TANTEKU YANG MENGAJARIKU
Aku mengenal
seks pada usia 18 tahun ketika masih SMA. Waktu itu, karena niatku yang ingin
melanjutkan sekolah di Jakarta, aku dititipkan pada keluarga teman baik ayahku,
seorang pensiunan perwira ABRI berpangkat Brigjen. Om Toto, begitu aku
memanggilnya, adalah seorang purnawirawan ABRI yang cukup berpengaruh, kini ia
mengelola perusahaan sendiri yang lumayan besar. Anak-anak mereka, Halmi dan
Julia yang seusiaku kini ada di Amerika sejak mereka masih berumur 12 tahun.
Sedangkan yang sulung, Sonny kuliah di Jogja. Istri Om Toto sendiri adalah
seorang pengusaha sukses di bidang export garmen, aku memanggilnya Tante Sofi,
wanita berwajah manis berumur 43 tahun dengan perawakan yang bongsor dan seksi
khas ibu-ibu istri pejabat. Sejak tinggal di rumah megah itu aku seringkali
ditugasi mengantar Tante Sofi, meski ada dua sopir pribadi tapi Tante Sofi
lebih senang kalau aku yang mengemudikan mobilnya. Lebih aman, katanya sekali
waktu.
Meski keluarga Om Toto kaya raya, tampaknya hubungan antara dia dan istrinya
tak begitu harmonis. Aku sering mendengar pertengkaran-pertengkaran diantara
mereka di dalam kamar tidur Om Toto, seringkali saat aku menonton televisi
terdengar teriakan mereka dari ruang tengah. Sedikitpun aku tak mau peduli atas
hal itu, toh ini bukan urusanku, lagi pula aku kan bukan anggota keluarga
mereka. Biasanya mereka bertengkar malam hari saat keduanya sama-sama baru
pulang kerja. Belakangan bahkan terdengar kabar kalau Om Toto punya beberapa
wanita simpanan.
“Ah untuk apa
memikirkannya” benakku.
Suatu hari di bulan Oktober, Bi Surti, Siti (para pembantu), Mang Darja dan Om
Edi (supir), pulang kampung mengambil jatah liburan mereka bersamaan saat
Lebaran. Sementara Om Toto dan Sonny pergi berlibur ke Amrik sambil menjenguk
kedua anaknya di sana. Tante Sofi masih sibuk menangani bisnisnya yang sedang
naik daun, ia lebih sering tidak pulang, hingga di rumah itu tinggal aku sendiri.
Perasaanku begitu merdeka, tak ada yang mengawasi atau melarangku untuk berbuat
apa saja di rumah besar dan mewah itu. Mereka memintaku menunda jadwal pulang
kampung yang sudah jauh hari kurencanakan, aku mengiyakan saja, toh mereka
semua baik dan ramah padaku.
Malamnya aku duduk di depan televisi, namun tak satupun acara TV itu menarik
perhatianku. Aku termenung sejenak memikirkan apa yang akan kuperbuat, sudah
tiga hari tiga malam sejak keberangkatan Om Toto, Tante Sofi tak tampak pulang
ke rumah. Maklumlah bisnisnya level tingkat internasional, jadi tak heran kalau
mungkin saja hari ini ia ada di Hongkong, Singapore atau di mana saja. Saat
sedang melamun aku melirik ke arah lemari besar di samping pesawat TV layar
super lebar itu. Mataku tertuju pada rak piringan VCD yang ada di sana. Segera
kubuka sambil memilih film-film bagus. Namun yang paling membuat aku menelan
ludah adalah sebuah flm dengan cover depan wanita telanjang. Tak kulihat pasti
judulnya namun langsung kupasang dan…,
“wow!” batinku
kegirangan begitu melihat adegannya yang wah. Seorang lelaki berwajah hispanik
sedang menggauli dua perempuan sekaligus dengan beragam gaya.
Sesaat kemudian aku sudah larut dalam film itu. Penisku sudah sejak tadi
mengeras seperti batu, malah saking kerasnya terasa sakit, aku sejenak melepas
celana panjang dan celana dalam yang kukenakan dan menggantinya dengan celana
pendek yang longgar tanpa CD. Aku duduk di sofa panjang depan TV dan kembali
menikmati adegan demi adegan yang semakin membuatku gila. Malah tanganku
sendiri meremas-remas batang kemaluanku yang semakin tegang dan keras. Tampak
penis besarku sampai menyembul ke atas melewati pinggang celana pendek yang
kupakai. Cairan kentalpun sudah terasa mengalir dari sana.
Tapi belum lagi lima belas menit, karena terlalu asyik aku sampai tak menyangka
Tante Sofi sudah berada di luar ruang depan sambil menekan bel. Ah, aku lupa
menutup pintu gerbang depan hingga Tante Sofi bisa sampai di situ tanpa
sepengetahuanku, untung pintu depan terkunci. Aku masih punya kesempatan
mematikan power off VCD Player itu, dan tentunya sedikit mengatur nafas yang
masih tegang ini agar sedikit lega.
“Kamu belum tidur, Di?”, sapanya begitu kubuka pintu depan.
“Belum, tante”, hidungku mencium bau khas parfum Tante Sofi yang elegan.
“Udah makan?”.
“Hmm…, belum sih, tante sudah makan?”, aku mencoba balik bertanya.
“Belum juga tuh, tapi tante barusan dari rumah teman, trus di jalan baru
mikirin makan, so tante pesan dua paket antaran di KFC, kamu mau?”.
“Mau dong tante, tapi mana paketnya, belum datang kan?”.
“Tuh kan, kamu pasti lagi asyik di kamar makanya nggak dengerin kalau pengantar
makanannya datang sedikit lebih awal dari tante”.
“ooo”, jawabku bego.
Tante Sofi berlalu masuk kamar, kuperhatikan ia dari belakang. Uhh, bodinya
betul-betul bikin deg-degan, atau mungkin karena saya baru saja nonton BF yah?
Ayo, kita makan..”, ajaknya kemudian, tiba-tiba ia muncul dari kamarnya sudah
berganti pakaian dengan sebuah daster putih longgar tanpa lengan dan berdada
rendah.
“Ya ampun Tante Sofi”, batinku berteriak tak percaya, baru kali ini aku
memperhatikan wanita itu. Kulitnya putih bersih, dengan betis yang woow,
berbulu menantang pastilah punya nafsu seksual yang liar, itu kata temanku yang
pengalaman seksnya tinggi. Buah dadanya tampak menyembul di balik gaun itu,
apalagi saat ia melangkah di sampingku, samar-samar dari sudut mataku terlihat
BH-nya yang putih.
“Uh.., apa ini gara-gara film itu?”, batinku lagi. Khayalku mulai kurang ajar,
memasukkan bayangan Tante Sofi ke dalam adegan film tadi.
“Hmm..”, Tak sadar mulutku mengeluarkan suara itu.
“Ada apa, Di?”, Tante Sofi memandangku dengan alis berkerut.
“Nnggg…, nggak apa-apa tante..”, Aku jadi sedikit gugup. Oh wajahnya, kenapa
baru sekarang aku melihatnya begitu cantik?
“Eh.., kamu ngelamun yah, ngelamunin siapa sih? Pacar?”, tanyanya.
“Nggak ah tante”, dadaku berdesir sesaat pandangan mataku tertuju pada belahan
dadanya.
“My god, gimana rasanya kalau tanganku sampai mendarat di permukaan buah
dadanya, mengelus, merasakan kelembutan payudara itu, ooohh”, lamunan itu terus
merayap.
