Syahwat Seorang Isteri
Panggil aku Ayu.
Sesungguhnya namaku yang benar adalah Kustinah.
Sejak sekolah hingga sekarang sesudah umur 28 tahun teman-teman gaulku selalu
memanggilku Ayu karena kecantikanku.
Dan panggilan itu akhirnya keterusan hingga orang-orang rumaHPun memanggilku
demikian.
Sebagai seorang perempuan, menurut omongan dari banyak teman-temanku, aku
termasuk cantik dan sensual. Dengan tinggi tubuhku yang 174 cm dan berat badan
yang 57 kg serta wajah ayuku mereka bilang aku pantas kalau jadi model atau
bintang sinetron.
Dari ukuran normal, sebagai seorang istri aku telah mendapatkan segalanya.
Menjadi putri ke 3 dari keluarga yang cukup terpelajar, ayahku yang berasal
dari Jambi adalah seorang ahli hukum laut menikah dengan ibuku yang berasal dari
Jawa Timur adalah seorang dokter, aku mendapatkan kasih sayang yang cukup
melimpah.
Demikian pula, sebagai istri dari Mas Surya yang seorang insinyur arsitek, aku
mendapatkan apapun yang aku inginkan. Tetapi ini pula mungkin pangkalnya.
'Mendapatkan apapun yang aku inginkan' itu di kemudian hari ternyata menghadapi
banyak godaan yang tak mampu aku hindari dan kendalikan. 'Apapun yang
kuinginkan' ini berkembang dimensinya. Khususnya dalam masalah syahwatku.
Telah 8 tahun aku menikah dengan Mas Surya. Suamiku termasuk type pria idaman
bagi kebanyakan wanita. Insinyur, tampan, lembut, cerdas dan romantis. Walaupun
hingga kini belum memiliki anak, kami nggak pernah kesepian. Ada saja yang
membuat kami asyik mengarungi bahtera sebagai suami isteri ini. Setiap pulang
kerja ada saja oleh-oleh yang dia bawa untuk menyenangkan aku. Banyak kejutan
yang dia persiapkan untukku. Apa saja.
Dalam hal hubungan seksual, dia termasuk lelaki yang normal. Gairah, kelembutan
dan romantisme yang ada padanya selalu menghasilkan hubungan seksual yang tak
ada cacatnya.
Hingga terjadilah sebuah peristiwa yang sangat mempengaruhi tingkah-lakuku
dalam hal syahwat.
Bermula dari rumah temanku..
Sehabis program aerobik yang secara rutin aku lakukan bersama teman-teman dalam
klub, aku tidak langsung pulang. Yang punya rumah, Mbak Sari, namanya ngajak
aku ngobrol dulu. Kebetulan dia sedang sendirian. Suaminya belum pulang dari
kantornya, anaknya nginep di rumah neneknya dan Warsih pembantunya sedang
pulang kampung. Sesudah dia buatkan aku teh panas kesukaanku kami ngobrol di
ruang keluarga. Sesudah ngomong macam-macam topik, Sari ngajak aku nonton VCD
porno.
Walaupun aku sering dengar tentang VCD macam itu terus terang aku belum pernah
menontonnya. Dan aku kok nggak enak kalau menolak ajakan Sari ini. Yaa..,
akhirnya kami nonton sama-sama.
Ternyata dari VCD itu aku baru melihat apa-apa yang sebelumnya tak terbayangkan
olehku.
Wanita-wanita yang sangat cantik secara agresif digauli maupun menggauli lelaki
kasar, hitam atau coklat dan sebagainya. Wanita-wanita itu sepertinya begitu
bernafsu terhadap kemaluan lelaki. Dan yang aku nggak pernah terbayangkan
sebelumnya, ternyata lelaki-lelaki itu memiliki penis yang demikian gede, kuat,
panjang dan penuh otot. Penis itu begitu berkilat saat tegang karena birahi.
Saat 'close up' kulihat, bibir lubang kencingnya yang lebar dengan lubangnya
yang dipenuhi cairan syahwatnya yang jernih bening. Kameranya menangkap citra
kemaluan itu begitu tajam dan detail seperti penyajian citra makanan yang
demikian lezatnya. Kilatan kepalanya yang mengkilat seakan hendak meletus pada
saat tegang bernafsu. Aku jadi ingat kemaluan suamiku yang mungkin hanya
seperempat besarnya dibanding kemaluan-kemaluan bintang VCD itu. Dan pada saat
penis itu menembusi vagina, betapa sesaknya. Sampai nampak bibir vaginanya,
yang pasti sangat mencengkeram, ikut terbawa keluar masuk ketika penis itu
memompa. Aku jadi merinding melihatnya.
Dan lihat wanita-wanita cantik itu.. Dari desahan-desahan dan jeritan erotisnya
nampak mereka diterkam oleh kenikmatan yang tak terhingga. Dan kenikmatan itu
lebih lagi saat muncratnya air mani si lelaki yang ditumpahkan ke bibir-bibir
cantik mereka. Terkadang berceceran di seputar wajahnya, kacamatanya, buah
dadanya. Dan.. oohh.. si cantik-cantik itu menelan sperma-sperma lelaki kasar
itu. Bahkan mereka juga menjilati yang tercecer pada bagian-bagian tubuhnya.
Ah.. aku nggak tahan melihatnya.
Aku malu sama Mbak Sari kalau sampai dia melihati wajahku. Aku cepat-cepat
pamit dengan alasan rumah kosong. Dan sepanjang jalan pulang aku masih
berpikir.. benarkah ada kemaluan sebesar itu. Dan perempuan-perempuan tadi..
cantik-cantik dengan mulutnya yang terus menjilati penis-penis lelaki
kasar-kasar itu. Aku ingat betapa si lelaki menyeringai kenikmatan saat
spermanya muncrat-muncrat.. dan iihh.. si wanita dengan rakusnya minum, menelan
dan menjilati yang tercecer. Ahh.. Gedenya kemaluan ituu.. Aahh.. tidak!
