POLIANDRI SEKALIGUS POLIGAMI
Saya baru 2
tahun berumah tangga, tinggal di satu komplek real estate yang di pinggir
Jakarta. Kompleksnya tidak terlalu besar, Rumah ku juga tidak terlalu besar yah
ukuran 140 dan bangunan 100, karena sudah dikembangkan. Kami memang belum
menginginkan anak karena diusia kami yang baru 24 dan istri 22 masih ingin
menikmati masa muda. Hubungan kami tidak ada masalah . Istriku adalah yang
kupacari sejak dia kelas 3 SMP dan perawannya ku jebol 6 bulan setelah pacaran.
Hubungan kami baik-baik saja dan dalam masalah sex kami sudah saling terbuka,
jadi istri tidak malu-malu kalau dia lagi pengin
Istriku cukup cantik dengan kulit putih dan penampilannya masih seperti remaja.
Sejak dia lulus D-3 dia belum pernah bekerja. Awalnya dia ingin juga kerja
tetapi karena rumah kami jauh dari pusat kota, jadi dia akhirnya malas menempuh
kemacetan setiap hari. Jadilah dia ibu rumah tangga yang anteng.
Kami bertetangga dengan pasangan yang usianya sudah di atas kami . Pak Bardi
kutaksir berumur sekitar 35 tahun dan istrinya Bu Lina mungkin sekitar 28
tahun. Bu Lina pintar dalam hal masak memasak. Istriku akrab dengan Bu Lina,
karena dia sering belajar masak dari Bu Lina.
Pasangan tetanggaku ini menurut pengamatanku adalah pasangan yang tidak
seimbang. Pak Bardi perawakannya agak kurus dan tidak tinggi. Sedangkan Bu Lina
adalah sosok wanita yang montok meski tidak termasuk gemuk. Kadang-kadang aku
berpikir, apakah Pak Bardi sanggup melawan Bu Lina, yang kelihatannya kalau
ngesek agak hot juga, karena dari penampilannya yang aktif dan bicaranya
banyak. Sementara Pak Bardi perawakannya kecil dan penampilannya agak loyo.
Pernah juga aku tanya istriku mengenai apakah Bu Lina pernah cerita mengenai
kehidupan sex mereka. Aku hanya penasaran aja melihat pasangan yang tidak
seimbang itu. Dalam hatiku kok mau Bu Lina punya suami yang tampilannya tidak
perkasa, padahal dia modelnya kaya Vina Panduwinata.
“Ih papa ada-ada aja, malu kali dia cerita-cerita gituan,” kata istriku.
Meski umur kami dengan pasangan Pak Bardi tidak terlalu terpaut jauh, tetapi
Penampilannya yang lebih tua dari umurnya mendorong aku mersa pantas memanggil
mereka Pak dan Bu. Mereka pun memangil kami mas dan mbak. Maklumlah kami memang
sama sama bibit jawa.
Suatu hari Istriku menarik masuk kamar, katanya dia mau cerita penting.
Ternyata yang diceritakannya adalah hasil ngrumpi dengan Bu Lina. Menurut
pembicaraan ngrumpi mereka ternyata Pak Bardi sudah hampir 2 tahun tidak bisa
ereksi, akibat penyakit gula. Pantas penampilannya agak loyo dan layu, pikirku
dalam hati.
Padahal pasangan itu ingin punya keturunan dan mereka baru 3 tahun menikah.
Istriku dan Bu Lina sudah seperti kakak adik, mereka kompak sekali dan sering
jalan bareng pergi belanja atau sekedar jalan-jalan ke Mall.
Aku juga cukup akrab dengan Pak Bardi, karena hobby kami sama yaitu main catur.
Ada kalanya kami ngobyek bareng, jual tanah, jual rumah atau apa saja. Hasilnya
sih lumayanlah untuk tambah-tambah up grade mobil.
Istriku jadi sering bercerita soal kehidupan sex keluarga Pak Bardi. Bu Lina
katanya paling senang mendengar petualangan sex kami. Istriku memang agak-agak
jahil, Dia senang sekali bercerita hal-hal yang membuat Bu Lina penasaran dan
terangsang. Mungkin istriku senang melihat Bu Lina tersiksa oleh dorongan
sexnya yang tidak tersalur. Kebahagiaan yang aneh. Kami memang sering
mempraktekkan fantasi sex kami. Bahkan kami sering dirumah hanya bertelanjang
saja. Rumah kami pagarnya tinggi, sehingga tidak bisa terlihat dari luar.