“Heh, ayo…, makanmu lho, Di”.
“Ba…, bbbbbaik tante”, jelas sekali aku tampak gugup.
“Nggak biasanya kamu kayak gini, Di. Mau cerita nggak sama tante”.
My god, dia mau aku ceritakan apa yang aku lamunkan? Susumu tante, susumu!
Pelan-pelan sambil terus melamun sesekali berbicara padanya, akhirnya makananku
habis juga. Aku kembali ke kamar dan langsung menghempaskan badanku ke tempat
tidur. Masih belum lepas juga bayangan tubuh Tante Sofi. “Gila! Gila! Kenapa
perempuan paruh baya itu membuatku gila”, pikirku tak habis habisnya. Umurnya
terpaut sangat jauh denganku, aku baru 18 tahun…, dua puluh lima tahun
dibawahnya. Ah, mengapa harus kupikirkan.
Aku melangkah ke meja komputer di kamarku, mencoba melupakannya. Beberapa saat
aku sudah tampak mulai tenang, perhatianku kini pada e-mail yang akan kukirim
pada teman-teman netter. Aku memang hobi korespondensi via internet. Tapi
mendadak pintu kamarku diketuk dari luar.
“Di.., Didi.., ini Tante”, terdengar suara tante seksi eh Sofi memanggil.
“Ah..”, aku beranjak bangun dari korsi itu dan membuka pintu, “Ada apa,
tante?”.
“Kamu bisa buatin tante kopi?”.
“ooo.., bisa tante”.
“Tahu selera tante toh?
“Iya tante, biasanya juga saya lihat Siti”, jawabku singkat dan langsung menuju
ke dapur.
“Tante tunggu di ruang tengah ya, Di”.
“Baik, tante”.
Gelas yang kupegang itu hampir saja jatuh saat kulihat apa yang sedang
disaksikan Tante Sofi di layar TV. Pelan-pelan tanganku meletakkan gelas berisi
kopi itu di sebuah meja kecil di samping Tante Sofi, lalu bersiap untuk pergi
meninggalkannya.
“Didi..”
“Ya…, tante”.
“Kamu kalau habis pasang film seperti ini lain kali masukin lagi ke tempatnya
yah”.
“mm…, ma…, ma…, maaf tante…” aku tergagap, apalagi melihat Tante Sofi yang
berbicara tanpa melihat ke arahku. Benar-benar aku merasa seperti maling yang
tertangkap basah.
“Di…”, Tante Sofi memanggil, kali ini ia memandangi, aku menundukkan muka, tak
kubayangkan lagi kemolekan tubuh istri Om Toto itu. Aku benar-benar takut.
“Tante nggak bermaksud marah lho, di…”, byarrr hatiku lega lagi.
“Sekarang kalau kamu mau nonton, ya sudah sama-sama aja di sini, toh sudah
waktunya kamu belajar tentang ini, biar nggak kuper”, ajaknya.
“Wooow…”, kepalaku secepat kilat kembali membayangkan tubuhnya. Aku duduk di
sofa sebelah tempatnya. Mataku lebih sering melirik tubuh Tante Sofi daripada
film itu.
“Kamu kan sudah 18 tahun, Di. Ya nggak ada salahnya kalau nonton beginian.
Lagipula tante kan nggak biasa lho nonton yang beginian sendiri..”.
Apa kalimat itu berarti undangan? Atau kupingku yang salah dengar? Oh my god
Tante Sofi mengangkat sebelah tangannya dan menyandarkan lengannya di sofa itu.
Dari celah gaun di bawah ketiaknya terlihat jelas bukit payudaranya yang masih
berlapis BH. Ukurannya benar-benar membuatku menelan ludah. Posisi duduknya
berubah, kakinya disilangkan hingga daster itu sedikit tersingkap. Wooow, betis
dengan bulu-bulu halus itu. Hmm, Wanita 40-an itu benar-benar menantang, wajah
dan tubuhnya mirip sekali dengan pengusaha Dewi Motik, hanya Tante Sofi
kelihatan sedikit lebih muda, bibirnya lebih sensual dan hidungnya lebih
mancung. Aku tak mengerti kenapa perempuan paruhbaya ini begitu tampak
mempesona di mataku. Tapi mungkinkah…? Tidak, dia adalah istri Om Toto, orang
yang belakangan ini sangat memperhatikanku. Aku di sini untuk belajar…, atas
biaya mereka.., ah persetan!
Tante Sofi mendadak mematikan VCD Player dan memindahkannya ke sebuah TV
swasta.
“Lho… kok?”.
“Ah tante bosan ngeliatin itu terus, Di…”.
“Tapi kan..”.
“Sudah kalau mau kamu pasang aja sendiri di kamar..”, wajahnya masih biasa
saja.
“Eh, ngomong-ngomong, kamu sudah hampir setahun di sini yah?”.
“Iya tante…”.
“Sudah punya pacar?”, ia beranjak meminum kopi yang kubuatkan untuknya.
“Belum”, mataku melirik ke arah belahan daster itu, tampaknya ada celah yang
cukup untuk melihat payudara besarnya. Tak sadar penisku mulai berdiri.
“Kamu nggak nyari gitu?”, ia mulai melirik sesekali ke arahku sambil tersenyum.
“Alamaak, senyumnya.., oh singkapan daster bagian bawah itu, uh Tante Sofi..,
pahamu”, teriak batinku saat tangannya tanpa sengaja menyingkap belahan gaun di
bagian bawah itu. Sengaja atau tidak sih?
“Eeh Di.kamu ngeliatin apaan sih?”.
Blarrr…, mungkin ia tahu kalau aku sedang berkonsentrasi memandang satu persatu
bagian tubuhnya, “Nngggak kok tante nggak ngeliat apa-apa”.
“Lho mata kamu kayaknya mandangin tante terus? Apa ada yang salah sama tante,
Di?”, ya ampun dia tahu kalau aku sedang asyik memandanginya.
“Eh…, mm…, anu tante…, aa…, aanu…, tante…,tante”, kerongkonganku seperti
tercekat.
“Anu apa…, ah kamu ini ada-ada saja, kenapa..”, matanya semakin terarah pada selangkanganku,
bangsat aku lupa pakai celana dalam. Pantas Tante Sofi tahu kalau penisku
tegang.
“Ta…, ta…, tante cantik sekali..”, aku tak dapat lagi mengontrol kata-kataku.
Dan astaga, bukannya marah, Tante Sofi malah mendekati aku.
“Apa…, tante nggak salah dengar?”, katanya setengah berbisik.
“Bener kok tante..”.
“Tante yang seumur ini kamu bilang cantik, ah bisa aja. Atau kamu mau sesuatu
dari tante?” ia memegang pundakku, terasa begitu hangat dan duh gusti buah dada
yang sejak tadi kuperhatihan itu kini hanya beberapa sentimeter saja dari
wajahku. Apa aku akan dapat menyentuhnya, come on man! Dia istri Om Toto
batinku berkata.
Tangannya masih berada di pundakku sebelah kiri, aku masih tak bergeming.
Tertunduk malu tanpa bisa mengendalikan pikiranku yang berkecamuk. Harum
semerbak parfumnya semakin menggoda nafsuku untuk berbuat sesuatu. Kuberanikan
mataku melirik lebih jelas ke arah belahan kain daster berbunga itu. Wow…,
sepintas kulihat bukit di selangkangannya yang ahh, kembali aku menelan ludah.