Jangan! Aku berusaha melupa-lupakan apa yang barusan kutonton. Aku tak mau
mengingatnya lagi. Tetapi..
Sejak itu, setiap kali aku melihat lelaki, apalagi lelaki yang kasar-kasar
macam tukang becak atau kuli, tak terelakkan, aku selalu membayangkan dan
bertanya dalam hatiku, apa kemaluan mereka juga gede sebagaimana yang aku lihat
di VCD itu!? Dan yang membuat lebih repot lagi, saat Mas Surya menggauli aku
selalu datang bayangan kemaluan-kemaluan gede itu. Bahkan akhir-akhir ini aku
seakan merasakan hambar saat-saat kemaluan Mas Surya memasuki vaginaku. Rasa
kegatalan pada dinding-dinding vaginaku tak juga mau bangkit. Untungnya aku
bisa berpura-pura bergairah dan meraih orgasme, hingga Mas Surya tak merasakan
ketidak beresanku.
Tetapi aku rasa hal ini tak mungkin berjalan selamanya. Dorongan syahwatku
sendiri menuntut agar aku meraih orgasme. Kepalaku akan pusing dan kerjaku
tidak bisa konsentrasi setiap gagal orgasme saat bersetubuh bersama Mas Surya.
Lama kelamaan hal ini benar-benar menjadi derita bagi aku. Beberapa hari
terakhir ini Mas Surya menegorku, kenapa aku nampak kurang segar. Dia
perhatikan raut kegembiraan di wajahku nampak jarang terlihat. Dia bertanya
apakah aku punya masalah. Dia bahkan beri saran, kalau ada masalah ngomong, dia
mungkin bisa membantu. Jangan simpan masalah itu berlarut-larut. Hal itu akan
mempengaruhi kesehatanku.
Ah, kasihan Mas Surya. Dia nggak tahu apa yang sedang aku dambakan. Tetapi
kata-katanya yang 'jangan simpan masalah hingga berlarut-larut' itu telah
merangsang timbulnya gagasanku. Tapi entahlah.. Aku kacau dan oleng.
Setiap bulan aku belanja cukup banyak untuk keperluan rumah tangga. Aku belanja
di toko agen tidak jauh dari rumah. Dengan blus katun tipis yang adem dan
celana jeans ketat kesukaanku aku keluar rumah. Aku senang melihat para lelaki
dan juga wanita kagum dan menikmati sensual tubuhku berkat busanaku ini. Saat
pergi tanpa bawaan barang aku naik angkot, nanti pulangnya dengan berbagai
macam barang belanjaan yang cukup berat aku biasa naik becak. Toko agen itu
cukup mengenalku. Mereka melayani aku dengan ramah. Aku juga lihat bagaimana
taoke menikmati sensual penampilan tubuhku. Siapa tahu dia sambil mengelusi
kemaluannya dari meja kasirnya. Ah.. kenapa pikiranku mudah jorok macam ini
sejak menonton VCD di tempat Mbak Sari itu.
Sesudah selesai belanja seperti biasanya anak buah taoke pemilik toko membantu
aku memanggil tukang becak dan menaikkan barang-barangku ke becak. Saat aku mau
naik sepintas aku ngomong sama abang becaknya kemana tujuanku. Pada saat itulah
tiba-tiba aku merasa bergidik merinding. Melihat sosok tubuh yang kekar dan
kecoklatan serta bertatapan muka dengan si abang becaknya aku kembali ingat
tayangan VCD itu. Wajahnya sangat seksi dengan bibirnya yang tebal itu rasanya
siap melahap aku. Matanya nampak liar seakan hendak memandang telanjangnya
tubuhku. Aku sepertinya kena sihir, bengong, hingga dia yang menegor,
"Kemana, buu..?!"
Masih dalam bengong aku naik ke becak,
"Kemana, buu..?!," sekali lagi kudengar pertanyaannya.
"Ah, iyaa.. ke kompleks bang..," jawabanku terasa tanpa berpikir.
Sepanjang jalan itu aku terus melamun.. Adakah kemaluan si abang becak yang
sedang kutumpangi ini juga gede? Duhh.., kenapa pikiranku terus tertuju kepada
si abang ini? Sebagaimana biasa, begitu sampai di rumah, karena
barang-barangnya cukup banyak dan berat, si abang becaknya membantu untuk
menurunkan dan memasukkan barang-barang belanjaanku tersebut ke dalam rumah.
Aku tak bisa mengelak dari keinginanku untuk mengamati sosok si abang becak.
Kulihat tubuhnya yang hanya memakai kaos singlet dan celana pendek yang
setengah dekil, mengkilat karena keringatnya. Nampak gumpalan daging dan
otot-ototnya yang kecoklatan pada lengan-lengan dan paha serta betisnya.
Wajahnya nampak kasar oleh tempaan kehidupannya. Walaupun wajah itu tidak
tampan, dengan bibirnya yang agak tebal, dia nampak sangat seksi. Lelaki macam inilah
yang sering aku bayangkan memiliki kemaluan yang gede. Benarkah?
Dengan sigap dia mengangkat dan memanggul barang-barangku ke dalam rumah. Saat
itulah dorongan syahwatku kembali menyergap aku. Alangkah seksinya tubuh si
abang ini. Timbul keinginan untuk menahannya lebih lama. Aku bilang, tunggu
sebentar bang, sambil aku berpura-mencari dompet yang sengaja tak kutemukan.
Aku berpura-pura bingung seperti orang lupa. Sementara menungu kupersilahkan
dia duduk di kursi makan dekat dapur. Aku sendiri masuk ke kamar untuk
meneruskan pencarian dompetku. Sesaat kudengar dia ngomong,
"Bu, boleh pinjam toiletnya, saya pengin buang air kecil?"
