watch sexy videos at nza-vids!
Udin Namaku (1)

Pengalaman ini berawal ketika aku kuliah di universitas di daerah Setiabudhi Badung. Aku nge-kost di daerah Geger Kalong yang saat itu identik dengan DT nya Aa Gym yang menjadikan tidak terbesit oleh ku mengalami pengalaman yang kualami ini.

Aku nge-kost di sebuah rumah pasangan suami-istri. Mereka mempunyai anak satu namun karena sudah berumah tangga maka anaknya itu sudah tidak tinggal di rumah itu. Tempat kost ku mungkin berada agak jauh dari kampus dibandingkan dengan tempat kost2 yang lain dan suananya lebih sepi dan tenang. Mungkin karena itu pula aku memilih kost-an itu disamping harganya yang lebih murah daripada kost2-an yang lain. Hanya terdapat 3 kamar yang di sewakan di belakang bangunan utama yang ditinggali oleh pemilik kost tersebut. Pemilik kost tersebut Pak Dedi yang bekerja di sebuah perusahaan operator telepon seluler dan istrinya Bu Rina yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Pak Dedi berumur sekitar 55 tahunan dan Bu Rina sekitar 42 tahunan.

Pekerjaan Pak Dedi yang suka mengurusi proyek2 pembangunan BTS di daerah2 menjadikannya sering keluar kota, mungkin dari itu juga maka nya rumah mereka di kost kan, biar Bu Rina tidak kesepian kalau ditinggal keluar kota katanya. Bu Rina mungkin bisa dibilang sudah cukup berumur bahkan sudah menjadi nenek dari anak putrinya semata wayang. Namun dari wajahnya masih terlihat segar dan manis, mungkin waktu mudanya memang cantik.

Waktu awal aku ngekost disana mungkin aku menganggap Bu Rina seperti kebanyakan ibu rumah tangga lainnya bahkan aku menganggap sebagai wanita yang alim karena penampilan sehari2nya selalu menggunakan jilbab dan baju gamis yang longgar sehingga tidak pernah terlihat sedikit pun lekuk tubuhnya dari luar. Pada awal2 aku biasa saja, mungkin hanya senyum kalau bertemu atau berucap sapa sewajarnya. Bu Rina biasanya sering ngobrol dengan Putri penghuni kost yang lain.

Keadaan mulai berubah ketika memasuki smester ke-3, penghuni di kost-an itu hanya tinggal aku karena Putri telah lulus dan sudah tidak tinggal di kost-an itu sedangkan kamar yang satu nya lagi memang sudah lama kosong, mungkin karena jaraknya yang jauh dari kampus sehingga kurang peminatnya.

Suatu pagi hari rabu aku dapat jam kuliah siang, sambil nunggu kuliah aku hanya santai2 di kost-an sambil baca buku. Lalu datang Bu Rina menjemur pakaian kebetulan tempat jemuran berada di depan kamar kost-an ku jadi sempat juga kuperhatikan Bu Rina yang sedang menjemur pakaian. Tidak seperti biasanya saat itu Bu Rina menghampiriku setelah selesai menjemur pakaiannya.

“Tidak kuliah Din?” Tanya nya mengawali percakapan.
“Jadwalnya siang Bu” jawabku.
“Gimana tinggal di sini, betah ga?” Tanyanya lagi.
“Betah ko’ bu, tempatnya bersih, tenang, murah lagi” Jawabku sambil sedikit tertawa.
“Ya mungkin buat nak udin sih tenang tapi buat Ibu sih sepi, apalagi setelah anak ibu menikah dan ikut suaminya makanya rumahnya ibu kost-kan”
“Owh… Tapi kenapa ibu ga jual aja bu rumahnya trus ibu beli rumah yang tempatnya ramai gitu?” aku balik bertanya.
“Ini rumah warisan orang tua ibu, dan diamanatkan supaya tidak boleh dijual, makanya ibu tetap bertahan”
“Ya bagus lah bu, kan saya juga jadi dapat kost-an yang murah” candaku.
“Ah kamu bias aja din” sambil tersenyum. “Udah dulu ya din, Ibu mu beres2 rumah dulu”. Lalu Bu Rina masuk ke rumahnya.

Hari itu aku merasa sesuatu yang beda, mungkin sudah ga ada Putri teman ngobrolnya yang dulu jadi Bu Rina mencari teman ngobrol yang lain. Semakin hari aku semakin sering ngobrol berdua-an dengan Bu Rina tapi hanya obrolan2 biasa sekitar lingkungan tempat tinggal, aktifitas sehari2 mungkin hanya sebatas itu. Namun hamper setiap hari atau saat Bu Rina sedang tidak ada kerjaan selalu saja datang untuk ngobrol dengan ku.

Hingga pada suatu hari Pak Dedi dapat tugas keluar jawa untuk proyek BTS nya. Saat itu aku baru saja pulang kuliah. Waktu itu tiba2 hujan mungkin karena Bu Rina sedang tidak ada di rumah makanya aku mengangkat jemuran Bu Rina biar tidak kehujanan. Sepulannya Ibu Rina aku langsung mengantarkan jemurannya tadi, namun ketika aku kembali ke kamarku tanpa kusadari ternyata celana dalam bu Rina ketinggalan secara tidak sengaja. Duh, bingung juga gumamku. Mau kuantarkan pasti malu lah hanya mengantarkan satu celana dalam Bu Rina, tapi kalau tidak kuantarkan pasti Bu Rina bakalan berpikiran negative kalau aku sengaja menyembunyikan celana dalam Bu Rina. Ah, daripada nantinya jadi macam2 lebih baik aku antarkan saja.