“Kamu belum jawab pertanyaan tante lho, Di. Atau kamu mau tante jawab sendiri
pertanyaan ini?”.
“Nggak kok tante, sss.., sss…, saya jujur kalau tante memang cantik, eh.., mm…,
menarik”.
“Kamu belum pernah kenal cewek yah”.
“Belum, tante”.
“Kalau tante kasih pelajaran gimana?”.
Ini dia yang aku tunggu, ah persetan dia istri Om Toto. Anggap saja ini
pembalasan Tante Sofi padanya. Dan juga…, oh aku ingin segera merasakan tubuh
wanita.
“Maksud tante…, apa?”, lanjutku bertanya, pandangan kami bertemu sejenak namun
aku segera mengalihkan.
“Kamu kan belum pernah pacaran nih, gimana kalau kamu tante ajarin caranya
nikmati wanita…”.
“Ta…, tapi tante”, aku masih ragu.
“Kamu takut sama Om Toto? Tenang…, yang ada di rumah ini cuman kita, lho”.
“This is excellent!”, teriakku dalam hati. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Batinku
terus berteriak tapi badanku seperti tak dapat kugerakkan.
Beberapa saat kami berdua terdiam.
“Coba sini tangan kamu”, aku memberikan tanganku padanya, my goodness tangan
lembut itu menyentuh telapak tanganku yang kasarnya minta ampun.
“Rupanya kamu memang belum pernah nyentuh perempuan, Di. Tante tahu kamu baru
beranjak remaja dan tante ngerti tentang itu”, Berkata begitu sambil mengelus
punggung tanganku, aku merinding dibuatnya, sementara di bawah, penisku yang
sejak tadi sudah tegang itu mulai mengeluarkan cairan hingga menampakkan titik
basah tepat di permukaan celana pendek itu.
“Tante ngerti kamu terangsang sama film itu. Tapi tante perhatiin belakangan
ini kamu sering diam-diam memandangi tubuh tante, benar kan?”, ia seperti
menyergapku dalam sebuah perangkap, tangannya terus mengelus punggung telapak
tanganku. Aku benar-benar merasa seperti maling yang tertangkap basah, tak
sepatah kata lagi yang bisa kuucapkan.
“Kamu kepingin pegang dada tante kan?”.
Daarrr! Dadaku seperti pecah…, mukaku mulai memerah. Aku sampai lupa di bawah
sana adik kecilku mulai melembek turun. Dengan segala sisa tenaga aku beranikan
diri membalas pandangannya, memaksa diriku mengikuti senyum Tante Sofi.Dan…,
astaga…, Tante Sofi menuntun telapak tanganku ke arah payudaranya yang
menggelembung besar itu.
“Ta…, ta…, tante…, ooohh”, suara itu keluar begitu saja, dan Tante Sofi hanya
melihat tingkahku sambil tersenyum. Adikku bangun lagi dan langsung seperti
ingin meloncat keluar dari celana dalamku. Istri Om Toto itu melotot ke arah selangkanganku.
“Waaww…, besar sekali punya kamu Di?”, serunya lalu secepat kilat tangannya
menggenggam kemaluanku kemudian mengelus-elusnya. Secara reflek tanganku yang
tadinya malu-malu dan terlebih dulu berada di permukaan buah dadanya bergerak
meremas dengan sangat kuat sampai menimbulkan desah dari mulutnya.
“aahh…, mm remas sayang ooohh”.
Masih tak percaya akan semua itu, aku membalikkan badan ke arahnya dan mulai
menggerakkan tangan kiriku. Aku semakin berani, kupandangi wajah istri Om Toto
itu dengan seksama.
“Teruskan, Di…, buka baju tante”, permpuan itu mengangguk pelan. Matanya
berbinar saat melihat kemaluanku tersembul dari celah celana pendek itu.
Kancing dasternya kulepas satu persatu, bagian dadanya terbuka lebar. Masih
dengan tangan gemetar aku meraih kedua buah dada yang berlapis BH putih itu.
Perlahan-lahan aku mulai meremasnya dengan lembut, kedua telapak tanganku
kususupkan melewati BH-nya.
“mm…, tante..”, aku menggumam merasakan kelembutan buah dada besar Tante Sofi
yang selama sebulan terakhir ini hanya jadi impianku saja. Jari jemariku terasa
begitu nyaman, membelai lembut daging kenyal itu, aku memilin puting susunya
yang begitu lembutnya.
Akupun semakin berani, BH-nya kutarik ke atas dan wooww…, kedua buah dada itu
membuat mataku benar-benar jelalatan.
“Mm…, kamu sudah mulai pintar, Di. Tante mau kamu ..”, Belum lagi kalimat Tante
Sofi habis aku sudah mengarahkan mulutku ke puncak bukit kembarnya dan
“cruppp…”,
sedotanku langsung terdengar begitu bibirku mendarat di permukaan puting
susunya.
“Aahh…, Didi, ooohh…, sedooot teruuus aahh”, tangannya semakin mengeraskan
genggamannya pada batang penisku, celana pendek itu sejak tadi dipelorotnya ke
bawah. Sesekali kulirik ke atas sambil terus menikmati puting buah dadanya satu
persatu, Tante Sofi tampak tenang sambil tersenyum melihat tingkahku yang
seperti monyet kecil menetek pada induknya. Jelas Tante Sofi sudah
berpengalaman sekali. Batang penisku tak lagi hanya diremasnya, ia mulai
mengocok-ngocoknya. Sebelah lagi tangannya menekan-nekan kepalaku ke arah
dadanya.
“Buka pakaian dulu, Di” ia menarik baju kaos yang kukenakan, aku melepas
gigitanku pada puting buah dadanya, lalu celanaku di lepaskannya. Ia sejenak
berdiri dan melepas gaun dasternya, kini aku dapat melihat tubuh Tante Sofi
yang bahenol itu dengan jelas. Buah dada besar itu bergelantungan sangat
menantang. Dan bukit di antara kedua pangkal pahanya masih tertutup celana
dalam putih, bulu-bulu halus tampak merambat keluar dari arah selangkangan itu.
Dengan agresif tanganku menjamah CD-nya, langsung kutarik sampai lepas.
“Eeeiiit…, ponakan tante sudah mulai nakal yah”, katanya genit semakin
membangkitkan nafsuku.
“Saya nggak tahan ngeliat tubuh tante”, dengusanku masih terdengar semakin
keras.
“Kita lakukan di kamar yuk..”, ajaknya sambil menarik tanganku yang tadinya
sudah mendarat di permukaan selangkangannya.
“Shitt!” makiku dalam hati, baru saja aku mau merasakan lembutnya bukit di selangkangannya
yang mulai basah itu.
Tante Sofi langsung merebahkan badan di tempat tidur itu. Tapi mataku sejenak
tertuju pada foto Om Toto dengan baju kehormatan militernya.
“Ta…, tapi tante”
“Tapi apa, ah kamu, Di” Tante Sofi melotot.
“Tante kan istri Om Toto”.
“Yang bilang tante istri kamu siapa?”, aku sedikit kendor mendengarnya.
“Saya takut tante, malu sama Om Toto”.
“Emangnya di sini ada kamera yang bisa dilihat dari LA? Didi, Didi.., Kamu
nggak usah sebut nama bangsat itu lagi deh!”, intonasi suaranya meninggi.
“Trus gimana dong tante?”, aku tambah tak mengerti.