Ah, kebeneran, kata dalam hatiku,
"Silahkan, bang," aku menyahut dari kamar.
Kemudian aku keluar sementara si abang becak kencing di toilet. Kuperhatikan
pintu kamar mandiku. Aku agak blingsatan. Darah syahwatku mengalir deras. Aku
pengin banget ngintip saat dia kencing. Ini merupakan kesempatan yang langka
dan paling kutunggu. Dan pada saat seperti sangat mungkin. Pintu kamar mandiku
yang terbuat dari papan memberikan celah-celah kecil sepanjang sambungannya.
Tak mampu untuk menahan diri aku berjingkat mengendap-endap untuk mengintip.
Jantungku berdegup keras. Cukup edan bagiku yang istri insinyur untuk bisa
berbuat macam ini. Tetapi..
Darahku langsung syuurr.. saat bisa mengintipnya. Nampak si abang sedang
memegangi kemaluannya. Loh, ngapain dia..? Kulihat kemaluannya tegang dengan
tangannya yang menguruti sambil wajahnya sesekali menyeringai menatap ke
langit-langit. Aku menjadi lebih penasaran lagi. Inikah yang disebut onani.
Jadi si abang becak ini sedang onani di kamar mandiku? Darahku langsung
tersirap naik ke permukaan wajahku. Kudengar pukulan jantung pada dadaku. Aku
sepertinya disergap kobaran birahi. Buah dadaku terasa mengeras dan
didesak-desak rasa gatal.
Secara otomatis tanganku menjamah dan meremas-remas buah dadaku kemudian
memelintir puting susunya. Kuraih kenikmatan tak terhingga. Pandangan ke
kemaluan si abang yang sedang ngaceng onani dan remasan buah dadaku membuahkan
nikmat syahwat yang tak terhingga. Nafasku memburu.
Kudengar si abang mendesah pelan, pasti karena khawatir aku mendengarnya. Aku
baru tahu sekarang, inilah cara lelaki melakukan onani. Aku kembali bertanya,
kenapa dia lakukan disini? Di rumahku, saat dia melakukan tugasnya selaku
penarik becak? Haa.. mungkinkah birahinya timbul karena dia menyaksikan
tampilan seksualku. Bukankah dia cukup kesempatan selama mengantar
barang-barang dan menunggu aku mencari dompet untuk mengamati aku. Sangat mungkin.
Kocokkan tangannya yang membuat otot kemaluannya semakin mengencang. Dan
lihat.. Duuhh.. sungguh perkasa. Aku taksir kira-kira panjangnya 2 kali
genggaman tangannya. Itu nampak saat dia menarik ke belakang dan melepas ke
depan genggamannya. Dan bulatan batangnya, sepertinya dia sedang menggenggam
pisang tanduk. Aku sangat terpesona. Aku tak mau mengedipkan mataku. Aku sedang
benar-benar meyaksikan sensasi. Kulihat kembali wajahnya yang menyeringai
menahan nikmat tengadah ke langit-langit kamar mandiku. Sementara tangannya
yang terus mengocok ritmis dengan tempo yang semakin cepat.
Dan kusaksikan kini detik-detik seorang pria meregang karena orgasmenya. Dengan
sedikt teriakkan kecil, dia meregangkan tubuhnya hingga seperti busur yang
melengkung ke belakang. Sementara penisnya yang begitu tegak dan tegar lurus ke
arah depan menampakkan kepalanya yang bulat licin berkilatan karena menahan
tekanan darah dari dalam. Dan aku sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba
kusaksikan puncratan pertamanya. Spermanya muncrat seperti peluru yang di
tembakkan kearah dinding kamar mandiku. penis itu mengangguk setiap
memuncratkan cairan kental dan pekatnya. Kusaksikan ada sekitar 7 kali penis
itu mengangguk dan memuncratkan spermanya. Ternyata begitu banyak kandungan
sperma abang ini.
Sesudahnya nampak si abang dengan lunglai bersandar kedinding untuk istirahat
sejenak. Mungkin energinya tersedot habis. Aku bergegas bangkit dan kembali ke
kamarku sebelum dia memergoki aku.
Saat aku keluar dia masih juga di kamar mandi. Kesempatanku untuk membuatkan
dia teh panas manis. Sikapku wajar-wajar saja saat dia muncul dari pintu kamar
mandiku.
"Ayo, Bang, minum dulu..," kutawarkan minumannya dan kuberikan upah
becaknya. Kuperhatikan sepintas, dia sepertinya seseorang yang telah berlega
karena telah melepas bebannya. Dan aku juga berpikir pasti dia melakukan onani
sambil membayangkan nikmatnya menyetubuhi aku. Aku kembali terbakar syahwatku.
Berhari-hari berikutnya peristiwa itu selalu lekat dalam pikiran dan hatiku.
Sering timbul rasa sesalku, kenapa tak kutahan saja dia untuk kemudian kuajak
ke ranjangku. Aku membayangkan bagaimana buasnya dia melahap diriku. Aku sangat
mendambakan bagaimana rasanya saat penisnya menembus kemaluanku. Tentu G-spotku
akan menjemputnya dengan penuh kegatalan yang amat sangat. Tentu aku akan
meraih orgasme beruntun dari si abang ini. Yang aku sesalkan juga, aku tidak
menanyakan namanya. Aku pastikan pada setiap kali belanja aku akan mencari dia
untuk membantuku nanti.