Tok.. Tok..
Ku ketuk pintu belakang rumah Bu Rina. Muncul lah Ibu Rina.
“Eh, nak udin”
“Maaf bu, ini ada jemurannya yang tertinggal tadi” Sambil memberikan celana dalam dengan menahan malu.
“Oh, ya makasih din” terlihat wajahnya juga yang napak malu karena celana dalamnya aku pegang. “Udah makan nak udin?” Nampak Bu Rina mengalihkan pembicaraan.
“Udah bu, makasih” jawabku bohong.
“Ah, pasti belum, ibu juga tau kamu tuh suka makan nya malam, ayo temenin ibu makan” ajaknya.
“Udah ko’ udah bu.” Aku coba menolak.
“Ayo sini temenin ibu makan, ga baik loh nolak rezeki.” Sambil menarik tanganku memaksa untuk masuk.
Tak kuasa menolak aku pun menuruti permintaan Bu Rina, aku pun masuk dan mengikuti Bu Rina yang membawaku ke meja makan.
“Silahkan duduk nak udin.”
“Iyah makasih bu” aku pun duduk diikuti dengan Bu Rina yang ikut duduk.
“Loh, bapaknya mana bu?” aku mulai bertanya.
“Tadi bapak ada tuga mendadak ke Bengkulu, padahal Ibu susah masak jadinya ga ada yang makan, makanya Ibu ajak nak Udin makan sekalian, biar ga mubazir.”

Kami pun makan bersama sambil mengobrol berdua. Mulai dari masalah makanan, hoby, tempat kost-an dan lain-lain. Selesai makan aku hendak pamit, meski masih betah ngobrol dengan Bu Rina tapi tak enak juga berduan dalam satu rumah. Apalagi sudah hampir malam mungkin juga Bu Rina mau melakukan aktivitas lainnya.

“Sudah dulu yah bu, sudah mau malam”
“Nyantai aja nak udin, temenin Ibu dulu kenapa”
“Ah ga enak bu, kalau dilihat orang kan ga enak”
“Ah tenang aja, lagian ga akan ada orang yang lihat. Mau ibu bikinin kopi?”
“Ga usah bu, makasih”

Namun Ibu Rina tetap membikinkan kopi dan mengajakku untuk melanjutkan obrolannya di sofa di depan TV. Kami pun melanjutkan obrolan tadi namun kali ini Bu Rina menanyakan hal tentang aku.

“Kamu dah punya pacar din, ko’ ibu perhatikan kamu ga pernah ngajak perempuan ke sini, padahal kan usia seumur kamu pasti lagi asyik2 nya pacaran?”
“Saya ga punya pacar bu, lagi konsentrasi kuliah dulu.”
“Tapi kalau pacaran pasti udah pernah kan?”
“Ga juga bu, paling kalau sekedar suka sih pernah tapi kalau pacaran belum.”
“Masa sih secakep kamu belum pernah pacaran din. Kalau begitu sama donk kaya ibu.”
“Maksudnya?” Tanya ku bingung.
“Dulu ibu tuh nikah muda, usia 15 tahun ibu sudah dijodohkan, malahan waktu itu baru pertama bertemu Bapak tapi ibu langsung dinikahkan. Usia 16 tahun ibu sudah punya anak.”
“Oh pantes masih muda Ibu udah punya cucu, kan Ibu masih cantik ga kelihatan kaya nenek2.” Jawabku sambil becanda.
“Ah kamu bisa aja din.” Bu Rina tersipu malu.
“Tapi meskipun belum pernah bertemu akhirnya Ibu cinta juga kan sama bapak?”
“Ga tau juga yah din, mungkin selama ini Ibu hanya berusaha menjadi seorang istri yang baik, kalau dibilang cinta mungkin ibu hanya menjalani tugas saja. Mungkin juga ibu betahan hanya demi anak saja.”
“Maksud ibu bertahan?”
“Yah, mungkin kalau ingin hati ibu itu ingin berpisah, Bapak itu tidak pernah mau ngertiin ibu, keras kepala, kadang kalau keinginannya ga sesuai suka main kasar.”
“Sabar aja yah bu.” Aku mencoba menghibur.
“Loh ko’ ibu malah jadi curhat sama kamu sih din, maaf yah”
“Ah, ga papa ko’ bu, sapa tau aja bisa ngurangi beban ibu” yang dengan spontan kupegang tangannya Bu Rina.
“Ga tau kenapa yah din akhir2 ini hari2 ibu terasa berbeda, seperti ada hal baru yang ibu rasain yang tak perah ibu rasain dulu.”

Aku juga merasa yang berbeda. Suatu perasaan yang tak bisa ku pahami. Kalau sedang ngobrol dengan Bu Rina hati terasa tenang, terasa nyaman. Untuk beberapa saat kami tertegun mata kami saling memandang. Pandangan yang tak biasa yang membawa kami untuk beberapa saat berada di alam yang berbeda.

Bu Rina melepaskan genggaman tanganku, tanpa kuduga dia langsung memeluku. Aku hanya bisa terdiam karena kaget. Lalu aku memberanikan diri membelai kepalanya yang masih tertutup jilbabnya. Untuk beberapa saat kami berpelukan, lalu Bu Rina mengangkat kepalanya dan kami saling bertatap mata lagi. Seperti yang sudah kompakan bibir kami pun langsung melaju hingga saling bersentuhan.

