Menik Dan Ayah Angkatnya 1
Seorang gadis
bernama manik masih sangat belia usia gadis itu 14 tahun, dan karena
keluguannya, dia menjadi korban pencabulan dari ayah angkat yang cabul. berawal
dari keintiman mereka berdua sebagai anak dan ayah.
Keintiman ini sudah bermula di antara Menik dengan ayah angkatnya sejak dari
Menik berusia 14 tahun. Menik yang pertumbuhannya mulai meningkat remaja dan
semakin cantik serta menggiurkan, sudah dijadikan alat bantu ayah angkatnya
untuk mengisi kesepiannya setelah beberapa bulan ditinggal mati istrinya. Menik
adalah keponakan dari almarhum istri Pak Hendro. Awalnya, sesaat setelah
menduda, Pak Hendro yang seorang staf perusahaan perminyakan dipindah-tugaskan
ke Sumatera. Dia berangkat dengan mengajak Menik menemaninya di tempat tugas
barunya. Hari-hari berlalu, di tempat yang sepi kurang hiburan itulah perhatian
Pak Hendro yang kesepian mulai tertuju kepada Menik yang saat itu sedang
bertumbuh semakin cantik dan menggiurkan. Pendekatannya pun mudah, karena Menik
memang akrab sekali dengan ayah angkatnya ini, sehingga dibujuki sedikit saja
dia pasti menurut.
Mulailah Menik diperlakukan sebagai teman bercinta Pak Hendro mengganti
ketiadaan istrinya, hanya saja dengan cara terbatas. Setiap bertemu di rumah,
Pak Hendro selalu mengerjai Menik, mulai dari sekedar dipeluk-peluki, diciumi,
atau digeluti. Lalu meningkat lebih jauh mulai diajak tidur bersama untuk
dicumbui dan digerayangi seputar tubuh gadis remaja itu. Dan berikutnya lagi
makin saling terbuka, telanjang bulat mandi bersama dan mulai dinikmati tubuh
polos gadis itu lewat remasan gemas dan kecap mulut di bagian-bagian
kewanitaannya. Sampai akhirnya Menik mulai diajari cara-cara oral seks,
menghisapi kemaluan untuk memberi kesenangan bagi lelaki. Pokoknya tidak ada
lagi yang disembunyikan di antara mereka. Namun begitu, satu hal yang masih
dijaga Pak Hendro, yaitu dia masih tidak tega untuk memasukkan kemaluannya
untuk merenggut keperawanan Menik.
Sedikit mengulas keakraban mereka, bisa dilihat dari bagaimana pertemuan mesra
mereka ketika hari itu Pak Hendro pulang dari urusan di Jakarta selama lima
hari. Baru saja bertemu di rumah, sudah disambut Menik yang meloncat senang,
menggelendot di leher dan kaki membelit di pinggang ayah angkatnya. Pak Hendro
juga sama rindunya dengan gadis manja kesayangannya ini, tapi tidak
terang-terangan di ruang tamu, melainkan menggendong dulu membawa Menik ke
kamar tidur, baru dari situ langsung didekap dan diciuminya bertubi-tubi
seputar wajah si gadis untuk kemudian menutupnya dengan ciuman bibir bertemu
bibir. Sebentar saja keduanya sudah saling meluapkan kerinduan dengan saling
melumat dalam dengan sepenuh perasaan sebelum kemudian terlepas, dan Menik
turun dari gendongan untuk membantu membereskan barangbarang bawaan Pak Hendro
sambil saling menceritakan keadaan masing-masing selama berpisah.
Selepas itu, barulah acara membersihkan badan.
Setelah Menik selesai membuka keran bak rendam, “Ayo mandi sama-sama Yayah,
Nik..?” kata
Pak Hendro mengajak yang segera dianggukkan Menik dan langsung membuka bajunya
sendiri mengikuti Pak Hendro yang sudah lebih dulu bertelanjang.
Yayah adalah panggilan manja Menik kepada Pak Hendro. Begitu selesai, dia pun
segera mendekati Pak Hendro yang saat itu sudah akan bergerak ke kamar mandi.