“Sudahlah Di, kamu lakukan saja, kamu sudah lama kan menginginkan ini?” aku tak
bisa menjawab, sementara mataku kembali memandang selangkangan Tante Sofi yang
kini terbuka lebar. Hmm, persetan dari mana dia tahu aku sudah menantikan ini,
itu urusan belakang.
Aku langsung menindihnya, dadaku menempel pada kedua buah payudara itu,
kelembutan buah dada yang dulunya hanya ada dalam khayalan itu sekarang
menempel ketat di dadaku. Bibir kamipun kini bertemu, Tante Sofi menyedot
lidahku dengan lembut. Uhh, nikmatnya, tanganku menyusup di antara dada kami,
meraba-raba dan meremas kedua belahan susunya yang besar itu.
“mm…, ooohh…, tante Sofi…, aahh”, kegelian bercampur nikmat saat Tante Sofi
memadukan kecupannya di leherku sambil menggesekkan selangkangannya yang basah
itu pada penisku.
“Kamu mau sedot susu tante lagi?”, tangannya meremas sendiri buah dada itu, aku
tak menjawabnya, bibirku merayap ke arah dadanya, bertumpu pada tangan yang
kutekuk sambil berusaha meraih susunya dengan bibirku. Lidahku mulai bekerja
liar menjelajahi bukit kenyal itu senti demi senti.
“Hmm…, pintar kamu Di, ooohh..” Desahan Tante Sofi mulai terdengar, meski
serak-serak tertahan nikmatnya jilatanku pada putingnya yang lancip.
“Sekarang kamu ke bawah lagi sayang..”.
Aku yang sudah terbawa nafsu berat itu menurut saja, lidahku merambat cepat ke
arah pahanya, Tante Sofi membukanya lebar dan semerbak aroma selangkangannya
semakin mengundang birahiku, aku jadi semakin gila. Kusibak bulu-bulu halus dan
lebat yang menutupi daerah vaginanya. Uhh, liang vagina itu tampak sudah becek
dan sepertinya berdenyut, aku ingat apa yang harus kulakukan, tak percuma aku
sering diam-diam nonton VCD porno. Lidahku menjulur lalu menjilati vagina Tante
Sofi.
“Ooouuuhh…, kamu cepat sekali belajar, Di. Hmm, enaknya jilatan lidah kamu…,
ooohh ini sayang”, ia menunjuk sebuah daging yang mirip biji kacang di bagian
atas kemaluannya, aku menyedotnya keras, lidah dan bibirku mengaduk-aduk isi
liang vaginanya.
“ooohh, yaahh…, enaak, Di, pintar kamu Di…, ooohh”, Tante Sofi mulai menjerit
kecil merasakan sedotanku pada biji kacang yang belakangan kutahu bernama
clitoris.
Ada sekitar tujuh menit lebih aku bermain di daerah itu sampai kurasakan
tiba-tiba ia menjepit kepalaku dengan keras di antara pangkal pahanya, aku
hampir-hampir tak dapat bernafas.
“Aahh…, tante nggak kuaat aahh, Didiii”, teriaknya panjang seiring tubuhnya
yang menegang, tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya yang sejak tadi
bergoyang-goyang, dari liang vaginanya mengucur cairan kental yang langsung
bercampur air liur dalam mulutku.
“Uffff…, Di, kamu pintar bener. Sering nonton yah?” ia memandangku genit.
“Makasih Di, selama ini tante nggak pernah mengalaminya…, makasih sayang.
Sekarang beri tante kesempatan istirahat sebentar saja”, ia lalu mengecupku dan
beranjak ke arah kamar mandi.
Aku tak tahu harus melakukan apa, senjataku masih tegang dan keras, hanya
sempat mendapat sentuhan tangan Tante Sofi. Batinku makin tak sabar ingin cepat
menumpahkan air maniku ke dalam vaginanya. Masih jelas bayangan tubuh telanjang
Tante Sofi beberapa menit yang lalu…., ahh aku meloncat bangun dan menuju ke
kamar mandi. Kulihat Tante Sofi sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower.
“Tante…”.
“Hmm, kamu sudah nggak sabar ya?” ia mengambil handuk dan mendekatiku.
Tangannya langsung meraih batang penisku yang masih tegang.
“Woooww…, tante baru sadar kalau kamu punya segede ini, Di…, ooohhmm”, ia
berjongkok di hadapanku. Aku menyandarkan tubuh di dinding kamar mandi itu dan
secepat kilat Tante Sofi memasukkan penis itu ke mulutnya.
“Ohh…, nikmat Tante Sofi ooohh…, ooohh…, ahh”, geli bercampur nikmat membuatku
seperti melayang. Baru kali ini punyaku masuk ke dalam alatnya perempuan,
ternyata…, ahh…, lezatnya setengah mati. Penisku tampak semakin tegang, mulut
mungil Tante Sofi hampir tak dapat lagi menampungnya. Sementara tanganku ikut
bergerak meremas-remas payudaranya.
“uuuhh… punya kamu ini lho, Di…., tante jadi nafsu lagi nih, yuk kita lanjutin
lagi”, tangannya menarikku kembali ke tempat tidur, Tante Sofi seperti melihat
sesuatu yang begitu menakjubkan. Perempuan setengah baya itu langsung
merebahkan diri dan membuka kedua pahanya ke arah berlawanan, mataku lagi-lagi
melotot ke arah belahan vaginanya. mm…, kusempatkan menjilatinya semenit lalu
dengan tergesa-gesa aku tindih tubuhnya.
“Heh…, sabar dong, Di. Kalau kamu gelagapan gini bisa cepat keluar nantinya”.
“Keluar apa, Tante?”.
“Nanti kamu tahu sendiri, deh” tangannya meraih penisku di antara pahanya,
kakinya ditekuk hingga badanku terjepit diantaranya. Pelan sekali ibu jari dan
telunjuknya menempelkan kepala penisku di bibir kemaluannya.
“Sekarang kamu tekan pelan-pelan sayang…, Ahhooowww, yang pelan sayang oh punya
kamu segede kuda tahu!”, liriknya genit saat merasakan penisku yang baru
setengah masuk itu.
“Begini tante?”, dengan hati-hati kugerakkan lagi, pelan sekali, rasanya
seperti memasuki lubang yang sangat sempit.
“Tarik dulu sedikit, Di…, yah tekan lagi. Pelan-pelan…, yaahh masuk sayang
ooohh besarnya punya kamu…, ooohh”.
“Tante suka?”.
“Suka sayang ooohh, sekarang kamu goyangin…, mm…, yak gitu terus tarik, aahh…,
pelan sayang memek tante
rasanya…, ooouuuhh tekan lagi sayang…,
ooohh…, hhmm…, enaakkk…, ooohh”.
“Kalau sakit bilang saya yah tante?”, kusempatkan mengatur gerakan, tampaknya
Tante Sofi sudah bisa menikmatinya, matanya memejam.
“Hmm…, ooohh..”, Tante Sofi kini mengikuti gerakanku.
Pinggulnya
seperti berdansa ke kiri kanan. Liang vaginanya bertambah licin saja. Penisku
kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi selangkangannya
yang becek bertemu pangkal pahaku. Plak.., plak.., plak.., plak.., aduh
nikmatnya perempuan setengah baya ini. Mataku merem melek memandangi wajah
keibuan Tante Sofi yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin
jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Buah dadanya
tampak bergoyang ke sana ke mari, mengundang bibirku beraksi.
“ooohh sayang kamu buas sekali. hmm…, tante suka yang begini, ooohh…, genjot
terus mm”.
“Uuhh tante nikmat tante…, mm tante cantik sekali ooohh..”.