Sebenarnya sih, saat ini belum tanggalnya aku belanja. Baru seminggu yang lalu
aku ke toko agen. Tetapi ah.. mungkin aku sudah nggak bener lagi nih. Aku
pengin banget ketemu itu si abang becak itu. Aku bener-bener kesengsem dengan
kemaluannya. Aku nggak lagi berpikir pantas atau tidaknya orang ayu macam aku,
terpelajar dengan suaminya yang insinyur kok merindukan tukang becak. Apakah
syahwat itu memang demikian hebat kekuatannya hingga bisa merubah cara
pandangku mengenai kenikmatan syahwat. Aku sudah ditelan sikap masa bodoh. Aku
tak merasa wajib untuk lagi menempatkan yang namanya martabat atau harga diri
dalam kaitan syahwat ini. Lihat saja tontonan VCD itu. Bukankah mereka
cantiknya luar biasa. Dan juga nampak terpelajar dan bermartabat.
Mereka melakukan kesenangan seksualnya di tempat-tempat yang amat mewah, di
atas mobil mewah, di dalam apartemen yang mewah, bahkan di atas kapal-kapal
pribadi yang mewah juga. Dan lihat pasangan prianya, disamping yang juga nampak
terpelajar ada juga yang bertampang pekerja kasar. Bukankah "contrastistic'
itu juga menjadi salah satu konsep mengenai indah atau keindahan. Terus terang
aku memang mencoba mencari pembenaran atas sikap dan tingkah lakuku ini. Dan
akhirnya aku berangkat juga pergi belanja yang ke 2 untuk bulan ini.
Aku nggak tahu mesti beli apa. Semua kebutuhan bulananku sudah kudapatkan mingu
lalu. Akhirnya aku beli saja lagi beberapa barang yang bisa disimpan lama,
sabun, shampoo, pasta gigi atau obat nyamuk. AKu nggak sempat memperhatikan
taoke yang selalu menikmati kehadiranku di tokonya. Aku ingin cepat selesai dan
pulang. Aku ingin secepatnya menemui si abang becak itu.
Di jalanan tempat pangkalan becak aku tak langsung bisa menjumpai abang
becakku. Aku tak berani tanya ke mereka untuk menghindarkan kecurigaan. Ah, itu
dia.. baang.., dari kejauhan aku melambaikan tanganku. Dia tahu. Dan tanpa ba
bi Bu aku langsung naik saat becaknya mendekat. Woo.. aku sedikit terlupa.
Bukankah belanjaanku kali ini amat sedikit untuk dia bantu memasukkan ke rumah
nanti. Ah, sudahlah, bagaimana nanti saja..
Sesampai di rumah aku bilang, "Masuk dulu, Bang, aku ambil uang
dulu."
Aku berlagak seakan uangku kurang dan perlu ambil dari rumah.
"Ayoo, masuk," ajakku lagi setelah kulihat dia agak ragu karena nggak
ada barangku yang mesti dia panggul. Ahhirnya kembali dia kuajak untuk duduk di
kursi makan dekat dapur. Kini aku berpikir bagaimana memulai segalanya yang
selama 7 hari terakhir ini sangat kudambakan.
"Bang, siapa namanya? Minum dulu ya? Nggak buru-buru khan?," aku
berusaha beramah-ramah dan membuatkan minuman tanpa menunggu jawabannya. Aku
ingin dia tinggal lebih lama. Aku berusaha mengulur-ulur waktunya.
"Nama saya Darius, Bu. O, ya, boleh saya ke toilet ya, Bu?,
"Silahkan."
Nah, rupanya dia kebelet juga. Pasti ingin mengulang kembali onani di kamar
mandiku. Tentu hal yang sangat membuat aku gembira. Syahwatku langsung syurr..
naik. Kupercepat adukan teh manisnya. Aku pengin cepat mengintip lagi.
Dan aku mendapatkan pemandangan indahku kembali. Dia benar-benar melakukannya
lagi. Yang aneh, kali ini dia justru menghadap ke pintu dengan ujung
kemaluannya tepat di belahan papan pintu. Aku jadi curiga. Adakah dia tahu aku
mengintip?! Dan sekarang ini dengan sengaja dan berani menghadapkan kemaluannya
langsung ke celah pintu yang seakan menantang aku. Duh, lihatlah.., demikian
dekat ke celah ini. Oohh.. Bang Dariuuss.. gede bener sih penismuu..
Tangannya mengurut-urut dengan indahnya. Desah-desahnya mulai kedengaran
seiring nafasku yang memburu. penis itu seakan nempel di wajahku. Rasanya aku
bisa menangkap baunya. Bau penis lelaki sebagaimana bau kemaluan suamiku juga.
Hanya yang ini demikian lebih jauh merangsang birahiku. Tanganku kembali
meremasi buah dadaku. Adegan ini edan dan sekaligus lucu. Aku jadi membayangkan
seandainya ada sutradara VCD komedi porno.
Sambil terus meremasi susuku kunikmati benar pemandangan ini. penis itu semakin
membesar dan mengkilat. Nampak urat-uratnya melingkar-lingkar kasar di
sepanjang batangnya. Kemudian aku menyaksikan cairan birahinya mulai membasahi
ujungnya. Pada lubang kencingnya nampak ada titik bening yang kemudian meleleh.
Bang Darius mengocok semakin cepat. Cepat, cepat..
Akhirnya kusaksikan kembali spermanya muncrat. Kali ini tepat menembaki
celah-celah sambungan papan pintu ini. Walaupun tidak terlempar keluar pintu,
sperma itu nampak bening kental mengalir turun di celah itu. Aku cepat bangkit
menghindar agar tidak kepergok. Dengan setengah lari kecil aku menuju ke dapur,
mengambil cangkir tehnya. Kusajikan tepat saat dia muncul di pintu. Aku senyum
yang dia juga balas dengan senyum dari mukanya yang ber-rona kemerahan. Dia
nampak kembali meraih kelegaan dari beban syahwatnya yang tersalur.
Kali ini aku sudah bertekad untuk mengulur waktu agak dia bisa tertahan lebih
lama sambil mencari peluang untuk kemungkinan lebih jauh. Aku ajak ngobrol.