“Ntar dulu Yah, gendong dulu dong..!” katanya dengan manja.
Menahan langkah Pak Hendro, dia pun meloncat ke pelukan ayah angkatnya itu.
Bergelendot manja lagi di leher dengan kedua kaki membelit pinggang Pak Hendro
seperti tadi, dia pun langsung digendong dibawa ke kamar mandi.
Berikutnya di bak kamar mandi, keduanya mandi bersama dengan saling membantu
menyabuni dan menyirami tubuh masing-masing. Pada waktu itu jika melihat bentuk
tubuh Pak Hendro, kesannya memang angker dengan sosoknya yang tegap dan gempal,
termasuk juga ukuran alat vital yang dimilikinya yang cukup lumayan besar. Tapi
bagi Menik yang sudah biasa begini, tentu saja kesan menakutkan tidak ada lagi.
Malah dia paling suka kalau disuruh mempermainkan batang kemaluan ayah
angkatnya ini, karena ada rasa geli-geli senang jika merasakan batang yang
semula lemas, besarnya hanya seukuran lebih besar sedikit dari jempol kaki itu,
akan mekar mengembang lipat dua dalam genggaman kulumannya, menjadi panjang dan
besar seukuran pisang ambon. Seperti juga saat ini, sambil menyabuni tubuh Pak
Hendro, dia menyempatkan mempermainkan batang kejantanan itu. Terasa olehnya
batang itu sudah menegang setengah keras.
Begitulah kegiatan yang sering mereka lakukan, sampai dengan selesai
membersihkan tubuh dan keluar dari bak mandi, terlihat lagi milik ayah
angkatnya. Hal ini membuat Menik tertarik, karena dari tadi batang itu masih
setengah menegang saja. Keduanya masih belum menyeka tubuh mereka dengan handuk
saat itu.
“Iddih Yah, kok dari tadi masih keras aja sih. Padahal udah bolak-balik Nik
guyur pake aer dingin…” kata Menik dengan nada khas remajanya yang polos sambil
mengulurkan tangannya memegang batang itu.
Pak Hendro hanya tersenyum geli, “Iya, itu tandanya dia udah kepengen
disayang-sayangin lagi sama Mbak Niknya.”
“Tapi.., kata Yayah di Jakarta mau dipakein ke lobangnya orang perempuan. Emang
nggak sempet ya Yah ?” tanya Menik meskipun masih muda sekali tapi sudah diberi
pengertian tentang arti hubungan seks yang sebenarnya.
“Sempet sih sempet, tapi ketemu Mbak Niknya kan tetep aja kangen.”
Menik tersenyum senang mendengarnya. Dia mengocok sebentar batang itu sambil
berkata,
“Mau Ning isepin sekarang ya Yah..?” tanyanya menawarkan permainan yang sudah
biasa dilakukan sesuai ajaran Pak Hendro.
“Sebentar, sebentar, Yayah mau puas-puasin dulu sama Kamu.” kata Pak Hendro.
Tanpa menunggu jawaban Menik, dia sudah langsung membawa si gadis ke dekat meja
washtafel dan mendudukkan Menik di situ. Meja itu cukup tinggi, sehingga dengan
hanya sedikit membungkuk dan menundukkan kepalanya Pak Hendro sudah bisa
mencapai kedua susu Menik. Langsung saja bukit dada si gadis yang meskipun
masih remaja tapi sudah cukup menonjol mengkal itu dilahap dan disedot serta
dihisap bergantian dengan rakus.
Menik yang sudah terbiasa begini hanya meringis-ringis kegelian, membiarkan
ayah angkatnya sibuk menghisapi susunya, sementara dia sendiri menjulurkan
tangannya membantu meremas-remas penis Pak Hendro.