“Kamu senang sekali susu tante yah? ooohh sedooot teruuus susu tanteee aahh…,
panjang sekali peler kamu ooohh, Didiii…, aahh”.Jeritannya semakin keras dan
panjang, denyutan vaginanya semakin terasa menjepit batang penisku yang semakin
terasa keras dan tegang.
“Di..?”, dengusannya turun naik.
“Yah uuuhh ada apa tante…”.
“Kamu bener-bener hebat sayang…, ooowwww…, uuuhh.., tan.., tante.., mau keluar
hampiiirr…, aahh…”, gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak
terasa sudah lima belas menit kami berkutat.
“ooohh memang enaak tante, ooohh…, Tante Sofi. Tante Sofi, ooohh…, tante,
ooohh…, nikmat sekali tante, ooohh..” aku bahkan tak mengerti apa maksud kata
“keluar” itu. Aku hanya peduli pada diriku, kenikmatan yang baru pertama kali
kurasakan seumur hidup. Tak kuhiraukan tubuh Tante Sofi yang menegang keras,
kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku
yang sedang asyik turun naik itu, “aahh…, Di.., diii…, tante ke…luaarrr
laagiii…, aahh”, vagina Tante Sofi terasa berdenyut keras sekali, seperti
memijit batangan penisku dan uuhh ia menggigit pundakku sampai kemerahan.
Kepala penisku seperti tersiram cairan hangat di dalam liang rahimnya. Sesaat
kemudian ia lemas lagi.
“Tante capek? Maaf tante kalau saya keterlaluan..”.
“mm…, nggak begitu Di, yang ini namanya tante orgasme, bukan kamu yang salah
kok, justru kamu hebat sekali…, ah, ntar kamu tahu sendiri deh…, kamu tunggu
semenit aja yah, uuuhh hebat”.
Aku tak tahu harus bilang apa, penisku masih menancap di liang kemaluan Tante
Sofi.
“Kamu peluk tante dong, mm”.
“Ahh tante, saya boleh lanjutin nggak sih?”.
“Boleh, asal kamu jangan goyang dulu, tunggu sampai tante bangkit lagi,
sebentaar aja. Mainin susu tante saja ya?”.
“Baik tante…”.
Kau tak sabar ingin cepat-cepat merasakan nikmatnya “keluar” seperti Tante
Sofi. Ia masih diam saja sambil memandangiku yang sibuk sendiri dengan puting susu
itu. Beberapa saat kemudian kurasakan liang vaginanya kembali bereaksi,
pinggulnya ia gerakkan.
“Di..”.
“Ya tante?”.
“Sekarang tante mau puasin kamu, kasih tante yang di atas ya, sayang…, mmhh,
pintar”.
Posisi kami berbalik. Kini Tante Sofi menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya
kembali menuntun batang penisku yang masih tegang itu memasuki liang
kenikmatannya, dan uuuhh terasa lebih masuk.
Tante Sofi mulai bergoyang perlahan, payudaranya tampak lebih besar dan semakin
menantang dalam posisi ini. Tante Sofi berjongkok di atas pinggangku
menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana penisku keluar masuk liang
vaginanya yang terlihat penuh sesak, sampai bibir kemaluan itu terlihat sangat
kencang.
“ooohh enaak tante…, oooh Tante Sofi…, oooh Tante Sofi…, ooo tante…, hmm, enaak
sekali…, ooohh..” kedua buah payudara itu seperti berayun keras mengikuti irama
turun naiknya tubuh Tante Sofi.
“Remeees susu tante sayang, ooohh…, yaahh.., pintar kamu…, ooohh…, tante nggak
percaya kamu bisa seperti ini, ooohh…, pintar kamu Didi ooohh…, ganjal kepalamu
dengan bantal ini sayang”, Tante Sofi meraih bantal yang ada di samping kirinya
dan memberikannya padaku.
“Maksud tante supaya saya bisa…, crup.., crup..”, mulutku menerkam puting
panyudaranya.
“Yaahh sedot susu tante lagi sayang…, mm.., yak begitu teruuus yang kiri sayang
ooohh”.
Tante Sofi menundukkan badan agar kedua buah dadanya terjangkau mulutku. Decak
becek pertemuan pangkal paha kami semakin terdengar seperti tetesan air, liang
vaginanya semakin licin saja. Entah sudah berapa puluh cc cairan kelamin Tante
Sofi yang meluber membasahi dinding vaginanya. Tiba-tiba aku teringat adegan
filn porno yang tadi kulihat, “yap…, doggie style!” batinku berteriak
kegirangan, mendadak aku menahan goyangan Tante Sofi yang tengah asyik.
“Huuuhh…, ooohh ada apa sayang?”, nafasnya tersenggal.
“Saya mau pakai gaya yang ada di film, tante”.
“Gaya yang mana, yah…, ada banyak tuh?”.
“Yang dari belakang trus tante nungging”.
“Hmm…, tante ngerti…, boleh”, katanya singkat lalu melepaskan gigitan vaginanya
pada penisku.
“Yang ini maksud kamu”, Tante Sofi menungging tepat di depanku yang masih
terduduk.
“Iya tante..” Hmm lezatnya, pantat Tante Sofi yang besar dan belahan bibir
vaginanya yang memerah, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi
menyusupkan penisku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku
meraih buah dada besarnya.
“ooohh…, nggg…, yang ini hebaat Di…, ooohh, genjot yang keras sayang, ooohh…,
tambah keras lagi…, uuuhh..”.
“ooohh tante…, taannn..teee…, ooohh…, nikmat tante Sofiii..”.
Kepalanya menggeleng keras ke sana ke mari, aku rasa Tante Sofi sedang berusaha
menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannyapun makin ngawur.
“ooohh…, jangan lama-lama lagi sayang tante mau keluar lagi oooh..” aku
menghentikan gerakan dan mencabut penisku.
“Baik tante sekarang…, mm, coba tante berbaring menghadap ke samping, kita
selesaikan dengan gaya ini”.
“Goodness! Kamu sudah mulai pintar sayang mmhh”, Tante Sofi mengecup bibirku.
Perintahkupun diturutinya, ia seperti tahu apa yang aku inginkan. Ia
menghempaskan badannya kembali dan berbaring menghadap ke samping, sebelah
kakinya terangkat dan mengangkang, aku segera menempatkan pinggangku di
antaranya. Buah penisku bersiap lagi.
“aahh tante…, uuuhh…, nikmat sekali, ooohh…, tante sekarang Tante Sofi, ooohh…,
saya nggak tahan tanteee…, enaak…, ooohh”.
“Tante juga Didi…, Didi…, Didi sayaanggg, ooohh…, keluaar samaan sayaang oooh”
kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar, ada sebentuk energi
yang maha dahsyat berjalan cepat melalui tubuhku mengarah ke bawah perut dan,
“Craat…, cratt…, craatt…, crattt”, entah berapa kali penisku menyemburkan
cairan kental ke dalam rahim Tante Sofi yang tampak juga mengalami hal yang
sama, selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Tante Sofi meremas
sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti
merasakan sesuatu yang sangat hebat.
Beberapa menit setelah itu kami berdua terkapar lemas, Tante Sofi memelukku
erat, sesekali ia mencium mesra. Tanganku tampaknya masih senang membelai
lembut buah dada Tante Sofi. Kupintir-pintir putingnya yang kini mulai lembek.