Dengan penuh maklum karena pendidikannya yang rendah, demikian perkiraanku, aku
lemparkan dialog yang gampang-gampang saja. Di mana tinggalnya, istrinya,
berapa anaknya, sudah berapa lama narik becak dan sebagainya. Dia nampak sangat
santun, atau malu barangkali, omongannya secukupnya saja. Tetapi ada satu hal
yang kulihat dari matanya. Dia nampak sangat menikmati kehadirannya dekat
dengan aku ini. Matanya itu sering mencuri pandang pada tubuhku. Kusaksikan
beberapa kali dia begitu melotot melihat belahan dadaku. Kemudian ketiakku,
yang memang saat itu aku sedang memakai blus "u can see." Aku yakin
dia pengin banget melahapku.
Hal ini mendorongku untuk beraksi lebih banyak. Terkadang sambil ngomong aku
menunjuk sesuatu sehingga lengan dan ketiakku menjadi lebih terbuka. Atau aku
berdiri, berjalan atau merunduk atau membelakang. Aku sepertinya benar-benar
peragawati yang ingin menampillkan bagian-bagian tubuhku yang sensual ini.
Sesudah sekian lama ngobrol sana-sini, tak juga kudapatkan perkembangan yang
berarti pada pertemuan ini. Yang kulihat hanyalah wajah bengong si abang.
Mungkin karena onaninya tadi membuat birahinya tak lagi begitu menyala. Aku
mesti rela untuk menunda bayangan nikmat syahwatku. Bang Darius pulang sesudah
menerima upahnya. Sebagai pelarian hari itu aku mendapatkan kepuasan dengan
masturbasi. Dari lemari es kukeluarkan simpanan ketimun besar dan panjang.
Kira-kira sebanding dengan kemaluan Bang Darius. Kurendam ke air hangat agar
menjadi hangat. Aku masturbasi dengan ketimun itu sambil membayangkan penis
Bang Darius menembusi memekku. Ah. nikmatnya.. Orgasmeku kudapatkan
beruntun-runtun.
Tiga hari kemudian aku kembali dilanda sepi dan rindu pada Bang Darius. Aku
mesti kembali belanja ke toko agen itu. Aku sudah menyiapkan apa yang mesti
kubeli. Apapun, pulangnya aku harus diantar Bang Darius. Kali ini aku ingin
bisa meraih lebih banyak dari sebelumnya. Aku mencoba mencari
kemungkinan-kemungkinan agar hal itu bisa terwujud. Mungkin kuncinya berada di
aku. Aku harus lebih berani. Yang kuhadapi adalah orang dari klas sosial yang
berbeda. Kalau Bang Darius merasa rendah diri di depanku itu adalah wajar. Aku
yang seharusnya memulai. Aku harus agresif. Benarkah itu?! Bisakah aku?
Encik istri taoke pemilik toko heran aku memborong belanjaan lagi. Ah, masa
bodoh, itu urusanku. Aku bilang kalau saudaraku minta dibeliin ini itu di
tokonya karena harganya miring. Encik senang mendengarnya. Saat pulang Bang
Darus sudah menunggu dengan becaknya. Itu memang sengaja aku atur. Aku nggak
mau terjadi saat selesai belanja, dia sedang pergi karena mengantar orang lain.
Dia angkati barang-barangku dan menyusul aku naik ke becaknya. Kali ini kami
telah akrab. Sepanjang jalanan kami banyak ngobrol.
Sesampai di rumah, tanpa aku minta lagi dia langsung menurunkan dan memanggul
barang-barang untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Dan tanpa kusuruh lagi dia
menunggu aku duduk di kursi makan itu. Tanpa memberikan tawaran, aku juga
langsung membuatkan teh manis untuknya. Bahkan aku juga menyediakan makanan
kecil. Aku akan tahan dia lebih lama lagi. Kali ini dia tidak minta ijin ke
toilet. Barangkali dia malu setiap ke rumahku kok selalu ke toilet.
Kami kembali ngobrol. Hari ini sengaja aku memakai busana yang lebih
"hot." Blusku lebih banyak memperlihatkan belahan dada dan ketiakku.
Aku pakai jeansku yang hanya sampai ke lututku, sehingga disamping menampilkan
pantatku yang seksi betisku yang ranum mulus nampak sangat menggoda. Aku sudah
bertekad untuk lebih agresif padanya. Aku akan lebih banyak bergerak untuk
memperlihatkan bagian-bagian sensual tubuhku. Aku sudah siapkan cara kuno. Aku
akan pura-pura kepleset dan minta Bang Darus menolong aku. Kakiku akan kesleo
dan dia akan memberikan urutan. Tentu saja di atas ranjangku. Aku akan mengaduh
atau merintih kesakitan dengan irama dan nada yang erotis banget. Aku
benar-benar siap membuat jebakan untuknya. Dan kini harus kumulai. Aku masuk ke
kamarku dengan penuh tekad..
Dan sesaat kemudian.. brukk.. aku menjatuhkan diriku ke lantai,
"Aduuhh.. Bang.. tolongiinn..," aku berteriak minta tolong.
Kudengar suara kursi yang ditarik berderit dan dengan langkah terburu Bang
Darius telah muncul di pintu yang kemudian dengan cepat jongkok meraih aku. Aku
berteriak kesakitan, seakan tidak mampu berdiri. Dia raih punggungku pelan
kemudian pahaku. Dia angkat aku untuk direbahkan ke ranjang.
"Kenapa, Bu?," tanyanya nampak panik.
Aku tidak menjawab kecuali aku terus merintih setengah menangis sambil
memegangi sendi kakiku untuk menunjukkan bahwa kakiku kesleo. Aku lihat dia mau
membantu mengurut tetapi ragu. Dia khawatir dianggap kurang ajar.
"Adduuhh.. tolongi aku Bang, sakiitt..," baru sesudah rintihanku itu
dia berani memeriksa kakiku.