Ada beberapa saat Pak Hendro memuaskan mulutnya di bagian itu sampai kemudian
menggeser mulutnya turun ke arah liang keperawanan Menik. Sambil begitu dia
meminta Menik bersandar ke dinding kaca di belakangnya untuk kemudian
mengangkat kedua kaki Menik. Telapaknya diletakkan di tepi meja, sehingga Menik
jadi terkangkang dengan kemaluan terkuak lebar-lebar. Sekarang bagian kemaluan
perawan remaja yang masih gundul belum ditumbuhi bulu-bulu itu jadi sasaran
kecap mulut Pak Hendro. Bukit daging kemerah-merahan ini disosornya sama
rakusnya, diikuti jilatan dan gigitan-gigitan kecil di kelentit yang diterima
Menik sesekali menjengkit-jengkit dan merengek kegelian.
“Aaaa ge-yyi Yaah… hiiii ssshh Yayahh nyangan di gigitt gi-tu Yahh…” nada manja
kekanakkanakannya pun mulai terdengar, tanda dia juga senang diperlakukan
begini oleh ayah angkatnya.
Disini pun Pak Hendro cukup lama memuaskan kecap mulutnya sebelum kemudian
berhenti dan mengangkat kepalanya.
“Ayo Nik.., tempel-tempelin dulu di punyakmu biar tambah cepet kepengennya biar
nanti lebih gampang keluarin aernya…” kata Pak Hendro meminta.
Yang begini pun bagi Menik sudah terbiasa, tanpa menunggu diminta dua kali
diturutinya permintaan ini dengan mengambil batang kejantanan Pak Hendro yang
sudah menegang itu dan menempelkan ujung kepala bulatnya digesek-gesekkan di
mulut lubang kemaluannya. Reaksinya cepat karena sebentar kemudian dilihatnya
air muka Pak Hendro menegang diburu nafsunya, sementara bagi Menik sendiri
main-main seperti ini juga selalu menimbulkan perasaan aneh tersendiri baginya.
Rangsangan asyik yang masih belum dikenal artinya, bergejolak di dalam perutnya
dan membuat liang keperawanannya seolah gatal ingin memasukkan batang ini ke
dalam lubangnya. Ada rasa menuntut di situ, apalagi jika ujung batang
kejantanan itu makin ditekan sedikit ke dalam, semakin penasaran rasa enak yang
ingin diraihnya.
Dalam keadaan begini, praktis Menik sudah tenggelam pasrah dituntut berahi
nafsunya, maka tinggal ditekan lebih jauh pasti akan disambut Menik dan berarti
sudah bisa Pak Hendro menggagahi remaja polos itu. Tapi di sinilah hebatnya
disiplin pribadi Pak Hendro demi sayangnya kepada anak angkatnya. Walau setiap
kali berisengnya sudah sampai sedemikian kritis, tapi selalu saja dia bisa
menahan diri untuk menghindar. Sesaat sebelum pikirannya buntu, dia pun cepat
mencabut batangnya sambil membawa tubuh Menik turun dari meja washtafel.
Menik mengira bahwa sekaranglah saatnya dia diminta untuk melakukan locokan
hisapnya guna membantu Pak Hendro mencapai tuntutan kelelakiannya. Tetapi
rupanya ada perubahan acara, Pak Hendro ingin menyelesaikannya dengan cara
lain. Dia tetap menyuruh Menik berdiri di depannya untuk kemudian dia sendiri
sedikit menekuk kakinya merendahkan tubuhnya, dari situdia meletakkan batang
kejantanannya terjepit di s*****kangan Menik, persis menempel di bawah
kemaluannya.
“Nah, Yayah mau coba bikin gini aja, nggak usak pake dilocok tangan.” katanya
seraya mulai memainkan pantatnya maju mundur.
Caranya persis seperti sedang bersetubuh dalam posisi berdiri, hanya saja
batang keperkasaannya tidak dimasukkan ke lubang senggama Menik. Sambil
menggoyang keluar masuk batangnya yang tergesek-gesek di celah liang keperawan
Menik, Pak Hendro juga menambahi rasa dengan mendekap Menik, mengajaknya
berciuman hangat. Diimbangi oleh Menik dengan juga merangkul ketat leher Pak
Hendro, membalas saling melumat bergelut lidah.