Mataku memandangi wajah manis perempuan paruh baya itu, meski umurnya sudah
berkepala empat namun aku masih sangat bernafsu melihatnya. Wajahnya masih
menampakkan kecantikan dan keanggunannya. Meski tampak kerutan kecil di leher
wanita itu tapi…, aah, persetan dengan itu semua, Tante Sofi adalah wanita
pertama yang memperkenalkan aku pada kenikmatan seksual. Bahkan dibanding Devi,
Rani, Shinta dan teman sekelasku yang lain, perempuan paruh baya ini jauh lebih
menarik.
“Tante nggak nyangka kamu bisa sekuat ini, Di..”.
“Hmm…”.
“Betul ini baru yang pertama kali kamu lakukan?”.
“Iya tante..”.
“Nggak pernah sama pacar kamu?”.
“Nggak punya tante…”.
“Yang bener aja ah”.
“Iya bener, nggak bohong kok, tante…, tante nggak kapok kan ngajarin saya yang
beginian?”.
“Ya ampuuun..” Ia mencubit genit, “masa sih tante mau ngelepasin kamu yang
hebat gini, tahu nggak Di, suami tante nggak ada apa-apanya dibanding kamu..”.
“Maksud tante?”.
“Om Totomu itu kalau main paling lama tiga menit…, lha kamu? Tante sudah keluar
beberapa kali kamu belum juga, apa nggak hebat namanya”.
“Ngaak tahu deh tante, mungkin karena baru pertama ini sih…”.
“Tapi menurut tante kamu emang punya bakat alam, lho? Buktinya baru pertama
begini saja kamu sudah sekuat itu, apalagi kalau sudah pengalaman nanti…, pasti
tante kamu bikin KO…, lebih dari yang tadi”.
“Terima kasih tante..”.
“Untuk?”.
“Untuk yang tadi..”.
“Tante yang terima kasih sama kamu…, kamu yang pertama membuat tante merasa
seperti ini”.
“Saya nggak ngerti…”.
“Di.., dua puluh tahun lebih sudah usia perkimpoian tante dengan Om Toto. Tak
pernah sedetikpun tante menikmati hubungan badan yang sehebat ini. Suami tante
adalah tipe lelaki egois yang menyenangkan dirinya saja. Tante benar-benar
telah dilecehkannya. Belakangan tante berusaha memberontak, rupanya dia sudah
mulai bosan dengan tubuh tante dan seperti rekannya yang lain sesama pejabat,
ia menyimpan beberapa wanita untuk melampiaskan nafsu seksnya. Tante tahu semua
itu dan tante nggak perlu cerita lebih panjang lebar karena pasti kamu sudah
sering mendengar pertengkaran tante”, Suaranya mendadak serius, tanganku
memeluk tubuhnya yang masih telanjang. Ada sebersit rasa simpati mendengar
ceritanya yang polos itu, betapa bodohnya lelaki bernama Om Toto. Perempuan
secantik dan senikmat ini di biarkan merana.
“Kriiing…, kriiing…, kriiing”, aku terhenyak kaget.
“Celaka..! Pasti…, mmungkin?, tante…, gimana nih?”.
“pssstt..” Ia menempelkan telunjukknya di bibirku lalu tangan tante Sofi
mengangkat g****g telfon yang berada di samping tempat tidur. Ia terduduk,
masih tanpa busana, pemandangan asyik untukku yang ada tepat di belakangnya.
“Celaka, jangan-jangan…, Om Toto tahu.., Ah nggak munkin mereka sudah sampai di
LA..”, batinku merasa khawatir.
“Halooo…, eh Son?”, aku tambah khawatir.
“Udah nyampe kalian..?”.
“ooo…, mereka sudah di…”, hatiku agak lega mendengarnya.
“Lia sama adik kamu gimana?”, ternyata Sonny menelfon dari Amerika. Hanya
memberitahu mamanya kalau mereka sudah sampai. Tampak sekali hubungan Om Toto
dan istrinya sedang renggang, tak kudengar mereka berbicara. Hanya Sonny dan
Julia.
“Kamu nanti kalau balik ke sini bawa oleh-oleh lho?”, tanganku iseng meraba
punggungnya yang halus mulus. Tante Sofi melirik nakal sambil terus berbicara.
“Apa aja yang penting ada buat Mama…, eh!” ia merasa geli saat aku mencium
pinggangnya, aku memeluknya dari arah belakang, tanganku meraba permukaan buah
dada itu dan sedikit memijit.
“Ah nggak…, ada nyamuk di kaki Mama…, hmm, trus pacar kamu gimana, kirain jadi
ngajak doi ke situ”, kepalaku kini bersandar di atas pahanya, mataku lagi-lagi
melirik buah dada itu, tangankupun, “ahh…, aduh nyamuknya banyak sekarang yah,
ooo Mama kan belum tutup jendela…, hmm..” mata Tante Sofi terpejam begitu
tanganku menyentuh permukaan buah dadanya, merayap perlahan menyusuri
kelembutan bukit indah itu menuju puncak dan, ” mm a..” aku memintir putingnya
yang coklat kemerahan itu. “Mama lagi baca ini lho artikel masakan khas Amerika
latin kayaknya nikmat ya?” telapak tanganku mulai lagi, meremasnya satu
persatu, “Hmm”, Tante Sofi rupanya pintar juga membuat alasan pada anaknya.
Sambil terus berbicara di telepon dengan sebelah tangannya ia meraih penisku
yang mulai tegang lagi. Aku hampir saja lupa kalau ia sedang on line, hampir
saja aku mendesah. Untung Tante Sofi cepat menyumbat mulutku dengan tangannya.
Nyaris saja.
“Eh, kakakmu gimana prestasinya”, jari telunjuk Tante Sofi mengurut tepat di
leher bawah kepala penisku, semakin tegang saja, shitt…, aku nggak bisa
bersuara. Aku tak tahan dan beranjak turun dari tempat tidur itu dan langsung
berjongkok tepat di depan pahanya di pinggiran spring bed, menguak sepasang
paha montok dan putih itu ke arah berlawanan.
“mmhh…, aahh…, oh nggak, Mama cuma sedikit kedinginan…, uuuhh” lidahku langsung
mendarat di permukaan segitiga terlarang itu.
“ssshh yaa…,enakkk..”, Tante Sofi sedikit keceplosan.
“Ini…, nih, Mama tadi dibawain fried chicken sama tante Maurin” ia beralasan
lagi.
Lidahku kian mengganas, kelentit sebesar biji kacang itu sengaja kusentuh.
“mm fuuuhh…, Mama ngantuk nih…, mau bobo dulu, capek dari kerja tadi, yah?
“Udahan dulu ya sayang…, besok Mama yang telfon kalian…, daah”, diletakkannya
g****g telepon itu lalu Tante Sofi mematikan sistem sambungannya.
“Lho kok dimatiin teleponnya tante?”.
“Tante nggak mau diganggu siapapun malam ini, malam ini tante punya kamu,
sayang. Tante akan layani kamu sampai kita berdua nggak kuat lagi. Kamu boleh
lakukan apa saja. Puaskan diri kamu sayang aahh”, aku tak mempedulikan
kata-katanya, lidahku sibuk di daerah selangkangannya.
Malam itu benar-benar surga bagi kami, permainan demi permainan dengan segala
macam gaya kami lakukan. Di karpet, di bathtub, bahkan di ruang tengah dan di
meja kerja Om Toto sampai sekitar pukul tiga dini hari. Kami sama-sama
bernafsu, aku tak ingat lagi berapa kali kami melakukannya. Seingatku disetiap
akhir permainan, kami selalu berteriak panjang. Benar-benar malam yang penuh
kenikmatan.
