memberanikan diri melepas kancing baju Tanteku satu
persatu dan akhirnya aku berhasil melepas BH Tanteku dengan mudah. Tampaklah
payudara yang montok padat berisi. Akupun meremas-remasnya. Lama kelamaan,
tampaknya tanteku mulai terangsang, nafasnya panjang-panjang. Diciumnya keningku,
pipiku lantas bibirku. Kulihat Tante mulai membuka kancing bajuku satu persatu
dan akhirnya aku tanpa baju.
"Tante, saya belum pernah..", bisikku pelan. Tentu saja aku
berbohong.
"Nggak apa-apa, nanti Tante ajarin..".
Begitulah, beberapa menit kemudian Tanteku melepas celanaku dan akhirnya celana
dalamku. Begitu juga, Tante melepas sendiri rok dan celana dalamnya. Kami
berdua sudah dalam keadaan telanjang bulat.
"Tante, aku belum bisa..", aku berbohong lagi.
"Nanti Tante ajarin..", bisiknya.
Begitulah, akhirnya keinginanku untuk menggeluti Tante Susan telah berhasil.
Malam itu aku bermain hingga mengalami orgasme dua kali. Demikian juga, Tante
Susan juga dua kali mengalami orgasme.
"Ah, Ryan!, Kamu telah membohongi Tante! Ternyata kamu jagoan! Tante
puas..!", bisik Tanteku sambil menuju ke kamar mandi. Malam itu aku dan
Tante tidur berdua telanjang bulat di bawah satu selimut sampai pagi hari.
Hari Minggu ini sepi. Mas Ary dan Mas Budi belum pulang. Kata tante, mereka
berdua biasanya pulang ke tempat kost hari Senin pagi. Yang ada cuma Teh Mimin,
sementara itu tiap Minggu pagi Tante mengikuti senam aerobik dan disambung
arisan RT/RW. Katanya, Tante akan pulang agak sore. Ya, daripada nggak ada
acara, akhirnya aku menuju ke dapur. Kulihat Teh Mimin sedang mempersiapkan
makan siang. Kulihat Teh Mimin tersenyum penuh arti. Tanpa basa-basi, kupeluk
Teh Mimin dan kutarik ke kamarnya. Begitulah, tanpa halangan yang berarti, aku
dan Teh Mimin hari itu bersuka cita menikmati hari Minggu yang sepi. Di kamar
Teh Mimin yang ukurannya kecil itu, di tempat tidur tanpa kasur, untuk yang
kedua kalinya aku menggeluti Teh Mimin. Lagi-lagi Teh Mimin mengucapkan terima
kasih karena aku telah berkali-kali memberikan kepuasan batin yang selama
beberapa bulan ini tidak pernah dilakukan suaminya.
Malam harinya, Tante Susan mendatangi kamarku dan mengajak begituan lagi. Ya,
kapan lagi. Tanteku tergolong masih muda, cantik, seksi. Kami berdua
benar-benar memperoleh kepuasan lahir dan batin.
TAMAT