Ternyata meskipun tidak sempurna, tapi cara begini bisa juga membuat Pak Hendro
mencapai ejakulasinya. Sebentar kemudian dia pun tiba di puncaknya dengan
menyemburkan cairan maninya, tanda dia sudah bisa mengakhiri permainan dengan
lega. Itulah permainan iseng sehari-hari Pak Hendro dengan Menik yang boleh
dibilang kritis karena cuma tinggal memasukkan batangnya ke liang keperawanan
Menik saja yang belum dilakukan Pak Hendro. Tapi yang begini cuma sementara.
Cara hidup unik ini bagi Menik pengaruhnya besar juga. Bagaimana tidak, kalau
mengikuti perkembangan cara mereka, rasanya cuma tinggal tunggu waktu saja
untuk Menik mendapatkan rasa seks yang sebenarnya. Apalagi belakangan ini Menik
pernah menyaksikan sendiri bagaimana adegan hangat ayah angkatnya yang bercinta
dengan Mbak Tikah, seorang gadis pemijit yang sering dipanggil Pak Hendro untuk
memijit di rumahnya, tapi sekaligus sebagai tempat penyaluran tuntutan
kelelakian Pak Hendro.
Dari sejak awal Menik sudah curiga bahwa ayah angkatnya punya hubungan intim
dengan Tikah, gadis pemijit yang diperkenalkan oleh sopir pribadi mereka.
Karena dalam acara memijit yang biasa mengambil tempat di ruang baca itu,
mereka berdua selalu mengunci pintu berlama-lama di situ. Memang mulanya
kelihatan biasa-biasa saja, tapi pernah sekali Menik memergoki bahwa tubuh
Tikah secara mencuri-curi sering digerayangi tangan Pak Hendro. Ini yang
membuat Menik penasaran dan suatu waktu dia sengaja mengatur waktu untuk
membuktikan sendiri sampai dimana hubungan Pak Hendro dengan Tikah.
Begitulah suatu kali kesempatan Pak Hendro minta dipijit Tikah di tempat biasa
di ruang baca, Menik yang tadi pura-pura pamitan ke rumah teman padahal sudah
menyelinap bersembunyi di kolong ranjang ruang tidur pak Hendro menunggu
kesempatan untuk mengintip. Di antara kedua ruang baca dan ruang tidur Pak
Hendro ada pintu penghubung, Menik menunggu sampai dirasa aman baru dia
mengendap-endap mencapai pintu penghubung dengan rasa tegang karena didapatinya
suasana kamar sebelah sepi sekali. Di lubang pintu penghubung itu sebagaimana
pintu-pintu lainnya juga dipasang sehelai gordyn tebal. Biasanya pintu ini juga
dikunci oleh Pak Hendro kalau sedang berdua dengan Tikah, tapi karena diketahuinya
Menik tidak di rumah maka Pak Hendro sudah merasa aman dengan membiarkan pintu
itu terbuka, sehingga Menik punya kesempatan mengintip ke situ.
Apa yang ditunggu Menik memang tepat, bahkan kebetulan sekali karena rupanya
saat itu sudah masuk di babak Pak Hendro akan mengerjai Tikah. Mereka sudah
langsung mulai karena begitu Menik melihat ke dalam, dia sudah mendapatkan
bagaimana keduanya sudah bersiap-siap untuk masuk ke permainan seks dengan Pak
Hendro. Saat itu sedang merangsang berahi Tikah. Di situ sambil masih tetap
berada di atas permadani tebal tempat mereka biasa memijit, nampak Pak Hendro
yang berbaring telentang sedang menggerayangi tubuh Tikah yang duduk di atas
perutnya. Waktu itu kedua posisi mereka agak membelakangi Menik, sehingga tidak
bisa terlihat jelas, tapi Menik bisa melihat bahwa tangan Pak Hendro sedang
bermain meremas-remas susu Tikah yang masih tertutup kain. Tikah dalam acara
memijit ini mengenakan sehelai handuk yang dililit sebatas dadanya.