Aku terbangun sekitar jam 11 siang, badanku masih terasa sedikit pegal. Tante
Sofi sudah tidak ada di sampingku.
“Tante..?” pangilku setengah berteriak, tak ada jawaban dari istri Om Toto yang
semalam suntuk kutiduri itu. Aku beranjak dari tempat tidur dan memasang celana
pendek, sprei dan bantal-bantal di atas tempat tidur itu berantakan, di banyak
tempat ada bercak-bercak bekas cairan kelamin kami berdua. Aku keluar kamar dan
menemukan secarik kertas berisi tulisan tangan Tante Sofi, ternyata ia harus ke
tempat kerjanya karena ada kontrak yang harus dikerjakan.
“Hmm…, padahal kalau main baru bangun tidur pastilah nikmat sekali”, pikiranku
ngeres lagi.
Aku kembali ke kamar Tante Sofi yang berantakan oleh kami semalam, lalu dengan
cekatan aku melepas semua sprei dan selimut penuh bercak itu. Kumasukkan ke
mesin cuci. Tiga puluh menit kemudian kamar dan ruang kerja Om Toto kubuat rapi
kembali. Siap untuk kami pakai main lagi.
“Fuck..! Aku lupa sekolah…, ampuuun gimana nih”, Sejenak aku berpikir dan segera
kutelepon Tante Sofi di kantornya.
“Halo PT. Chandra Asri International, Selamat pagi”, suara operator.
“Ya Pagi.., Bu Sofi ada?”.
“Dari siap, pak?”.
“Bilang dari Sonny, anaknya..”.
“Oh Mas sonny”.
“Huh dasar sok akrab”, umpatku dalam hati.
“Halo Son, sorry Mama nggak nelpon kamu pagi ini…, Mama telat bangunnya” aku
diam saja.
“Halo…, halo…, Son.., Sonny”.
“Saya, Tante. Didi bukan Mas Sonny…”.
“Eh kamu sayang…, gimana? mau lagi? Sabar ya, tungguin tante..”.
“Bukan begitu tante.., tapi saya jadi telat bangun…, nggak bisa masuk sekolah”.
“Oooh gampang.., ntar tante yang telepon Pak Yogi, kepala sekolah kamu itu…,
tante bilang kamu sakit yah?”.
“Nggak ah tante, ntar jadi sakit beneran..”.
“Tapi emang benar kan kamu sakit…, sakit.., sakit anu! Nah lo!”.
“aah, tante…, tapi bener nih tante tolong sekolah saya di telepon yah?”.
“Iya…, iya.., eh Di.., kamu kepingin lagi nggak..”.
“Tante genit”.
“Nggak mau? Awas lho Tante cari orang lain..”.
“Ah Tante, ya mau dong…, semalam nikmat yah, tante..”.
“Kamu hebat!”.
“Tante juga…., nanti pulang jam berapa?”.
“Tunggu aja…, sudah makan kamu?”.
“Belum, tante sudah?”.
“Sudah…, mm, kalau gitu kamu tunggu aja di rumah, tante pesan catering untuk
kamu…, biar nanti kamu kuat lagi”.
“Tante bisa aja…, makasih tante..”.
“Sama-sama, sayang…, sampai nanti ya, daahh”.
“Daah, tante”.
Tak sampai sepuluh menit seorang delivery service datang membawa makanan.
“Ini dari, Bu Sofi, Mas talong ditandatangan. Payment-nya sudah sama Bu Sofi”.
“Makasih, mang..”.
“Sama-sama, permisi..”.
Aku langsung membawanya ke dalam dan menyantapnya di depan pesawat TV, sambil
melanjutkan nonton film porno, untuk menambah pengalaman. Makanan kiriman Tante
Sofi memang semua berprotein tinggi. Aku tahu benar maksudnya. Belum lagi
minuman energi yang juga dipesannya untukku. Rupanya istri Om Toto itu
benar-benar menikmati permainan seks kami semalam, eh aku juga lho…, kan baru
pertama. Sambil terus makan dan menyaksikan film itu aku membayangkan tubuh dan
wajah Tante Sofi bermain bersamaku. Penisku terasa pegal-pegal dibuatnya.
Huh…,aku mematikan TV dan menuju kamarku.
“Lebih baik tidur dan menyiapkan tenaga…”, aku bergumam sendiri dalam
kamar.Sambil membaca buku pelajaran favorit, aku mencoba melupakan
pikiran-pikiran tadi. Lama-kelamaan akupun tertidur. Jam menunjukkan pukul
12.45.
Sore harinya aku terbangun oleh kecupan bibir Tante Sofi yang ternyata sudah
ada di sampingku.
“Huuuaah…, jam berapa sekarang tante?”.
“Hmm.., jam lima, tante dari tadi juga sudah tidur di sini, sayang kamu tidur
terlalu lelap. Tante sempat tidur kurang lebih dua jam sejak tante pulang tadi,
gimana, kamu sudah pulih..”.
“Sudah dong tante, empat jam lebih tidur masa sih nggak seger..”, kami saling
berciuman mesra, “crup…, crup”, lidah kami bermain di mulutnya.
“Eh…, tante mau jajan dulu ah…, sambil minum teh, yuuk di taman. Tadi tante
pesan di Dunkin…, ada donat kesukaan kamu”, ia bangun dan ngeloyor keluar
kamar.
“Uh.., Tante Sofi..”, gumamku pelan melihat bahenolnya tubuh kini terbungkus
terusan sutra transparan tanpa lengan. Bayangan CD dan BH-nya tampak jelas.
Aku masih senang bermalas-malasan di tempat tidur itu, pikiranku rasanya tak
pernah bisa lepas dari bayangan tubuhnya. Beberapa saat saja penisku sudah
tampak tegang dan berdiri, dasar pemula! Sejak sering tegang melihat tubuh Tante
Sofi sebulan belakangan ini, aku memang jarang memakai celana dalam ketika di
rumah agar penisku bisa lebih leluasa kalau berdiri seperti ini.
“Hmm, tante Sofi…, aahh” desahku sambil menggenggam sendiri penisku, aneh…, aku
membayangkan orang yang sudah jelas bisa kutiduri saat itu juga, tak tahulah…,
rasanya aku gila!
Tanganku mengocok-ngocok sendiri hingga kini penis besar dan panjang itu
benar-benar tegak dan tampak perkasa sekali. Aku terus membayangkan bagaimana
semalam kepala penis ini menembus dan melesak keluar masuk vagina Tante Sofi.
Kutengok ke sana ke mari.
“Tante..”, panggilku.
“Di dapur, sayang”, sahutnya setengah berteriak, aku bergegas ke situ, kulihat
ia sedang menghangatkan donat di microwave. Dan…, uuuhh, tubuh yang semalam
kunikmati itu, dari arah belakang…, bayangan BH dan celana dalam putih di balik
gaun sutranya yang tipis membuatku berkali-kali menelan ludah.
“uuuhh tante…, sayang”, tak sanggup lagi rasanya aku menahan birahiku, kupeluk
ia dari belakang, sendok yang ada di tangannya terjatuh, penisku yang sudah
tegang kutempelkan erat di belahan pantatnya.