Cuuup… satu kecupan.
Dan diteruskan dengan kecupan lain hingga kami saling mengulum bibir dan bermain lidah. Sungguh nikmat ku rasa, bibirnya yang tipis manis dan ludahnya yang hangat melambungkan birahiku dan saat itu juga penisku mulai berdiri.

Namun tiba2 Bu Rina seperti tersentak.
“Maaf kan ibu ya din, ibu kelewatan”
“Ah, ngga ko’ bu saya juga ga bisa menahan.”
Mungkin ada rasa malu pada dirinya namun dari wajahnya aku juga dapat merasakan hal yang sama denganku. Birahi yang meninggi…

Kami terdiam, namun tanpa kusadari tatapan Bu Rina tertuju pada celanaku, ternyata dia memperhatikan perubahan penisku yang membesar.

“Maaf bu, ga bisa nahan” dengan malu kututupi celanaku dengan kedua tanganku.

Bu Rina hanya tersenyum.

“Ah, ibu curang ga kelihatan ga kaya seperti aku” aku coba bercanda untuk menutupi malu ku.

“Kamu juga kan tadi dah lihat celana dalam ibu, udah pegang lagi.”
“Tapi kan itu ga ada isinya bu, kalau aku ka nisi nya yang menonjol yang dilihat ibu.”
“Apa kamu mau lihat juga celana dalam yang ada isinya? Nih dah ibu kasih”

Aku terkaget tiba2 Ibu Rina berdiri dan menganggat baju gamisnya sampai ke pinggang dan kulihat celana dalam warna krem yang menempel pada pantat yang montok. Aku hanya melongo sambil menatap indahnya pantat Bu Rina tanpa berkedip. Lalu tiba2 Ibu Rina naik ke pangkuanku dan langsung mencium bibirku. Aku hanya mengikuti karena ini yang pertama bagiku dan aku tak tau harus bagaimana.

Semakin lama hisapan Bu Rina semakin kencang, lalu tiba2 Bu Rina memasukan lidahnya ke mulutku sambil berdesah… ssshhh…ssshhh.. Ya ampun nikmat sekali aku rasa saat lidah kami saling bersentuhan dan bermain2. Sambil menggesek2an vaginanya ke penis ku Bu Rina memegang tanganku dan mengarahkannya ke payudara nya yang mengisaratkan untuk diremas. Aku mun mulai meremas2 payudara sebelah kanan Bu Rina dan desahannya semakin kuat…

Bu Rina membuka kaos oblong yang ku kenakan dan dijilatinnya putingku dan sesekali menggitnya. Aku hanya terdiam dan tubuhku merasa merinding. Jilatannya semakin bawah ke pusarku dan langsung dibukanya celana jeans yang ku kenakan. Penisku langsung menyembul keluar karena telah bangun dari tadi. Tanpa disentuh langsung dimasukannya penisku ku ke mulut nya. Aku tersentak.

“Aww…” erangku.
Bu Rina mengeluarkan penisku dari mulrnya.. “Kenapa din?”
“Linu bu.. tapi enak yah?” jawabku. “Ibu buka juga dong bajunya, masa aku aja yang telanjang” lanjutku.

Bu Rina tersenyum dan mencium penisku lalu dia mulai membuka bajunya satu persatu. Dibukanya jilbabnya dan terlihat rambutnya yang lurus panjang terurai. Cantik sekali, untuk pertama kali aku lihat Ibu Rina tanpa kerudung. Dibukanya baju gamisnya dan hanya menyisakan celana dalam dan BH nya. Terlihat tubuhnya yang montok dengan payudara dan bokong yang besar, meski terlihat sedikit kendur namun tidak mengurangi sedikitpun keindahannya. Lalu dibukanya BH warna krem dan payuudaranya menyembul dengan putting coklatnya. Dan yang terakhir Bu Rina melepaskan celana dalamnya perlahan2, terlihat bulu2 tipis yang tampak dicukur rapikan dengan bokong yang besar seksi. Baru pertama kali aku melihat wanita telanjang bulat didepanku.

“Nih udah sama telanjang, mau diapain sekarang” Tanya Bu Rina
“Hmm.. ga tau juga mau diapain bu”
“Uh dasar, sini punya kamu dulu din Ibu mainin” Bu Rina langsung memegang penis ku yang semakin tegang. “Tahan yah din, nanti juga linu nya jadi nikmat”

Bu Rina menjilati penisku dan mengulum2 dan menghisap, tamapak jauh beda dengan Ibu Rina yang selama ini aku lihat dengan perwatakan yang tenang dan kalem, namun kali ini Bu Rina terlihat begitu semangat dan menggebu2.

“Ahh… Ibu enak banget… terus bu jangan berhenti…” erangku.

Bu Rina pun semakin kencang mengulum2 penisku dan sesekali meremas2 biji ku…

“Gantian yah din..” pinta Bu Rina

Bu Rina pun duduk di sofa dan membukakan kakinya, dengan perlahan Bu Rinapun menuntun kepalaku ke vaginanya. Awalnya aku sungkan, namun lama kalamaan aku pun menikmatinya. Kuciumi bulu nya yang tipis dan kujilat perlahan2 lalu kujilatin lubangnya…

“Aahhh.. Aaaaahhhhhhhhhh… sssttt.. ssshhh…” hanya desahan dari Bu Rina yang kudengar.