Berdebaran tegang Menik menonton pemandangan di depannya, nampak Tikah mandah
saja menggeliat-geliat kegelian dengan muka genit malu-malu kegelian mendapat
gerayangan nakal Pak Hendro di kedua susunya. Malah dia kemudian membungkukkan
tubuhnya mengikuti pelukan Pak Hendro, menyandarkan kepalanya manja di dada Pak
Hendro. Sebentar keduanya saling merapat pipi bertemu pipi seperti ada yang
dibisikkan Pak Hendro di telinga Tikah, karena tiba-tiba Tikah bangun duduk
tegak dan berikutnya masih dengan muka genit malu-malu Tikah membuka lepas handuk
penutupnya menampilkan bebas tubuh telanjangnya. Karena di balik kain tadi
Tikah memang tidak mengenakan pakaian dalam. Sekarang melihat bagaimana Tikah
sedang menyodorkan bagian kewanitaannya untuk dinikmati Pak Hendro, hal ini
membuat Menik semakin tertarik penasaran. Memang tubuh Tikah tidak semulus dan
secantik Menik, tapi berharap pada adegan kelanjutannya menimbulkan rangsangan
hebat pada Menik, disamping juga rasa kepingin tahu yang besar ingin melihat
bagaimana caranya pasangan laki perempuan bersanggama.
Sekarang terlihat gerakan Pak Hendro bangun duduk, sementara Tikah hanya
mengangkat duduknya berlutut merapat pada Pak Hendro.
“Ahsshh…” terdengar Tikah mengerang dan setelah itu menggigit bibirnya
malu-malu geli ketika dia mulai mendapat rangsangan Pak Hendro sekaligus di dua
tempat, yaitu mulut Pak Hendro melahap sebelah puncak susunya dan sebelah
tangan Pak Hendro bekerja mengusap-usap tengah s*****kangannya.
Rangsangan mulai meningkat dengan makin sibuknya Pak Hendro berpindah-pindah
mengenyoti kedua susunya, sementara tangan yang di s*****kangan juga
bergerak-gerak seperti sedang meremas-remas sambil pasti ikut mengiliki
kelentitnya, geli asiknya mulai diterima Tikah terbaca dari mimik wajahnya yang
sekarang merona merah dalam mata terpejam serius dan bibir setengah merekah
tegang. Sesekali ada gerakan Tikah mengejang kegelian dengan menarik pantatnya
menungging, tapi tidak menghindar membiarkan tubuh telanjangnya dipuasi Pak
Hendro. Sebelah tangannya malah membantu menonjolkan bukit susunya tersodor
dikecapi Pak Hendro, sedang sebelah tangan lagi bertopang di pundak Pak Hendro.
Ada beberapa saat seperti itu, tapi di tengahnya ada gerakan baru, yaitu
sebelah tangan Pak Hendro yang bebas mulai merangsang kejantanannya dengan
menggenggam dan meremas-remas batangnya agar menjadi lebih kaku.
Semua ini dari tempat mengintip Menik cukup jelas dilihat, karena jaraknya cuma
sekitar 3 meter dan posisi Tikah sekarang agak serong menghadap ke arahnya.
Rupanya acara merangsang gairah berahi Tikah dan membangkitkan kejantanan
sendiri oleh Pak Hendro, meskipun sebentar tapi sudah dianggap cukup, karena
Pak Hendro baru saja berhenti dan meminta Tikah mengambil posisi berbaring
menelentang tetap di atas permadani itu. Mereka nampaknya mempersingkat waktu agar
tidak terlalu lama dan dicurigai para penunggu rumah.
Tikah langsung berbaring mengangkang sesuai permintaan Pak Hendro, matanya
ditutup rapat-rapat menunggu Pak Hendro mengatur posisinya untuk mulai
memasukkan batang kejantanan ke liang senggamanya. Merapat dia dengan
kedudukkan tegak berlutut, kedua paha Tikah ditumpangkan ke atas masing-masing
pahanya, sebentar Pak Hendro masih melocoki batang kejantanannya sendiri yang
dari tadi tetap dipegangi terus, sementara tangan sebelah jari-jarinya membasahi
lubang kewanitaan Tikah dengan ludahnya agar membuat lebih licin lagi. Sebentar
kemudian batang kaku Pak Hendro mulai dimasukkan ke liang kewanitaan Tikah,
Menik membaca mimik wajah Tikah agak mengernyit dengan kedua kelopak matanya
yang terpejam erat. Rahangnya menganga kaku menunggu batang ditusukkan ke
kemaluannya dan yang mulai dimainkan Pak Hendro keluar masuk pelan-pelan.