“Aduuuhh…, Didi nakal kamu ah..” ia melirikku dengan pandangan menggoda. Aku
semakin berani, tangan kananku meraih buah dada Tante Sofi dari celah gaun di
bawah ketiaknya. Lalu tangan kiriku merayap dari arah bawah, paha yang halus
putih mulus itu terus ke arah gundukan kemaluannya yang masih berlapis celana
dalam. Telunjuk dan jari tengahku langsung menekan, mengusap-usap dan mencubit
kecil bibir kemaluannya.
“Ehhmm…, nnggg…, aahh…, nakaal, Didi”.
“Tante…, tante, saya nggak tahan ngeliat tante…, saya bayangin tubuh tante
terus dari tadi pagi” Tangan kiriku menarik ujung celana dalam itu turun, ia
mengangkat kakinya satu persatu dan terlepaslah celana dalamnya yang putih.
Kutarik cup BH-nya ke atas hingga tangan kananku kini bebas mengelus dan
meremas buah dadanya. Dengan gerak cepat kulorotkan pula celana dalam yang
kupakai lalu bergegas tangan kiriku menyingkap gaun sutranya ke atas. Kudorong
tubuh Tante Sofi sampai ia menunduk dan terlihaylah dengan jelas celah
vaginanya yang masih tampak tertutup rapat. Aku berjongkok tepat di
belakangnya.
“Idiiihh, Didi. Tante mau diapain nih..”, katanya genit. Lidahku menjulur ke
arah vaginanya. Aroma daerah kemaluan itu merebak ke hidungku, semakin
membuatku tak sabar dan…, “huuuhh…, srup.., srup.., srup”, sekali terkam bibir
vagina sebelah bawah itu sudah tersedot habis dalam mulutku.
“aahh.., Didi…, enaakkk..”, jerit perempuan setengah baya itu, tangannya
berpegang di pinggiran meja dapur.
“aawwww…, geliii”, kugigit pantatnya. Uuh, bongkahan pantat inilah yang paling
mengundang birahiku saat melihatnya untuk pertama kali. Mulus dan putih, besar
menggelembung dan montok.
Lima menit kemudian aku berdiri lagi setelah puas membasahi bibir vaginanya
dengan lidahku. Kedua tanganku menahan gerakan pinggulnya dari belakang, gaun
itu masih tersingkap ke atas, tertahan jari-jari tanganku yang mencengkeram
pinggulnya. Dan hmm, kuhunjamkan penis besar dan tegang itu tepat dari arah
belakang, “Sreeep…, Bleeesss”, langsung menggenjot keluar masuk vagina Tante
Sofi.
“aahh…, Didi…, enaak…, huuuhh tante senang yang ini ooohh..”
“Enak kan tante…, hmm…, ooohh…, agak tegak tante biar susunya…, yaakkk oooh
enaakk”.
“Yaahh…, tusuk yang keras…, hmm…, tante nggak pernah gini sebelumnya…, ooohh
enaakk pintarnya kamu sayaang…, ooohh enaak…, terus…, terus yah tarik dorong
keeeraass…, aahh…, kamu yang pertama giniin tante, Di…, ooohh…, ssshh..”, hanya
sekitar tiga menit ia bertahan dan, “Hooohh…, tante…, mauuu…, keluar…,
sekarang…, ooh hh…, sekarang Di, aahh…”. Vaginanya menjepit keras, badannya
tegang dengan kepala yang bergoyang keras ke kiri dan ke kanan.
Aku tak mempedulikannya, memang sejenak kuberi ia waktu menarik nafas panjang.
Aku membiarkan penisku yang masih tegang itu menancap di dalam. Ia masih
menungging kelelahan.
“Balik tante..”, Pintaku sambil melepaskan gigitan di kemaluannya.”Apalagi,
sayang…, ya ampun tante nggak kuat.., aahh”.
Aku meraih sebuah kursi.ia mengira aku akan menyuruhnya duduk, “Eiih bukan
tante, sekarang tante nyender di dinding, Kaki kiri tante naik di kursi ini..”.
“Ampuuun, Didi…, tante mau diapain sayang..”, ia menurut saja.
Wooow! Kudapatkan posisi itu, selangkangan itu siap dimasuki dari depan sambil
berdiri, posisi ini yang membuatku bernafsu.
“Sekarang tante…, yaahh..”, aku menusukkan penisku dari arah depannya, penisku
masuk dengan lancar. Tanganku meremas kedua susunya sedangkan mulut kami saling
mengecup.
“mmhh…, hhmm..”, ia berusaha menahan kenikmatan itu namun mulutnya tertutup
erat oleh bibirku.
Hmm, di samping kanan kami ada cermin seukuran tubuh. Tampak pantatku
menghantam keras ke arah selangkangannya. Penisku terlihat jelas keluar masuk
vaginanya. Payudaranya yang tergencet dada dan tanganku semakin membuatku
bernafsu.
“Cek.., cek.., cek”, gemercik suara kemaluan kami yang bermain di bawah sana.
Kulepaskan kecupanku setelah tampak tanda-tanda ia menikmatinya.
“uuuhh hebaat…,, kamu sayang…, aduuuh mati tante…, aahh enaak mati aku Di,
ooohh…, ayo keluarin sayang…, aahh tante capeeekkk…, sudah mau sampai lagi
niiih aahh..” wajahnya tampak tegang lagi, pipinya seperti biasa, merah,
sebagai tanda ia segera akan orgasme lagi.
Kupaksakan diriku meraih klimaks itu bersamaan dengannya. Aku agaknya berhasil,
perlahan tapi pasti kami kemudian saling mendekap erat sambil saling berteriak
keras.
“aahh…, tante keluaar..”.
“Saya juga tante huuhh…, nikmat.., nikmat…, ooohh…, Tante Sofi…, aahh”, dan
penisku, “Crat.., crat.., crat.., seeer”, menyemprotkan cairannya sekitar lima
enam kali di dalam liang vagina Tante Sofi yang juga tampak menikmati
orgasmenya untuk kedua kali.
“Huuuhh…, capeeekk…, sayang” ia melepaskan pelukannya dan penisku yang masih
menancap itu. Hmm, kulihat ada cairan yang mengalir di pahanya bagian dalam,
ada yang menetes di lantai.
“Mau di lap tante?”, aku menawarkan tissue.
“Nggak sayang…, tante senang, kok. Tante bahagia…, yang mengalir itu sperma
kamu dan cairan kelamin tante sendiri. Tante ingin menikmatinya..”, ia berkata
begitu sambil memberiku sebuah ciuman.
“Hmm.., Tante Sofi..”, Kuperbaiki letak BH dan rambutnya yang acak-acakan,
kemudian ia kembali menyiapkan jajanan yang sempat terhenti oleh ulah nakalku.
Aku kembali ke kamar dan keluar lagi setelah mengenakan baju kaos. Tante Sofi
telah menunggu di taman belakang rumahnya yang sangat luas, kira-kira sekitar
25 acre. Kami duduk santai berdua sambil bercanda menikmati suasana di
pinggiran sebuah danau buatan. Sesekali kami berciuman mesra seperti pengantin
baru yang lagi haus kemesraan. Jadilah dua minggu kepergian keluarga Om Toto
itu surga dunia bagiku dan Tante Sofi. Kami melakukannya setiap hari, rata-rata
empat sampai lima kali sehari!
Menjelang sore, Tante Sofi mengajakku mandi bersama. Bisa ditebak, kami
melakukannya lagi di bathtub kamar mandi mewah itu. Saling menyabuni dan…, hmm,
bayangin sendiri deh. Itulah pengalaman pribadiku saat pertama mengenal seks
bersama guru seks-ku yang sangat cantik, Tante Sofi.
TAMAT