Lalu kumasukan lidahku ke lubang vaginanya…

“Iyah sayang terussshh… shhhs… Itu itil nya juga yah sayang…“ berbunga2 aku dipanggil sayang oleh Bu Rina.
“Itil tuh yang mana nya?” aku bertanya belum paham.
“Ituh yang seperti yang punya kamu tapi kecil”

Tanpa bicara lagi langsung aku jilatin itil nya Bu Rina…

“Owh yah.. terus sayang.. isepin juga… owwhhh… sssshhh…” bukan hanya desahan kali ini tapi dengan erangan..

Erangannya mulai dasyat dan Bu Rina memegang rambutku mengisyaratkan agar aku lebih kencang mengisap2 itilnya… Tubuh Bu Rina mengeliat semakin kencang dan tak beraturan… kupegangi pinggulnya agar itilnya tetap di isapanku….

“Oooowwwwwwhhhhhhhhhhhh…. Saayyaaaaaaaaaaaaanggggggg…..” erang panjang Bu Rina.

Kurasakan cairan keluar dari lubang vagina Bu Rina.

“hhhh.. hhh… Ibu udah keluar sayang” sambil terengah2.. “Sini masukin punya kamu sayang”

Bu Rina pun memegang penisku dan menuntunya masuk ke vaginanya….
Clleeebbb.. penisku masuk ke vaginanya.. terasa hangat ku rasakan.. digoyang nya pinggul Bu Rina sambil dipegang pinggulku dan dimaju mundurkannya..

“owh yah sayang… hmmmm.. sshhh.. yah..” Bu Rina pun kembali berdesah.

Kupercepat gerakan ku yang terus menghujam vaginanya…

“Owhhh… ahhhhh….”
“Oooowwwwwwwwwssssssssshhhhhh…. “

Kembali erangan panjang dari Bu Rina dan kali ini cairan hangat terasa di penisku. Ternyata Bu Rina telah kembali orgasme.

“Kamu juga keluarin dong sayang”
“Iii.. iya bu..” aku pun merasa seperti yang kebelet namun kutahan. “Ntar kalau keluarnya di dalam gimana bu?” tanyaku sambil terus menggoyang”
“Gapapa sayang Ibu udah di KB ko’, mau gaya lain ga sayang?”
“Gaya gimana bu” tanyaku yang memang belum pengalaman.

Bu Rina mengeluarkan penisku dan langsung nungging. Kulihat pantatnya yang masih kencang, mulus dan besar, lalu dituntunnya lagi penisku masuk ke vaginanya.

“Hmm.. nikmat sayang…”
“Iyah bu.. nikmat baget…”

Ternyata gerakan nungging ini ga bisa ku tahan… Semakin cepat kugoyang Bu Rina…

“Aaahhh….” Erangku
“Ooowhhh,… shhhh…” Bu Rina tak kalah mengerang..
“Aku mau keluar sayang..” tanpa sadar aku pun ikut memanggil Bu Rina sayang.
“Aku juga saaaayyyyaaaaaaaaannggggggg… “ Bu Rina mengerang….
“Ahhhh…”

Crottt.. crottt.. crottt… aku pun keluar dan nampaknya Bu Rina juga…

“aahhh… shhh… nikmat sayanggg…”

Aku pun terkulai lemas di lantai dengan menyandarkan tubuhku ke sofa, Bu Rina pun turun dan berbaring di lantai dengan kepala di paha ku. Untuk sesaat kami pun hanya tertegun diam tanpa kata. Aku segera mengenakan pakaianku begitu juga dengan Bu Rina.

Aku tertegun di kamar kost-an ku, perasaanku tak menentu, pikiranku kacau balau. Aku masih belum percaya dengan kenikmatan yang baru kurasakan, namun di sisi lain ada perasaan takut dengan apa yang telah terjadi. Mungkinkah suatu hari suami Bu Rina akan mengetahui atau kah sikap Bu Rina akan berubah terhadapku. Tidak bisa dipungkiri meski usia Bu Rina 2 kali lebih tua dariku tapi ada perasaan yang special terhadap Bu Rina.


Aku tertegun di kamar kost-an ku, perasaanku tak menentu, pikiranku kacau balau. Aku masih belum percaya dengan kenikmatan yang baru kurasakan, namun di sisi lain ada perasaan takut dengan apa yang telah terjadi. Mungkinkah suatu hari suami Bu Rina akan mengetahui atau kah sikap Bu Rina akan berubah terhadapku. Tidak bisa dipungkiri meski usia Bu Rina 2 kali lebih tua dariku tapi ada perasaan yang special terhadap Bu Rina.

Esok hari aku menjalani aktivitas seperti biasa, bangun pagi dan berangkat ke kampus. Seperti biasa juga kulihat Bu Rina sedang menjemur pakaian di depan kamar kost ku. Namun ada yang tidak biasa pagi ini, biasa nya Bu Rina selalu mengunakan jilbabnya bahkan sedang menjemur sekalipun namun pagi ini kutemui Bu Rina menjemur tanpa jilbabnya, bahkan hanya menggunakan daster tipis. Aku berjalan menuju luar, Bu Rina hanya memandang sesaat, tanpa sapa bahkan tanpa senyum. Sungguh aneh aku rasa, biasanya kalau aku lewat Bu Rina selalu menyapa atau setidaknya tersenyum.