"Kesleo, ya, bu?!" kemudian membantu menguruti kakiku.
Duuhh.. nikmatnyaa.. Sepintas hidungku menangkap aroma tubuhnya. Tubuh dari
lelaki yang gempal, penuh keringat dan sangat seksi ini menebarkan bau
kejantanannya. Tangan-tangannya yang kurasakan sangat keras dan kasar itu terus
mengurut pelan sendi kakiku. Dan hasilnya adalah darah syahwatku yang melonjak
panas. Sampai disini skenarioku berjalan mulus.
Aku sudah memasuki tahap tak akan mundur lagi dalam memenuhi nafsu libidoku.
Aku harus teruskan permainan sandiwara ini. Dengan setengah menutup mata sambil
memegangi betis aku terus menangis dan mengaduh-aduh, atau lebih tepatnya
mendesah-desah sambil berguling menggeliat-geliat di kasur. Kadang tengkurap,
setengah tengkurap atau telentang. Aku yakin suguhan pemandangan ini akan
langsung menggoda saraf birahi Bang Darius.
Kurasakan urutan tangannya tersendat. Diperlukan minyak untuk pelicin. Dari
meja rias di sebelah ranjangku kuraih 'baby oil' yang sering kupakai untuk
membersihkan lubang kuping.
"Pakai ini Bang..," kusodorkan padanya agar urutannya lancar sambil
terus mengeluarkan rintihan yang membuat iba pendengarnya. Walaupun nampak
sangat bingung, rupanya soal urut mengurut tidak terlampau susah bagi Bang
Darius ini. Mungkin di rumahnya dia juga sering mengurut anak atau istrinya.
Dengan minyak yang kusodorkan dia mengurut lebih nikmat.
"Yaa, enak, baang.. teruss," rintihku yang sengaja kuperdengarkan
dengan nuansa kemanjaan dan sangat erotis. Aku tahu pasti, mendengar rintihanku
ini Bang Darius akan sesak nafas menahan syahwatnya. Dan itu kurasakan ketika
urutan tangannya mulai melebar dan naik ke arah betisku. "Biar cepat baik,
Bu," kudengar bicaranya bergetar.
"Iya, Bang, enakan disituu..," aku terus mendorongnya sambil
mengeluarkan jurus menggeliat-geliatkan pinggul dan pantatku serta menaburkan
erangan dan rintihan erotisku secara berkepanjangan.
Dan aku mulai merasakan hasilnya. Tangan Bang Darius merambah lebih lebar lagi.
Dia sudah meraih lututku. Aku sendiri semakin terbakar oleh birahiku.
"Ah.. Bang Darius.. yaa.. enaakk.. teruss.. baang.. Enaakk..'.
Dengan tetap setengah menutup mata aku meliuk menambah gelombang geliatan pada
pinggul dan pantatku. Aku rasa Bang Darius sudah tak lagi konsentrasi untuk
menyembuhkan aku. Aku merasakan pijatannya sudah berubah menjadi
remasan-remasan. Aku pastikan bahwa Bang Darius sudah masuk jeratku saat
tangannya mulai menjamah pahaku dan kemudian naik hingga pangkal pahaku. Dan
akhirnya..
"Buu.., Bu Ayuu.. Ayyuu..," tiba-tiba kudengar suranya yang semakin
bergetar memanggil manggil namaku. Ah, dari mana dia tahu namaku. Aku tidak
menjawab kecuali meneruskan rintihanku.
Dan memang Bang Darius tidak menunggu jawabanku. Dia langsung rebah keranjang
menindih tubuhku, kemudian dengan tangannya langsung menjemput pinggulku,
meraih dan memeluki aku dengan kedua tangan kasarnya. Didekapkannya tubuhku ke
tubuhnya. Kurasakan gumpalan dadanya melekat di dadaku. Tak ayal lagi aku
langsung sambut pelukannya. Kuraih bahunya yang gempal itu.
"Baanng..," dengan tak tertahankan aku menjemput bibirnya untuk aku
pagut dan lumati. Uuhh.. akhirnya kudapatkan bibir dan lidah yang kasar ini.
Seperti singa liar, Bang Darius menyambut lumatan hausku dengan buas. Bibirnya
menyedot bibirku. Tangannya yang penuh otot itu langsung turun kebawah untuk
menjamah dan meremas-remasi vagina di balik jeans-ku. Saat bibirnya kulepaskan
dia meliar ke leherku. Dia sedoti kulit leherku. Jangan .., nanti keluar
cupang. Tetapi nikmat yang kurasakan membuat aku tak mampu mengelak dan Bang
Darius tak lagi mendengarku. Yang dia dengar kini hanyalah syahwat hewaniahnya
yang buas itu. Dari leher dia turun ke dadaku. Dia renggut blusku dengan kasar
hingga kancing-kancingnya putus lepas. Dia tenggelamkan wajahnya ke belahan
dadaku. Dia menciumi buah dadaku dan menyedoti puting-puting susuku. Aduuhh,
luar biasa nikmat yang kutanggung ini.. Aku langsung terlempar ke awing-awang
dan tak lagi menyadari bahwa aku masih istri Mas Surya itu. Rasanya aku terbawa
gelombang tsunami yang menghempas-hempaskan sanubariku di karang-karang terjal
pantai kenikmatan. Aku remuk redam dalam nikmatnya syahwat. Ayoo, baang..
teruss.. jamah seluruh tubuhkuu bang.. teruus..
Sambil terus melumat susuku, dengan tak sabarnya dia lepasi celana jeans
sekaligus celana dalamku. Dan dia lepasi pula celananya sendiri. Kulihat
sepintas penisnya yang super itu langsung lepas terayun-ayun. Aku menggigil
membayangkan apa yang akan dia lakukan padaku.
Mungkin seorang macam Bang Darius ini tak lagi perlu 'foreplay' yang romantis.