Hal itu malah diceritakan istriku ke Bu Lina. Kata istriku Bu Lina kadang-kadang
sampai menangis karena keinginan sexnya tidak bisa tersalur. Istriku memang
keterlaluan, dia bercerita lalu Bu Lina mendengarnya sampai terangsang berat,
akhirnya dia menangis.
Aku nasihatkan istriku agar jangan menyiksa Bu Lina dengan cara itu, kasihan
dia.
“ Abis selalu
dia yang minta aku bercerita soal-soal sex, aku sudah bilang nanti akan bikin
susah ibu lho, tapi Bu Lina tetap maksa, ya jadi aku cerita aja.,” kata istriku
polos.
Aku sudah minta kepada Lina agar dia mengajari cara-cara oral, sehingga meski
Pak Bardi gak sanggup penetrasi, tapi masih bisa melayani istrinya dengan oral.
“ sudah pa,
Tapi Pak Bardi katanya cepet cape, jadi belum sampai Bu Lina Nyampe, pak Bardi
udah bilang gak bisa nerusi karena kecapean.” Kata istriku.
Pak Bardi udah pasrah soal urusan sex dengan istrinya, malah katanya dia
membolehkan istrinya cari kepuasan sex dengan orang lain asal jangan membawa
penyakit. Tapi Bu Lina tipe wanita yang pemalu serta mencintai suaminya, dia
tidak sanggup menuruti kebebasan yang diberikan Pak bardi.
Bu Lina berasal dari keluarga yang miskin di kampung, kehidupannya terangkat
keatas setelah menjadi istri Bardi. Bahkan dia menunjang biaya orang tuanya
dikampung . Pak Bardi memang tipe orang yang gigih dalam mencari uang, sehingga
meskipun hidup di perumahan tipe dipinggir Jakarta gini, tapi mobilnya
mentereng. Bu Lina juga dia belikan Honda Jazz. Mobil itulah yang sering
digunakan bersama istriku jalan-jalan ke mall.
Aku sendiri hanya bisa punya Avanza, itupun nyicil dengan cicilan yang
mati-matian aku usahakan agar tidak sampai telat.
“ Pa aku lama sekali ingin ngomong ke papa, tapi rasanya susah sekali
keluarnya,” kata istriku suatu hari.
“ Ngomong apaan sih, kamu kan biasanya ceplas ceplos, kok jadi nervous gitu,”
kata ku.
“ enggak pa ini karena masalahnya sensisitif,” kata istriku.
“Apaan sih,” kataku agak penasaran.
“ Gini lho pa, tapi janji jangan marah ya, papa harus bener-bener pegang janji
lho,” kata istriku.
“ Ya deh , apaan sih bikin orang penasaran aja,” kataku.
“ Ah nggak jadi deh, susah ngomongnya sekarang,” kata istriku tiba-tiba.
Aku sudah mengenal wataknya yang senang membuat orang tersiksa karena
penasaran.
“ Ya udah kalau gak jadi, aku mau main catur ke rumah Pak Bardi,” kata ku.
“ Eh jangan pak, iya deh aku cerita sekarang,” katanya.
“Gini lho pa, aku lama-lama kasian liat bu Lina, dia makin lama rasanya makin
tersiksa, meskipun hartanya cukup dan suaminya selalu baik terhadap dia,”
“Selanjutnya,” kataku.
“Aku ingin menolong Bu Lina, papa setuju nggak,” katanya.
Aku belum bisa menangkap arah pembicaraan istriku , apa yang dia akan lakukan
bagiku masih gelap.
“ Kalau kita bisa nolong ya lebih baguslah, mereka kan sering nolong kita
juga,” kataku datar.
“Bener nih Pa, papa juga mau nolong mereka,” kata istriku serius.
“Ya iya lah,” kataku.
Lalu sambil mememeluk lenganku, istriku bercerita bahwa dia ingin aku sekali
waktu membantu Bu Lina . Meskipun kata-katanya muter-muter, tapi singkatnya aku
diminta melakukan hubungan dengan Bu Lina. Katanya Bu Lina sudah bersedia dan
Pak Bardi juga mengizinkan bahkan sangat mendukung.
Rencana mereka ini ternyata sudah 3 bulan disusun, katanya tiap hari sibuk
memikirkan strategi apa yang akan dilaksanakan. Masalah yang paling berat
adalah menyampaikannya ke aku oleh istriku.