Di kampus pikiranku melayang, pelajaran kuliah tak ada yang masuk. Pikiranku terus tertuju pada Bu Rina, apakah Bu Rina menyesali apa yang telah aku dan dia lakukan sehingga sikapanya dingin begitu. Aku tak bisa terus membiarkan pikiranku menerka-nerka. Sehabis mata kuliah pertama aku langsung pulang, aku memberanikan diri bertanya pada Ibu Rina.

Tanpa masuk ke kamar kost aku langsung menuju pintu rumah Bu Rina.
“Pagi bu….” Kebetulan pintu belakan rumah Bu Rina tidak tertutup.
“Masuk aja din..” terdengar sahutan dari dalam rumah.
Kutemui Bu Rina sedang menonton tv dengan masih mengggunakan daster merah muda yang tadi pagi. Setelah dipersilahkan duduk aku pun memulai percakapan.

“Maaf bu, ada yang ingin ku bicarakan.” Bu Rina hanya terdiam dan nampaknya dia juga tahu akan arah pembicaraanku. “Maaf ya bu kalau aku lancang, aku mau bertanya tentang yang kemarin.”
“Kenapa ya din?”
“Maaf ya bu dengan yang kemarin.”
“Kenapa minta maaf?”
“Sepertinya Ibu menyesali dengan yang terjadi kemarin.”
“Hhmm…” Bu Rina terdiam sejenak sambil menarik nafas.. “Ibu ga menyesal ko’ din, justru ibu merasa malu sama kamu.”
“Loh ko’ malu sama aku bu?”
“Yah, kamu masih muda, masa ibu yang sudah tua ini suka sama kamu.”
“Yah, aku juga ga tahu bu, tapi aku juga merasakan persaan yang aneh terhadap ibu, entah kenapa tiba-tiba aku merasa takut karena kemarin sikap ibu menjadi berubah dingin seperti tadi.”
“Ibu bukan dingin din, ibu juga bingung harus gimana. Apalagi tadi pagi ibu sudah sengaja menggunakan baju ini tapi kamu terus berjalan tanpa melirik sama sekali.”
“Oh, jadi untuk aku yah bu?.”
“Ga tau kenapa bangun tidur tadi ibu ingin merasakan kembali seperti kemarin, jadi ibu langsung menggunakan baju ini, eh tapi kamu nya lurus terus ga ngelirik sekalipun.”
“Seperti kemarin gimana bu, bukannya ibu sering seperti itu?”
“Yah, ibu memang sering berhubungan intim seperti itu tapi yang kemarin beda banget.”
“Beda gimana bu?”
“Seumur-umur ibu baru ngerasain keluar lebih dari 1 kali dalam sekali main, kalau sama suami ibu paling cuma sekali, bahkan sering juga ga keluar sama sekali.”
Aku tidak bisa komentar samas sekalai, aku hanya bisa pandangi wajah Bu Rina saat bicara, gerak bibirnya yang tipis memancarkan pesona yang mendalam dan menaikan hasratku untuk melumatnya.
“Kenapa din?”
“Ah, gapapa bu..” aku terkaget “Hmm.. daster ibu masih sama berarti dari pagi ibu belum mandi donk” aku coba alihkan pembicaraan.
“Ah kamu din, ibu kan jadi malu”
“Tapi meski belum mandi ibu tetap cantik ko”
“Ah masa sih, ibu kan dah tua gini.. Ya sudah lah ibu mandi dulu..”
Ibu Rina langsung beranjak masuk ke kamar mandi, entah kenapa dia langsunag mandi tanpa menungguku pulang dulu dan entah kenapa juga pintu kamar mandinya dibiarkan terbuka gitu.
“Maaf bu, ko’ pintu nya ga ditutup?” tanyaku dari luar
“Ah kamu din ga ngerti aja, cepetan masuk sini” timpalnya dari dalam.
Aku pun masuk ke kamar mandi, Bu Rina tiba-tiba langsung memeluku dan mencubuku seperti seorang yang sedang kesurupan sampai-sampai bibirku digigitnya. Nampaknya sudah dari pagi hastratnya terpendam. Dibukanya daster merah mudanya dan ternyata sudah tanpa BH dan CD sehingga telanjang bulat lah dia.
“Jilati memek ku din..” Pintanya sambil duduk di atas closet duduk yang tertutup.
Memek??? Pikirku aneh kata itu bisa terucap dari mulut Ibu Rina yang selama ini selalu santun dalam tutur katanya. Tanpa pikir panjang aku langsung menuju arah memeknya yang sudah mengaga. Kurasakan cariran di memeknya, ternyata sudah basah… Kugoyangkan lidahku membelai klitorisnya dan dengan seketika tubuh Bu Rina menggeliat dan berdesah.
“Aaaahh… terus sayang….”
Tangannya memegang kepalaku dan sesekali menjambak rambutku ketika rangsangan mulai menghebat. Aku angkat kakinya ke pundak ku agar semakin leluasa aku bereksplorasi di bagian selangkangan Bu Rina. Sesekali aku jilati lubang pantatnya yang berwarna coklat dan saat lidahku menyentuh lubang pantatnya tubuh Bu Rina pun menggeliat dengan hebatnya.