Begitu aku bugil dia langsung terkam aku. Dia kuak pahaku dan tubuhnya masuk di
antaranya. Kemaluannya yang mengayun-ayun itu di pegangnya dan langsung di
arahkan untuk menembusi vaginaku. Ternyata aku merasakan nikmat atas
kekasarannya itu. Sambil dia tekan kemaluannya ke vaginaku kembali bibirnya
menjarah buah dadaku dan menggigit-gigit pentil-pentil susunya. Duh, nikmat tak
tertanggungkan. Aku menggelinjang dan merintih penuh manja. Darah birahiku
memang telah menyala berkobar-kobar.
Bagiku 'foreplay'ku sudah berlangsung berhari-hari sebelumnya. Kini yang aku
dambakan memang selekasnya kemaluan Darius yang super itu masuk meretas
dinding-dinding vaginaku yang sudah telah lebih 3 minggu menunggunya.
Sepertinya aku dilanda kehausan yang amat sangat. Aku kuak sendiri lebih lebar
pahaku untuk memberi kesempatan kemaluan Darius cepat menemukan dan menembus
gerbang vaginaku.
Dan..,
"Ooohh, Baanng.. Aku rindu Abaang.. Aku rindu kamu bang.. Aku rinduu..
Kemaluan itu bergocek menggelitik bibir-bibir vaginaku. Kepala penisnya yang
bulat besar itu tidak mudah menembus gerbang vaginaku yang sempit. Kulihat
dengan tak sabarnya Bang Darius meludahi tangannya untuk mengusapkan pelicin
pada bibir vaginaku. Dan setelah beberapa kali saling tekan dan dorong, penis
Bang Darius itu berhasil.. blezz.. merambah bibir vaginaku, tembus untuk
langsung dijepit dinding-dinding vaginaku. Daging besar yang hangat milik Bang
Darius telah masuk ke perangkapnya. Dinding vaginaku mencengkeram untuk tak
melepaskannya. Aku merasakan vaginaku mengempot-empot seperti hendak menghisap
habis darahnya. Sensasi nikmat yang luar biasa telah melandaku.
Duhh.. surga duniaa.. Rasanya aku ingin pingsan untuk mengabadikan kenikmatan
tak bertara ini. penis Darius terus melesak menyodok gerbang rahimku. Aku
menjerit kecil. Dia menekan sedikit lebih menyodok lagi. Aku kembali menjerit .
Pada tarikan pertamanya kurasakan seakan batang panasnya itu meninggalkan
sejuta rama-rama yang menebari saraf-saraf peka pada dinding vaginaku.
Kegatalan pada seluruh permukaan dinding membuat cengkeraman vaginaku akan
terasa sangat legit pada batang kemaluan Bang Darius. Dia melenguh hebat sambil
menggigit leherku. Aku kembali menjerit sekaligus menggeliat dan goyangkan
pantatku yang enggan..
Itulah pola awal yang seterusnya menjadi gerakan ritmis pompaan kemaluan Bang
Darius pada vaginaku. Saat Bang Darius menusuk, vaginaku menjemput dan melahap
lebih dalam. Saat Bang Darius menarik, vaginaku mencengkeram seakan menahannya.
Gerakan ritmis itu berulang ratusan kali sambil bibir-bibir kami terus menerus
saling sedot atau gigit.
Dan kini aku mulai merasakan seluruh saraf-sarafku mulai merangkak menapaki
jalan menuju puncak-puncak kenikmatan syahwat. Keringatku yang mulai mengucur
deras membuat Bang Darius semakin gencar melangsungkan pompaannya. Desahan dan
rintihan nikmatku memacu Bang Darius untuk terus melahapi puting susuku,
leherku, ketiakku, buah dadaku. Aku sudah membayangkan ciuman-ciuman buas Bang
Darius ini akan meninggalkan cupang-cupang yang bertebaran di tubuhku.
Bagaimana aku mesti berhadapan dengan Mas Surya, soal nanti sajalah..
Penis Bang Darius yang keluar masuk semakin liat dan legit kurasakan dalam
cengkeraman vaginaku. Dan kini aku benar-benar berada di ambang puncak itu.
"Ampuunn.. Baanng.., ampuunn.. Baanng.., teruus Bang.. aku nggak
tahaann.."
Bang Darius tahu apa yang akan kudapatkan. Dia terkam, jilat dan sedoti
ketiakku dengan lebih ganas. Rupanya dia betul-betul bernafsu dengan ketiakku
ini.
Dan akibatnya rasa yang kualami sungguh luar biasa. Rasa macam itu tak pernah
kuraih saat aku tidur dengan suamiku, Mas Surya. Rasa yang luar biasa itu adalah
datangnya orgasmeku secara merambat dalam mendekati klimaksnya. Sepertinya
nikmat merambat menjalari setiap urat-urat bagian tubuhku. Rambatan nikmat itu
mengarah menuju ke titik pusat yaitu wilayah vaginaku. Kondisi itu membuat aku
secara refleks bergelinjangan dan meliuk-liukkan tubuhku bak ulat sutra yang
bergelut. Tentu saja hal itu semakin membuat syahwat Bang Darius menggelora.
Dengan sepenuh energinya dia terus menimba kenikmatan dari gelinjang dan liuk
tubuhku.
Dan ketika akhirnya orgasmeku datang, Bang Darius tak mampu menahan emosiku.
Cakar-cakarku langsung menancapkan kukunya ke punggungnya hingga meninggalkan
goresan luka. Orgasmeku yang datang itu menerjang kesadaranku. Aku sepertinya
tercekik dengan nafasku yang tersengal-sengal terlanda nikmat yang amat sangat.
Hal itu berlangsung berdetik-detik, secara beruntun. Sampai-sampai aku seperti
orang kesurupan menghentak-hentakkan kepalaku ke bantal. Rambutku
terlempar-lempar awut-awutan.