Aku tidak munafik sebagai laki-laki, Bu Lina adalah idamanku, sebagai variasi
menu selain menu istriku. Tapi mana mungkin aku menggodanya , karena dia
bersahabat dengan istriku. Eh sekarang malah istriku yang minta aku ngembat Bu
Lina.
“ Apa benar mama gak keberatan berbagi dengan Bu Lina,” kataku meyakinkan.
“Nggak lah mama kasihan banget liat penderitaan Bu Lina, paling tidak kita bisa
menyelamatkan keutuhan rumah tanga mereka, dari pada Bu Lina main sama orang
yang gak jelas,” kata istriku.
“Ok lah selanjutnya bagaimana skenarionya, “ tanya ku.
Istriku bingung, karena ternyata skenario selanjutnya luput mereka susun. Sebab
selama ini mereka berpikir keras bagaimana menyampaikan ke aku.
“ Belum ada skenario selanjutnya, ntar deh mama ngomong dulu ke Bu Lina, “ kata
istriku.
Akhirnya aku berkeputusan untuk menemui Pak Bardi langsung dengan alasan main
catur.
Begitu aku bertemu Pak Bardi, dia langsung aku salami dan ku katakan, aku siap
menolong. Pak Bardi tidak sempat berpikir dan menyusun kata-kata dia langsung
memelukku.
“ Terima kasih
ya mas, kita memang sudah seperti saudara,” katanya dengan mata agak
berkaca-kaca.
“Ayo pak kita main catur lagi,
Kami pun terlibat serius main catur. Kali ini pertahanan Pak Bardi selalu
lemah.
“ Pak bapak
koq gak kayak biasanya,” kataku.
“Gak tau dik, saya jadi sulit konsentrasi,” katanya.
Aku langsung menebak bahwa Pak Bardi pasti memikirkan cara memulai hubungan
baru kami.
“Pak ini kan malam minggu, bagaimana kalau kitapesta barberque di rumah saya,
sambil merayakan hubungan baru kita,” aku menawarkan solusi.
“ Ok juga tuh mas , biar saya yang siapkan semua bahan-bahannya, nanti biar
ibu-ibu yang belanja, “ kata Pak Bardi lalu masuk kedalam menemui istrinya.
Aku lalu pamit pulang dan ingin istirahat tidur, untuk menyiapkan stamina, siapa
tahu nanti malam sudah mulai dibuka hubungan ku dengan Bu Lina.
Istriku pamit, katanya mau belanja sama Bu Lina.
Jam 8 malam kami mulai menggelar pesta barberque di halaman belakang. Kami
kekenyangan dan puas.
Aku menyarankan, acara dance party untuk dua pasang suami istri. Musik segera
kupilih yang syahdu. Mulanya kami dance dengan pasangan kami masing-masing.
Lampu memang sudah aku redupkan . Tapi lama-lama rasanya lampunya masih terlalu
terang. Akhirnya semua lampu kumatikan, cahaya hanya mengandalkan lampu dari
luar. Mulanya terasa sangat gelap, tetapi lama-lama mata kami mulai bisa
menyesuaikan, meski pemandangan tidak begitu jelas. Istriku melontarkan ide
agar kami bertukar pasangan dance. Istriku menarik tanganku dan dia menarik Bu
Lina agar merapat ke badanku. Bu Lina mulanya agak canggung. Mungkin
dipikirannya dia malu, karena soal keinginannya main denganku. Aku berusaha
mencairkan suasana dengan langsung kupeluk Bu Lina. Bu Lina melemaskan badannya
merapat ke tubuhku. Sementara itu istriku menarik tangan pak Bardi untuk juga
turun melantai.
Lagunya mendukung sekali dan amat syahdu. Aku langsung melakukan serangan ke
leher bu Lina. Leher dan telinganya menjadi sasaran ciumanku. Bu Lina agak
terkejut, karena tidak menyangka mendapat serangan begitu cepat. Namun sebentar
kemudian dia sudah pasrah. Sampai kami berdiri tidak bergerak. Aku merasa nafsu
birahi Bu Lina sudah mulai meningkat , Bibirnya aku kecup dengan gerakan yang
ganas. Aku memperlakukan Bu Lina dan menganggap di ruangan ini tidak ada orang
lain. Bu Lina benar=benar terbuai dengan seranganku.
Begitu lagu selesai, istriku bertepuk kecil. Bu Lina kaget dan dia malu. Kami
lalu duduk di sofa. Aku berpasangan dengan Bu Lina dan Istriku dengan pak
Bardi. Kami istriahat dengan menenggak bir dingin.