“aaaaaaaaahhhhhhhhhhhh……” terdengar teriakan kaget Bu Rina. “Pelan-pelan sayang”.
Ternyata Bu Rina kaget saat kugigit klitoris nya.
“eh, iyah bu.. gentian yah bu” aku pun berdiri sambil mebuka bajuku dan tanpa di kuminta Bu Rina langsung membuka celana dan CD ku yang langsung menyembul penisku dengan kencangnya. Tanpa menunggu lama Bu Rina langsung memasukan Penisku ke mulutnya, perlahan tapi pasti gerakannya membuatku merinding nikmatnya. Dijulurkan lidahnya dan dujilatinnya inci demi inci penisku, mulai dari biji zakar sampai kepala penisku, terus bulak-balik dan terlihat wajahnya begitu menikmati layaknya anak kecil makan es krim. Penisku pun kembali dimasukan ke dalam mulutnya, namun tiba-tiba kepala penisku digigitnya.
“Aaaawwww…” aku pun tersentak kaget. Namun kulihat Bu Rina malah tersenyum nakal.
“Gantian tuh…”
“Ah, ibu nakal..” sambil kucubit pipinya.
Ibu Rina pun berdiri sambil terus memegangi penisku, dituntunya aku duduk di atas WC dan ia pun langsung naik ke pangkuanku sambil menuntun penisku masuk ke vaginanya.
“Aaaaahhh….” Dengan deshannya kulihat matanya terpejam saat penisku masuk ke vaginanya. Terasa hangat penisku ketika masuk ke dalam vaginanya, terasa nikmat. Digoyang-goyangkan nya pinggul Bu Rina, naik turun naik turun dan sesekali digoyangkan berputar. Didekatkannya dadanya sehingga payudaranya menempel tepat di wajahku, kujilati putingnya dan sesekali kugigit namun kali ini bukan jeritan yang keluar dari mulut manis Bu Rina tapi desahan yang semakin mendera.
“ooowwhhh.. ahhhh… nikmat sayang….” Desahnya.
Dituntunnya tanganku ke pantatnya. Sumpah, seksi banget pantatnya, walau sudah berumur namun pantatnya belum turun dan seperti yang jarang terjamah. Kuremas-remas pantatnya dan sesekali kuelus-elus liang pantatnya.
“hhmmm… yah itu sayang…” nampaknya Bu Rina menikmati ketika aku mainin lubang pantatnya. Lalu kucoba masukan jariku ke lubang pantatnya, namun tidaklah mudah karena begitu rapatnya dan hanya ujung kuku ku saja yang dapat masuk. Dan tak lama kemudian kudengar desahan panjang yang mulai tak asing.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh….” Tubuhnya menggeliat dengan hebatnya yang menandakan dirinya sudah mencapai orgasmenya. Penisku terasa nikmat tercengram jepitan vagina Bu Rina dan ujung jari telunjukkupun ikut terjepit lubang pantatnya.
“Udah keluar bu…??” tanyaku
“Iyah sayaaaanghhh…” jawabnya dengan nafas yang belum beraturan. “Sebentar ya sayang” sambil merebahkan tubuhnya ke dadaku. Kupeluk dirinya dan kubelai rambutnya yang panjang lurus terurai dan sesekali kukecup keningnya dengan penis yang masih berada dalam vaginanya.
“Nikmat baget sayang, sampai aku lemas gini… Mau gantian sayang?” tanyanya.
“Hmm.. terserah ibu saja deh” jawabku
“Gantian yah kamu yang ngegoyang aku… Tapi boleh minta sesuatu ga?”
“Minta apa bu?” tanyaku.
“Kalau kita lagi berdua jangan panggil ibu dong, panggil aja Rina atau apalah” sambil memainkan pentil dadaku
“Ah, ntar ga sopan bu”
“Kamu sayang aku ga, kalau sayang jangan panggil ibu donk.”
“Iyah Rina ku sayang” Ku kecup bibirnya dan saat itu juga wajahnya tersipu merona. “Terusin yuk bu.. eh Rina sayang”.
Bu Rina menatap wajahku, lalu ia turun dari pangkuanku dan bergantian. Sekarang Bu Rina yang duduk di atas WC dengan mengangkangkan kakinya. Kuhujamkan penisku ke vaginanya kukocokan dengan beraturan dan desahan Bu Rina pun kembali keluar dari mulutnya.
“aaaaaahhhhhh.. saaayyyaaaaaaaaaaaaaaaaaaannngggggg” nampaknya Bu Rina mencapai oragame lagi, begitu cepat tidak sampai tiga menit.
“loh, dah keluar lagi sayang?”
“he’eh”
“loh ko’ cepet banget?”
“Iyah, ga tau nih” mukanya tersipu. “Kamu juga keluarin donk sayang”