Sementara itu, ternyata orgasme Bang Darius juga datang menyusul. Oleh
karenanya dia sama sekali tidak mengendorkan pompaannya. Semakin tajam, semakin
kuat dan cepat penisnya terus merangsek ke dalam vaginaku.. hingga meledaklah
cairan panas yang menyemprot dan meluberi vaginaku. Seperti kuda jantan yang
membuahi betinanya dia menggeliat dan mendongakkan kepalanya sambil
mengeluarkan teriakan histeris. Berliter-liter spermanya tumpah hingga membuat
vaginaku kuyup dalam cairan lendir kental itu.
Klimaks yang datang bersama-sama itu benar-benar menguras seluruh tenaga kami.
Pada saat segalanya usai kami langsung rubuh bersama. Tubuh-tubuh telanjang
kami terkapar melintang di ranjang. Yang kemudian terdengar hanyalah
nafas-nafas panjang dari aku maupun Bang Darius. Kami sangat kelelahan. Aku
langsung diserang rasa ngantuk yang luar biasa. Aku masih merasakan
ciuman-ciuman terakhir Bang Darius sesaat setelah klimaks bersama tadi. Sesudah
itu aku tertidur tanpa ingat apa-apa lagi. Sesaat aku terbangun meraba Bang
Darius di sebelahku. Ternyata dia sudah bangun lebih dahulu. Rupanya dia
langsung pulang tanpa membangunkan aku yang demikian pulas tertidur.
Jangan tanya keadaan ranjangku. Sesudah semuanya selesai baru kusadari betapa
pertarungan kami itu benar-benar memporak porandakan ranjangku. Seprei tempat
tidurku telah terbongkar. Bantal dan gulingku terlempar ke lantai. Pakaian kami
terlempar entah kemana.
Aku cepat bangun dan mandi. Kubersihkan kemaluanku dari lumuran sperma Bang
Darius. Kemudian kurapikan kembali kamarku. Aku ganti seprei dan sarung
bantalnya. Aku pastikan tak ada lagi jejak-jejak yang akan mengundang
kecurigaan suamiku. Untuk menutupi cupang-cupang di dadaku aku cukup pakai baju
yang rapat. Yang membuat aku agak panik adalah cupang di leher. Akhirnya aku
putuskan untuk berpura-pura terserang batuk sehingga aku selalu menggunakan
selendang penutup leher. Ternyata cupang-cupang itu baru hilang sesudah 4 hari.
Beberapa hari sesudah peristiwa itu, aku banyak melamun. Aku membayangkan
kembali nikmat luar biasa yang kudapatkan dari Bang Darius. Rasa sesak vaginaku
saat mencengkeram kemaluannya sungguh tak bisa kulupakan. Rasa legit saat
cairan birahiku mulai membasah untuk mengiringi pompaan kemaluan Bang Darius
benar-benar tak pernah kuraih dari Mas Surya.
Sejak hari itu aku tak pernah jumpa lagi dengan Bang Darius. Menurut temannya
dia telah pulang ke kampung. Dia menggarap sawah warisan orang tuanya. Aku
sedikit menyesal karena pada hari itu aku nggak sempat membayar upahnya.
Terus terang aku akui, berbulan-bulan sesudahnya aku dilanda rasa sepi. Kepuasan
seksual semakin sulit kudapatkan dari suamiku. Tentu saja aku tidak mungkin
terjun menjadi perempuan haus seks yang bisa kuraih dengan mudah karena
kecantikan dan sensual yang kumiliki. Aku ingat pada kata-kata seorang teman,
bahwa kepuasan seksual tak akan habis-habisnya kecuali seseorang telah memahami
makna dari kepuasan itu.
Kini aku mencoba belajar memahami kata-kata itu. Dan rupanya Mas Surya sangat
peduli padaku. Dia memiliki kepekaan dan bisa membaca bahwa aku sedang
bermasalah. Pada saat dia mendapatkan cuti dari kantornya yang selama 1 bulan
perusahaannya juga memberikan bonus berupa pilihan tamasya ke kota-kota dunia.
Mau ke New York, Paris, Tokyo atau kota dan negeri lain. Sesudah mempelajari
tempat-tempat tujuan dari berbagai brosur yang kami dapatkan dari agen
perjalanan akhirnya kami memilih tamasya safari ke Serengeti, taman nasional di
Afrika. Tempat itu sangat eksklusive.
Mungkin tidak menarik bagi turis populer. Kami menikmati pemandangan alam yang
sungguh fantastis saat matahari terbit maupun tenggelam. Kami langsung
menyaksikan kehidupan binatang liar banteng, singa, jerapah, cheetah dan
sebagainya di alamnya yang sejati. Selama lebih dari 20 hari kami tidur di
pondok-pondok pedalaman Afrika itu. Kami makan makanan asli setempat yang
tentunya sudah diolah dengan standar makanan yang baik, karena pondok itu
dikelola oleh jaringan hotel internasional. Kami tidak menonton TV dan tidak
berhubungan telepon dengan dunia luar untuk lebih mendapatkan dan menghayati
suasana yang benar-benar alami selama kami tinggal.
Dan yang hebat, aku dan Mas Surya merasakan sebagai bulan madu kami yang kedua.
Aku bisa meraih kembali kegembiraanku sebagaimana kegembiraan sebelum menonton
VCD di tempat Mbak Sari itu. Kini kusadari betapa Mas Surya telah sepenuhnya
menunjukkan kemampuannya sebagai lelaki sejati. Berkali-kali aku berhasil
meraih orgasme pada setiap hubungan seksual bersamanya. Saat pulang aku
sepertinya lahir kembali ke dunia. Mampu memandang hari depan yang penuh cerah
dan kegembiraan. Jauh dari sekedar mengejar kepuasan dunia.
*****
E N D