“Sekarang party kita tingkatkan dengan Lingerie party,” kata istriku yang
langsung mencopot semua baju luarnya. Pak Bardi ragu-ragu tapi dia ikut-ikutan
juga membuka baju luarnya, hingga tinggal celana dalam koloran dan singlet. Aku
membuka semua kecuali celana dalamku.
Bu Lina agak malu, sehingga terpaksa dibantu istriku yang sudah memakai BH dan
celana dalam saja.
Tiga lagu kami habiskan dalam acara pesta pakaian dalam. Istriku tiba-tiba
membuka BHnya dan dia menghampiri Bu Lina untuk membuka BHnya. Bu Lina mulanya
agak menahan, tapi akhirnya dia turuti. Tetek Bu Lina yang lebih besar dari
tetek istriku menempel erat ke dadaku. Pantatnya yang tebal aku remas-remas.
Kami bercumbu berat dan posisi dance kami tidak lagi saling berhadapan tetapi
aku memeluk Bu Lina dari belakang, sambil meremasi susunya yang montok banget.
Jari tanganku pelan-pelan juga sudah menyusup ke balik celana dalam Bu Lina dan
mengerayangi jembut tebal dan celah basah. Bu Lina menyandarkan kepalanya ke
bahuku.
Entah berapa lagu sudah dimainkan, bahkan tanpa lagu pun kami tetap berpelukan
di tengah ruangan. Istriku tiba-tiba menghampiri bu Lina dan segera menarik
turun celana dalam Bu Lina. Bu Lina Kaget, tapi dia tidak menolak. Celanaku
giliran berikutnya dipelorotkan. Istriku sendiri sudah total naked.
“Ayo pak jangan malu-malu kata istriku ketika melihat Pak Bardi ragu mau
mencopot celananya. Dia jadi jengah karena tinggal dia yang masih pakai celana,
sehinga akhirnya dibuka juga.
Aku dan Bu Lina sudah makin dalam bercumbu. Kami kembali berpelukan
berhadap-hadapan. Kebetulan tinggi Bu Lina tidak beda jauh dengan ku, sehingga
kemaluan kami bisa langsung bertatap muka. Kujepitkan penisku di antara kedua
paha Bu Lina, kami dance dalam keadaan penisku terjepit paha Bu Lina. Aku sudah
makin terangsang, sehingga berusaha memasukkan penisku ke dalam vaginanya
Awalnya agak susah, tetapi karena kegigihanku akhirnya ambles juga semuanya. Bu
Lina melenguh. Tapi posisi dancenya jadi kurang nyaman karena aku terpaksa agak
menekuk dengkulku.
Lama-lama dengkulku pegel, sehingga aku mengajak Bu Lina untuk berbaring di
lantai karpet. Dia kutelentangkan, di karpetku yang agak tebal. Aku mengtur
posisi misonaris dan dalam gerakan lambat aku menghunjam-hunjamkan penisku
sedalam-dalamnya ke lubang kenikmatan Bu Lina. Bu Lina agresif sekali bergerak
memutar pantatnya sampai aku susah mengikuti iramanya. Aku berusaha bertahan
selama mungkin untuk mengalahkan Bu Lina. Hampir 15 menit aku genjot Bu Lina
tapi dia masih belum ada tanda-tanda orgasme. Badanku mulai lelah, Kulihat
istriku meremas-remas penis Pak Bardi tapi masih terlihat kuyu. Pak Bardi
seperti memberi isyarat ke istriku agar bergabung bersamaku, sedang Pak Bardi
duduk di sofa mengamati istrinya yang aku mainkan. Istriku duduk bersila disamping
pertarungan kami.
Istriku memberi semangat agar Bu Lina berkonsentrasi.
Bu Lina memejamkan mata dan tak lama kemudian dia melenguh dan berusaha
mendekapku erat sekali. Aku merasa vaginanya mulai berdenyut. Aku tidak memberi
kesempatan dia menuntaskan orgasmenya, malah aku percepat dengan dengan gerakan
kasar. Bu Lina melolong-lolong karena tidak sampai 5 menit kemudian dia
menjerit, lalu menutup sendiri mulutnya setelah sadar ada orang yang emperhatikannya.
Meski mulutnya ditutup tapi dia tetap menjerit di sekapan tangannya sendiri.
Tampaknya Bu Lina mencapai orgasme berkualitas tinggi. Aku padahal sudah hampir
juga sih, tapi karena aku tahan jadi bisa agak lama.