“Rina sayang nungging yah..” pinta ku.
Bu Rina pun langsung nungging dengan tangan bertumpu pada bak mandi. Kuhujamkan penisku ke vaginanya.
“aaahhh…”
Kupercepat kocokanku sambil kuremas payudaranya dan terdengar suara pok.. pok.. pok… saat hujamnku mengenai pantatnya yang seksi itu. Lubang pantatnya yang berkerut-kerut membuatku tergoda untuk memainkannya. Kutekan-tekan dengan jempolku dan kucoba mencoloknya. Sedikit demi sedikit jempolku masuk ke lubang pantanya dan saat itu juga vaginanya bertambah kencang mencengkram penisku. Desahan Bu Rina tadi sekarang sudah mulai berubah menjadi erangan.
“Aaaaaaarrgggghhhhh saaaaayyyyyaaaaaaaaaaaaaaannnnngg….. Aku mau lagi….”
“Iyah sayang mau apa?” jawabku tanpa menghentikan hujamanku.
“Mauuuu…. Kkeeee… llluuuuu…. Aaaaaaaarrrrrrrrrrrr… Aaaaaaaahhhhh…..”
Saat itu juga penisku terjepit dengan dasyat dan penisku juga menyemburkan mani ke dalam vagina Bu Rina croot.. crooot… croooottt.., terasa juga cairan hangat mengalir di penisku.
“aaarrgggh rinaaa saaaaayyyyyyyaaaaaanggghh…” erangku.
Aku tersungkur di lanta kamar mandi, demikian juga dengan Ibu Rina, namun tak seberapa lama, kami pun lalu saling memandikan. Saling menyirami saling menggosoki sabun sampai selesainya.
“Bisa minta tolong ga sayang?”
“Minta tolong apa sayang?” tanyaku.
“Aku lemes. Gendong aku ke kamar yah.” Pintannya dengan manja.
“Apa sih yang ngga buat Rina ku sayang” tanpa basa-basi langsung kuanggat Bu Rina menuju kamarnya.
Di kamarnya, kami tidak langsung memakai baju, kami berdua terlentang di kasurnya Bu Rina itu, rasa capek menghinggapiku dan tanpa kusadari aku tertidur di ranjang nya dengan telanjang dengan Bu Rina dipelukanku.
__________________________________________________ _____________
Aku terperanjat dari tidurku, kulihat jam di dinding sudah menunjukan pukul sembilan malam, ternyata sudah dua jam aku terlelap tidur. Kupandangi diriku masih tampak telanjang namun sehelai selimut sudah menutupi tubuhku. Kulihat sampingku dan sekeliling kamar, ternyata Bu Rina sudah tidak ada di hadapku. Aku beranjak dari tempat tidur, dengan selimut yang kubelitkan aku menuju kamar mandi hendak cuci muka dan mengambil pakaianku yang masih tertinggal di sana. Ketika keluar kamar mandi kudapati Bu Rina sedang menyiapkan makanan di meja makan.
“Udah bangun yah, makan dulu yuk sayang” Sapa nya dengan senyuman manis.
“Eh, iya bu…”
“Eitsss…” jari telunjuknya mengangkat sambil mendelik ke arahku.
“Eh, iya sayang..” nampaknya aku masih belum terbiasa tidak memanggilnya ibu.
Kupandangi Ibu Rina dengan seksama, dari aujung rambut sampai ujung kaki nampak berbeda. Rambutnya yang lurus dibiarkannya terurai sampai setengah punggungnya. Wajahnya yang manis tambah semakin cantik saja dengan riasan tipis yang menawan. Tubuhnya yang montok terlihat jelas setiap lekukannya, meski tidak langsing lagi num terlihat kencang terawat. Bu Rina hanya mengenakan pakaian tidur transparan warna putih dengan motif bunga yang panjangnya sepaha dan mengunakan CD yang juga transparan. Tampak jelas payudaranya terlihat karena tidak mengenakan BH. Pantatnya tercetak indah pada pakaian tidurnya.
“Ko’ ngelihatnya kaya gitu banget sih?”
“Kamu cantik banget..” Aku hanya bisa terpana.
“Ah, masa sih?” Bu Rina tersipu malu.
Aku menghampirinya dan duduk di kursi meja makan yang sudah tersedia hidangan. Bu Rina lalu mengambilkan nasi dan lauknya serta memberikan kepada ku. Tapi tiba-tiba Bu Rina duduk di pagkuanku.
“Suapin aku yah say..” Pintanya manja.
“Ih, kaya bayi aja deh..” jawabku sambil mencubit hidungnya gemas.
“Lah, kan tadi udah dimandiin ya sekarang tinggal disuapinnya donk”
Kami mun makan bersama dan saling suap-suapan, sesekali kami bercanda. Nampak indah aku rasa hari itu. Demikian juga dengan Bu Rina, wajahnya memancarkan keceriaan yang seperti mengembalikannya ke masa mudanya.