Ternyata reaksi yang ingin dilihat Menik mulai nampak. Tikah ketika mulai bisa
menyesuaikan dengan penis yang baru diterimanya, langsung mendapatkan rasanya.
Tegang wajahnya pun mengendor terganti dengan bersemu asyik yang membawa
pinggulnya bergerak mengocok mengimbangi gerak menggesek batang keluar masuk
liang senggamanya. Makin lama makin tambah hangat rasa garukan enak itu, apalagi
ditambahi Pak Hendro dengan kedua tangannya memilin-milin puting masing-masing
susunya, gerak geliat Tikah sudah meningkat panas. Meliuk-liuk dia terlihat
erotis dengan dadanya kadang diangkat-angkat membusung. Tapi yang seru adalah
goyangan bibir kemaluannya yang berputar cepat seperti tidak sabaran dan
sesekali menanduk-nanduk ke atas memapak tusukan batang keperkasaan Pak Hendro
yang juga mulai dipompa agak kencang.
Menik sampai terasa panas dingin dan tegang menontonnya, terpengaruh rangsangan
permainan Tikah yang menggelora oleh sogokan-sogokan batang keperkasaan Pak
Hendro. Gerakannya selama itu berputaran hangat, lebih-lebih menj*****
orgasmenya. Sayang Menik tidak bisa mengikuti mimik Tikah, karena dengan
semakin panas itu wajah Tikah sudah hilang menyusup di dada Pak Hendro yang
sudah turun menghimpit mendekapnya erat-erat. Hanya terakhir sempat dilihat
ketika Tikah berogasme dengan tubuhnya yang mengejang dan mengangkat liang
kewanitaannya tinggi-tinggi seakan ingin ditekan lebih dalam lagi. Sampai di
situ apa yang ditonton Menik, dan dia buru-buru ke luar untuk kemudian
berpura-pura datang dari luar seolaholah tidak mengetahui apa yang terjadi di
dalam kamar baca itu.
Jadi boleh dibilang secara tidak langsung, sebetulnya ayah angkatnya yang menggiring
Menik untuk menuju kebebasan seks. Sehingga ketika suatu ketika, Menik
menemukan teman sekolah yang cocok di hatinya dan kemudian berlanjut dengan
iseng-iseng mempraktekkan hubungan sanggama sampai mengakibatkannya hamil. Ayah
angkatnya tidak bisa menyalahkan dia karena menyadari bahwa ini salahnya
sendiri yang terlalu bebas dalam cara hidup mereka. Tapi untuk menuntut
laki-laki yang mengerjai Menik sangat berat, karena keduanya masih remaja
sekali, jalan keluar yang dipilih adalah menggugurkan kandungan Menik sebelum
menjadi besar serta membatasinya bergaul bebas di luaran lagi.
Menik nampaknya kapok dengan akibat keisengan pertamanya itu, tapi untuk bisa
bertahan dari godaan lelaki berikutnya ternyata ada cara yang istimewa untuk
itu. Yaitu Menik yang sudah kenal nikmatnya hubungan seks tidak dibiarkan
menderita menahan keinginan itu, tapi di rumah dia justru dapat penyaluran
tersendiri dari siapa lagi kalau bukan dari ayah angkatnya sendiri. Sejak
itulah Menik mulai membuat hubungan sanggama dengan Pak Hendro dengan maksud
agar Menik tidak mencari di luar lagi, yang memungkinkan dia mengulang
kecelakaan yang sama. Hanya saja tentunya dijaga agar tidak ada satu pun orang
luar yang tahu rahasia keluarga mereka.
Bersambung