Bu Lina terkulai lemas, tergeletak di karpet dengan badannya penuh keringat.
Padahal ruangan ini awalnya dingin karena ada AC. Aku segera meraih istriku dan
dia ku minta bermain diatasku. Terus terang kalau aku diatas, aku bisa jebol
duluan. Istriku berputar-putar diatasku sampai dia mencapai orgasme aku juga
bersamaan menyertainya.
Kami berbaring berjajar bertiga dengan aku ditengah. Kiri kananku memelukku.
Di sofa Pak Bardi hanya duduk memperhatikan kami Dia tersenyum. Mungkin
batinnya bahagia karena akhirnya istrinya mendapat nafkah batin.
Pak Bardi mendekat dan menyalamiku.
“ Terima kasih
ya mas,” katanya.
Pak Bardi lalu menyarankan agar istrinya tetap tinggal malam ini bersama aku
dan istriku, sementara dia pamit pulang.Pak Bardi berkemas dan dia segera
meninggalkan kami.
Istriku membimbing Bu Lina ke kamar mandi, dan aku juga ikutan. Kami membersihkan
diri dengan mandi air hangat.
Setelah mengeringkan dengan handuk kami bertiga bertelanjang tidur bersama di
ranjangku yang memang king size. Aku diapit oleh Bu Lina dan Istriku.
Istriku memulai babak baru. Dia bangkit dan mulai mengulumi penisku. Tak lama
kemudian tangan Bu Bardi ditariknya dan diarahkan agar dia ikut mengulum
penisku. Bu Bardi sudah tidak lagi merasa malu. Dia menghisap penisku dan
tarikan yang kuat. Rasanya air main seperti ditarik keluar secara paksa.
Pelan-pelan penisku mulai mengembang sampai ukuran setengah keras.
Bu Lina ku suruh berbaring dan kini giliranku mengoral memey nya. Dia
mendesah-desah sambil meremas-remas susunya sendiri. Pertahanannya jebol karena
dia segera mencapai orgasme.
Istriku kuminta menghidupkan lampu, sehingga kamar tidur jadi terang benderang.
Bu Lina segera menarik selimut karena merasa malu. Istriku melarangnya sehingga
akhirnya dia pasrah telentang telanjang.
Ku ajarkan bagaimana cara membuat Bu Lina mencapai orgasme sempurna tanpa oral
dan tanpa hubungan badan. Aku memasukkan jari manis dan jari tengah ke dalam
lubang vagina Bu Lina.. Setelah semua masuk terbenam lalu aku melakukan gerakan
seperti mengangkat benda dengan berstumpu pada kedua jariku di lubang vagina Bu
Lina. Dia mulanya heran, tapi lama-lama merasakan kenikmatan yang menjalar ke
seluruh tubuhnya. Bu Lina lalu mengerang-ngerang seperti orang kesurupan
sehingga tidak sampai 5 menit dia sudah menjerit karena orgasmenya. Bu Lina
berteriak ampun-ampun agar aku menghentikan rangsangannya, tapi setelah
berhenti sebentar aku mulai lagi gerakan tadi, dia kembali mencapai orgasme dan
berteriak nikmat, lalu memegangi tanganku agar aku menyudahinya.
“ Lemes banget
mas , tapi enak banget,” katanya.
Tidak lama kemudian dia jatuh tertidur pulas. Giliran berikutnya aku bermain
dengan istriku. Istriku malah kelihatan bersemangat sekali. Aku tahu, meskipun
dia sudah mengatakan rela, tapi ada juga rasa cemburunya melihat suaminya
mesara dengan perempuan lain. Main dengan istri yang sedang diliputi rasa seperti
itu, rasanya nikmat sekali, karena dia sangar bergairah.
Kami akhirnya tertidur lelap sampai jam 7 pagi. Ketika aku terjaga kulihat
kedua wania disampingku masih tidur nyenyak. Aku mulai menciumi pipi Bu Lina
lalu menyedoti susunya yang menggelembung. Akhirnya aku menggenjotnya meskipun
Bu Lina belum siuman benar dari tidurnya, tapi vaginanya sudah cukup basah.
Penisku yang keras sempurna pada pagi hari terasa sesak berada di dalam vagina
bu Lina.
“ Mas rasanya kok penuh banget ya, enak mas, “kata Bu Lina.