“Tidur di sini ya sayang..” pintanya
“Emang kalau bapaknya kapan pulang?” tanyaku
“Seminggu lagi baru pulang, kamu di sini aja yah temenin aku.”
“Hmm.. mang kalau dengan suaminya Rina suka seperti ini ga?”
“Seperti ini gimana?”
“Ya, manja-manjaan gitu?”
“Hmm.. Boro-boro, aku manja dikit aja udah dibilang kaya anak kecil, justru yang ada malah aku dimarahi. Emang kamu ga suka yah aku kaya gini?” wajanya cemberut
“Yah suka lah sayaaangg….”
“Hmm.. jadi gimana, mau tidur di sini kan?”
“Iyah deh.. Mau tidur sekarang?” tanyaku
“Hmm… main dulu yah?” jawab Bu Rina sambil tersenyum.
“Main apa Rin?” jawabku pura-pura ga tau.
“Hmm.. dedenya dah bangun lagi yah…??” Bu Rina menggodaku.
“Ah kamu tau aja..”
“Ya tau donk, kan ada yang ngeganjal nih di bawah… ke kamar yuk” ajaknya.
“Ayo, sapa takut”
“Ya ayo..” Bu Rina tersenyum-senyum
“Ya turun donk sayang”
“Ga mau…. mau diangkat lagi” manjanya mulai keluar lagi. Entah kenapa manjanya ini yang sangat aku sukai.
Kami pun beranjak ke ranjang di kamar, ku rebahkan tubuh Bu Rina ke atas kasur. Tanpa basa basi kuciumi bibirnya, kulumat penuh nafsu. Demikian juga dengan Bu Rina, membalas ciumanku dengan nafsu yang gergelora juga. Kumasukan lidahku ke mulutnya, lidahnya pun menyambut lidahku, lidah kami bergulat dengan menggebu sesekali lidahku dihisapnya. Tanganku pun ga mau kalah, ku remas payudaranya yang 38D, kupilin-pilin putingnya. Desahannya kian menjadi, kujilati lehernaya ku keluarkan payudaranya dari baju tidurnya dan sampai lah jilatanku di putingnya itu. Nampaknya kali ini Bu Rina sudah tak tahan dengan pemanasan lama-lama,
“Langsung masukin say….” Pintanya.
“sekarang??” tanyaku heran.
“Iya cepet sayang..” tangannya langsung mengarahkan penisku ke vagina. Dengan digosok-gosokan sebentar penisku langsung dihujamkannya. Dipeluknya tubuhku sampai tubuhku menindih tubuhnya, diciuminya mulutku dengan penuh nafsu. Aku hanya menggenjotnya dan mengikuti permainan yang Bu Rina mau. Tubuhnya menggeliat, dilepaskannya ciuman mulutku lalu kakunya diangkatkan ke peundaku. Pada saat itu aku rasakan jepitan vagina yang luar biasa, dan tak lama kemuadian tubuh Bu Rina menngeliat dengan hebatnya dan erangang keras puu keluar.
“Aaaaaaahhhhhhssss….. sayang keluar…”
Tubuh Bu Rina lemas seketika, dan aku pun menghentikan genjotan. Ku cium kening Bu Rina dan berbaring di sampingnya memberi waktu baginya untuk mengunpulkan tenaga kembali..
“Say…” suaranya lirih di telingaku
“Iyahh…” jawabku.
“Kamu belum keluar yah?”
“He euh..” jawabku. “Dah siap untuk nerusin lagi..?” sambungku
“Ayo, tapi minta yang belakang yah?”
“Sambil nungging gitu?” tanyaku.
“Iyah, tapi lubang yang satunya lagi.. Tadi waktu di kamar mandi pas kamu mainin itu enak banget rasanya”
“Lubang pantat??” tanyaku heran.
“Iyah sayang.. mau yah..” pintanya setengah memohon.
Bu Rina pun langsung mengambil posisi nungging, aku pun bigung gimana harus memulai yang satu ini. Kucoba masukan kepala penisku ke lubang pantat Bu Rina namun setelah beberapa kali berusaha tetap ga bisa aku masukin. Lubang itu terlalu kecil dan rapatnya.
“Coba mainin dulu say..”
Tanpa menjawab aku pun langsung memainkan jariku di lubang pantat Bu Rina. Kutekan-tekan perlahan, kugunakan ludahku untuk melumasinya karena kering. Perlahan-lahan ujung jariku masuk dan Bu Rina pun mengerang sambil menggeliat. Kutekan jari telunjuk ku sehingga masuk semua ke lubang pantat Bu Rin, dia pun langsung menjerit mengerang.
“Aaaahhwwwwwhhhh….”
“Kenapa say, sakit yah?” tanyaku.
“hu uh” jawabnya singkat
“mau diteusin ga?”
“terusin aja say, sakitnya juga nikmat”
Ku keluarkan jari ku, ku coba masukan kembali penisku ke lubang pantatnya. Meski tidak selancar seperti masuk ke vagina, namun kali ini penisku berhasil masuk ke luabang pantatnya. Namun kali ini aku terkaget-kaget, kulihat darah merah keluar dari sekitar lubang pantat. Ku lihat Bu Rina hanya terpejam menggigit bibirnya sambil menahan erangngan.
“Gimana nih bu berdarah gini?”
“Terusin aja say, tanggung..”
Dari raut wajahnya aku bisa melihat kalau dia merasakan sakit di pantatnya, namun rasa penasaran yang begitu besar sehingga mengalahkan rasa sakitnya. Namun sebaliknya dengan aku, kurasakan nikmat sekali, penisku terasa tercengram kuat, lebih nikmat daripada dimasukan ke lubang vagina.
Kukocokan penisku, namun tak secepat seperti di vagina, lubang pantat yang yang begitu rapat menjadikan penisku terbatas dalam bergerak. Aku juga sengaja tidak tidak mempercepat gerakanku agar tidak semakin sakit pantat Bu Rina nya. Hanya 5 menit, penisku langsung mengeluarkan sperma nya. Cengraman pantat yang kuat menjadikan penisku tak dapat menahan sperma seperti biasa. Kurasakan nikmat yang begitu dasyat, namun dari tanda-tanda nya aku tidak melihat kalau Bu Rina mencapai orgasme.
“Udah keluar nih.. kamu belum ya?” tanyaku
“hu uh” jawabnya singkat, mungki masih merasakan sakit di pantatnya
“Gimana donk?”
“Gimana apanya?”
“Kamu kan belum keluar..”
“Ah gapapa”
“Sakit ya say?” Ku peluk dari belakang tubuh Bu Rina yang masih tengkurap. Entah kenapa ada perasaan bersalah karena telah membuatnya rasa sakit.
“Gapapa ko say, sakitnya juga ntar ilang, sama kaya waktu pertama kali memeku dimasukan”
Aku tak membalas lagi ucapnya, aku hanya memeluknya dan membelai rambutnya dengan sayang. Malam itu pun untuk pertama kalinya aku tertidur semalaman dengan seorang wanita dalam pelukanku.

Bersambung