Mendengar
suara berisik Istriku bangun, Dia menonton permainan kami sebentar lalu dengan
tetap bertelanjang menuju kamar mandi. Dia tidak balik lagi, tetapi keluar
kamar. Aku meneruskan misiku memuaskan bu Lina yang mendesis-desis seperti
kepedasan.
“ Mas aku sebenarnya kebelet kencing, tapi udah keburu disodok duluan jadi
rasanya bingung gitu mas“ kata bu Lina.
Aku bangun lalu membimbing bu Lina ke kamar Mandi. Aku segera duduk di closet
dan kuminta Bu Lina duduk dipangkuanku sambil menghunjamkan barangku ke dalam
vaginanya. “ Lho kirain saya disuruh pipis, kok malah disodok lagi. “ protes Bu
lina yang katanya sudah kebelet banget mau pipis.
Aku tidak menghiraukan, dan aku meminta Bu Lina untuk memutar-putarkan
pinggulnya.
“Oh mas enak
banget mas,” katanya.
Bu Lina jadi urung kebelet pipis, dia malah bersemangat menggenjotku. Aku ingin
ganti posisi. Dan Bu Lina kuminta berbaring di lantai kamar mandi yang masih
kering. Kedua kakinya kutekuk dan aku bersimpuh menggenjot dirinya sambil
tanganku menekan dan memutar di clitorisnya. Bu Lina mencapai orgasme. Sessat
kemudian kutarik penisku dan kini tanganku ku colokkan ke dalam vaginanya
mencari titik g spotnya. Dengan gerakan halus aku raba bagian sensitif di dalam
lubang vagina itu, sampai Bu Lina menggelinjang-gelinjang. Dia mulai mengerang
keenakan dan tak lema kemudian seperti ada cairan kental yang muncrat pelan
dari lubang kencingnya ketika itu dia orgasme dengan ejakulasi, tetapi kemudian
air kencing yang terpancar dari lubang itu dengan semprotan yang keras sehingga
mengenai mukaku. Aku hanya memejamkan mata dan tidak berusaha menghindar. Bu
Lina bingung karena dia tidak bisa menghentikan semprotan air seninya.
Sementara aku menahan posisinya agar tidak berubah. Sempurnalah dia
mengencingiku sebanyak-banyaknya.
“ Eh mas sorry ya aku gak bisa tahan lagi, abis mas nahan aku sih jadi aku gak
bisa ngalih,” katanya.
“Gak apa –apa bu, saya sudah tahu, makanya saya ajak ke kamar mandi.” kataku.
Istriku masuk bergabung dan kami mandi bertiga.
Selepas mandi Istriku melarang Bu Lina berpakaian. Kami akan melakukan nude
breakfast. Bu Lina diminta menelpon suaminya untuk sarapan Bareng. Tak lama
kemudian Pa Bardi mengetuk pintu, dia rupanya baru selesai jalan pagi, sehingga
masih mengenakan sepatu dan celana pendek.
Dia kaget melihat kami bertiga telanjang. Aku mencegah dia buka baju, karena
kurasa dia lebih nyaman dengan berpakaian. Kami lalu sarapan bersama. Seharian
itu kami bernudis dir di rumah dengan pak bardi yang tetap mengenakan baju,
Tapi dia kemudian berganti baju dengan berkaus oblong dan sarung.
Seharian itu entah berapa kali kami main berhenti dan main lagi. Aku yang
sehari sebelumnya sudah doping dengan obat-obat kuat, sehingga stamina dan
nafsuku tetap prima.
Kami akhirnya makin akrab dengan keluarga Pak Bardi dan memutuskan untuk
membuat pintu penghubung di bagian belakang rumah kami. Bu Lina sudah tidak
canggung-canggung lagi minta jatah dan sering kali langsung menerobos ke kamar
kami. Kadang-kadang kami sedang asyik bertempur dia masuk. Bu Lina lebih sering
tidur di rumah ku dibanding tidur dengan suaminya.
Mengenai cara yang kuminta dipraktekkan hubungan tanpa oral dan penetrasi
bersama Pak Bardi, kata bu Lina kurang mantap kalau suaminya yang melakukan.
Hampir setahun kami berhubungan, Bu Bardi akhirnya hamil dan lahirlah bayi
laki-laki. Untung wajahnya mirip Bu Lina, sehingga tidak ada orang yang curiga
kalau itu adalah bibitku. Kami pun mengakhiri masa menahan tidak punya anak dan
istriku kemudian hamil dengan melahirkan anak laki-laki juga.
Sampai anak kami sekolah kami masih tetap melakukan dengan Bu Lina. ***
TAMAT